Anda di halaman 1dari 13

TUNA GRAHITA (MENTALLY RETARDED)

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
yang dibina oleh Ibu Dr. Dany M. Handarini, M.A

Oleh:
Febryanti Fitria Utami 160111600157
Mitha Silvia Yuhanata 160111600020
Nurul Inayyah 160111600016

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
September 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan nikmatNya


sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Definisi
dan Karakteristik Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)” tanpa suatu
halangan apapun. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Dengan selesainya makalah Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. Dany M. Handarini, M.A selaku dosen pembina matakuliah
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus.
2. Riskiyana Kiki selaku asisten dosen matakuliah Bimbingan dan
Konseling pada Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
3. Para mentor yang telah memberikan masukan kepada penulis.
4. Orang tua yang telah memberikan dukungan kepada penulis
5. Teman-teman BK Offering A6 yang telah memberikan dukungan serta
kritik dan saran.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya semoga dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi. Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 9 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..............................................................................................ii


Daftar Isi .......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)……….…….……6
2.2 Karakteristik Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)……….....….7
2.3 Klasifikasi Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)……………..…7
2.4 Penyebab Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded) …………….….9
2.5 Penanganan Anak Tunagrahita (Mentally Retarded)..............…....10

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan ............................................................................................12
3.2 Saran ..................................................................................................12

Daftar Rujukan .............................................................................................13


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap anak dilahirkan memiliki perkembangan dan
pertumbuhan yang berbeda, sehingga setiap ini juga memiliki
kelebihan dan kelemahan yang berbeda. Ada beberapa anak yang
memiliki hambatan sehingga anak-anak tersebut berbeda dengan anak
normal lainnya. Anak-anak tersebut biasa disebut dengan anak
berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak
yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak normal
lainnya dalam beberapa hal yaitu ciri-ciri mental, kemampuan
pancaindra, kemampuan komunikasi, perilaku sosial, atau sifat-sifat
fisiknya tanpa harus identik dengan ketidakmampuan mental, emosi,
maupun fisiknya (Kholipah, 2015). Karakteristik spesifik anak dengan
kebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat
perkembangan fungsional. Karakterisitik spesifik tersebut meliputi
tingkat perkembangan sensorik, motorik, kognitif, kemampuan
berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi
sosial, serta kreatifitasnya. Karena karakteristik dan hambatan yang
dimiliki, anak berkebutuhan khusus memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi
mereka.
Anak kebutuhan khusus jenisnya bermacam-macam antara lain
tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita, tuna laras, tuna netra, slow
learner, gifted, dll. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut
mengalami hambatan yang berbeda dan membutuhkan penanganan
yang berbeda pula, termasuk salah satunya tuna grahita. Anak-anak
tuna grahita sering kali dikucilkan di lingkungan sekitar karena
mereka di anggap cacat, bodoh, ataupun idiot. Hal ini kemudian
membuat mereka merasa minder dan tidak percaya diri untuk bergaul
dengan lingkungan sekitar.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis menyusun
makalah yang berjudul “Definisi dan Karakteristik Anak Tuna Grahita
(Mentally Retarded)”. Hal ini dikarenakan penting untuk mengetahui
dan memahami karakteristik anak tuna grahita sehingga lingkungan
sekitar anak tuna grahita dapat menghargai perbedaan dan peduli
terhadap anak tuna grahita.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana definisi anak tuna grahita (mentally retarded)?
b. Bagaimana karakteristik anak tuna grahita (mentally retarded)?
c. Bagaimana klasifikasi anak tuna grahita (mentally retarded)?
d. Bagaimana penyebab anak tuna grahita (mentally retarded)?
e. Bagaimana penanganan anak tuna grahita (mentally retarded)?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penulisan makalah adalah sebagai berikut:
a. Menjelaskan definisi anak tuna grahita (mentally retarded).
b. Menjelaskan karakteristik anak tuna grahita (mentally retarded).
c. Menjelaskan klasifikasi anak tuna grahita (mentally retarded).
d. Menjelaskan penyebab anak tuna grahita (mentally retarded).
e. Menjelaskan penanganan anak tuna grahita (mentally retarded).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)


Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tuna grahita,
yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang
sedemikian rendahnya (di bawah normal ) sehingga untuk meniti tugas
perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus,
terutama di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingan
(Abdullah, 2013:5). Menurut Grossman ketuna grahitaan mengacu
pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di
bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah
laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada
masa perkembangannya (Rochyadi, 2012:5). Menurut Gunnar
Dybward keterbelakangan merupakan suatu kondisi yang terjadi
selama masa perkembangan yang ditandai oleh intelektual yang nyata
berada dibawah rata-rata dan kurang dalam sosial (Ajeng, 2017:8).
Menurut Efendi (2009) anak tuna grahita adalah istilah anak
berkelainan mental sub normal dalam beberapa referensi atau juga
disebut dengan keterbelakangan mental, lemah ingatan, febleminded,
atau mental subnormal (Gunawan, 2017:59).
Menurut American Asociation on Mental Deficiency tuna grahita
sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual umumnya di bawah
rata- rata, yaitu IQ 84 ke bawah. Biasanya anak- anak tuna grahita akan
mengalami kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau penyesuaian
perilaku. Hal ini berarti anak tuna grahita tidak dapat mencapai
kemandirian yang sesuai dan tanggung jawab sosial anak normal yang
lainnya dan juga akan mengalami masalah dalam keterampilan
akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya (Amin,
2005).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tuna
grahita (mentally retarded) merupakan anak-anak yang memiliki
tingkat kecerdasan atau IQ di bawah rata-rata anak normal, mengalami
hambatan dalam mengelola diri dan lingkungan dan terlambat dalam
hal pemikiran yang seleras dengan usianya.

2.2 Karakteristik Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)


a. Akademik
Anak tuna grahita memiliki kapasitas pemahaman akademik
tergolong terbatas terlebih pemahaman terhadap hal-hal abstrak.
Anak tuna grahita biasanya belajar dengan cara rote learning atau
dengan cara menghafal. Anak tuna grahita memiliki tingkat
kesukaran yang rendah dalam memusatkan perhatian, minatnya
sedikit dan cepat lupa.
b. Sosial dan Emosi
Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara dan
memimpin diri. Anak-anak tuna grahita cenderung bermain dengan
teman-temannya yang berusia lebih muda, mudah dipengaruhi, dan
kesulitan bersaing dengan teman sebaya.
c. Fisik
Fisik ataupun struktur tubuh anak tuna grahita pada umumnya
kurang dari anak normal. Sikap dan gerakan yang ditunjukan anak
tuna grahita kurang indah dan bahkan ada beberapa diantara
mereka yang mengalami masalah dalam hal berbicara. Kelainan
yang dialami ini tidak terjadi pada organ tubuh tetapi pada pusat
pengolahan otak sehingga ketika mereka melihat sesuatu belum
tentu atau tidak dapat memahami apa yang dilihat. Begitu pun
terhadap pendengaran, anak tuna grahita tidak dapat memahami
apa yang didengar olehnya.

