Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi dalam sejarah manusia bukanlah hal baru. Ia lahir berbarengandengan umur
manusia sendiri. Ketika manusia mulai hidup bermasyarakat, disanalah awal mula terjadinya
korupsi. Penguasaan atas suatu wilayah dan sumberdaya alam oleh segelintir kalangan mendorong
manusia untuk saling berebut danmenguasai. Berbagai taktik dan strategi dilaksanakan. Perebutan
manusia atassumber daya alam dan politik inilah awal mula terjadinya ketidak adilan.
Padahalkebutuhan untuk bertahan hidup kian menanjak, tapi kesempatan untuk
memenuhimerajalela dalam hidupnya (Wijayanto, 2009:3). Jadi korupsi terjadi karena ulah
manusia yang saling berebut kekuasaanantara yang satu dengan yang lain. Korupsi juga terjadi
karena adanya dua faktor,yaitu pertama faktor dari diri sendiri yang ingin memperkaya diri,
lemahnya moralsehingga mudah tergoda untuk melakukan korupsi yang biasanya terpengaruh
dariteman, atasan, bawahan dan pihak-pihak yang lain, gaya hidup yang konsumtifdan selalu ingin
tampil lebih dari yang lain, dan juga karena danya dorongan darikerabat dekat dan keluarga sendiri.
Kedua faktor dari luar biasanya terjadi karena pendapatan yang kurang mencukupi, sehingga
dalam keaadan mendesakseseorang dapat melakukan korupsi.Dalam dua dekade terakhir, dunia
mulai memandang korupsi sebagai isu penting. Berbagai inisiatif untuk memerangi korupsi
dimulai dari tingkat nasional,regional hingga level internasional. Pandangan bahwa korupsi
mendorong pertumbuhan ekonomi mulai ditinggalkan banyak kalangan. Korupsi dipandang bukan
hanya sebagai permasalahan moral, tetapi sebagai permasalahanmultidimensional (politik,
ekonomi, sosial, dan budaya). Perubahan cara pandangdan pendekatan terhadap korupsi yang
diikuti dengan menjamurnya kerja samaantar bangsa dalam isu ini menyemai optimisme bahwa
perang melawan korupsiadalah perang yang bisa kita menangi (Wijayanto, 2009:5).Dapat
disimpulkan dari berbagai pernyataan di atas bahwa kita sebagai bangsa Indonesia marilah satukan
langkah dan perangi korupsi dengan mengawalidari diri sendiri dan dengan harapan besar pada
kejayaan Indonesia serta kesejahteraan bangsa Indonesia yang ada di dalamnya, dengan
“Pengembangan Budaya dan Pendidikan Anti Korupsi”, sehingga akan terbentuk suatu Negara
Kesatuan yang bebas dari korupsi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

Keluarga adalah ruang terkecil dalam memimpin. Keberhasilan memimpin keluarga,


menentukan keberhasilan memimpin masyarakat. Dan sebaliknya, kegagalan memimpin keluarga
dapat menjadi sebab kegagalan didalam memimpin masyarakat. Dalam pencarian mesin google
pada (29/5) pukul 09:14 WIB, kata kunci ‘keluarga’ berada pada urutan terbanyak kedua setelah
kata kunci ‘negara’. Sementara, kata kunci ‘masyarakat’ dan ‘bangsa’ berada pada urutan ke tiga
dan keempat. Dari data itu, menunjukkan bahwa keluarga dan negara sering di tuliskan di dunia
maya. Dari grafik diatas, dapat dimaknai bahwa keluarga dan negara dianggap sebagai suatu yang
penting dan menarik untuk dituliskan. Bisa jadi karena banyaknya persoalan yang timbul dalam
keluarga ataupun negara, ataupun yang lainnya. Sementara untuk urutan keluarga yang menduduki
angka tertinggi setelah negara, dapat dimaknai bahwa persoalan keluarga tidak kalah pentingnya
dengan persoalan negara.

