Anda di halaman 1dari 19

Nama : Siti Alya Putri

NIM : 073001500087

FLOTASI

I. Definisi Flotasi
Konsentrasi flotasi adalah salah satu tahap operasi dalam pengolahan
bahan galian yang operasinya mempergunakan sifat perbedaan kemampuan
dibasahi oleh air/udara dari mineral-mineral yang akan dipisahkan.
Dalam pengolahan bahan galian, flotasi didefinisikan sebagai metoda
fisika kimia untuk memisahkan mineral berharga dari yang tidak berharga
dengan cara mengapungkan salah satu mineral ke permukaan pulp. Proses
pemisahan mineral berharga dari yang tidak berharga dengan cara
pengapungan ini didasarkan pada sifat permukaan mineral apakah suka
terhadap udara (takut air) atau suka terhadap air (takut udara). Mineral yang
diapungkan adalah mineral yang tidak dibasahi (suka udara) disebut mineral
hydrophobic, sedangkan mineral yang tidak diapungkan adalah mineral yang
dibasahi (suka air) disebut mineral hidrophilic.
Konsentrasi flotasi mendominasi proses pengolahan mineral pada
tambang tembaga, emas dan logam dasar skala besar. Hal ini disebabkan
karena proses ini tidak tergantung pada densitas dan perbedaan gaya gravitasi
serta mudah dikendalikan melalui reagenreagen tertentu dalam merubah sifat
permukaan mineral.
Selain pada logam, flotasi juga dapat diterapkan pada instalasi
pengolahan batubara yang berkukuran halus. Dalam industri pengolahan
mineral, umpan untuk proses flotasi terlebih dahulu melalui penggerusan dan
pengayakan. Karena operasinya dalam kondisi basah, maka penanganan
material hasil pengolahan memerlukan perhatian khusus.
II. Proses Pengapungan
Kondisi utama agar proses flotasi berlangsung dengan baik yaitu
adanya partikel-partikel tertentu (yang akan diapungkan) menempel pada
gelembung udara kemudian bersama-sama naik ke permukaan. Syarat agar hal
ini dipenuhi antara lain sebagai berikut:
 Ukuran partikel harus cukup kecil
 Ukuran partikel untuk proses flotasi biasanya lebih kecil dari 65 mesh tetapi
lebih besar dari 10 m, kecuali untuk batubara ukuran terkecilnya bisa sampai
20 mesh.
 Gelembung harus cukup besar
 Sifat-sifat fisik yang menentukan apakah partikel menempel pada gelembung
atau tidak
Partikel yang akan diapungkan harus bersifat hidrophobic, sedangkan
partikel yang tidak diapungkan harus bersifat hidrophilic. Keterapungan
(floatability) dari suatu partikel ditentukan oleh kecenderungannya untuk
menempel pada permukaan gelembung udara, dan ini terutama tergantung pada
sifat-sifat permukaan partikel. Massa jenis dan sifat-sifat fisika lainnya
memegang peranan yang sangat kecil.

III. Operasi Flotasi


 Conditioning dan Aerasi
Operasi atau proses flotasi sebenarnya terdiri dari dua tahap, yaitu:
1. Conditioning
Conditioning merupakan tahapan dari flotasi dimana permukaan mineral yang
berada dalam pulp diolah dengan reagen kimia sedemikian rupa sehingga
apabila diberi udara maka mineral tertentu akan mengapung dan mineral
lainnya akan tenggelam agar proses flotasi berlangsung dengan baik. Proses
conditioning dilakukan dalam alat yang disebut conditioner. Mekanisme yang
diperlukan pada conditioning yaitu:
o Pengadukan
o Reagen terdispersi (tersebar) ke seluruh pulp
o Kontak berulang-ulang antara molekul-molekul reagen dengan partikel-partikel
mineral
o Harus cukup waktu kontak agar interaksi reagen dengan partikel berlangsung
baik. Waktu yang diperlukan di sini disebut waktu conditioning
o Tidak ada udara yang masuk

2. Proses aerasi
Proses aerasi merupakan tahapan proses flotasi dengan memasukkan aliran
udara ke dalam pulp yang telah mengalami conditioning, sehingga timbul
gelembung-gelembung udara dalam pulp. Pada proses aerasi ini partikel-
partikel mineral yang bersifat hidrofobik (suka udara) akan menempel pada
gelembung udara kemudian naik ke atas dan keluar bersama-sama. Apungan
ini selanjutnya ditampung, gelembung udara pecah dan tinggal padatannya.
Partikel-partikel mineral yang bersifat hidrofilik (suka air) akan tetap
tenggelam dan menjadi produktan berupa endapan. Dengan demikian dapat
dipisahkan antara apungan (froth) dan endapan (sink).

Gambar III.1
Proses Flotasi
IV. Jenis-Jenis Proses Flotasi
1. Flotasi ruah (bulk flotation)
Flotasi ruah merupakan proses flotasi yang mengapungkan sekelompok
mineral. Produkta berupa konsentrat dan tailing. Sebagai contoh adalah bijih
kompleks Pb-Cu-Zn. Jika pada bijih kompleks ini dilakukan flotasi ruah maka
akan didapatkan konsentrat dan tailing. Konsentrat tetap mengandung Pb-Cu-
Zn tetapi dengan kadar yang lebih tinggi.
2. Differential flotation
Pada differential flotation, dilakukan proses flotasi secara bertahap terhadap
konsentrat dari flotasi ruah. Flotasi tahap pertama akan dihasilkan apungan
berupa misalnya konsentrat Pb dan endapan yang masih banyak mengandung
Cu dan Zn. Pada tahap kedua, endapan diolah (dilakukan proses flotasi) untuk
menghasilkan apungan berupa konsentrat Cu dan endapan yang masih banyak
mengandung Zn. Pada tahap ketiga dilakukan proses flotasi pada endapan yang
masih banyakmengandung Zn, dihasilkan apungan berupa konsentrat Zn dan
endapan yang merupakan tailing akhir.
3. Selective flotation
Pada selective flotation, dilakukan proses flotasi seperti pada proses
differential flotation tetapi tanpa dilakukan proses flotasi ruah terlebih dahulu.
Berbeda dengan differential flotation, pada selective flotation pada setiap
tahapnya dilakukan dalam jumlah yang besar sehingga peralatan yang dipakai
juga lebih banyak.

V. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Proses Flotasi


Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses flotasi adalah sebagai berikut:

1. Ukuran partikel
Jika ukuran partikel terlalu besar maka partikel sulit untuk tertempel dan
terbawa ke atas oleh gelembung udara, sedangkan kalau partikel terlalu halus
maka sifat permukaan memberikan efek atau pengaruh yang hampir sama
antara partikel yang akan diapungkan dan partikel yang tidak diapungkan.
Dengan demikian jika ukuran partikel mineral terlalu besar atau terlalu kecil
maka recovery (perolehan) akan lebih kecil. Ukuran partikel untuk proses
flotasi biasanya lebih kecil dari 65 mesh tetapi lebih besar dari 10 m, kecuali
untuk batubara ukuran terkecilnya bisa sampai 20 mesh.
2. Persen padatan
Persen padatan pulp yang optimum untuk flotasi mineral umumnya adalah
25%. Untuk flotasi batubara persen padatan sebesar 25% ini terlalu tinggi.
Umumnya persen padatan untuk flotasi batubara berkisar antara 3-20%,
dengan rata-rata sekitar 7%. Bilamana ukuran partikel lebih kasar maka persen
padatan juga tinggi, dan sebaliknya jika ukuran partikel lebih halus maka
persen padatan juga harus lebih rendah.

3. Derajat oksidasi
Derajat oksidasi mineral akan mempengaruhi sifat keterapungan mineral
tersebut. Sifat keterapungan akan menurun dengan adanya pengaruh oksidasi
pada permukaan mineral. Tingkat oksidasi akan semakin besar dengan semakin
meningkatnya dan lamanya mineral berada di udara terbuka.
4. pH pulp dan karakteristik air
Secara umum nilai pH pulp dan jumlah garam terlarut dalam air yang
digunakan pada proses flotasi merupakan faktor yang penting. Sifat permukaan
mineral bisa berbeda pada harga pH yang berbeda sehingga sangat
mempengaruhi perolehan dari proses flotasi. Adanya lempung atau slimes
dalam air dapat mencegah pengapungan mineral. Hal ini dapat dikendalikan
dengan penggunaan reagen kimia yang cocok sehingga slime tersebut dapat
digumpalkan kemudian dikeluarkan, atau dengan penggunaan air bersih dalam
sirkit flotasi.
5. Reagen flotasi
Reagen flotasi baik jenis maupun jumlah (dosisnya) seperti telah dijelaskan
sebelumnya akan sangat mempengaruhi keberhasilan proses flotasi. Jenis
maupun jumlah reagen flotasi baik itu kolektor, frother, maupun modifier harus
betul-betul sesuai penggunaannya untuk mendapatkan hasil yang optimal.
6. Kecepatan putaran pengaduk dan laju pengaliran udara
Kecepatan putaran pengaduk dan laju pengaliran udara pada proses flotasi
akan optimal pada harga-harga tertentu.

VI. Reagen Kimia


Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa syarat utama
berlangsungnya flotasi denganbaik adalah adanya partikel yang bersifat
hidrofobik (suka udara) dan partikel lainnya bersifat hidrofilik (suka air).
Mineral-mineral yang bersifat suka udara (tidak dibasahi) terdapat di alam
dalam jumlah yang sangat terbatas, misalnya S (sulfur) dan batubara. Hampir
semua mineral di alam ini dapat dibasahi sehingga untuk memperoleh mineral
yang tidak dapat dibasahi maka perlu ditambahkan reagen kimia.
Reagen kimia digunakan dalam proses flotasi untuk menciptakan suatu
kondisi agar proses flotasi berlangsung dengan baik. Setiap reagen kimia yang
ditambahkan mempunyai fungsi yang spesifik. Ada tiga kelompok utama
reagen kimia yang biasa digunakan dalam proses flotasi yaitu kolektor, frother
(pembuih), dan modifier.

o Kolektor
Kolektor merupakan reagen kimia yang dapat mengubah permukaan mineral
yang semula hidrofilik (dapat dibasahi) menjadi hidrofobik (tidak dapat
dibasahi). Beberapa contoh kolektor yang sering dipakai dalam proses flotasi
dapat dilihat pada Gambar VI.1
Banyaknya pemakaian (dosis) kolektor yang dipakai tergantung pada faktor-
faktor berikut :
1. Total luas permukaan partikel yang akan diselimuti (merupakan fungsi dari
kadar dan ukuran partikel). Semakin besar kadar maka pemakaian akan
semakin banyak dan semakin halus ukuran partikel maka pemakaian juga
semakin banyak.
2. Ion-ion yang ada dalam pulp yang berinteraksi dengan kolektor. Ion-ion ini
mengganggu sehingga perlu dihilangkan terlebih dulu sebelum penambahan
kolektor. Ion-ion ini disebut ion-ion pengganggu.
3. Tingkat oksidasi permukaan mineral. Jika seluruh permukaan mineral
teroksidasi maka kolektor tidak lagi bekerja dengan baik (tidak berfungsi). Jadi
bijih sulfida yang masih segar harus disimpan dengan baik agar tidak
teroksidasi.

