Anda di halaman 1dari 35

PENGUKURAN DAN ANALISIS SINYAL SUB-BOTTOM

PROFILER UNTUK EKSTRAKSI NILAI KOEFISIEN


REFLEKSI SEDIMEN SELAT LEMBEH

STEVEN SOLIKIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengukuran dan Analisis
Sinyal Sub-Bottom Profiler untuk Ekstraksi Nilai Koefisien Refleksi Sedimen Selat
Lembeh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2018

Steven Solikin
NIM C552150151
RINGKASAN

STEVEN SOLIKIN. Pengukuran dan Analisis Sinyal Sub-Bottom Profiler untuk


Ekstraksi Nilai Koefisien Refleksi Sedimen Selat Lembeh. Dibimbing oleh
HENRY M. MANIK, SRI PUJIYATI, dan SUSILOHADI

Pemetaan dasar laut yang akurat sangat dibutuhkan terkait dengan


peningkatan aktivitas di bidang kelautan, seperti pengerukan, eksplorasi migas, dan
penelitian geologi serta morfologi kelautan. Metode pemetaan dasar laut terdiri dari
2 metode, yaitu metode langsung (direct) dan metode tidak langsung (indirect).
Metode langsung terdiri dari pengukuran lapang dan pengukuran di laboratorium.
Faktor efisiensi yang rendah dan biaya yang tinggi menyebabkan metode langsung
tidak efektif digunakan untuk memetakan dasar laut pada wilayah perairan yang
luas.
Pemrosesan sinyal dibutuhkan dalam menganalisis data akustik karena raw
data akustik akan tercampur dengan noise atau derau dari lingkungan maupun dari
instrumen akustik itu sendiri. Pemrosesan sinyal ditujukan untuk menghilangkan
noise tersebut sehingga hanya sinyal utama yang dianalisis dan hasil klasifikasi tipe
dasar perairan yang didapatkan juga akan jauh lebih akurat. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan menganalisis sinyal akustik (penapisan, dekonvolusi,
penguatan sinyal) dari sub-bottom profiler untuk menggambarkan penampang
melintang dari lapisan sedimen permukaan dasar laut, serta memperoleh nilai
koefisien refleksi dari dasar perairan. Penelitian mengambil data di perairan Selat
Lembeh, Sulawesi Utara. Nilai tersebut kemudian digunakan untuk mengklasifikasi
lapisan sedimen permukaan dasar laut.
Pengambilan data sub-bottom profiler (SBP) dilakukan di perairan Selat
Lembeh pada bulan April 2016. Track pengambilan data dilakukan secara zigzag
untuk mencakup seluruh wilayah selat. Data SBP diakuisisi menggunakan SBP tipe
Syqwest Stratabox yang dipasang pada bagian badan kapal. Sampel sedimen
diambil menggunakan grab sampler pada lintasan ke-37. Setelah data diakusisi,
dilakukan pemrosesan data yang meliputi analisis spektrum dan filtering, serta
tahapan dekonvolusi spike dan automatic gain control (AGC). Analisis fast fourier
transform (FFT) dan band pass filter diaplikasikan pada penelitian ini untuk
menghilangkan derau pada sinyal akustik.
Nilai koefisien refleksi yang didapatkan dari lokasi pengambilan sampel pada
trace ke-780 berkisar antara 0.1168 hingga 0.7938. Nilai maksimum koefisien
refleksi di daerah ini disebabkan karena jenis sedimen yang dikandung pada
wilayah tersebut lebih banyak mengandung besi pada sedimen pasir sehingga
menyebabkan impedansi sedimen pun bertambah, sehingga nilai koefisien refleksi
pada wilayah tersebut pun akan semakin besar.

Kata kunci: bandpass filter, FFT, Selat Lembeh, sub-bottom profiler


SUMMARY

STEVEN SOLIKIN. Measurement and Analysis of Sub-Bottom Profiler Signal for


Extracting Reflection Coefficient Value from Sediment at Lembeh Strait.
Supervised by HENRY M. MANIK, SRI PUJIYATI, and SUSILOHADI.

Accurate sea bottom mapping is highly necessary nowadays in order to


increase marine activities, such as dredging, oil and gas exploration, as well as
ocean geology and morphology research. The conventional method to map sea
bottom is by sampling the sediment directly. However, it is expensive and time-
consuming. The new expanding mapping method is by using acoustic wave which
can cover larger area in a relatively shorter time. Several studies have developed
algorithm to classify and map sea bottom using single beam, split beam, multibeam,
and side scan sonar.
Signal processing is required for acoustic data analysis because the raw data
will get mixed with noise from the surroundings and the instrument itself. Signal
processing is addressed to remove noise, making the primary signal analysis and
sea bottom classification more accurate. Therefore, this research aimed to quantify
acoustic signal from sub-bottom profiler to obtain accurate bathymetry information,
to depict 2D profile of sea bottom sediment, and to obtain reflection coefficient of
the sea bottom. The research was conducted at Lembeh Strait, North Sulawesi
which was later used to classify the sea bottom sediment.
Sub-bottom profiler data sampling was conducted at Lembeh Strait in April
2016. The sampling track was zigzag to cover the entire strait. SBP data was
acquired using SBP type Syqwest Stratabox mounted on the hull. Sediment samples
were obtained using grab sampler at the 37th track. After being acquired, the data
was processed which included filtering and spectrum analysis, as well as AGC and
spike deconvolution. Fast fourier transform (FFT) and band pass filter analyses
were applied in this study to remove the noise from acoustic signal.
The reflection coefficient of sampling location at the 780th trace ranged from
0.1168 to 0.7938. The maximum value was caused by the sediment type in the area.
Iron in sand sediment increased sediment impedance, thus the reflection coefficient
rose as well.

