Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan
kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Di
Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Kanker
serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian
dalam jangka waktu relatif cepat. Data yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa pada
tahun 2013 terdapat 98.692 penderita kanker serviks di Indonesia. Terjadinya
peningkatan kematian akibat kanker serviks diduga disebabkan keterlambatan
dalam penanganan.
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2012
diperkirakan terdapat 530. 000 kasus baru kanker serviks di seluruh dunia.
Lebih dari 270.000 orang perempuan meninggal setiap tahun akibat penyakit ini,
dan lebih dari 85% dari angka kematian ini terjadi di Negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia.
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang
tumbuh di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita
berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada
saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Karsinoma serviks biasanya
timbul pada zona transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel
sel kolumnar.
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan
perilaku sel epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi
sebagai upaya pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang.

1
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah
menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif
sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas
pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa modalitas
terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa “simptomatis” karena masih
belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel.
Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.
Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran
penyakit secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan
teknologi kedokteran. Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau
untuk membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada
perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya penyebaran
penyakit melalui sistem stadium.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan kanker serviks?
b. Apa saja anatomi fisiologi?
c. Apa saja etiologi dari kanker serviks?
d. Apa saja Epidemiologi Kanker Serviks?
e. Apa saja klasifikasi kanker serviks?
f. Apa tanda dan gejala kanker serviks?
g. Apa patofiologi kanker serviks?
h. Apa saja stadium dari kanker serviks dan perkembangannya?
i. Bagaimana pelaksanaan dari kanker serviks?
j. Bagaimana pemeriksaan diagnosis dari kanker serviks?
k. Bagaimana cara pencegahan kanker serviks?
l. Bagaimana cara Pengobatan untuk Kanker Serviks?
m. Bagaimana konsep asuhan keperawatan kanker serviks?

2
1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kanker serviks.
b. Untuk mengetahui apa saja anatomi fisiologi.
c. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari kanker serviks.
d. Untuk mengetahui apa saja epidemiologi kanker serviks.
e. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi kanker serviks.
f. Untuk mengetahui apa tanda dan gejala kanker serviks.
g. Untuk mengetahui apa patofiologi kanker serviks.
h.Untuk mengetahui apa saja stadium dari kanker serviks dan perkembangannya.
i. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari kanker serviks.
j. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnosis dari kanker serviks.
k. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan kanker serviks.
l. Untuk mengetahui bagaimana cara Pengobatan untuk Kanker Serviks.
m. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan kanker serviks.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KANKER SERVIKS
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher
rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina. Kanker serviks merupakan gangguan
pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan
dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan
serviks. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90%
dari kanker serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran
servikal yang menuju kedalam rahim. Dari beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli penulis dapat menyimpulkan bahwa kanker serviks
adalah pertumbuhan sel yang abnormal yang terdapat pada organ reproduksi
wanita yaitu serviks atau bagian terendah dari rahim yang menempel pada
puncak vagina.
Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi progresif. Proses
terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia
berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang
lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga
sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ
diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma
invasif berkisar 3-20 tahun.
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV)
onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim,
apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ
lain di seluruh tubuh penderita.

4
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal atau proliferasi
sel-sel yang tidak dapat diatur. Tingkat poliferasi antara sel kanker berbeda
beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan sel kanker dengan sel
normal terletak pada sifat sel kanker yang tidak pernah berhenti membelah.
Kanker merupakan suatu kegagalan morfogenesis normal dan dan kegagalan
difrensiasi normal, artinya pertumbuhan kanker tidak dapat dikendalikan dan
tidak pernah memperoleh struktur normal serta fungsi khas jaringan tempat
sel kanker tumbuh. Setiap kanker mulai dengan sebuah sel. Kejadian apapun
yang mengalihkan sebuah sel normal menjadi sebuah sebuah sel kanker. Sel
kanker tidak menyerang massa sel, maskipun pada stadium akhir kanker,
badan dapat mengandung berbiliun sel kanker dan semuanya itu adalah
keturunan sebuah sel pendahulunya. Sifat sel kanker adalah :
1. Bentuk dan struktur sel bermacam-macam (polymorph)
Karena adanya perbedaan bentuk dan susunan dengan sel normal
asalnya, maka dapat dibuat diagnosa patologi kanker.
2. Tumbuh autonom
Sel kanker itu tumbuh terus tanpa batas (immortal), liar, semaunya
sendiri, terlepas dari kendali pertumbuhan normal sehingga terbentuk suatu
tumor (benjolan) yang terpisah dari bagian tubuh normal.
3. Mendesak dan merusak sel-sel normal disekitarnya
Sel-sel tumor itu mendesak (ekspansif) sel-sel normal disekitarnya,
yang berubah menjadi kapsel yang membatasi pertumbuhan tumor. Pada
tumor jinak kapsel itu berupa kapsel sejati yang memisahkan gerombolan
sel tumor dengan sel-sel normal, sedang pada tumor ganas berupa kapsel
palsu (pseudokapsul), sehingga kapsel itu dapat ditembus atau diinfiltrasi
oleh sel kanker.
4. Dapat bergerak sendiri (amoeboid)

5
Sel-sel kanker itu dapat bergerak sendiri seperti amoeba dan lepas
dari gerombolan sel-sel tumor induknya, masuk diantara sel-sel normal
disekitarnya. Hal ini menimbulkan :
a. Infiltrasi atau invasi ke jaringan atau organ disekitarnya
b. Metastase atau anak sebar di kelenjar limfe atau di organ lainnya.
Penyebaran ini dapat melalui penyebaran limfe (limfogen) maupun
secara hematogen yaitu sel kanker masuk kedalam pembuluh darah dan
bersama aliran darah beredar keseluruh tubuh.
5. Tidak mengenal koordinasi dan batas-batas kewajaran. Ketidakwajaran itu
antara lain disebabkan oleh :
a. Kurang daya adesi dan kohesi
Karena kurangnya daya adesi dan kohesi sel-sel kanker itu
mudah lepas dari gerombolan sel-sel induknya dan dapat bergerak
menyusup diantara sel-sel normal.
b. Tidak mengenal kontak inhibisi
Sel-sel normal akan berhenti tumbuh jika ada kontak dengan sel
normal disekitarnya, sedangkan sel kanker tidak.
c. Tidak mengenal tanda posisi
Sel-sel normal akan berhenti tumbuh jika berada pada tempat
atau posisi yang tidak semestinya, sedang sel-sel kanker tidak, sehingga
dapat timbul anak sebar (metastase).
d. Tidak mengenal batas kepadatan
e. Sel normal akan berhenti tumbuh jika kepadatan sel telah mencapai
konsistensi tertentu, sedangkan sel kanker tidak.
6. Tidak menjalankan fungsinya dengan normal

6
2.2 ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi alat kandungan di bedakan menjadi 2 yaitu genetalia eksterna dan
interna.