Berbagai penyakit masyarakat, seperti penyalahgunaan narkoba, seks bebas, tawuran,


pelacuran, sampai dengan persoalan korupsi, bisa jadi disebabkan karena tidak berfungsi/rusaknya
institusi keluarga. Keluarga tidak berfungsi dengan baik, sehingga persoalan meluas pada
masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pencarian mesin google pada (29/5) pukul 11:19, diperoleh
informasi yang menarik. Dari kelima kata kunci: korupsi, pelacuran, tawuran, seks bebas, dan
narkoba, kata kunci korupsi berada pada urutan terbanyak. Dalam waktu 0,24 detik, ditemukan
sekitar 8.510.000 hasil tulisan dengan kata kunci korupsi. Kemudian disusul dengan kata kunci
narkoba, tawuran, seks bebas, dan pelacuran. Banyaknya tulisan dengan kata kunci ‘korupsi’ yang
ditemukan, menunjukkan bahwa persoalan korupsi, merupakan persoalan yang penting dan
banyak terjadi. Wajar saja, jika rilis Transparansi Internasional di akhir tahun 2014, menempatkan
Indonesia pada peringkat Indeks Persepsi Korupsi yang masih tinggi. Indonesia berada pada
peringkat ke-107 dengan skor 34 dari 175 negara yang diukur.

Dengan kenyaataan seperti itu, butuh kerja ekstra keras dan sinergi berbagai pihak untuk
menekan angka korupsi. Tidak cukup dengan upaya pencegahan dan penindakan yang dilakukan
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlalu menggurita dan sistematis korupsi, untuk

2
ditangani sendiri oleh KPK. Belum lagi, KPK terus menerus dilemahkan, sehingga KPK tidak
sekuat tahun-tahun sebelumnya. Maka tantangan pemberantasan korupsi akan semakin berat
kedepannya.

 Tingginya angka korupsi bisa jadi disebabkan oleh beberapa keadaan.


1. Sedikitnya kasus korupsi yang bisa ditangani oleh lembaga pemberantasan korupsi,
sehingga upaya yang dilakukan selama ini, ibarat menggarami air lautan. Artinya, terlalu
banyak kasus korupsi yang harus ditangani.
2. Korupsi terjadi secara struktural akibat kebijakan pemerintah. Ibarat pepatah, mati satu
tumbuh seribu. Satu koruptor di tangkap, namun ribuan koruptor lahir/sengaja dilahirkan
akibat sistem/kebijakan yang korup.
3. Kurang disiapkannya generasi antikorupsi. Secara alamiah jumlah koruptor yang sama,
pada saat ini akan berkurang kedepannya. Para koruptor pasti mengalami penuaan dan
akhirnya mati. Sehingga upaya yang strategis untuk mengurangi korupsi adalah dengan
memutus generasi korup, dan menyiapkan generasi antikorupsi yang lebih sistematis.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015, diperkirakan mencapai
255-an juta jiwa. Dengan sebaran usia yang cukup menarik. Dalam beberapa tahun kedepan
diperkirakan angka produktif akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.Bila dikelola
dengan baik, akan menjadi aset SDM yang bermanfaat. Namun jika salah kelola, justru SDM yang
besar itu, akan semakin merusak negeri ini. Begitupun dengan peluang melahirkan generasi yang
antikorupsi.

 Keluarga memiliki peran yang sangat strategis didalam melahirkan generasi yang
antikorupsi. Ada tiga peran yang dapat dilakukan keluarga, yaitu:
1. Keluarga adalah sekolah antikorupsi yang paling baik untuk anak.

Bila mengandalkan pendidikan antikorupsi yang diajarkan sekolah, maka terlalu sedikit
waktu yang ada. Belum lagi seambrek matapelajaran lainnya yang harus diselesaikan. Keluarga
memainkan peran yang sangat strategis dalam pendidikan antikorupsi ini. Pendidikan dapat
dimulai sejak dini. Sejak calon bayi berada dalam kandungan. Atau bahkan, pada saat memilih
calon pasangan hidup. Pastikan calon yang dipilih bukan seorang koruptor. Harta yang halal akan
berdampak pada tubuh dan amal. Bahkan, menjadi sebab terkabulnya doa seorang hamba. Harta
halal yang dibawa pulang, bisa menjadi sarana pendidikan antikorupsi dalam keluarga.
3
Keteladanan kedua orang tua, merupakan sarana efektif dalam mendidik anak. Berat rasanya,
mengharapkan lahirnya generasi antikorupsi, jika orang tuanya masih melakukan korupsi. Apa
yang dilakukan anak, sebenarnya adalah cerminan dari apa yang ada dilingkungannya. Dan itu
adalah orang tuanya. Membiasakan diri dengan yang halal, adalah keteladanan antikorupsi bagi
anak.