Keywords: bandpass filter, FFT, Lembeh Strait, sub-bottom profiler


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2018
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGUKURAN DAN ANALISIS SINYAL SUB-BOTTOM
PROFILER UNTUK EKSTRAKSI NILAI KOEFISIEN
REFLEKSI SEDIMEN SELAT LEMBEH

STEVEN SOLIKIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir Irsan S Brodjonegoro, PhD
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
berkat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 2016 ini ialah akustik
dasar perairan, dengan judul Pengukuran dan Analisi Sinyal Sub-bottom Profiler
untuk Ekstraksi Nilai Koefisien Refleksi Sedimen Selat Lembeh.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof
Henry M. Manik, SPi, MT, PhD, Ibu Dr Ir Sri Pujiyati, MSi, dan Bapak Dr Ir
Susilohadi selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran,
arahan, masukan, da bimbingan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua beserta keluarga yang
selalu memberikan dukungan dan doa, kemudian juga kepada Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
yang telah membiyai penelitian ini melalui jalur Program Pendidikan Magister
Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Batch II, serta kepada Pusat
Penelitan dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) yang telah mengijinkan penulis
untuk ikut dalam survei di Selat Lembeh dan menggunakan data hasil survei,
berikut staff dan kru kapal tanpa terkecuali yang telah membantu selama kegiatan
survei berlangsung, dan kepada semua pihak yang telah mendukung baik moril
maupun materil demi terselesaikannya karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2018

Steven Solikin
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Sub-bottom Profiler 3
Mekanisme Sub-bottom Profiler 4
Koefisien Refleksi Permukaan Dasar Laut 5
3 METODE 6
Desain Survei Penelitian 6
Deskripsi Data 8
Analisis Spektrum 8
Penapisan 9
Dekonvolusi Spike dan AGC 10
Model Koefisien Refleksi 10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Analisis Spektrum dan Filtering 13
Profil Melintang Perairan Selat Lembeh 16
Koefisien Refleksi 17
5 SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
RIWAYAT HIDUP 23
DAFTAR TABEL
1 Spesifikasi sensor StrataBox 7

DAFTAR GAMBAR
1 Pemasangan berbagai tipe sistem SBP laut dangkal 3
2 Hubungan frekuensi, kedalaman, dan resolusi vertikal (R) dengan
berbagai tipe sistem SBP 4
3 Diagram sistem interkoneksi SBP 5
4 Skema refleksi dari permukaan dasar perairan 6
5 Transduser SBP SyQwest Stratabox 7
6 Peta lokasi pengambilan data SBP di Selat Lembeh 7
7 Ilustrasi skema penapisan bandpass filter Butterworth 10
8 Diagram alir pemrosesan sinyal 11
9 Sampel sedimen pasir besi yang didapatkan menggunakan grab sampler
pada perairan Selat Lembeh 12
10 Plot data SBP dalam gray scale (kiri) dan color scale (kanan) sebelum
ditapis dan dekonvolusi 13
11 Hasil FFT sinyal SBP dalam dB 14
12 Spektrum sinyal SBP setelah dilakukan FFT 14
13 Sinyal SBP setelah ditapis menggunakan bandpass filter dalam dB 15
14 Spektrum sinyal bandpass filter 16
15 Profil 2D trace 700-900 setelah dilakukan koreksi dan penapisan 17
16 Nilai koefisien refleksi sedimen seluruh trace. Koefisien refleksi pada
seluruh trace menunjukkan nilai yang cukup kuat di permukaan dasar
perairan dan menurun pada lapisan yang lebih dalam 18
17 Nilai koefisien refleksi dari single trace ke-780 18
18 Nilai koefisien refleksi dari single trace di daerah yang memiliki nilai
koefisien refleksi lebih kecil dibandingkan trace ke-780 19
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini, pemetaan dasar laut yang akurat sangat dibutuhkan terkait dengan
peningkatan aktivitas di bidang kelautan, seperti pengerukan, eksplorasi migas, dan
penelitian geologi serta morfologi kelautan. Metode pemetaan dasar laut terdiri dari
2 metode, yaitu metode langsung (direct) dan metode tidak langsung (indirect).
Metode langsung terdiri dari pengukuran lapang dan pengukuran di laboratorium
(Lu dan Li 2000). Faktor efisiensi yang rendah dan biaya yang tinggi menyebabkan
metode langsung tidak efektif digunakan untuk memetakan dasar laut pada wilayah
perairan yang luas.
Metode untuk memetakan dasar laut secara efisien adalah metode tidak
langsung, yaitu menggunakan gelombang suara (akustik) yang dapat mencakup
wilayah yang lebih luas dalam waktu yang tidak terlalu lama (Manik 2012). Metode
akustik mampu untuk memetakan dasar perairan berdasarkan nilai hambur balik
dan koefisien refleksi dari tipe dasar perairan tersebut. Beberapa penelitian telah
berhasil mengembangkan algoritma untuk mengklasifikasi dan memetakan dasar
perairan menggunakan single-beam echosounder (Mamede et al. 2015), split beam
(Cutter dan Demer 2013), multibeam echosounder (Zhi et al. 2013), maupun side
scan sonar (APL-UW 1994). Metode tidak langsung selalu menjadi pilihan utam
dalam survei untuk memetakan dasar laut (Zheng et al. 2012).
Eksplorasi menggunakan metode akustik bawah air sangat bergantung pada
frekuensi (frequency dependent) yang berkisar antara 10 Hz sampai 1 MHz.
Semakin kecil frekuensi yang digunakan, gelombang akustik akan menembus lebih
dalam ke dalam lapisan dasar perairan, dan demikian sebaliknya. Hal ini disebabkan
semakin tinggi frekuensi akan semakin cepat diserap oleh medium air laut (Penrose
et al. 2005).
Salah satu instrumen akustik yang jarang digunakan untuk melakukan
pemetaan dasar laut adalah sub-bottom profiler (SBP). SBP merupakan salah satu
instrumen akustik yang dapat digunakan untuk menggambarkan lapisan sedimen
dan batuan di bawah dasar laut (Rohman et al. 2015). SBP juga memberikan
informasi mengenai ketebalan sedimen dan stratigrafinya (Ramdhani et al. 2013).
Prinsip kerja SBP sama dengan prinsip kerja single beam echosounders, namun
SBP menggunakan frekuensi yang jauh lebih rendah (< 10 kHz), sehingga mampu
menembus lapisan dasar laut lebih dalam dibandingkan yang dapat dijangkau oleh
single beam echosounder (English Heritage 2013).
Prinsip perekaman data SBP di laut sama dengan instrumen akustik lainnya,
yaitu memancarkan sinyal suara dan menerima kembali sinyal suara (reflektivitas)
dari objek yang ada di bawah air. Sinyal suara yang diterima kembali oleh SBP
mengalami banyak gangguan seperti efek multiple, self-noise, serta faktor-faktor
lingkungan seperti angin, gelombang, hujan, dan lain sebagainya (Lurton 2002).
Gangguan-gangguan yang dialami saat perekaman data tersebut dapat
menyebabkan kekeliruan saat menginterpretasi sinyal seismik (Baker 1999). Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, maka pemrosesan sinyal diperlukan untuk
menghilangkan atau meminimalisir gangguan-gangguan tersebut yang dapat
menyebabkan kesalahan dalam menginterpretasikan hasil akhir.
2