1. Genetalia eksterna
a. Monsveneris
Bagian yang menonjol bagian simfisis yang terdiri dari jaringan
lemak,daerah ini di tutup bulu pada masa pubertas.
b. Vulva
Adalah tempat bermuara sistem urogenital. Di sebelah luar vulva dilingkari
oleh labia mayora (bibir besar) yang ke belakang, menjadi satu dan
membentuk kommisura posterior dan pereniam. Di bawah kulitnya terdapat
jaringan lemak seperti yang ada di mons veneris.
c. Labia mayora
Labia mayora ( bibir besar ) adalah dua lipatan besar yang membatasi vulva,
terdiri atas kulit, jaringan ikat, lemak dan kelenjar sebasca. Saat pubertas
tumbuh rambut di mons veneris dan pada sisi lateral.
d. Labia minora
Labia minora ( bibir kecil ) adalah dua lipatan kecil diantara labia
mayora,dengan banyak kelenjar sebasea. Celah diantara labia minora adalah
vestibulum.
e. Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labia
minora), maka belakang di batasi oleh klitoris dan perenium, dalam
vestibulum terdapat muara – muara dari liang senggama (introetus vagina

7
uretra, kelenjar bartholimi dan kelenjar skene kiri dan kanan).
f. Himen (selaput dara)
Lapisan tipis yang menutupi sebagian besar liang senggama ditengahnya
berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut
vagina. Pada bagian ini bentuknya berbeda-beda ada yang seperti bulan
sabit, konsistensi ada yang kaku dan yang lunak, lubangnya ada seujung jari,
ada yang dapat dim lalui satu jari.
g. Perenium
Terbentuk dari korpus perinium, titik tentu otot-otot dasar panggul yang
ditutupi oleh kulit perenium.

2. Genetalia interna
a. Vagina
Tabung yang di lapisi membran dari jenis-jenis epitelium bergaris,
khusus dialiri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari
vestibulum sampai uterus 7 1/2. Merupakan penghubung antara introitus

8
vagina dan uterus. Dinding depan liang senggama (vagina) 9 cm, lebih pendek
dari dinding belakang. Pada puncak vagina sebelah dalam berlipat-lipat
disebut rugae.
b.Uterus
Organ yang tebal, berotot berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis
antara rectum di belakang dan kandung kemih di depan, ototnya disebut
miometrium. Uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan
ligament. Panjang uterus 71/2 cm, lebar ±5 cm, tebal ±2 cm. Berat 59 gr, dan
berat 30-60 gr. Uterus terdiri dari :
1) Fundus uteri (dasar rahim )
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada
pemeriksaan kahamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia
kehamilan.
2) Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan,bagian ini berfungsi
sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri
di sebut kavum uteri atau rongga rahim.
3) Servik uteri
Ujung servik yang menuju puncak vagina disebut porsio,hubungan
antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.
Lapisan-lapisan uterus, meliputi :
a) Endometrium
b) Myometrium
c) Parametium
c. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk kenari, terletak kiri dan kanan uterus di
bawah merupakan tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh
ligamentum latum uterus.

9
d.Tuba fallopi
Tuba fallopi di lapisi oleh epitel bersilia yang tersusun dalam banyak
lipatan sehingga memperlambat perjalanan ovum ke dalam uterus. Sebagian
sel tuba mensekresikan cairan serosa yang memberikan nutrisi pada
ovum.Tuba fallopi disebut juga saluran telur terdapat 2 saluran telur kiri dan
kanan. Panjang kira-kira 12cm tetapi tidak berjalan lurus. Terus pada ujung-
ujungnya terdapat fimbria, untuk memeluk ovum saat ovulasi agar masuk
kedalam tuba.
2.3 ETIOLOGI KANKER SERVIKS
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan
membelah secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka
akan terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak
atau ganas, jika tumor tersebut ganas maka keadaannya disebut kanker serviks.
a. Faktor Penyebab
HPV (Human Papiloma Virus) merupakan
penyebab terbanyak. Sebagai tambahan perokok
sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga.
Wanita perokok mengandung konsentrat nikotin
dan kotinin didalam serviks mereka yang merusak
sel. Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat bahan
ini pada sekret genitalnya, dan dapat memenuhi
servik selama intercourse. Defisiensi beberapa
nutrisional dapat juga menyebabkan servikal displasia.National Cancer Institute
merekomendasikan bahwa wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-
buahan segar dan sayuran setiap hari. Jika anda tidak dapat melakukan ini,
pertimbangkan konsumsi multivitamin dengan antioksidan seperti vitamin E
atau beta karoten setiap hari.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui
secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap

10
terjadinya kanker serviks yaitu :
1. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma
Akuminata ) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Ada 8 tipe HPV
yang berhubungan dengan kanker serviks adalah :
1) HPV resiko rendah : HPV 6 dan 11
2) HPV resiko sedang : HPV 33, 35, 39, 40, 43, 45, 51, 56, dan 58
3) HPV resiko tinggi : HPV 16, 18, 31
Infeksi HPV terjadi melalui hubungan seksual dengan masa
inkubasi selama 3 bulan. Bentuk klasik dari infeksi HPV adalah kondiloma
akuminata yaitu kutil yang berbentuk kembang kol pada jaringan ikat di
tengahnya dan ditutup terutama dibagian atas epitel yang hiperkerotolik.
Kondiloma akuminata jarang ditemukan pada serviks dimana lesinya hanya
terbatas pada vulva, anus dan vagina bagian posterior. Kemungkinan
peranan terjadinya kanker serviks adalah dengan melakukan gangguan
pada gen yang mengatur pembelahan virus dan mengakibatkan pembelahan
sel menjadi tidak terkontrol kearah keganasan. Perubahan sel yang terjadi
dapat dalam bentuk jinak kondiloma (NIS 1 : Neoplasma Intraepitel
Serviks) atau bentuk prakanker (NIS 2 dan 3), bahkan dapat menjadi
karsinoma invasif. Faktor resiko minor kanker serviks adalah paritas tinggi
dengan jarak persalinan pendek, hubungan seksual dini dibawah 17 tahun,
multipartner seksual, merokok pasif dan aktif, status ekonomi rendah. Ko –
faktor terdiri dari infeksi klamidia trakomatis, HSV-2 HIV/AIDS, infeksi
kronis dan lainnya.
b. Faktor Resiko
a. Pola hubungan seksual
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara lesi prakanker dan kanker serviks dengan aktivitas seksual
pada usia dini, khususnya sebelum umur 17 tahun. Hal ini diduga ada