Gambar Vi.1
Kolektor yang umum digunakan dalam proses flotasi
Rectangular Suspended Magnet

o Frother (Pembuih)
Frother merupakan reagen kimia yang digunakan dalam proses flotasi yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga mudah membentuk
gelembung yang relatif stabil. Beberapa contoh frother yang banyak
digunakan dalam proses flotasi dapat dilihat pada Gambar VI.2
Gambar VI.2
Frother yang umum digunakan dalam
proses flotasi
Selama masa pengapungan, gelembung yang terbentuk harus stabil/ tidak
pecah dan setelah keluar dari sel flotasi gelembung tersebut pecah sehingga
partikel-partikel yang menempel pada gelembung tersebut bisa ditampung.
Jika setelah keluar dari sel flotasi gelembung masih tetap stabil atau
gelembung belum pecah maka akan menyulitkan dalam penanganan
material yang diapungkan maupun penanganan untuk proses berikutnya
seperti drying (pengeringan), filtering, dan lain-lain. Disamping dapat
menstabilkan gelembung, frother yang baik harus dapat larut dalam air
(mempunyai daya larut yang tinggi).

o Modifier
Modifier atau regulator merupakan reagen kimia lain (selain kolektor dan
frother) yang ditambahkan dalam proses flotasi yang berfungsi mengatur
lingkungan yang sesuai dengan lingkungan flotasi sehingga selektifitas
kolektor menjadi bertambah baik dan dengan demikian dapat memperbaiki
recovery (perolehan) proses flotasi. Modifier terdiri dari macam-macam
reagen, yaitu: pH regulator, depresant, activator, dan dispersant.

o pH Regulator
Reagen kimia yang berfungsi untuk mengatur pH lingkungan flotasi. pH
regulator perlu ditambahkan dalam proses flotasi karena mineral mengapung
dengan baik pada pH tertentu, reagen lebih stabil pada pH tertentu, dan
kolektor juga bekerja dengan baik pada pH tertentu. pH dimana mineral-
mineral dapat mengapung dengan baik disebut pH kritis. pH kritis dari suatu
mineral tergantung pada macam kolektor yang dipakai dan konsentrasi
(jumlah pemakaian) dari kolektor. Ada dua jenis pH regulator, yaitu:
1. pH regulator asam, yaitu pH regulator dalam lingkungan asam.
Contoh: H2SO4
2. pH regulator basa, yaitu pH regulator dalam lingkungan basa.
Contoh: lime (CaO), soda abu (Na2CO3), NaOH
o Depresant
reagen kimia yang berfungsi untuk mencegah interaksi kolektor terhadap
mineral tertentu sehingga mineral tersebut tetap bersifat hidrofilik agar tidak
terapungkan. Beberapa contoh depresant adalah:
 ZnSO4 → untuk mendepress sphalerit (ZnS) pada pH cukup tinggi (sekitar
pH = 9-11)
 NaCN → untuk mendepress sphalerit, pirit, Au, Ag

o Activator
reagen yang berfungsi membantu kolektor agar interaksi kolektor dengan
mineral tersebut bekerja dengan baik. Contoh activator adalah:
 CuSO4 → ion-ion Cu++ diadsorpsi (diserap) oleh permukaan mineral yang
sebelumnya bekerja kurang baik dengan kolektor. Dengan diserapnya ion-
ion Cu++ pada permukaan mineral akhirnya mineral tersebut menjadi
hidrofobik (suka udara)
 Na2S.9H2O → ion-ion S2- diadsorp oleh permukaan mineral sulfida yang
berubah menjadi oksida sehingga permukaan mineral menjadi sulfida lagi.

o Dispersant
reagen kimia yang berfungsi untuk melepas penempelan partikel-partikel
halus (slimes coating) pada permukaan mineral yang akan diapungkan.
Contoh: sodium silikat (mNa2O.nSiO2) → penambahan sodium silikat tidak
boleh berlebihan karena mempunyai efek terhadap gelembung udara
(gelembung udara cepat pecah).
DAFTAR PUSTAKA

Rivaldo, Dedi. Makalah Pengolahan Bahan Galian (PBG) Konsentrasi dan


Dewatering.Yogyakarta. Diunduh dari
https://www.academia.edu/26044284/Makalah-pbg . Diakses pada
tanggal 25 September 2018 pukul 7:45 WIB
JURNAL FLOTASI

Pemanfaatan CPO (Crude Palm Oil) Untuk Desulfurisasi Pada


Batubara Menggunakan Metode Flotasi

Desulfurisasi adalah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas


batubara, agar batubara tersebut memenuhi syarat penggunaanya. Pencucian
batubara bertujuan untuk memisahkan dari material pengotornya. Pada dasarnya
proses pemisahan secara flotasi adalah sangat kompleks karena banyak
parameter operasi yang berpengaruh. Secara umum dapat disebutkan
parameter-parameter tersebut ditinjau dari dua faktor utama yaitu faktor
fisika dan faktor kimia. Faktor fisika seperti desain sel, dimensi kolom,
pengadukan, laju alir udara,ukuran butiran partikel dan ukuran gelembung
udara serta faktor kimia seperti pH, reagent, dan konsentrasi slurry.

Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar kedua di


dunia setelah Malaysia. Produksinya hingga tahun 2014 mencapai 29,5 juta
ton dan diperkirakan untuk tahun 2015 bisa mencapai 31 juta ton. Sebanyak
43% CPO di dalam daging buah sawit yang terdiri dari berbagai asam
lemak, seperti asam palmitat, asam oleat, asam linoleat, asam stearat dan
asam miristat. Surfaktan adalah suatu molekul yang sekaligus memiliki
gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik sehingga dapat mempersatukan
campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh
karena sifat ganda dari molekulnya yang memiliki bagian polar yang suka
akan air (hidrofilik) dan bagian nonpolar (hidrofobik). Senyawa sabun asam
lemak (RCOONa) pada CPO dapat digunakan sebagai surfaktan dalam
proses flotasi, mengingat struktur senyawa ini terdiri dari gugus anion
(COO-) yang bersifat polar (hidrofilik) dan gugus rantai karbon (R) yang
bersifat non polar (hidrofobik). Senyawa sabun tersebut dapat dihidrolisis
basa dari minyak/lemak kasar kelapa sawit (CPO).