Penelitian ini menitikberatkan pada ekstraksi nilai koefisien refleksi sedimen


dasar perairan. Koefisien refleksi merupakan salah satu parameter geoakustik yang
dimiliki oleh sedimen dan merupakan faktor utama yang menentukan karakteristik
sedimen. Beberapa penelitian mengenai penggunaan SBP telah dilakukan, antara
lain komputasi sinyal SBP (Rohman et al. 2015), integrasi data SBP dengan data
sampel sedimen (Amri et al. 2016), serta penapisan sinyal SBP untuk mendapatkan
nilai koefisien refleksi (Solikin et al. 2017).
Penelitian mengambil lokasi di Selat Lembeh yang merupakan perairan unik
memisahkan Pulau Lembeh dengan Pulau Sulawesi. Bentuk geometrik selat yang
khas menyerupai mulut corong mengalirkan arus laut bolak-balik yang kuat dari
Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik. Secara umum, dasar laut Selat Lembeh
didominasi oleh endapan pasir vulkanis berwarna abu-abu kehitaman dan hanya
sebagian kecil yang berpasir putih (Illahude et al. 2017). Karakteristik sedimen
dasar perairan inilah yang menjadi menarik untuk dipelajari.

Perumusan Masalah

Pemetaan dasar laut sedang gencar dilakukan oleh pemerintah Indonesia


dalam kaitannya untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Salah
satu karakteristik dasar perairan yang dapat diamati secara tidak langsung adalah
koefisien refleksi dari sedimen dasar perairan tersebut. Oleh karena itu, penelitian
ini akan menitikberatkan pada ekstraksi nilai koefisien refleksi sedimen dasar
perairan. Untuk mendapatkan nilai koefisien refleksi yang akurat, pemrosesan
sinyal dan penapisan sangat diperlukan. Di samping itu, pemrosesan sinyal dan
penapisan akan menghasilkan profil vertikal dari kolom perairan dan lapisan
sedimen yang lebih baik. Pengaplikasian metode seismik inversi juga diaplikasikan
untuk memprediksi nilai koefisien refleksi lapisan sedimen tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis sinyal akustik (penapisan, dekonvolusi,


penguatan sinyal) dari sub-bottom profiler untuk menggambarkan penampang
melintang dari lapisan sedimen permukaan dasar laut, serta memperoleh nilai
koefisien refleksi dari dasar perairan Selat Lembeh, Sulawesi Utara

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai


kedalaman laut (batimetri), karakteristik dasar dan lapisan sedimen, pemrosesan
sinyal, serta untuk mengestimasi koefisien refleksi lapisan sedimen. Informasi-
informasi tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk studi habitat bentik dan
geologi kelautan.
3

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan membahas mengenai ekstraksi nilai koefisien refleksi dari
sedimen dasar perairan Selat Lembeh. Pemrosesan dan penapisan sinyal akustik
diaplikasikan pada penelitian ini untuk mendapatkan nilai koefisien refleksi yang
akurat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data akustik yang
diakuisisi menggunakan sub-bottom profiler dan data sampel sedimen yang
diperoleh menggunakan grab sampler.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sub-bottom profiler