11
hubungan dengan belum matangnya daerah transformasi pada usia tersebut
bila sering terekspos. Frekuensi hubungan seksual berpengaruh terhadap lebih
tingginya resiko pada usia, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua. Jumlah
pasangan seksual menimbulkan konsep pria beresiko tinggi sebagai faktor
yang dapat menimbulkan infeksi yang berkaitan dengan penyakit hubungan
seksual. Terjadinya perubahan pada sel leher rahim pada wanita yang sering
berganti – ganti pasangan, penyebabnya adalah sering terendamnya sperma
dengan kadar PH yang berbeda – beda sehingga dapat mengakibatkan
perubahan dari dysplasia menjadi kanker.
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker
serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan.aktifitas seksual
yang dimulai pada usia dini, juga dapat dijadikan sebagai faktor resiko
terjadinya kanker serviks.
b. Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yan sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan,maka semain besar resiko terjamgkit kanker
serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko
dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
c. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali
lebih tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut
pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi
kokarsinogen infeksi virus. Beberapa peneitian menunukan hubungan yang
kuat antara merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol
dengan variabel konfounding sepert pola hubungna seksual. Penemuan lain
memperkuatkan ditemkanna nikotin pada cairan serviks wanita perokok
bahan ini bersifat sebagai kokassnoen dan bersama-sama dengan kasinoge
yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker.
d. Kontrasepsi oral

12
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun
1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker
serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian
tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive
terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa
insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan
pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh
peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding
yang erat kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan
penggunaan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks,
menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut
mengingat bahwa lama penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan
factor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko
kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan
smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen
pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral
dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.
e. Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu
seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan
peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampai saat
ini tidak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan
menurunkan resiko. Terjadinya peningkatan dysplasia ringan dan sedang yang
berhubungan dengan defisiensi zat gizi seperti beta karoten, vitamin A dan
asam folat. Banyak mengkonsumsi sayuran dan buah yang mengandung
bahan – bahan antioksidan seperti alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur,

13
bawang, bayam dan tomat berkhasiat untuk mencegah terjadinya kanker. Dari
beberapa penelitian melaporkan defisiensi terhadap asam folat, vitamin C,
vitamin E, beta karoten atau retinol dapat meningkatkan resiko kanker serviks.

f. Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan
yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi
yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan
bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan
dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan
genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut.
g. Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai
menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang
frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker
serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi
juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah
pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang lain.
h. Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran
i. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun
2.4 EPIDEMIOLOGI KANKER SERVIKS
1. Distribusi Menurut Umur
Proses terjadinya kanker leher rahim dimulai dari sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, sedang,
displasia berat dan akhirnya menjadi Karsinoma In-Situ (KIS), kemudian
berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-
situ dikenal juga sebagai tingkatan pra-kanker. Klasifikasi terbaru

14
menggunakan nama Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk
displasia ringan, NIS 2 untuk displasia sedang dan NIS 3 untuk displasia berat
dan karsinoma in-situ.
Menurut Snyder (1976), NIS umumnya ditemukan pada usia muda
setelah hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks
pertama dengan ditemukan NIS adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan
seks pertama dengan NIS 1 selang waktu rata-rata adalah 12,2 tahun, NIS 1
dengan NIS 2 rata-rata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7
tahun. Sedanhkan menurut Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan
bahwa NIS akan berkembang sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS
pada usia lebih dari 50 tahun sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2
kali.
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and
Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-
69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering
ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB
dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV
sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.
Inseden kanker leher larim (Age Standarized Cancer Incidence Rate
/ ASR) penduduk Kota Semarang, tercatat pada tahun 1980-1981
menunjukkan ASR 27,9 dan data tahun 1985-1989 ASR 24,4. Dibandingakan
dengan berbagai daerah diluar negeri angka ini sedikit berbeda, seperti di
Thailand (Chiang Mai) dilaporkan ASR tahun 1983-1987 adalah 33,2 dan di
Korea Selatan 13,2 tahun 1982-1983. India menunjukkan angka lebih tinggi
yaitu 41,7 tahun 1982.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun
1997-1998 ditmukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok
umur 35-44 tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok
umur 45-54 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa

15
Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita
kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu
17,4%.
2. Distribusi Menurut Tempat
Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara
berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan
Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga
merupakan penyakit keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan
yang ada lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh American Cancer Society
(2000) membuktikan bahwa kanker rahim lebih sering terjadi pada kelompok
wanita minoritas seperti imigran Vietnam, Afrika dan wanita India. Hal ini
berkaitan dengan anggapan mereka bahwa wanita yang tidak melakukan
gonta-ganti pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan Pap smear.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 1988-1994 insidens
kanker leher rahim mencapai 100/100.000 penduduk pertahun, sedangkan
proporsi kanker leher rahim dari semua jenis kanker dibeberapa bagian
patologi anatomi pada tahun 2000, seperti Surabaya ditemukan sebesar
24,3%, Yogyakarta 25,7%, Bandung sebesar 25,1%, Surakarta sebesar 28,2%
dan Medan sebesar 16,9%.
2.5 KLASIFIKASI KANKER SERVIKS
Histopatologi kanker serviks dibagi menjadi empat klasifikasi :
1. Displasia
Displasia adalah pertumbuhan aktif disertai gangguan proses
pematangan epitel skuamosa yang dimulai pada bagian basal sampai ke
lapisan superfisal. Berdasarkan derajat perubahan sel epitel yang jelas
mengalami perubahan. Displasia terbagi dalam tiga derajat pertumbuhan
yaitu :
a. Displasia ringan : perubahan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis
b. Displasia sedang: bila perubahan terjadi pada separuh epidermis

16
c. Displasia berat : hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma in-situ
Waktu yang diperlukan dari Displasia menjadi
Karsinoma in situ
Tingkat Displasia Waktu Dalam Bulan
Sangat Ringan 85 Bulan
Ringan 58 Bulan
Sedang 38 Bulan
Berat 12 Bulan

2. Karsinoma In Situ (KIS)


Perubahan sel epitel yang terdapat di karsinoma in situ terjadi pada
seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma skuamosa namun membrane
basalis dalam keadaan utuh.
3. Karsinoma Mikroinvasif
Lingkup kelainnanya dari dysplasia hingga neoplasia. Pada
karsinoma mikroinvasif terjadinya perubahan derajat sel meningkatkan sel
tumor menembus membrane batalis. Biasanya tumor asimtomatik dan hanya
ditemukan pada penyaringan kanker atau ditemukan bertepatan dengan
pemeriksaan penyakit lain di seviks. Pada pemeriksaan fisik tidak terlihat
perubahan pada porsio, tetapi dengan pemeriksaan kalposkopi dapat
diprediksi adanya prakarsinoma.
4. Karsinoma Invasif
Derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan bentuk sel dari sel
bervariasi, inti gelap, khromatin berkelompok tidak merata, dan susunan sel
semakin tidak teratur. Sekelompok atau lebih sel tumor menginvasi
membrane basalis dan tumbuhan infiltratif kedalam stroma. Karsinoma
invasif dibagi dalam 3 subtipe yaitu karsinoma sel skuamosa dengan kreatin,
karsinoma sel skuamosa tanpa kreatin dan karsinoma sel kecil. Pada tahap