2. Keluarga sebagai institusi kontrol perilaku koruptif.

Keluarga sebagai institusi kontrol perilaku koruptif anggotanya. Keluarga dalam arti sempit
setidaknya terdiri dari suami dan istri, ayah dan ibu, atau ditambah dengan anak-anak. Mustahil,
seorang suami/istri tidak mengetahui korupsi yang dilakukan oleh pasangannnya. Apakah tidak
pernah curiga dengan harta up normal yang dibawa pulang kerumah? Bukankah suami/istri sudah
bisa memperkirakan besaran penghasilan yang seharusnya diperoleh pasangannya?

Seorang suami/istri/anak yang berniat melakukan korupsi harusnya berfikir beribu-ribu kali.
Bayangkan saja, adanya hukuman yang berat, saat berada di dunia ataupun setelah kematian.
Pasangan hidup akan malu di tengah-tengah masyarakat, dan anak-anak mendapat stempel sebagai
anak koruptor. Sementara hukuman setelah kematian, lebih berat dan tidak berujung. Karena janji
Allah adalah pasti.

3. Kumpulan keluarga yang antikorupsi akan membentuk tatanan masyarakat yang


antikorupsi. Dan seterusnya, membentuk bangsa dan negara yang antikorupsi.

Keberhasilan mendidik anak dalam keluarga, akan berdampak kepada keberhasilan membina
masyarakat. Kumpulan keluarga yang antikorupsi, akan membentuk masyarakat yang antikorupsi.
Dan dengan demikian, generasi antikorupsi benar-benar akan terwujud di negara tercinta ini.
Institusi keluarga, jelas memiliki fungsi sangat strategis dalam pemberantasan korupsi. Potensi
yang baik ini menjadi kurang berarti, bila tidak didukung political will pemerintah. Untuk
menguatkan Ketahanan Keluarga, dan Pemberantasan korupsi. Regulasi tentang Ketahanan
Keluarga dibutuhkan, sebagai ikhtiar melindungi dan membentuk generasi yang unggul, dan
antikorupsi.

4
 nilai-nilai anti korupsi yang dapat ditanamkan dalam diri setiap anggota keluarga, meliputi :
1. Kejujuran dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak curang.
Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan keluarga, tanpa sifat
jujur dalam keluarga diantara suami, istri, anak dan orang tua, tidak akan dipercaya
dalam kehidupan sosialnya. Nilai kejujuran dalam keluarga yang diwarnai dengan rasa
kebersamaan dan rasa memiliki satu sama lain sangatlah diperlukan. Nilai kejujuran
ibaratnya seperti mata uang yang berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan
keluarga. Jika anggota keluarga terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada
lingkup rumah tangga maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa
ragu untuk mempercayai anggota keluarga tersebut. Sebagai akibatnya anggota keluarga
akan selalu mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini
juga akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa curiga
terhadap orang tersebut yang terlihat berbuat curang atau tidak jujur.
2. Nilai kepedulian sangat penting bagi anggota keluarga dan di masyarakat. Apabila anak
sebagai salah satu anggota keluarga merupakan calon pemimpin masa depan memiliki
rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik di dalam keluarga maupun diluar
lingkungan keluarga. Rasa kepedulian seorang anak harus ditumbuhkan sejak anak itu
tumbuh dan berkembang dalam keluarga, anak diajarkan untuk peduli kepada ayah, ibu
maupun saudara-saudaranya, peduli terhadap lingkungan disekitarnya. Bentuk
kepeduliannya dengan cara tidak berbuat kecurangan bagi orang lain, misalnya pada
saat berada di sekolah tidak mencontek waktu ujian, seorang anak dalam membuat
laporan keuangan kelas dengan jujur.
3. Nilai kemandirian dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan tidak
bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini
penting untuk masa depannya dimana masing-masing anggota keluarga tersebut harus
mengatur kehidupannya dan orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya
sebab tidak mungkin orang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu
mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut setiap anggota
keluarga dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri
dan bukan orang lain yang mengerjakan tanggung jawab itu.