Karakteristik geologi dari dasar perairan dan lapisan sedimen menjadi kunci
penting dalam studi sifat fisik habitat bentik. Teknik deteksi bawah air
menggunakan metode akustik telah menjadi alat dasar untuk studi oseanografi dan
geologi laut, karena kemampuan metode ini dalam menentukan karakteristik fisik
dasar perairan dan mengidentifikasi sifat geologi di bawah permukaan dasar
perairan (McQuilin et al. 1984). Dalam beberapa tahun terakhir, metode akustik
juga telah digunakan untuk mengukur proses struktur sedimen skala kecil dengan
resolusi temporal dan spasial yang sangat tinggi, dan metode akustik ini telah
diadopsi para peneliti karena kemampuannya yang cepat dan tidak merusak
lingkungan saat dilakukan akuisisi data (Walter et al. 2002; Bartholomä 2006;
Mendoza et al. 2014).
Sub-bottom profiler (SBP) merupakan salah satu sistem akustik yang
mentransmisi gelombang suara, baik digunakan dengan cara ditarik (towed)
maupun ditanam pada lambung kapal (mounted). Prinsip kerja SBP sama dengan
single beam echosounder (SBES), yang membedakan hanyalah frekuensi yang
digunakan (Davis et al. 2002) SBP bekerja pada frekuensi yang lebih rendah
dibandingkan SBES karena SBP ditujukan untuk melihat profil lapisan sedimen
(Gambar 1).
Gelombang suara akan merambat di sepanjang kolom perairan. Kecepatan
suara di perairan akan sangat ditentukan oleh karakteristik perairan (suhu, salinitas,
dan konsentrasi partikel tersuspensi). Setelah merambat di kolom perairan,
gelombang suara akan menuju ke dasar perairan (Kim et al. 2002).

Gambar 1 Pemasangan berbagai tipe sistem SBP laut dangkal (Stoker et al. 1997)
4

Resolusi yang didapatkan dari berbagai tipe SBP sangat tergantung pada
frekuensi dari sumber akustik yang digunakan. Frekuensi yang lebih tinggi akan
menghasilkan resolusi yang lebih tinggi, namun atenuasi suara berbanding lurus
dengan frekuensi. Semakin tinggi frekuensi yang digunakan, maka atenuasi juga
akan semakin besar (Stoker et al. 1997). Konsekuensi dari karakteristik tersebut
adalah, instrumen SBP yang digunakan akan spesifik untuk perairan tertentu.
Gambar 2 menunjukkan hubungan antara frekuensi, resolusi, dan kedalaman yang
dapat dicapai instrumen SBP.
Kelemahan dari sistem SBP adalah luasan area yang mampu dicakup lebih
sempit bila dibandingkan dengan instrumen akustik yang lebih modern, seperti
multibeam echosounder. Hal ini dikarenakan SBP mengadopsi sistem berkas
sempit (narrow beam) (Stevenson et al. 2002). Selain itu, kelemahan lainnya dari
sistem SBP adalah pada bagian perairan yang lebih dalam membutuhkan kecepatan
kapal yang lambat (<10 knot) guna mengurangi derau (noise) kapal dan turbulensi
air yang dapat mengganggu sinyal utama (Stoker et al. 1997). Beberapa aplikasi
penggunaan SBP, antara lain adalah untuk pemetaan struktur dasar laut, survei
pemeliharaan pipa migas dan kabel bawah laut, serta validasi data kedalaman laut
(batimetri).

Gambar 2 Hubungan frekuensi, kedalaman, dan resolusi vertikal (R) dengan


berbagai tipe sistem SBP (Stoker et al. 1997)
Mekanisme Sub-bottom Profiler

Karakteristik dari transduser sangat mempengaruhi performa dari instrumen


akustik itu sendiri, yang berhubungan dengan pengukuran kedalaman. Parameter
source level, directivity index, dan beam width dari sebuah transduser berkaitan erat
dengan performa instrumen akustik dalam kondisi yang berbeda-beda.
5

Suara yang dihasilkan dari transduser SBP berasal dari getaran mekanik
material keramik yang merupakan bahan penyusun dari transduser tersebut.
Getaran tersebut menghasilkan tekanan rendah dan tinggi, yang kemudian
menghasilkan energi gelombang akustik. Energi yang ditransmisi masuk ke dalam
kolom perairan, disebut sebagai source level (energi sumber).
Jumlah getaran pada permukaan transduser berhubungan dengan perbedaan
voltase yang tercipta pada material penyusun transduser. Energi yang besar
dibutuhkan untuk mencapai kedalaman maksimum yang dapat dijangkau oleh
instrumen akustik, namun untuk mendapatkan energi yang besar dibutuhkan
penyusunan yang tepat dari segi kelistikan dan mekaniknya.
Instalasi secara fisik dan elektrik sangat diperlukan untuk menghubungkan
dan menjalankan sistem SBP. Sistem interkoneksi instrumen SBP untuk
mentransmisi data sampai diterima oleh penggunanya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram sistem interkoneksi SBP (SyQwest Incorporated 2006)

Sistem kelistrikan SBP dimulai dari masukan energi sebesar 10-30 V ke


dalam antarmuka SBP. Energi listrik tersebut akan dikonversi menjadi gelombang
suara oleh transduser untuk ditransmisikan ke dalam kolom perairan. Antarmuka
SBP akan menghubungkan antara transduser SBP dengan PC/laptop pengguna yang
sudah terintegrasi dengan berbagai macam sensor, seperti kedalaman dan posisi
(GPS).