17
ini kanker telah menyebar luas sehingga penyembuhan menjadi sulit.
Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah
yang dibuat oleh IFGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics)
yaitu sebagai berikut :
Stage 0 : Casrsinoma insitu = Ca intraepithelial = Ca preinvasif.
Stage 1 : Ca terbatas pada cerviks.
Stage 1 a : Disertai invasi daro stoma (preclinical-Ca) yang hanya diketahui
secara histology.
Stage 1 b : Semua kasus-kasus lainnya dari stage 1.
Stage 2 : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke panggul,
telah mengenai dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian
proximal.
Stage 3 : Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah
vagina
Stage 4 : Sudah mengenai organ-organ yang lain
2.6 TANDA DAN GEJALA KANKER SERVIKS

Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluos dengan sedikit
darah, pendarahan pastkoital atau perdarahan pervagina yang disangka sebagai
perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih
khas, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor
albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.

Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina
ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

18
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema
kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
(rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul
gejala-gejala akibat metastasis jauh.

2.7 PATOFIOLOGI KANKER SERVIKS


Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga
menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang
mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila sel
karsinoma telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalah keperawatan
nyeri. Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu kerja sistem
urinaria menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang menimbulkan masalah
keperawatan resiko penyebaran infeksi. Keputihan yang berkelebihan dan berbau
busuk biasanya menjadi keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien
dan dapat diambil masalah keperawatan gangguan pola seksual. Gejala dari
kanker serviks stadium lanjut diantaranya anemia hipovolemik yang
menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga timbul masalah keperawatan
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa
efek samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan

19
terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan (
biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut menimbulkan
masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan efek
dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering sehingga akan
timbul masalah keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi
akan berdampak buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan
sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury pun akan muncul.
Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher rahim ini
merasa cemas akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan tersebut bisa
dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status
kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu
dihubungkan dengan kematianKarsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel
yang melapisi ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang
disebut skuamo kolumnar junction (SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar
OUE, sedang pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis serviks.
Beberapa penyebab tumor dapat tumbuh :
1. Eksofitik
Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2. Endofitik.
Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung
infitratif membentuk ulkus.
3. Ulseratif
Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan
melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal
secara alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua jenis epitel
yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang erosif (metaplasia
skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik)

20
melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma
invasive. Sekali menjadi mikroinvasive, proses keganasan akan berjalan terus.

Gambar 1. Lokasi Kanker Leher Rahim

Gambar 2. Progresivitas Kanker Serviks

21
Gambar 3. Perbandingan Gambaran Serviks yang Normal dan Abnormal

a. Penyebaran Kanker Serviks


Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening
menuju 3 arah : a) ke arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus
uterus, dan c) ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut
menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih. Melalui pembuluh
getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar
ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika).
Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis)
tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja.
Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan
berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis
dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam
pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari
membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa
atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah
menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak
sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik
(tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara
limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum
(menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung
kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula
rektum atau kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa
regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,
hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut
melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai
paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.

22
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan
karena perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat
uremia oleh karena obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke dalam
kandung kencing.
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum
ke dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih.
Penyebaran secara limfogen terjadi terutama paraservikal dalam
parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru kemudian
mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran
hematogen (hepar, tulang).
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:
1. Fornices dan dinding vagina
2. korpus uteri
3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum
rektovagina dan kandung kemih.

Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar


kelenjar limfe regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator,
hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di
kanan dan vena subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta
otak.

2.8 STADIUM DARI KANKER SERVIKS DAN PERKEMBANGANNYA

Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri : Tingkat Kriteria


Tahapan
No. Proses
(Stadium)
1. Tahap O Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel,
tidak terdapat bukti invasi.
2. Tahap I Karsinoma yang benar – benar berada dalam serviks.

23
Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan
ke korpus uteri.
3. Tahap Ia Karsinoma mikroinvasif, bila membrane basalis
sudah rusak dan sel tumor sudah memasuki stoma
lebih dari 1 mm, sel tumor tidak terdapat pada
pembuluh limfa atau pembuluh darah.
4. Tahap Ib Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang
histologik menunjukkan invasi serviks uteri.
5. Tahap II Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks
hingga mengenai vagina (bukan sepertiga bagian
bawah) atau area para servikal pada salah satu sisi
atau kedua sisi
6. Tahap IIa Penyebaran hanya perluasan vagina, parametrium
masih bebas dari infiltrate tumor.
7. Tahap IIb Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral tetapi
belum sampai pada dinding panggul.
8. Tahap III Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina
atau telah meluas kesalah satu atau kedua dinding
panggul. Penyakit modus limfa yang teraba tidak
merata pada dinding panggul. Urogram IV
menunjukkan salah satu kedua ureter tersumbat oleh
tumor
9. Tahap IIIa Penyebaran sampai pada sepertiga bagian disertai
distal vagina, sedang ke parametrium tidak
dipersoalkan.
10. Tahap IIIb Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul,
tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor
dengan dinding panggul (frozen pelvic) atau proses

24
pada tingkatan klinik I dan II , tetapi sudah ada
gangguan faal ginjal.
11. Tahap IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum atau kantong kemih
(dibuktikan secara histologik) atau telah terjadi
metastasis keluar panggul atau ketempat – tempat
yang jauh.
12. Tahap Iva Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah
menginfiltrasi mukosa rektum dan kantong kemih.
13. Tahap IVb Telah terjadi penyebaran jauh (parah).

25
2.9 PELAKSANAAN KANKER SERVIKS

Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi


radiasi eksternal anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang
digunakan untuk prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik dengan
menganjurkan menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant. Pertahankan
kedekuatan kulit dalam perawatan post pengobatan antara lain hindari infeksi,
laporkan tanda - tanda infeksi, monitor intake cairan, beri tahu efek radiasi
persisten 10 - 14 hari sesudah pengobatan, dan melakukan perawatan kulit dan
mulut. Dalam terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam
perawatan umum adalah teknik isolasi dan membatasi aktivitas, sedangkan
dalam perawatan pre insersi antara lain menurunkan kebutuhan untuk enema
atau buang air besar selama beberapa hari, memasang kateter sesuai indikasi,
latihan nafas panjan dan latihan rom dan jelaskan pada keluarga tentang
pembatasan pengunjung. Selama terapi radiasi perawatannya yaitu monior
tanda - tanda vital tiap 4 jam. Memberikan posisi semi fowler, berikan makanan
berserat dan cairan parenteral sampai 300 ml dan memberikan support mental.
Perawatan post pengobatan antara lain menghindari komplikasi post
pengobatan (tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia) , monitor intake
dan output cairan.
2.10 PEMERIKSAAN DIAGNOSIS KANKER SERVIKS
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah
lanjut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk
mencegah kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan
pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi

26
dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang
tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan,
berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks.
Perdarahan timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama
makin sering terjadi diluar senggama.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.