Berdasarkan analisa batubara subituminus diperoleh kadar sulfur


mula-mula sebesar 0,3636 % dalam 1 gr Batubara. Setelah dilakukannya
proses flotasi pada batubara didapatkan hasil bahwa semakin cepat laju alir,
maka kadar sulfur yang terambil pada batubara semakin kecil. Hal tersebut
terjadi dikarenakan waktu tunggal batubara pada kolom flotasi semakin
cepat. sulfur dalam batubara berbentuk pirit (FeS2) terlebih dahulu
mengalami ionisasi (parsial) membentuk molekul polar dengan adanya ion
asam (H+), Pirit dalam bentuk terionkan ini (H+ : FeS2) akan bersifat lebih
hidrofilik sehingga lebih mudah tertarik dengan kompinen hidrofilik lainnya
karenanya akan lebih mudah dipisahkan dari campuran batubara (komponen
hidrofobik). Kondisi optimal pada pengurangan kadar sulfur pada proses
flotasi ketika laju alir umpan dengan kecepatan 0,3612 dengan perbandingan
CPO/Batubara pada 1:2. 

Eksergi, Vol XIII, No. 2. 2016
ISSN: 1410-394X

Pemanfaatan CPO (Crude Palm Oil) Untuk Desulfurisasi Pada Batubara Menggunakan
Metode Flotasi

Danang Jaya*, M.Syahri, Ebeng Sugondo dan Yunita Nurindahsari

Program Studi Teknik Kimia UPN “Veteran” Yogyakarta


Jl SWK 104 Condongcatur, Yogyakarta, 55283

Artikel histori : ABSTRAK: Sejalan dengan perkembangan pemanfaatan batubara di Indonesia, muncul pula
beberapa kendala yang menghambat perkembangan tersebut yaitu adanya gas SO2 hasil
Diterima September 2016
Diterima dalam revisi Oktober 2016 pembakaran batubara yang dapat menimbulkan pencemaran udara. Flotasi adalah suatu proses
Diterima November 2016 untuk memisahkan padatan halus yang terpisah dari suatu padatan dengan padatan yang lain,
Online Juni 2017
secara umum diterapkan pada konsentrasi bijih logam, untuk membersihkan bahan bakar padat
atau benefisiasi mineral bukan logam, tetapi juga dapat diterapkan untuk pemisahan padatan
dari cairan atau pemisahan padatan non-mineral dari suatu padatan dengan padatan yang lain.
Penelitian desulfurisasi pada batubara yang berasal dari bahan baku Pembangkit Listrik
Tenaga Uap(PLTU) menggunakan metode flotasi dilakukan secara kontinyu dalam sebuah alat
kolom flotasi. Disini beberapa variabel flotasi diantaranya adalah perbandingan antara
batubara dengan Crude palm oil (CPO) yaitu 1:2, 1:4, 1:6 dengan laju alir umpan yang
berbeda-beda. Diperoleh kondisi yang optimal pada pengurangan kadar sulfur pada proses
flotasi ketika laju alir umpan sebesar 0,3612 L/menit dengan perbandingan CPO/Batubara
pada 1:2 dengan sulfur yang terambil sebesar 45,269 %.
Kata Kunci: flotasi, kontinyu, perbandingan batubara dengan CPO, laju alir umpan, kadar
sulfur

ABSTRACT: Sulfur dioxide is one of toxic gas that is produced from coal burning process.
Flotation is one of methods to separate particle from other particles. This research is aimed to
reduce the sulfur content in coal that is used in power plant using flotation method combined
with the addition of surfactant. Crude Palm Oil is conducted as surfactant. Coal and CPO is
varied 1:2, 1:4, 1:6 (w/w) in a various flowrate. The optimum condition for the operation is
found in the rate of flow 0,3612 L/min with CPO/coal is 1:2, which contribute in sulphur
removed up to 45,269 %.
Keywords: flotation; continuous; Coal/CPO; flowrate; sulphur

Sejalan dengan perkembangan pemanfaatan batubara di


1. Pendahuluan (Introduction) Indonesia, muncul pula beberapa kendala yang
menghambat perkembangan tersebut. Kendala utama
Potensi sumber utama di Indonesia saat ini adalah minyak tersebut adalah adanya gas SO2 hasil pembakaran batubara
bumi, gas alam dan batubara. Konsumsi batubara dunia yang dapat menimbulkan pencemaran udara. Penggunaan
mencapai 7,8 miliyar ton/tahun dan konsumsi domestik batubara dengan kadar sulfur diatas 0,44% berat (dasar
batubara Indonesia 80 juta ton atau 23 % produksi nasional. kering) dan pembakaran dengan ekses 5% akan
Pada tahun 2030 konsumsi batubara nasional diperkirakan menghasilkan emisi SO2 diatas baku mutu lingkungan.
mencapai 781 juta ton/tahun yang sebagian besar (Cahyadi,2006). Untuk mengurangi gas SO2 ini dapat
diperuntukkan sebagai bahan bakar PLTU yakni sekitar dilakukan dengan mengurangi kandungan sulfur sebelum
250 juta ton (Anonim,2012). Batubara adalah salah satu batubara dibakar atau dengan mengurangi kandungan
bahan bakar fosil. Yang terbentuk dari endapan organik sulfur setelah batubara dibakar. Dalam usaha meningkatkan
dimana unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen kualitas batubara ,termasuk menurunkan kadar sulfur untuk
dan oksigen. Cara terbentuknya batubara melalui proses menuju Teknologi batubara bersih (TBB), maka berbagai
yang sangat panjang dan lama, disamping dipengaruhi teknologi desulfurisasi telah dan sedang dikembangkan
faktor alamiah yang tidak mengenal batas waktu, terutama (Achmad Roesyadi dkk, 2005).
ditinjau dari segi fisika, kimia maupun biologis. Desulfurisasi adalah usaha yang dilakukan untuk
memperbaiki kualitas batubara, agar batubara tersebut
*
Corresponding Author: memenuhi syarat penggunaanya. Pencucian batubara
Email: danangjay@yahoo.co.id
bertujuan untuk memisahkan dari material pengotornya