Koefisien Refleksi Permukaan Dasar Laut

Koefisien refleksi permukaan dasar laut sangat tergantung pada perbedaan


impedansi akustik antara dua lapisan. Impedansi akustik adalah karakteristik
medium yang merupakan fungsi dari massa jenis (ρ) dan kecepatan suara (c) yang
merambat pada medium tersebut (Sheriff dan Geidart 2004). Hukum Snellius
6

menggambarkan hubungan antara sudut dan kecepatan gelombang di dua media


yang berbeda (Gambar 4).

Gambar 4 Skema refleksi dari permukaan dasar perairan (Babic dan


Kirpicnikova 1982)
Dalam medium pertama, sudut datang akan sama dengan sudut pantul.
Hukum Snellius juga merumuskan bahwa rasio kecepatan suara di medium pertama
dan di medium kedua adalah sama dengan rasio sinus sudut datang dan sudut bias.
Amplitudo dari gelombang yang dipantulkan merupakan fungsi dari koefisien
refleksi, sehingga amplitudo refleksi merupakan fungsi dari jenis sedimen (Avesth
et al. 2005).
Menurut Lurton (2002), komponen spekular dari sinyal yang direfleksikan
oleh dasar perairan dapat didefinisikan sebagai koefisien refleksi Vc seperti pada
persamaan (1)
𝑃2
(− ) 2 2 2
𝑉𝑐 = 𝑉𝑒 = 𝑉𝑒 −2𝑘 ℎ cos 𝜃
2 (1)
Koefisien refleksi Vc merupakan fungsi dari parameter Rayleigh (P) dan koefisien
refleksi V pada zona antarmuka air dan sedimen. Model ini berlaku pada nilai
parameter Rayleigh yang kecil (frekuensi rendah) dan pada saat sudut normal (90°).

3 METODE

Prosedur penelitian terdiri atas beberapa tahapan yang dimulai dari


pengambilan data lapangan (akuisisi data), pemrosesan data yang meliputi analisis
spektrum dan penapisan, serta tahapan dekonvolusi spike dan automatic gain
control (AGC).

Desain Survei Penelitian

Pengambilan (akuisisi) data sub-bottom profiler (SBP) dilakukan di perairan


Selat Lembeh pada bulan April 2016. Penelitian ini merupakan bagian dari survei
7

yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL)
yang berfokus pada energi laut di perairan tersebut.
Peta lokasi pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 6. Track
pengambilan data dilakukan secara zigzag untuk mencakup seluruh wilayah selat.
Data SBP diakuisisi menggunakan SBP tipe SyQwest Stratabox yang dipasang pada
bagian badan kapal. Spesifikasi sensor SBP Stratabox dapat dilihat pada Tabel 1
dan transduser SBP yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.
Fokus penelitian ini berada pada jalur 37 di trace ke-700 sampai 900.
Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada 1 stasiun, yaitu pada koordinat 125°
14’ 18.9060” BT dan 1° 28’ 38.3020” LU menggunakan grab sampler.

Tabel 1 Spesifikasi sensor StrataBox


Variabel Keterangan
Frequency
10 kHz
Output
Transmit
300 Watts
Output Power
Input Power 10-30 V DC
Panjang 25.4
cm, Lebar
Dimensions
15.876 cm,
Tinggi 6.25 cm
Gambar 5 Transduser SBP
Weight 0.9 kg SyQwest Stratabox
Depth Ranges 150 m

Gambar 6 Peta lokasi pengambilan data SBP di Selat Lembeh


8

Deskripsi Data

Data penelitian ini mencakup 2 jenis data, yaitu data perekaman akustik dan
data sedimen lapangan. Data akustik diakuisisi menggunakan sub-bottom profiler
tipe Syqwest StrataBox dengan frekuensi output 10 kHz. Data akustik direkam
sepanjang perairan Selat Lembeh dengan kecepatan kapal saat mengakuisisi data
adalah maksimal 4 knot. Kedalaman perairan yang terekam pun cukup bervariasi,
mulai dari kedalaman 1 m sampai kedalaman 140 m. Ekstensi data akustik yang
diperoleh adalah *.segy yang merupakan salah satu format data standar yang
dikembangkan oleh Society of Exploration Geophysicists (SEG) (Hagelund dan
Stewart 2017).
Beberapa sampel sedimen juga diambil pada penelitian ini menggunakan grab
sampler, namun tidak ada hasil analisis sampel sedimen di laboratorium. Sampel
sedimen hanya dianalisis secara visual oleh pakar geologi dari tim P3GL. Hasil
analisis sampel sedimen secara visual mengindikasikan bahwa sedimen dasar
perairan Selat Lembeh didominasi oleh pasir yang berkarakter endapan vulkanik
lapilli yang ditunjukkan dengan buruknya sortasi ukuran butir dan sifat kebundaran
butir yang bukan merupakan karakter endapan yang berasal dari daratan atau pantai
(Illahude et al. 2017). Sedimen pasir ini memiliki ciri-ciri berwarna hitam dan
memiliki kandungan unsur logam di dalamnya, serta dapat ditemukan pada bagian
yang lebih dalam pada perairan Selat Lembeh, sedangkan pada bagian yang lebih
dangkal, dasar perairan didominasi oleh terumbu karang dan pecahan-pecahan
karang (rubble).
Data sampel sedimen yang berpotongan dengan data perekaman akustik
hanya ada 1 sampel, yaitu pada koordinat 125° 14’ 18.9060” BT dan 1° 28’
38.3020” LU di jalur 37, sehingga untuk analisis data akustik hanya dilakukan di
jalur 37 (trace 700-900) yang memiliki perpotongan dengan data sampel sedimen.