5
4. Kedisiplinan. Dalam mengatur kehidupan keluarga dan masyarakat perlu hidup disiplin.
Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola militer, namun hidup disiplin dalam
keluarga dimana setiap anggota keluarga dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada
digunakan dengan sebaik-baiknya. Misalnya orang tua akan lebih percaya dengan
anaknya yang hidup disiplin untuk belajar.
5. Tanggung jawab. Apabila dalam keluarga setiap anggota memiliki rasa tanggung jawab
dalam melaksanakan tugas masing-masing, misalkan seorang anak diberikan tanggung
jawab oleh orang tua dalam mengerjakan pekerjaan rumah rumah, maka anak tersebut
melaksanakan tugas itu dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.
6. Sederhana. Gaya hidup yang tidak mewah, menjaga hati dan jiwa dari sifat pamer, iri
hati, ingin dipuji, sombong dan lain sebagainya dengan cara tidak melakukan perbuatan
yang bisa menimbulkan kata-kata sombong, pamer, iri seperti sering mengonta-ganti
mobil.
7. Keberanian. Untuk mengembangkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian
dan keyakinan anggota keluarga dibutuhkan kerja keras, melakukan sesuatu menghargai
proses bukan hasil semata, tidak melakukan jalan pintas dalam mempeoleh sesuatu,
belajar dengan sungguh-sungguh dalam mempeoleh apa yang ingin dicapai.
8. Keadilan. Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di
kampus dan di luar kampus. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani
mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung
jawab, dan lain sebagainya.

6
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:

1) Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses
belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dan bukan sekedar media
bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif) namun juga menekankan pada upaya
pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan
(psikomotorik)
2) Pendidikan anti korupsi sejak dini memiliki peranan yang sangat penting karena
pentingnya pendidikan anti korupsi dini dapat dianalogikan sebagai betapa pentingnya
merawat, menjaga dan mempersiapkan bibit-bibit tanaman yang hendak ditumbuhkan
menjadi sebuah pohon yang memberikan banyak manfaat. Yang keberadaanya tak hanya
bisa menyerap sari tanah dengan akarnya tetapi juga bisa menghasilkan buah-buah yang
segar untuk dikonsumsi serta dahan yang rindang untuk dijadikan tempat berteduh. Ini
sejalan dengan misi pendidikan anti-korupsi sejak dini. Dengan penanaman nilai-nilai
moral, pembekalan ilmu pengetahuan tentang hukum, adat istiadat ketimuran serta
religiusitas kepercayaan pada Tuhan diharapkan bisa mencetak calon-calon figure
pemangku kekuasaan yang bersih dari korupsi.
B. SARAN

Berdasarkan uraian-uraian diatas, hendaknya dilingkungan keluarga harus ditanamkan budaya


pendidikan anti korupsi sejak dini karena itu dapat membemtuk karakter anak. Ibarat sebuah
rumah, bangunan yang pertama kali dibuat adalah pondasi rumah, pondasi yang kuat akan
membuat rumah tidak mudah roboh meski diterjang angin kencang. Dirumah juga merupakan
penanaman ideologi seseorang terbentuk pertama kalinya. Oleh karena itu, keluarga menjadi alat
yang sangat efektif dan sangat fundamental dalam menumbuhkan budaya antikorupsi di Indonesia.

7
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.academia.edu/35801401/PENERAPAN_BUDAYA_DAN_PENDIDIKAN_A
NTI_KORUPSI
 https://mankaney.wordpress.com/2015/04/27/makalah-pendidikan-anti-korupsi/
 https://acch.kpk.go.id/id/artikel/amatan/pendidikan-dan-budaya-antikorupsi-di-rumah-
hingga-sekolah
 https://fhukum.unpatti.ac.id/korupsi/257-peranan-keluarga-dalam-pemberantasan-dan-
penanggulangan-korupsi

Anda mungkin juga menyukai