27
Citasi: Danang Jaya, M.Syahri, Ebeng Sugondo dan Yunita Nurindahsari, 2016, Pemanfaatan CPO (Crude Palm Oil) Untuk Desulfurisasi Pada Batubara
Menggunakan Metode Flotasi,.Eksergi, XIII(2), 27-32

dalam upaya meningkatkan kualitas batubara sehingga nilai diperluas disemua arah. Kebanyakan padatan berbentuk
panas bertambah dan kandungan air serta debu berkurang. atom dan molekul yang memiliki titik leleh sangat
Untuk menentukan metode desulfurisasi batubara yang rendah.
tepat maka perlu identifikasi jenis sulfur dan ikatan kimia Sudut kontak dalam proses flotasi dapat diartikan
dalam batubara tersebut. Ikatan sulfur dalam senyawa sebagai dua fase berada dalam kontak bersama antar muka
organik merupakan ikatan kovalen, seperti pada merkaptan didalam dua dimensi. Setelah itu tiga fase datang akan
dan tiol (R-S-H), disulfide (R-S-S-R) sebagaimana bersama-sama, didalam satu garis dimensi sehingga kontak
digambarkan dalam struktur batubara menurut model Wiser akan terbentuk. Sifat-sifat garis kontak yang terbaik dapat
(Krevelen,1993). Pada dasarnya proses pemisahan secara dinyatakan dalam sudut yang terbentuk oleh permukaan
flotasi adalah sangat kompleks karena banyak parameter yang bergabung dalam arah tegak lurus dalam garis
operasi yang berpengaruh. Secara umum dapat disebutkan kontak. Sudut kontak dapat dinyatakan apabila sistem
parameter-parameter tersebut ditinjau dari dua faktor utama tersebut diukur pada air. Jika sudut kontak pada mineral
yaitu faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika seperti tidak terjadi, ini berarti bahwa air dalam bentuk gelembung
desain sel, dimensi kolom, pengadukan, laju alir udara yang tidak dapat membasahi mineral sehingga sangat
udara,ukuran butiran partikel dan ukuran gelembung udara mustahil untuk berkontaknya udara dengan mineral. Sudut
serta faktor kimia seperti pH, reagent, dan konsentrasi kontak bernilai nol derajat mewakili nonflotability. Gaya
slurry (Brown, 1973). Flotasi adalah suatu proses untuk adhesi pada gelembung udara ke padatan terjadi secara
memisahkan padatan halus yang terpisah dari suatu padatan spontan bahkan ketika sudut kontak kurang dari 90o, dan
dengan padatan yang lain. Secara umum diterapkan pada dinyatakan dalam konfigurasi geometris yang sesuai,ini
konsentrasi bijih logam, untuk membersihkan bahan bakar dapat terjadi sepanjang waktu di proses flotasi. Gaya adhesi
padat atau benefisiasi mineral bukan logam, tetapi juga tidak dapat bekerja jika sudut kontak yang terbentuk telah
dapat diterapkan untuk pemisahan padatan dari cairan atau mencapai 90o.
pemisahan padatan non-mineral dari suatu padatan dengan
padatan yang lain. Pemisahan flotasi dari padatan yang
berbeda dapat diselesaikan dengan afinitas selektif dari
permukaan padatan, baik dimodifikasi oleh reagen dengan
bantuan gelembung udara dan air atau pun tidak. Dari
berbagai tahapan, fase gas adalah yang paling sederhana
dan fase padat yang paling beragam. Pada fasa cairan
meskipun terlihat sederhana tetapi sebenarnya kompleks
dan penting. Fase gas dalam flotasi selalu ada dan sifatnya
paling penting dalam flotasi karena menimbulkan daya
apung dari gelembung udara sehingga partikel mineral
dapat diangkat oleh buih. Tampaknya daya apung dari
gelembung udara akan semakin baik apabila udara atau gas
berada pada tekanan atmosfer atau pada tekanan vakum.
Fase cair dalam flotasi selalu berbentuk larutan dan
Gambar 2.Gaya adhesi pada mineral batubara (Gaudin,
umumnya encer, ada alasan yang baik mengapa larutan
1957)
yang sering digunakan dalam proses flotasi itu adalah air,
dikarenakan air selalu tersedia, murah, dan sangat cocok
Jika suatu sistem yang terdiri dari gelembung gas dan
untuk kinerja proses flotasi.
partikel padat yang tersuspensi secara terpisah maka
perubahan air untuk suatu sistem yang terdiri dari
gelembung gas akan menempel pada partikel didalam air ,
sehingga terjadi perubahan energi. Ini dapat dilihat dari tiga
energi antar muka dan dari perubahan dalam jumlah tiga
bidang antar muka (Gaudin, 1957). Melalui pengenalan
eksperimental, sudut kontak mineral yang keras dapat
terukur dan energi dari mineral gas permukaan yang tidak
diketahui dapat dihilangkan.. Secara umum pelepasan
sulfur pada batubara sebagai berikut : sulfur dalam
batubara berbentuk pirit (FeS2) terlebih dahulu mengalami
ionisasi (parsial) membentuk molekul polar dengan adanya
Gambar 1.Sudut kontak antara mineral-udara dan ion asam (H+) dengan reaksi:
air.(Gaudin, 1957)
Pirit dalam bentuk terionkan ini (H+ : FeS2) akan bersifat
Sifat flotasi pada fase padat dapat ditentukan dari karakter lebih hidrofilik sehingga lebih mudah tertarik dengan
pada permukaan padat tersebut tetapi untuk mengevaluasi kompinen hidrofilik lainnya (air):
permukaan padatan penting untuk mempertimbangkan
bagian dalam permukannya dan dapat diasumsikan jauh