Analisis Spektrum

Data akustik akan mengandung noise atau derau yang berasal dari lingkungan
(ambient noise) maupun yang berasal dari instrumen akustik itu sendiri (self noise).
Noise merupakan energi atau sinyal yang tidak diinginkan dan harus dihilangkan
untuk mendapatkan sinyal utama yang diinginkan. Dalam seismik, umumnya
dikenal 2 tipe noise, yaitu random (incoherent) noise dan coherent noise
(Nieuwenhuise et al 2012). Random noise merupakan energi yang tidak bertalian
antar trace, contohnya adalah efek gelembung udara. Coherent noise merupakan
energi yang dihasilkan oleh sumber seismik, contohnya adalah efek multipel
refleksi (multiple) (Mousa dan Al-Shuhail 2011).
Perubahan data dari bentuk domain waktu (t-x) ke dalam bentuk domain
frekuensi (f-x) dibutuhkan untuk dapat melakukan analisis spektrum dan filter data
akustik
. Salah satu algoritma yang dapat digunakan untuk melakukan perubahan
domain tersebut adalah Fourier Transform yang dinyatakan dalam persamaan (2)
dan (3) (McClellan et al. 2003). Fungsi utama dari Fourier Transform adalah untuk
menemukan komponen frekuensi dari sebuah sinyal yang tercampur dalam noise
sinyal domain waktu.
9

𝐹(𝜔) = ∫−∞ 𝑓(𝑡)𝑒 −𝑖𝜔𝑡 𝑑𝑡 (2)

1 ∞
𝑓(𝑡) = 2𝜋 ∫−∞ 𝐹(𝜔)𝑒 𝑖𝜔𝑡 𝑑𝜔 (3)

Dimana f(t) adalah fungsi sinyal waktu, F(ω) adalah hasil transformasi Fourier dari
f(t), t adalah waktu, ω berhubungan dengan frekuensi, dan eiωt adalah Euler sinus
cosinus (cos ωt + i sin ωt).

Penapisan

Setelah sinyal diubah domainnya dari domain waktu ke dalam domain


frekuensi, selanjutnya sinyal ditapis menggunakan bandpass filter untuk
melewatkan frekuensi sinyal dengan interval tertentu. Tujuan bandpass filter adalah
untuk menapis frekuensi sinyal data yang dianggap sebagai noise (Duschesne et al.
2007).
Pada penelitian ini diaplikasikan bandpass filter Butterworth pada frekuensi
sudut (corner/cutoff frequency) 400, 9167, 10908, dan 19600 Hz. Penentuan
frekuensi sudut ini didasarkan pada resolusi vertikal trace seismik (VR) pada
permukaan dasar perairan, yaitu sekitar 0.0380 ms yang ditunjukkan pada
persamaan (4). Nilai resolusi vertikal ini digunakan sebagai faktor kualitas (Q
factor) untuk menentukan lebar bandwidth yang digunakan. Semakin kecil nilai
faktor kualitas, maka lebar bandwidth akan semakin besar, dan sebaliknya semakin
besar nilai faktor kualitas, maka semakin sempit lebar bandwidth.
1
𝑉𝑅 = 4 𝜆 (4)

dimana 𝜆 merupakan panjang gelombang akustik yang berhubungan dengan


refleksi di dasar perairan.
Setelah resolusi vertikal didapatkan, diaplikasikan metode 3-dB bandwidth
(McClellan et al. 2003). Metode ini bertujuan untuk menentukan frekuensi sudut
dari bandpass filter Butterworth yang digunakan. Penentuan frekuensi sudut ini
didasarkan pada persamaan (5) dan (6).

1 1
𝑓1 = 𝑓0 (√1 + 4𝑄2 − 2𝑄) (5)

1 1
𝑓2 = 𝑓0 (√1 + 4𝑄2 + 2𝑄) (6)

dimana 𝑓1 merupakan lower cutoff frequency dan 𝑓2 merupakan upper cutoff


frequency, 𝑓0 merupakan frekuensi output (10 kHz), dan Q merupakan faktor
kualitas.
Skema penapisan menggunakan bandpass filter Butterworth ditampilkan
pada Gambar 7. Skema penapisan bandpass filter umumnya berbentuk trapesium,
dimana A, B, C, dan D menotasikan nilai frekuensi sudut yang digunakan pada
penapisan. Pada penelitian ini, A bernilai 400 Hz, B bernilai 9167 Hz, C bernilai
10908 Hz, dan D bernilai 19600 Hz.
10

Gambar 7 Ilustrasi skema penapisan bandpass filter Butterworth

Dekonvolusi Spike dan Automatic Gain Control (AGC)

Setelah sinyal SBP ditapis menggunakan bandpass filter, maka resolusi


vertikal akan menurun karena hilangnya beberapa band frekuensi asli. Oleh karena
itu, dilakukan dekonvolusi sinyal SBP tersebut untuk meningkatkan resolusi
vertikal dari sinyal dengan penekanan wavelet (Mousa dan Al-Shuhail 2011).
Persamaan dekonvolusi seismik dapat dilihat pada persamaan (7)

𝑠𝑛 (𝑡) = 𝑤(𝑡) ∗ 𝑒(𝑡) + 𝛾(𝑡) (7)

dimana 𝑠𝑛 (𝑡) adalah trace seismik yang direkam, 𝑤(𝑡) adalah wavelet yang
dihasilkan oleh sumber seismik, 𝑒(𝑡) adalah reflectivity series, dan 𝛾(𝑡) adalah
komponen random noise.
Proses dekonvolusi akan melemahkan amplitudo trace seismik, oleh karena
itu automatic gain control (AGC) dengan nilai root mean square (RMS) dilakukan
untuk menguatkan energi sinyal yang hilang setelah proses dekonvolusi tersebut.