Beberapa komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan


diagnosa kanker serviks adalah:

1. Sitologi
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat
bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus
mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks.

27
Gambar 4. Pemeriksaan Pap Smear

Gambar 5. Pemeriksaan Pap Smear,untuk Deteksi Dini Kanker Leher


Rahim

2. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop,
yaitu suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya
di dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila
ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi,
merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel
serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan
kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi
vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat
diagnosa histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi
harus dilakukan.

28
Gambar 6. Colposcopy Untuk Mengambil Jaringan yang Abnormal

3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan
kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara
konisasi.

Gambar 7. Biopsi Kerucut pada Serviks (Leher Rahim)

4. Konisasi
Konisasi serviks adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sehingga bagian yang dikeluarkan berbentuk kerucut. Konisasi dilakukan
apabila :
a. Proses dicurigai berada di endoserviks
b. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kalposkopi
c. Ada kesenjangan antara hasil sitologik dengan histopatologik

29
2.11 CARA PENCEGAHAN KANKER SERVIKS
Pengendalian kinder serviks dengan pencegahan dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan
tersier. Strategi kesehatan masyarakat dalam mencegah kematian karena kanker
serviks antara lain adalah dengan pencegahan primer dan pencegaan sekunder.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer kanker serviks merupakan kegiatan yang dapat
dilakukan oleh setiap orang untuk menghindari diri dari faktor – faktor yang
dapat menyebabkan kanker. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
menekankan perilaku hidup sehat untuk mengurangi atau menghindari faktor
resiko seperti kawin muda, pasangan seksual ganda dan lain-lain. Masyarakat
yang melakukan pencegahan pada tingkat ini akan bebas dari penderitaan,
produktivitas berjalan terus, tidak memerlukan biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan, rehabilitasi serta perawatan lebih lanjut. Salah satu bagian dari
pencegahan primer adalah memberikan vaksin Human Papilloma Virus
(HPV), pemberian vaksin HPV akan mengeliminasi infeksi HPV.
2. Pencegahan Sekunder
Deteksi dini dan skrining merupakan pencegahan sekunder kanker
serviks. Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menemukan kasus–
kasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.
Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke
invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi
merupakan metode sederhana dan sensitive untuk mendeteksi karsinoa pra
invasive. Bila diobati dengan baik, karsinoma pra invasive mempunyai tingkat
penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasive hanya
memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan
sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-negara
maju. Pencegahan dengan pap smear terbukti mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun

30
(WHO,1986). Selain itu, bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan
penyakit pada stadium awal. Pencegahan sekunder melalui diagnosis dini
displansia dengan berbagai cara baik klinis maupun laboratorium. Pencegahan
sekunder memiliki kelemahan, antara lain :
a. Pencegahan sekunder tidak mencegah terjadinya NIS (CIN)
b. Tetapi lesi prakanker yang baru dideteksi pada pencegahan sekunder sering
kali menimbulkan morbiditas terhadap fungsi fertilitas pasien
c. Pencegahan sekunder atau akan mengalami hambatan pada sumber daya
manusia dan alat yang berkembang
Selain itu, terdapat juga tiga tingkatan pencegahan dan
penanganan kanker serviks, yaitu :
1. Pencegahan Tingkat Pertama
a. Promosi Kesehatan Masyarakat misalnya :
1) Kampanye kesadaran masyarakat
2) Program pendidikan kesehatan masyarakat
3) Promosi kesehatan
b. Pencegahan khusus, misalnya :
1) Interfensi sumber keterpaparan
2) Kemopreventif
2. Pencegahan Tingkat Kedua
a. Diagnosis dini, misalnya screening
b. Pengobatan, misalnya :
1) Kemoterapi
2) Bedah
3. Pencegahan Tingkat Ketiga
Rehabilitasi, misalnya perawatan rumah sedangkan
penanganan kanker umumnya ialah secara pendekatan multidiscipline.
Hasil pengobatan radioterapi dan operasi radikal kurang lebih sama,

31
meskipun sebenarnya sukar untuk dibandingkan karena umumnya yang
dioperasi penderita yang masih muda dan umumnya baik.
Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa
mencegahnya. Anda dapat melakukan banyak tindakan pencegahan
sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya menderita kanker serviks.
Beberapa cara praktis yang dapat Anda lakukan dalam kehidupan sehari-
hari antara lain :
1. Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal
untuk merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi
berbagai karotena, vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat
mengurangi risiko terkena kanker leher rahim.
2. Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau
dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
3. Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan
tahun.
4. Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk
mencegah dan menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker
serviks.
5. Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
6. Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap
smear bahkan sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan
harga terjangkau.
7. Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang lebih murah
dari Pap smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
8. Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi
HPV.
9. Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah
vagina toilet. Ini dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan

32
bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk membersihkan organ intim
wanita dari kotoran dan penyakit.
3. Pencegahan Tersier
Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah komplikasi
penyakit dan pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis
sudah ditegakkan. Terdapat dua pengobatan pada pencegahan tersier yaitu :
a. Pencegahan pada Prakanker
1) Kauterisasi yaitu membakar serviks secara elektris
2) Kriosurgeri yaitu serviks dibuat beku sampai minus 80 – 180 derajat
celcius dengan menggunakan gas CO2 atau N2O
3) Konisasi yaitu memotong sebagian dari serviks yang cukup representative
dengan pisau biasa atau pisau elektris
4) Operasi (histerektomi) bila penderita tidak ingin punya anak lagi
5) Sinar laser yang digunakan dibawah pengawasan kalposkop, radiasi
dengan pemanasan jarum radium yang digunakan bila penderita yang
sudah tua takut dioperasi
b. Pengobatan pada Kanker Invasif
Tindakan pengobatan pada kanker invasive berupa radiasi, operasi
atau gabungan antara operasi dan radiasi.