28
Eksergi, Vol XIII, No. 2. 2016
ISSN: 1410-394X

dan karenanya akan lebih mudah dipisahkan dari campuran atau berupa senyawa yang tidak dapat terionisasi dalam air
batubara (komponen hidrofobik). Sebaliknya adanya ion (non ionizing collector. Macam kolektor antara lain :
OH- dalam campuran slurry (kondisi basa), tidak Xanthat, Aerofloat,Thio carbonalit (urae), Fatty acid (asam
meningkatkan kehidrofilikan pirit, bahkan ion OH- (yang lemak), Oleic acid, dan Palmatic acid
bermuatan negatif) cenderung tolak menolak dengan  Conditioner/Modifier
molekul pirit yang yang bermuatan negatif parsial (atom Fe Merupakan suatu reagent, bila ditambahkan ke dalam
dalam pirit memiliki pasangan elektron bebas pada kulit pulp akan memberikan pengaruh tertentu terhadap air atau
terluarnya dan bersifat elektronegatif). Akibatnya pirit sulit mineral agar dapat membantu atau menghalangi kerja dari
ditarik dari campuran batubara yang bersifat basa tersebut. collector. Pengaruh umum yang dihasilkan adalah
Untuk mendapatkan hasil maksimum desulfurisasi batubara memperkuat atau memperlemah hydrophobisitas dari suatu
secara flotasi, maka perlu dilakukan pada kondisi-kondisi permukaan mineral tertentu. Modifier ini biasanya
yang optimum. Untuk mendapatkan hasil maksimum anorganik.
desulfurisasi batubara secara flotasi, maka perlu dilakukan  Frother
pada kondisi-kondisi yang optimum. Untuk memudahkan Merupakan suatu zat organik hydrocarbon yang terdiri
pemisahan dengan metode flotasi biasanya ditambahkan dari polar dan non polar. Fungsi reagent ini untuk
flotating agent berupa kolektor kedalam sistem flotasi dan menstabilkan gelembung udara agar dapat sampai ke
berfungsi sebagai surfaktan, dimaksudkan untuk permukaan. Zat tersebut menyelimuti gelembung udara
menurunkan tegangan permukaan antara partikel padat- sehingga tegangan permukaan air akan menjadi lebih
udara. Penurunan tegangan tersebut menyebabkan rendah, sehingga akan timbul gelembung udara. Molekul
peningkatan gaya adhesi antara partikel padat dengan frother adalah heteropolar, terdiri dari gugusan hydroxyl
permukaan gelembung udara, sehingga partikel padat bersifat polar yang menarik air dan rantai hidrokarbon
mudah terflotasi bersama gelembung udara. Surfaktan juga sebagai gugusan non polar. Macam- macam frother antara
dapat berperan meningkatkan derajad kehidrofobian suatu lain: Methyl amil alcohol, Methyl iso butil carbinol,
partikel. Senyawa sabun dari CPO kelapa sawit dapat Cresitic acid, Pine oil, Polyprophylene glycol ether,dan
berfungsi sebagai surfaktan (Aladin , 2009). Thricthoxy butane.(Anonim,2012)
Suatu kolektor dalam sistem flotasi akan efektif
berinteraksi dengan partikel yang akan dihidrofillikkan 1.2 Pemilihan surfactant dari CPO
pada kondisi pH tertentu. Setiap mineral dapat terflotasi Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit
secara optimal pada pH kritis. Jika pH kritis bergeser maka terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Produksinya
flotasi dapat gagal. Untuk memudahkan pemisahan hingga tahun 2014 mencapai 29,5 juta ton dan diperkirakan
flotability, biasanya ditambahkan flotating agent berupa untuk tahun 2015 bisa mencapai 31 juta ton. Sebanyak 43%
kolektor kedalam sistem flotasi dan berfungsi sebagai CPO di dalam daging buah sawit yang terdiri dari berbagai
surfaktan, dimaksudkan untuk menurunkan tegangan asam lemak, seperti asam palmitat, asam oleat, asam
permukaan antara partikel padat-udara. Penurunan linoleat, asam stearat dan asam miristat. Surfaktan
tegangan tersebut menyebabkan peningkatan gaya adhesi adalah suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
antara partikel padat dengan permukaan gelembung udara, hidrofilik dan gugus hidrofobik sehingga dapat
sehingga partikel padat mudah terflotasi bersama mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.
gelembung udara.Surfaktan juga dapat berperan Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari
meningkatkan derajad kehidrofobian suatu partikel. molekulnya yang memiliki bagian polar yang suka akan air
(Aladin,2009). (hidrofilik) dan bagian nonpolar (hidrofobik). Bagian polar
molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau
1.1 Macam-Macam Reagen Flotasi netral. Sifat rangkap ini menyebabkan surfaktan dapat di
Keberhasilan proses flotasi sangat ditentukan oleh adsorbsi pada antar muka udara-air, zat padat-air,
ketetapan penggunaan reagent, baik jumlah maupun membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada
jenisnya. Reagen flotasi yang ditambahkan pada tahap fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak
conditioning dengan tujuan menciptakan suatu pulp yang dengan zat padat atau terendam dalam fase minyak.
kondisinya sesuai agar dapat dilakukan flotasi dan mineral Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah rantai alkil
yang diinginkan dapat terapungkan sebagai konsentrat. yang panjang sementara bagian yang polar (hidrofilik)
Berikut beberapa jenis reagen yang digunakan pada proses mengandung gugus hidroksil. Senyawa sabun asam lemak
flotasi: (RCOONa) pada CPO dapat digunakan sebagai surfaktan
 Collector (collecting agent, promotor) dalam proses flotasi, mengingat struktur senyawa ini terdiri
Adalah suatu reagen yang memberikan sifat menempel dari gugus anion (COO-) yang bersifat polar (hidrofilik)
pada udara sehingga mineral tersebut senang pada udara. dan gugus rantai karbon (R) yang bersifat non polar
Collector merupakan zat organik dalam bentuk asam, basa (hidrofobik). Senyawa sabun tersebut dapat dihidrolisis
atau garam yang berbentuk heteropolar, yaitu satu basa dari minyak/lemak kasar kelapa sawit (CPO). Pada
ujungnya senang pada air dan ujung lainnya senang pada umumnya bilangan penyabunan CPO tergolong cukup
udara. Molekul kolektor berupa senyawa yang dapat tinggi yaitu sebesar 204,4 yang menunjukan kuantitas
terionisasi menjadi ion-ion dalam air (ionizing collector) sabun asam lemak dalam CPO relatif tinggi dan sangat baik