Model Koefisien Refleksi

Interaksi antara gelombang akustik dengan dasar laut sangat tergantung pada
perbedaan impedansi antara kedua lapisan tersebut. Impedansi merupakan
karakteristik sebuah medium yang merupakan fungsi dari densitas medium tersebut
(ρ) dan kecepatan suara yang merambat di medium tersebut (c) (Rohman et al.
2015).
Nilai koefisien refleksi dikuantifikasi berdasarkan persamaan Zoeppritz
(Carmin dan Isakson 2006) yang mendefinisikan koefisien refleksi sebagai fungsi
impedansi akustik antar lapisan sedimen yang dinyatakan dalam persamaan (8)
𝑍 −𝑍
𝑅 = 𝑍2 +𝑍1 (8)
2 1
11

Dimana R merupakan nilai koefisien refleksi, Z2 merupakan impedansi akustik


lapisan kedua, dan Z1 merupakan impedansi akustik lapisan pertama dan impedansi
akustik merupakan produk perkalian dari densitas basah dengan kecepatan
propagasi gelombang suara pada medium (9) dan (10)
𝑍1 = 𝜌1 𝑐1 (9)
𝑍2 = 𝜌2 𝑐2 (10)

Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8. Penelitian dimulai
dari tahapan akuisisi data SBP untuk mendapatkan data amplitudo. Data amplitudo
kemudian dikoreksi menggunakan AGC untuk menguatkan kembali sinyal yang
diterima receiver. Pemrosesan sinyal kemudian diaplikasikan untuk mendapatkan
profil 2D dan nilai koefisien refleksi.

Gambar 8 Diagram alir tahapan penelitian, yang dimulai dari pemrosesan awal,
penapisan sinyal, sampai ekstraksi nilai koefisien refleksi
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum perairan Selat Lembeh didominasi oleh endapan pasir vulkanis
berwarna abu-abu kehitaman dan hanya sebagian kecil yang berpasir putih.
Sebagian besar dasar laut di selat ini merupakan bidang yang hampir mendatar,
khususnya di sekitar pantai. Dasar laut di bagian tengah selat umumnya cenderung
berupa lereng landai yang luas. Kedalaman dasar laut di Selat Lembeh berkisar
antara 1 m hingga 142 m. Kedalaman yang dangkal umumnya berada di bagian
tengah selat dan semakin dalam di bagian ujung selat. Penelitian ini menganalisis
kondisi dasar perairan di bagian tengah selat dengan kedalaman perairan sekitar 20
m. Sampel sedimen yang diambil pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 9.

Gambar 9 Sampel sedimen pasir besi yang didapatkan menggunakan grab sampler
pada perairan Selat Lembeh
Gambar 10 menunjukkan plot data mentah SBP pada trace 700-900 sebelum
dilakukan penapisan. Pada plot data mentah, masih terlihat banyak sinyal-sinyal
gangguan (noise) pada bagian permukaan perairan pada kedalaman 0-1 m. Daerah
tersebut merupakan daerah near field, sehingga interpretasi sinyal tidak dapat
dilakukan pada daerah tersebut (Schuster 1998). Daerah near field terbentuk karena
adanya getaran dari transduser SBP yang menyebabkan wilayah sekitarnya juga
ikut bergetar. Getaran tersebut menciptakan energi yang kuat namun tidak stabil,
sehingga daerah near field harus dihilangkan. Selain derau dari permukaan (near
field), di bagian dasar perairan juga terkandung derau. Derau dari dasar perairan ini
dapat disebabkan karena gangguan dari lingkungan maupun dari reflektor lain yang
tidak diinginkan.
13

Gambar 10 Plot data SBP dalam gray scale (kiri) dan color scale (kanan) dalam
mV sebelum ditapis dan dekonvolusi
Lapisan permukaan dasar perairan yang dihasilkan dalam plot data mentah
sebelum dikoreksi memiliki tekstur yang kasar dan energi amplitudo yang
cenderung lemah karena tidak adanya pantulan pada trace offset yang jauh. Sinyal
yang lemah ini dapat ditampilkan dengan penguatan (gain). Pelemahan sinyal ini
dapat diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu transmission loss yang
berhubungan dengan faktor jarak deteksi, absorption yang berhubungan dengan
partikel-partikel yang ada di kolom perairan, maupun penyebaran gelombang
akustik.