33
Pencegahan Kanker Serviks

Vaksin HPV HPV Resiko Tinggi

Serviks Normal Pap Test, IVA


Thin Prep

Pencegahan
Primer

Lesi Prakanker

Pencegahan
Sekunder
Kalposkopi

Kanker Serviks

Terapi

a. Skrining
Mencegah kanker serviks dapat dilakukan dengan mendeteksi secara dini,
tujuannya adalah untuk menemukan lesi pra kanker dan kanker stadium awal.
Saat ini terdapat beberapa cara alternatif untuk skrining kanker serviks yaitu :
1) Kalposkopi digunakan sebagai alat pemeriksaan awal dan lebih sering
digunakan untuk pemeriksaan lanjutan dari hasil test pap smear yang
abnormal. Namun, kalposkopi jarang digunakan karena biayanya yang
mahal, kurang praktis dan memerlukan biopsi

34
2) Servikografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kelainan porsio. Untuk
membuat foto pembesaran porsio dipulas dengan menggunakan asam asetat
3 – 5%.
3) Pap net (dengan komputerisasi) merupakan slide pemeriksaan pap smear
untuk mengidentifikasi sel yang abnormal dibantu dengan menggunakan
komputerisasi.
4) Tes molecular HPV – DNA membuktikan bahwa 90% kandiloma serviks,
NIS dan kanker serviks mengandung HPV – DNA.
5) Inspeksi visual dengan asam asetat ( IV A) menjadi metode skrining
alternative yang mudah untuk diaplikasikan diberbagai Negara.
Pada umumnya metode IVA mudah, praktis, alat yang digunakan
sederhana, dapat dilakukan oleh petugas kesehatan bukan dokter dan
metode ini sesuai dengan pusat pelayanan kesehatan yang sederhana. Untuk
pemeriksaan serviks dengan IVA, awalnya dengan menggunakan speculum
yang sudah diolesi oleh asam asetat 3 – 5%. Pada lesi pra kanker akan
terlihat bercak berwarna putih yang disebut aceto white epithelium, maka
dapat disimpulkan bahwa dari bercak putih hasil test adalah IVA positif
sehingga dapat ditindak lanjuti dengan melakukan biopsi.
Tiap – tiap metode skrining dapat dikaji dari segi keefektifannya,
kepraktisan, kemudahan dan dari tersedianya sarana. Perbandingan dari
kualitas metode skrining dapat dilihat pada tabel.

35
Perbandingan Metode Skrining Pap Smear
Metode Praktis Mampu
Efektifitas Tersedia
Skrining Laksana Sarana

Tes Pap + +/- +/- +/-


Smear

+ + + +
IVA

+/- + + +/-
IVAB

+ +/- - +/-
Kalposkopi

+/- + - -
Servikografi

+/- + - +/-
Pap Net

+/- + - -
Tes HPV

Dari berbagai metode alternatif untuk skrining kanker serviks, metode


pemeriksaan yang paling utama dan dianjurkan untuk deteksi dini kanker
serviks adalah pemeriksaan papaniculou smear atau yang dikenal dengan pap
smear. Pap smear tidak hanya perlu dilakukan sekali seumur hidup tetapi perlu
dilakukan secara berkala setelah wanita berusia 40 tahun. World Health
Organization (WHO) menyarankan skrining pap smear minimal satu kali
selama hidup pada umur 35 – 40 tahun. Apabila fasilitas terbatas, skirining
setiap 10 tahun pada umur 35 – 50 tahun, fasilitas tersedia mencukupi setiap 5
tahun pada umur 35 – 55 tahun, dan fasilitas ideal setiap 3 tahun pada umur 25
– 60 tahun. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan berupa cost and
effectiveness.

36
Sedangkan the American cancer society menyarankan pemeriksaan
skirining rutin dilakukan pada wanita yang tidak menunjukkan gejala, sejak
usia 20 tahun atau lebih, atau kurang dari 20 tahun bila secara seksual sudah
aktif. Pemeriksaan dilakukan 2 kali berturut – turut dan bila negatif
,pemeriksaan berikutnya paling sedikit setiap 3 tahun sampai berusia 65 tahun.
Pada wanita resiko tinggi atau pernah mendapat hasil abnormal harus diperiksa
setiap tahun.

Manfaat skrining di Negara maju terbukti mampu menurunkan angka


kematian akibat kanker serviks 50% sampai 60% dalam kurun waktu 20 tahun.
Sayangnya, program skrining di Indonesia masih belum memasyarakat.
Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan kanker di arahkan pada
peningkatan cakupan dan mutu pelayanan fasilitas kesehatan dan menurunkan
angka kesakitan serta kematian akibat kanker.

b. Pap Smear
1) Perkembangan Pap Smear
Pada tahun 1924, George N. Papinocolou mempelajari perubahan
hormon dengan memeriksa eksfoliasi sel vagina. Secara tidak sengaja
diamati tingginya sel – sel abnormal pada sediaan dari pasien dengan
kanker serviks. Penemuan ini merupakan awal dari digunakannya pap
smear untuk skrining kanker serviks, penggunaan papsmear untuk skrining
secara masal baru dimulai pada tahun 1949di British Columbia dan
kemudian secara luas digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1950.
Sedangkan di Indonesia, perkembangan pap smear di mulai pada tahun
1970 dan dipopulerkan di beberapa kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta
,Bandung, Jakarta, Medan, Palembang, Padang, Denpasar, Ujungpandang
dan Manado.
2) Test Pap Smear

37
Diagnosis penyakit kanker serviks pada stadium lanjut didasarkan
atas adanya keluhan pendarahan atau keputihan yang terus – menerus. Pada
pemeriksaan dalam terlihat perubahan bentuk pada daerah mulut rahim
yang berbenjol tidak teratur serta sangat rapuh sifatnya. Pada stadium dini
gambaran semacam ini belum nampak, sehingga diperlukan pemeriksaan
khusus. Pemeriksaan yang sederhana, aman namun memiliki kepekaan yang
tinggi adalah dengan pap smear.
Pap smear adalah pemeriksaan sitologik epitel porsio (vagina ) dan
serviks untuk menentukan adanya perubahan keganasan di porsio atau
serviks dan digunakan dalam penemuan dini kanker serviks. Atau pap
smear merupakan skrining yang paling sederhana, praktis, akurat,
ekonomis, dapat dikerjakan dengan cepat, tidak sakit dan tidak merusak
jaringan serta mudah diulang jika diperlukan. Cara untuk pemeriksaan
lendir serviks yang diambil dengan menggunakan spatula (gabungan spatula
dan sikat kecil) yang dinamakan cytobrush
Pemeriksaan pap smear bertujuan untuk mengetahui adanya sel – sel
abnormal di leher rahim sehingga dapat mencegah terjadinya kanker
serviks. Pemeriksaan pap smear terbukti dapat menurunkan mortalitas
kanker serviks. Adapun prinsip dasar pap smear antara lain :
a) Epitel permukaan selalu mengelupas (eksfoliasi) dan diganti lapisan epitel
bawah
b) Epitel permukaan merupakan gambaran keadaan jaringan di bawahnya
juga. Sel yang berasal dari eksfoliasi serviks diambil dan diwarnai secara
khusus, sel – sel yang abnormal dapat terlihat dibawah mikroskop.
Salah satu cara untuk mengurangi angka negatif palsu dari test pap smear
adalah dengan melakukan pemeriksaan kolposkopi selain melakukan
pemeriksaan test pap smear. Adapun anjuran untuk melakukan pemeriksaan
pap smear adalah sebagai berikut :
a) Setiap tahun untuk perempuan yang berusia diatas 35 tahun