2.3 Klasifikasi Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)


Pengklasifikasian anak tuna grahita bermacam-macam, hal ini
dikarenakan anak tuna grahita memiliki perbedaan individu yang
sangat bervariasi. Klasifikasi anak tuna grahita antara lain tuna grahita
ringan, tuna grahita sedang, dan tuna grahita berat (Aisyah, 2017:11).
a. Tuna Grahita Ringan
Anak yang tergolong tuna grahita ringan adalah anak-anak
yang memiliki IQ 50-70. Anak tuna grahita dikenal dengan istilah
debil. Anak tuna grahita memiliki kemampuan untuk dididik
sebagaimana anak-anak normal lainnya. Anak tuna grahita ringan
mampu untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Biasanya pada usia 16 tahun tingkat kecerdasannya sama dengan
anak kelas tiga atau lima SD. Sebagian besar anak tuna grahita
ringan tidak memiliki kelainan fisik namun mengalami kelambatan
dalam kemampuan sensomotorik. Apabila dilatih anak tuna grahita
ringan mampu melakukan pekerjaan rutin dan sederhana. Tuna
grahita ringan memiliki kemampuan untuk bergaul namun
seringkali mudah dipengaruhi karena tidak dapat memikirkan
akibat dari tindakannya.
b. Tuna Grahita Sedang
Anak yang tergolong tuna grahita sedang adalah anak-anak
yang memiliki IQ 30-50 dan biasa disebut dengan imbesil. Anak
tuna grahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara
akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung. Namun
anak-anak tersebut masih mampu menulis namanya sendiri dan
alamat rumah. Anak-anak ini masih mampu dididik untuk
melakukan kebutuhannya sendiri seperti makan, mandi, berhias
diri, dan menanam bunga. Apabila dilatih secara konsisten dan
tepat, maka golongan imbesil ini bisa mencapai kecerdasan mental
anak-anak usia 7 tahun (Aisyah, 2017:12). Penampakan fisik jelas
terlihat karena pada tingkat ini banyak dijumpai tipe down
syndrome dan brain damage. Banyak anak tuna grahita sedang
yang sikapnya kurang baik, rasa etisnya kurang, tidak memiliki
rasa terimakasih dan belas kasihan, kekanak-kanakan, dan
umumnya belajar secara membeo.
c. Tuna Grahita Berat
Anak yang tergolong tuna grahita berat adalah anak-anak
yang memiliki IQ dibawah 30 dan biasa disebut dengan idiot.
Anak-anak dalam kategori ini sangat sulit untuk dilatih dan dididik
dan biasanya diikuti dengan kelainan fungsi tubuh yang lainnya.
Mereka perlu perawatan khusus dan dibantu dalam aktifitasnya.
Kecerdasan optimal yang dimiliki hanya setara dengan anak usia 3
tahun.

2.4 Penyebab Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)


a. Faktor Keturunan
Terjadi karena adanya kelainan kromosorn dan kelainan gen.
b. Gangguan Metabolisme Gizi
Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan
kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik
maupun mental pada individu.
c. Infeksi dan Keracunan
Diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya
infeksi dan keracunan yang mana terjadi selama janin masih berada
dalam kandungan ibunya. Infeksi dan keracunan ini tidak lansung,
tetapi lewat penyakit-penyakit yang dialami ibunya, diantaranya
adalah penyakit rubella, syphilis bawaan, dan syndrome gravidity
yang beracun.
d. Trauma dan Zat Radioaktif
Ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma
pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi
dilahirkan dan terkena zat radioaktif selama hamil. Trauma otak
terjadi pada kepala dapat menimbulkan pendarahan intracranial
yang mengakibatkan terjadinya kecacatan pada otak. Sedangkan
pada zat radioaktif, ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinar x
selama bayi dalam kandungan mengakibatkan tuna grahita
microcephaly.

e. Masalah pada Kelahiran


Kelainan dapat juga disebabkan oleh masalah-masalah yang terjadi
pada waktu kelahiran. Misalnya kelahiran yang disertai hyposia
dapat dipastikan bahwa bayi yang dilahirkan menderita kerusakan
otak, menderita kejang dan nafas yang pendek. Kerusakan otak
pada prenatal dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada
kelahiran yang sulit.
f. Faktor Lingkungan
Menurut Paton dan Polloway dalam (Ajeng, 2017) bahwa
bermacam-macam pengalaman negatif atau kegagalan dalam
melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan
menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Anak tuna grahita
banyak ditemukan pada daerah yang memiliki tingkat sosial
ekonomi rendah, hal ini disebabkan ketidakmampuan lingkungan
memberikan stimulus yang diperlukan selama masa
perkembangannya.