29
Citasi: Danang Jaya, M.Syahri, Ebeng Sugondo dan Yunita Nurindahsari, 2016, Pemanfaatan CPO (Crude Palm Oil) Untuk Desulfurisasi Pada Batubara
Menggunakan Metode Flotasi,.Eksergi, XIII(2), 27-32

untuk proses flotasi. Berdasarkan reaksi berikut sabun asam diatur PH nya menggunakan HCL 1 M , kemudian
lemak dari CPO dapat berfungsi dengan ganda baik sebagai dimasukkan batubara dengan ukuran 100 mesh dan
kolektor maupun sebagai froter dalam sistem flotasi busa. ditambahkan air hingga 25 liter. PH kembali dicek dan
Berikut reaksi pada crude palm oil (CPO). diatur agar tetap enam. Setelah campuran terkondisikan
dengan baik maka dialirkan ke tangki pengumpan dengan
kecepatan laju alir umpan yang berbeda-beda. Aerator
dihidupkan dan udara dialirkan masuk kolom flotasi dan
flotasi dibuat secara kontinyu sedemikian rupa. Lamanya
proses flotasi pada batubara didalam kolom flotasi,
berlangsung sesuai dengan waktu tinggal untuk masing-
masing laju alir umpan yang telah ditentukan. Hasil
Gambar 3. Reaksi kimia pada CPO batubara dibagian atas kolom ditampung untuk dianalisis
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Flotasi diulangi
Pada penelitian yang telah dilaksakan CPO didapat dari untuk varian-varian yang telah ditentukan.
PT.PP London Sumatera, Tbk yang ada di Kabupaten
Langkat, Provinsi Sumatera Utara. 3. Hasil dan Pembahasan
2. Metode Penelitian
Berdasarkan analisa batubara subituminus diperoleh kadar
sulfur mula-mula sebesar 0,3636 % dalam 1 gr Batubara.
2.1 Bahan Penelitian
Hasil penelitian variasi laju alir umpan dengan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara
perbandingan CPO : Batubara dapat dilihat pada tabel
lain : Minyak kelapa sawit mentah (CPO), Boraks, Na2CO3
dibawah ini :
2M, MO,HCL 1M, Air, Batubara coklat.
2.2 Alat Penelitian
1. Perbandingan CPO : Batubara (1 : 2 )
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
Piknometer, Labu ukur, Gelas ukur 1000 ml, Pengaduk, Tabel 3. Hubungan antara Laju alir umpan dengan sulfur
Neraca analitik, Gelas beker, Ayakan, kertas saring, terambil ( % )
Erlenmeyer, Corong, Kertas PH, Stop watch, Gelas arloji, Laju alir umpan Kadar sulfur yang
Wadah penampung, pompa, aerator dengan laju alir 1,25 (Liter/menit) terambil (%)
L/menit, kolom flotasi dengan panjang 90 cm dan diameter 0,3612 45,269
2,5 inchi. 0,767 40,8267
2.3 Prosedur Penelitian 1,3026 29,5142
Ket : 1,8133 29,3007
1.Tangki
pengumpan.
2.Tangki
penampung
hasil
3.Kolom flotasi

4.Tangki
penampung
bawah.
5.Aerator
6. Tangki
pengkondisian
7. Alat ukur
tekanan
8.pengaduk
9. Pompa air

Gambar 5. Hubungan antara Laju alir umpan dengan


Gambar 4. Rangkaian Alat Penelitian Sulfur terambil (%)

Batubara coklat yang berupa bongkahan dikecilkan Dari tabel 3 dan gambar 5 diatas, terlihat bahwa
ukurannya. Selanjutnya batubara coklat tersebut di ayak semakin cepat laju alir, maka kadar sulfur yang terambil
menggunakan ayakan berukuran 100 mesh. Kemudian pada batubara semakin kecil. Hal ini di karenakan waktu
batubara dengan ukuran 100 mesh tersebut ditimbang tinggal batubara pada kolom flotasi semakin cepat. Ini
sebanyak 275 gram menggunakan neraca analitik. Untuk disebabkan bahwa untuk pemisahan sulfur (pirit) dari
persiapan pengambilan sampel, selanjutnya didalam tangki campuran batubara membutuhkan waktu kontak Secara
pengkondisian mula-mula berisi air sebanyak 5 liter, umum pelepasan sulfur pada batubara sebagai berikut :
kemudian dicampurkan dengan CPO pada variasi 1 : 2, 1 : sulfur dalam batubara berbentuk pirit (FeS2) terlebih dahulu
4, dan 1 : 6 (berat/berat) terhadap batubara, lalu mengalami ionisasi (parsial) membentuk molekul polar
ditambahkan Na2CO3 2M sebanyak 50 ml, diaduk dan dengan adanya ion asam (H+) dengan reaksi :

28
30
Eksergi, Vol XIII, No. 2. 2016
ISSN: 1410-394X

. Pirit dalam bentuk


+
terionkan ini (H : FeS2) akan bersifat lebih hidrofilik
sehingga lebih mudah tertarik dengan kompinen hidrofilik
lainnya (air) ( ) dan
karenanya akan lebih mudah dipisahkan dari campuran
batubara (komponen hidrofobik). Hasil optimal terjadi pada
laju alir 0,3612 dengan kadar sulfur yang terambil sekitar
45,269%.