38
b) Setiap tahun untuk perempuan yang berganti – ganti pasangan seksual
atau pernah menderita infeksi HPV atau kutil kelamin
c) Setiap tahun untuk perempuan yang memakai pil KB
d) Setiap 2 – 3 tahun untuk perempuan berusia diatas 35 tahun jika 3 kali
pap smear berturut – turut menunjukkan hasil negatif atau untuk
perempuan yang telah menjalani histerektomi bukan karena kanker
e) Sesering mungkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal
f) Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker maupun
kanker serviks
3) Alat – alat yang diperlukan untuk pengambilan test Pap
Smear
Alat yang digunakan pada pemeriksaan pap smear sebagai berikut :
a) Formulir konsultasi sitologi
b) Spatula ayre yang dimodifikasikan dan cytobrush
c) Kaca benda yang satu sisinya telah diberikan tanda atau tabel
d) Spekulum cocor bebek (grave’s) kering
e) Tabung berisi larutan fiksasi alkohol 96%
4) Cara pemeriksaan Pap Smear
Pemriksaan skrining dengan pap smear sangat aman karena hanya diambil
getah lendir di mulut rahim menggunakan alat (spatula) yang tidak merusak.
Getah lendir dioleskan pada kaca objek dan sudah diwarnai akan diperiksa
dibawah mikroskop. Gambaran sel yang terdapat dalam getah lendir tersebut
dapat menunjukkan apakah sudah terkena penyakit keganasan ini pada
stadium ini. Untuk memastikan diagnosa harus dilakukan biopsi jaringan
mukosa dinding rahim dan selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop. Untuk
pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit yaitu dapat berupa
penyinaran radium sampai harus dilakukan operasi pengangkatan rahim.
5) Hasil pemeriksaan test Pap Smear
a) Infeksi

39
Infeksi paling sering bersarang dimulut rahim, sebagian besar tanpa
adanya gejala, namun sebagian dikenali dengan adanya keluhan berupa
keputihan untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan ulang pap smear 6 bulan
kemudian untuk melihat dan mengevaluasi apakah radang di mulut rahim
sudah sembuh. Selang infeksi servisitis, hasil pap smear dapat juga
trikomoniasis dan kandidasi yang disebabkan oleh infeksi menular
seksual (IMS) dengan keluhan yang sama yaitu keputihan yang disertai
bau dengan rasa gatal.
b) Atytical Squamous Cells of Undetermined Significance (ASCUS)
Merupakan sedikit kelainan di sel – sel leher rahim yang belum jelas,
maka diperlukan pemeriksaan pap smear setiap 6 bulan selama 2 tahun
untuk memastikan dilanjutkan dengan pemeriksaan HPV dan DNA.
Apabila ASCUS disertai oleh infeksi HPV dan faktor resiko maka
dilakukan kalposkopi biopsi untuk histopatologi. ASCUS dengan
diplansia ringan, dilakukan test HPV. Apabila HPV negative atau positif
diulangi 6 bulan. Apabila HPV positif pada lesi resiko tinggi maka
dilakukan konfirmasi kalposkopi dan histopologis.
c) Karsinoma Intra Epitelia atau Lesi Intraepitelial dan Sel bersisik
(esqiuamous intrae pithelial lesion)
Istilah ini digunakan untuk mengindikasi bahwa sel yangdiperoleh dari
pap smear mungkin sel prakanker. Jika perubahan masih tingkat rendah,
ukuran, bentuk, dan karakteristik lain dari sel memperlihatkan adanya lesi
prakanker yang dalam beberapa tahun akan menjadi kanker. Jika
perubahan termasuk tingkat tinggi, ada kemungkinan lebih besar lesi akan
menjadi kanker lebih cepat dilakukan tes diagnostik.
d) Karsinoma Invasive
Pada tahap ini kanker sudah menyebar lebih luas sehingga
penyembuhannya menjadi sulit.

40
2.12 PENGOBATAN UNTUK KANKER SERVIKS
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi
dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana
penderita untuk hamil lagi.
1. Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks


paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau
bedah ataupun melalui LEEP. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih
bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk
menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun
pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana
untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada kanker
invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya
(prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening. Pada
wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak
diangkat.

2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker
invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
a. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
b. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks.
Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di

41
rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2
minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran adalah :

a. Iritasi rektum dan vagina


b. Kerusakan kandung kemih dan rectum
c. Ovarium berhenti berfungsi.
3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan
untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk
membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan
intravena atau melalui mulut. Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus,
artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu
dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.
4. Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem
kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada
kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering
digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.
2.13 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KANKER SERVIKS
A. Pengkajian
1. Identitas pasien ( Nama, jenis kelamin, alamat )
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai
keputihan seperti air.
b. Riwayat kesehatan sekarang

42
Pada stadium awal klien tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru
pada stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti : perdarahan, keputihan dan
rasa nyeri intra serviks
c. Riwayat kesehatan dahulu
Data yang perlu dikaji adalah : Riwayat abortus, infeksi pasca abortus,
infeksi masa nifas, riwayat operasi kandungan, serta adanya tumor.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
a. Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok
b. Wajah : tidak ada oedema
c. Mata : konjungtiva tidak anemis
d. Hidung : simetris, tidak ada sputum
e. Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
f. Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab,
tidak terdapat lesi
g.Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
2) Dada
a. Inspeksi : simetris
b.Perkusi : sonor seluruh lapang paru
c. Palpasi : vokal fremitus simetri kanan dan kiri
d.Auskultasi : vesikuler
3) Jantung
a. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : ictus cordis teraba
c. Perkusi : pekak
d. Auskultasi : tidak ada bising

43
4) Abdomen
a. Inspeksi : simetris, tidak acites
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : tympani
d. Auskultasi : bising usus normal
5) Genitalia
Ada lesi, adanya pengeluaran pervaginan, berbau
6) Ekstremitas (Tidak edema)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, dan muntah
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi
4. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan trombositopenia
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
anemia dan pemberian kemoterapi
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi
genekologis dan prognosis yang tak menentu
7. Perubahan konsep diri ( peran ) berhubungan dengan dampak diagnosis
kanker terhadap peran pasien dalam keluarga
8. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubungan
dengan terbatasnya informasi
C. Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia
Tujuan :