2.5 Penanganan Anak Tuna Grahita (Mentally Retarded)


Keterbatasan kecerdasan yang dimiliki anak tuna grahita menjadi
kendala utama dalam belajar. Mereka tidak mampu berkompetisi dalam
belajar dengan temannya yang normal. Materi pembelajaran bagi anak
tuna grahita harus di rinci dan sedapat mungkin di mulai dari hal-hal
konkrit, mengingat mereka mengalami keterbatasan dalam berfikir
abstrak. Walaupun demikian materi yang bersifat akademik tetap di
berikan sampai mereka memperlihatkan ketidakmampuannya.
Sebaliknya materi pelajaran keterampilan memiliki bobot yang tinggi
karena melalui materi ini di harapkan mereka dapat memiliki suatu
keterampilan sebagai bekal hidupnya. Materi pelajaran bina diri bagi
anak tuna grahita harus diprogamkan secara rinci dan mendapat bobot
yang tinggi pula karena tidak dapat mempelajari hal itu hanya melalui
pengamatan seperti yang di lakukan anak normal. Alat atau media yang
di gunakan dalam pembelajaran anak tuna grahita harus memperhatikan
beberapa kriteria, antara lain: anak memiliki tanggapan tentang yang di
pelajarinya, tidak mudah rusak, tidak berbahaya, dan tidak abstrak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah ditulis, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa tuna grahita (mentally retarded) merupakan
anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan atau IQ di bawah rata-
rata anak normal, mengalami hambatan dalam mengelola diri dan
lingkungan, dan terlambat dalam hal pemikiran yang seleras dengan
usianya. Karakteristik tuna grahita yaitu cenderung belajar dengan
cara rote learning, memiliki hambatan dalam mengurus, memelihara,
dan memimpin diri, cenderung bermain dengan teman-temannya yang
berusia lebih muda, dan mudah dipengaruhi. Klasifikasi tuna grahita
antara lain tuna grahita ringan dengan IQ 50-70, tuna grahita sedang
dengan IQ 30-50, dan tuna grahita berat dengan IQ dibawah 30.
Faktor penyebab tuna grahita antara lain faktor keturunan, gangguan
metabolisme gizi, infeksi dan keracunan, trauma dan zat radioaktif,
masalah pada kelahiran, dan faktor lingkungan. Penanganan anak tuna
grahita disesuaikan dengan tingkat ketunagrahitaanya. Anak-anak tuna
grahita umumnya diajarkan keterampilan bina diri supaya memiliki
keterampilan hidup serta tidak dipisahkan dengan anak normal lainnya
karena akan menambah perasaan terisolasi.

3.2 Saran
Berdasarkan makalah yang telah ditulis maka penulis
memberikan saran bahwa setiap individu harus mengembangkan sikap
peduli, saling menghormati, saling menghargai, dan toleransi kepada
sesama. Sebagai seorang konselor utamanya, harus memahami dan
mengenali bagaimana karakteristik dan hambatan yang dialami
siswanya.
Daftar Rujukan

Abdullah, Nandiyah. 2013. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal


Magistra, 25 (2), 1-10. Dari
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=men
genal+anak+berkebutuhan+khusus&btnG=#d=gs_qabs&p=&u=%2
3p%3DrQ6_EZcRAXQJ.
Aisyah, D.A.V. 2017. Analisis Pembelajaran Membaca Siswa Tuna
Grahita di SDN Punten 01 Batu. Skripsi tidak diterbitkan, Malang:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Malang. Dari
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://
eprints.umm.ac.id/35549/1/jiptummpp-gdl-dwiajengve-48147-1-
pendahuln.pdf&ved=2ahUKEwiPy9_M4q3dAhWMrI8KHSqjBH
MQFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw0pbRrNFnYoIL0csU_5S1xh.
Amin.M. 2005. American asociation on mental deficiancy. 22. Dari
http://eprints.uny.ac.id/9906/2/bab%202%20-
%2008103247020.pdf
Gunawan, A.A. 2017. Bimbingan Keterampilan Hidup Personal Bagi
Anak Tuna Grahita Ringan di SLB Kota Bandung. Jurnal Ilmiah
Mitra Swara Ganesha, 4 (1). Dari
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JMSG.
Kholipah, Siti. 2015. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-
C YPPALB Magelang Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi.
Salatiga: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. Dari http://e-
repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/212/.
Rochyadi, E. 2012. Karakteristik dan Pendidikan Anak Tuna grahita.
Modul tidak diterbitkan, Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia. Dari
http://103.23.244.11/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1
95608181985031-ENDANG_ROCHYADI/MODUL/PGSD4409-
M6-LPK.pdfs

Anda mungkin juga menyukai