2. Perbandingan CPO : Batubara (1 : 4)

Tabel 4. Hubungan antara laju alir umpan(L/menit) Gambar 7. Hubungan antara Laju alir umpan (L/Menit)
dengan sulfur terambil (%) dan Kadar sulfur (%)
Laju alir umpan Kadar sulfur yang
(Liter/menit) terambil (%) Dari tabel 5 dan gambar 7 diatas , terlihat bahwa
0,3612 43,2643 semakin kecil laju alir umpan ,maka kadar sulfur yang
0,767 38,9319
terambil pada batubara akan semakin besar hal ini
1,3026 28,0977
1,8133 26,4713 dikarenakan waktu tinggal batubara pada kolom flotasi
lebih lama sehingga waktu kontak antara campuran slurry
pada batubara dengan udara akan semakin lebih lama
sehingga kadar sulfur yang dapat terlepas akan lebih
banyak. Dari grafik juga terlihat bahwa laju alir umpan
dengan kecepatan 0,3612 dengan kadar sulfur sisa sebesar
42,1653 %.

Tabel 6. Hubungan Pengaruh perbandingan Batubara :


CPO terhadap Kadar sulfur
NO Batubara
Kadar sulfur (%)
: CPO
1 1:2 45,269 40,8267 29,5142 29,3007
2 1:4 43,2643 38,9319 28,0977 26,4713
3 1:6 42,1653 36,1296 25,3515 26,0713
Gambar 6. Hubungan antara Laju alir umpan dengan
Sulfur terambil (%)
Dari tabel 4 dan gambar 6 diatas , terlihat bahwa semakin
cepat laju alir maka, kadar sulfur yang terambil pada
batubara semakin kecil ini di karenakan waktu tinggal
batubara pada kolom flotasi semakin cepat. Berbanding
terbalik dengan kecepatan laju alir yang lambat. Adanya
komposisi yang pas tiap komponen dalam campuran slurry
mengakibatkan batubara mudah terbasahi karena sudut
kontak antara udara dengan mineral sulfur pada
permukaann batubara dalam campuran slurry terbentuk
kurang dari 90 derajat sehingga sulfur pada batubara secara
anorganik mudah terlepas sehingga batubara bersih dapat
terangkat oleh udara (fase gas) dari aerator. Hasil terbaik
pada laju alir umpan sebesar 0,3612 dengan kadar sulfur
sisa sebesar 43,2643 %.
Gambar 8. Hubungan antara perbandingan Batubara :
3. Perbandingan CPO : Batubara (1 : 6 ) CPO dengan Sulfur terambil (%)
Tabel 5. Hubungan antara Laju alir umpan dengan sulfur Dari tabel 6 grafik 8 diatas terlihat bahwa penurunan
terambil ( % )
kadar sulfur terbaik pada perbandingan 1 : 2 hal ini
Laju alir umpan Kadar sulfur yang
dikarenakan CPO yang ditambah kan lebih banyak
(Liter/menit) terambil (%)
0,3612 42,1653
sehingga pada CPO akan lebih banyak juga dapat
0,767 36,1296 terhidrolisa secara alami menjadi sufactan yang dapat
1,3026 25,3515 menurunkan tegangan permukan.Senyawa sabun asam
1,8133 26,0713 lemak (RCOOH) pada crude palm oil (CPO) dapat
digunakan sebagai surfaktan dalam proses flotasi,

29
31
Citasi: Danang Jaya, M.Syahri, Ebeng Sugondo dan Yunita Nurindahsari, 2016, Pemanfaatan CPO (Crude Palm Oil) Untuk Desulfurisasi Pada Batubara
Menggunakan Metode Flotasi,.Eksergi, XIII(2), 27-32

mengingat struktur senyawa ini terdiri dari gugus Daftar Pustaka


anion(COO-) yang bersifat polar (hidrofilik) dan gugus
rantai karbon (R) yang bersifat non polar (hidrofobik). Aladin, Andi, 2009, Penentuan Rasio Optimum Campuran
Senyawa sabun tersebut dapat dihidrolisis basa dari CPO : Batubara dalam Desulfurisasi dan Deashing
minyak/lemak kasar kelapa sawit (CPO). Pada umumnya secara Flotasi Kontinyu, Jurnal Rekayasa Proses,Vol.3,
bilangan penyabunan CPO tergolong cukup tinggi yaitu No.2.
sebesar 204,4 yang menunjukan kuantitas sabun asam Anonim, 2012, Desulfurisasi Mencegah Hujan Asam.
lemak dalam CPO relatif tinggi dan sangat baik untuk Brown,G.,G., 1973, Unit Operation .Edisi ke 13, John
proses flotasi. Asam lemak dari CPO dapat berfungsi Willey & Sons Inc., New York, PP:100-109.
dengan ganda baik sebagai kolektor maupun sebagai froter Cahyadi, 2006, Strategi Menurunkan Emisi SO2 pada
dalam sistem flotasi. PLTU Batubara Yang Tidak Memiliki Desulfurisasi,
Jurnal Ilmiah Teknologi Energi, Vol.1, No.2, Februari
4. Kesimpulan (Conclusion) 2006.
1. Pengurangan kadar sulfur pada batubara dapat Gaudin,A.M.,1957, Flotation, Mc.Graw-Hill Book
menggunakan metode flotasi. Company Inc., Second edition, New York.
2. Perbandingan jumlah CPO berpengaruh pada hasil Krevelen,D.W.V., 1993, Coal: Typology – Phsycs –
pengurangan kadar sulfur pada batubara. Chemistry-Constitution, Third edition, Elsevier science
3. Kondisi yang optimal pada pengurangan kadar publishers B.V Amsterdam.
sulfur pada proses flotasi ketika laju alir umpan Roesyadi ,A.,Mahfud.,dan Andi Aladin, 2005,
sebesar 0,3612 L/menit dengan perbandingan Karakterisasi Desulfurisasi dan Deashing Batubara asal
CPO/Batubara pada 1:2. Sulawesi secara Flotasi, Jurnal terkreditasi Nasional
“MEDIA TEKNIK “UGM Yogyakarta, No.1 Th XXVII
Februari 2005.

28
32

Anda mungkin juga menyukai