44
Mampu mengenali dan menangani anemia terhadap terjadinya komplikasi
perdarahan.
Intervensi :
a. Berikan cairan secara cepat
b. Pantau dan atur kecepatan infus
c. Kolaborasi dalam pemberian infus
d. Kolaborasi dalam pemeriksaan HB, hematokrit serta jumlah trombosit
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, dan muntah
Tujuan :
Masukan yang adekuat serta kalori yang mengcukupi kebutuhan tubuh
Intervensi :
a. Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu
b. Pantau masukan makanan klien
c. Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika diperlukan dan
sesuai dengan diet
d. Lakukan perawatan mulut sebelum makan
e. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi
Tujuan :
Potensial infeksi menurun dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi
Intervensi :
a. Pantau tanda vital setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan
b. Bantu pasien dalam menjaga hygiene perorangan
c. Anjurkan pasien beristirahat sesuai kebutuhan
d. Kolaborasi dalam pemeriksaan kultur dan pemberian antibiotik
4. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan :

45
Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksia jaringan
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda perdarahan
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Lakukan tindakan yang tidak menyebabkan perdarahan
d. Kolaborasi dengan pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan darah
lengkap ( HB dan Trombosit )
e. Kolaborasi dalam tindakan transfusi trombosit
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
anemia dan pemberian kemoterapi
Tujuan :
Pasien mampu mempertahankan tingkat aktifitas yang optimal
Intervensi :
a. Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pasien
b. Bantu pasien melakukan aktifitas berdasarkan keletihan yang dialami
c. Anjurkan kepada klien untuk melakukan latihan ringan
d. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi
genekologis dan prognosis yang tak menentu
Tujuan :
Kekuatiran menurun sampai dengan pada tingkat dapat diatasi
Intervensi :
a. Ciptakan suasana lingkungan yang kondusif
b. Berikan dorongan spiritual
c. Evauasi kemampuan pasien dalam mengambil keputusan
7. Perubahan konsep diri ( peran ) berhubungan dengan dampak diagnosis
kanker terhadap peran pasien dalam keluarga
Tujuan :

46
Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap
perannya dan mendemonstrasikan kemampuan untuk menghadapi
perubahan peran
Intervensi :
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran yang bisa dilakukan
didalam keluarga dan komunitasnya.
b. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan fisik yang dibutuhkan
sehubungan dengan penyakitnya.
c. Diskusikan dengan keluarga terhadap peran perubahan peran anggota
yang sakit
8. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubungan
dengan terbatasnya informasi
Tujuan :
Pasien dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan tujuan dari
pemberian terapi
Intervensi :
a. Observasi tentang reaksi yang dialami pasien selama pengobatan
b. Jelasan pada pasien efek yang mungkin dapat terjadi
c. Pendidikan kesehatan
D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan adalah :
1. Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya
komplikasi perdarahan
2. Kebutuhan nutrisi dan kalori pasien tercukupi kebutuhan tubuh
3. Tidak ada tanda-tanda infeksi
4. Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksia jaringan
5. Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal
6. Kekuatiran menurun sampai dengan pada tingkat dapat diatasi

47
7. Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap
peran nya mendemonstrasikan kemampuan untuk menghadapi perubahan
peran
8. Pasien dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan tujuan dari
pemberian terapi

BAB III
PENUTUP
2.14KESIMPULAN
Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan
dikalangan wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu
epithelium yang normal sampai menjadi Ca invasive yang memberikan gejala dan
merupakan proses yang perlahan-lahan dan mengambil waktu bertahun-tahun.
Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah yang dibuat
oleh IFGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics), yaitu Stage 0,
1, 1 a , 1 b, 2, 3 , dan 4. Gejala klinis kanker serviks pada stadium lanjut baru
terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama
dalam bentuk eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.
HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak kanker
serviks. Sebagai tambahan perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab
juga. Adapun faktor resikonya, yaitu : Pola hubungan seksual, Paritas, Merokok,
Kontrasepsi oral, Defisiensi gizi, Sosial ekonomi, dan Pasangan seksual.
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and
Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69
tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan
pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering

48
ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering
ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun. Frekwensi kanker rahim terbanyak
dijumpai pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh,
Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi
kanker rahim juga merupakan penyakit keganasan terbanyak dari semua penyakit
keganasan yang ada lainnya.
Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi
ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo
kolumnar junction (SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang
pada wanita diatas 35 tahun, di dalam kanalis serviks.
Penyebaran kanker serviks pada umumnya secara limfogen melalui
pembuluh getah bening menuju 3 arah :
a) ke arah fornices dan dinding vagina
b) ke arah korpus uterus
c) ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum
rektovaginal dan kandung kemih.
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah
lanjut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk
mencegah kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan
terhadap lesi prakanker serviks.
Pengobatan kanker serviks yang dapat dilakukan, yiatu : Pembedahan,
Terapi penyinaran, Kemoterapi, dan Terapi biologis. Sedangkan beberapa cara
praktis yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah kanker
serviks, yaitu : miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan
sereal untuk merangsang sistem kekebalan tubuh, hindari merokok, hindari seks
sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun, pemberian vaksin
atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV, melakukan pembersihan
organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet, hindari berhubungan seks

49
dengan banyak partner, secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur, dan
sebagainya.
3.2 SARAN

Berhati-hatilah dengan penyakit kanker serviks, lebih baik mencegah dari


pada mengobati.Ternyata tidak mudah menjadi seorang wanita, tapi bukan berarti
sulit untuk menjalaninya. Penyakit bisa kita hindari asal kita selalu berusaha hidup
sehat dan teratur. Untuk pencegahan kanker serviks diharapakn untuk melakukan
deteksi dini, dan apabila timbul gejala-gejala maka segera menindak lanjuti, agar
kanker serviks dapat diatasi cepat oleh petugas kesehatan. Selain itu diharapkan
untuk membiasakan diri dengan pola hidup sehat dan bersih serta menghindari
factor-faktor resiko pemicu kanker serviks.

Disarankan kepada para pembaca khususnya untuk para wanita agar


selalu menjaga kebersihan daerah kewanitaannya selain menjaga para wanita juga
bisa mencegah kanker serviks dengan cara pola hidup sehat, tidak merokok, tidak
melakukan hubungan seksual di usia muda, tidak melahirkan banyak anak, hindari
pemakaian DES tanpa resep dokter, melakukan pap smear ketika sudah memiliki
anak. Penulis mengharapkan agar pencegahan dilakukan oleh setiap wanita supaya
angka mortalitas yang diakibatkan oleh kanker serviks bisa menurun dan juga
penyebarannya tidak meluas lebih jauh lagi.

50
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, dkk. 2018. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi 6.


Jakarta: Mocomedia.

Keliat, Budi Anna, dkk. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.

Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba
Medika.

Mansjoer Arief, 2007. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Medikal


Aesculapius,FKAUI .

Manuaba IBG. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi. Edisi
2. Jakarta : EGC.

Moorhead, Sue, dkk. 2018. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran


Outcomes Kesehatan Edisi 5. Jakarta: Mocomedia,Buku Kedokteran EGC.

51

Anda mungkin juga menyukai