Analisis Spektrum dan Penapisan

Hasil pemrosesan sinyal SBP menggunakan Fast Fourier Transform (FFT)


menunjukkan infromasi frekuensi dengan nilai energi (amplitudo) dari sinyal SBP.
Transformasi Fourier digunakan untuk mengubah gelombang seismik dalam
domain waktu menjadi domain frekuensi, sedangkan proses sebaliknya untuk
mengubah domain frekuensi ke dalam domain waktu dinamakan Inverse Fourier
Transform. Perubahan domain waktu ke dalam domain frekuensi ini bertujuan
untuk mempermudah analisis karena di dalam domain waktu tidak akan terlihat
fluktuasi nilai dari amplitudo. Fluktuasi nilai amplitudo dapat terlihat di dalam
domain frekuensi, sehingga dapat ditentukan analisis lebih lanjut untuk melakukan
penapisan data. Hasil analisis FFT sinyal SBP dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 11. Hasil FFT sinyal SBP ini menunjukkan amplitudo (energi) yang
besar pada frekuensi rendah dan semakin berkurang dengan bertambahnya
frekuensi.
14

Gambar 11 Hasil FFT sinyal SBP dalam dB


Gambar 12 menunjukkan spektrum sinyal SBP setelah dilakukan FFT.
Gelombang seismik telah diubah dari domain waktu menjadi domain frekuensi.
Tidak banyak informasi yang didapatkan di dalam domain frekuensi ini, namun
banyak hal yang dapat dilakukan di dalam domain frekuensi ini. Salah satunya
adalah penapisan. Spektrum sinyal SBP terlihat fluktuatif pada frekuensi tinggi, dan
cenderung stabil pada frekuensi rendah. Faktanya, pada frekuensi rendah yang
terlihat stabil, tetap mengandung fluktuasi sinyal karena derau yang dikandung di
dalam sinyal tersebut. Inilah yang menyebabkan, sangat pentingnya penapisan
dalam pemrosesan sinyal sebelum sinyal tersebut diproses lebih lanjut.

Gambar 12 Spektrum sinyal SBP setelah dilakukan FFT


Setelah sinyal SBP dirubah ke dalam domain frekuensi, maka dilakukan
proses penapisan. Ada berbagai macam metode penapisan di antaranya adalah low
15

pass filter, high pass filter, dan bandpass filter. Low pass filter bertujuan untuk
mengeliminasi sinyal frekuensi tinggi dan hanya mengambil sinyal frekuensi
rendah, sedangkan high pass filter bertujuan untuk mengeliminasi sinyal frekuensi
rendah dan hanya mengambil sinyal frekuensi tinggi. Bandpass filter merupakan
metode penapisan untuk mengeliminasi sinyal di luar frekuensi yang diinginkan
dan hanya mengambil cut off frekuensi tertentu saja.
Operasi bandpass filter dipilih sebagai metode penapisan dalam penelitian ini
karena bandpass filter dapat mengeliminasi frekuensi rendah dan frekuensi tinggi
dalam sinyal seismik. Pada frekuensi rendah, umumnya sinyal seismik akan
terkontaminasi derau dari ground roll, sedangkan pada frekuensi tinggi, sinyal
seismik umumnya akan terkontaminasi derau dari lingkungan (ambient noise)
(Chen et al. 2015). Hasil bandpass filter sinyal SBP dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 13.

Data yang diolah

Gambar 13 Sinyal SBP setelah ditapis menggunakan bandpass filter dalam dB


Gambar 14 menunjukkan spektrum sinyal SBP setelah ditapis
menggunakan bandpass filter. Spektrum sinyal SBP terlihat fluktuatif dan sangat
sulit untuk dinalasisis apabila tidak dilakukan penapisan. Setelah sinyal ditapis,
spektrum sinyal tersebut menunjukkan adanya wilayah frekuensi yang diloloskan
pada rentang 9000 sampai dengan 10000 Hz. Rentang frekuensi inilah yang
dianalisis lebih lanjut untuk menghilangkan derau yang terkandung di dalam sinyal
utama SBP.
16

Data yang sudah


ditapis

Gambar 14 Spektrum sinyal bandpass filter


Dalam bandpass filter, terdapat empat parameter frekuensi yang harus
ditentukan untuk mengambil frekuensi sudut (corner frequency). Pemilihan rentang
frekuensi yang akan diloloskan ini menjadi hal yang sangat krusial karena jika salah
dalam menentukan rentang frekuensi tersebut, data reflektor dapat ikut terpotong.
Dalam penelitian ini diaplikasikan frekuensi sudut 400, 9167, 10908, dan 19600 Hz,
yang artinya hanya frekuensi dari 9167 - 10908 Hz saja yang akan diloloskan secara
langsung. Hasil bandpass filter menunjukkan reverberasi yang sudah tereliminasi
dan meningkatnya resolusi temporal. Hasil ini ditunjukkan dari amplitudo energi
yang sudah lebih halus (smooth) dan tidak terdapat fluktuasi amplitudo lagi.

Profil Melintang Perairan Selat Lembeh

Profil 2 dimensi (2D) topografi perairan Selat Lembeh secara vertikal


didapatkan setelah melalui tahapan-tahapan penapisan, dekonvolusi, dan AGC.
Sumbu x pada peta profil menyatakan trace seismik yang dapat dikonversi menjadi
jarak pelayaran dan sumbu y menyatakan kedalaman dalam satuan meter. Peta
profil 2D (Gambar 15) menunjukkan topografi dasar perairan yang cenderung
menurun. Kedalaman perairan terlihat pada kedalaman 17 m dan terus menurun
membentuk slope hingga kedalaman 21 m. Ketebalan sedimen terekam di daerah
ini mencapai ketebalan 4 m yang dapat dilihat dari sinyal permukaan dasar perairan
sampai pada sinyal reflektor pertama. SBP tipe StrataBox memiliki karakteristik
yang unik, yaitu tidak menangkap sinyal reflektor dari kolom perairan, melainkan
hanya reflektor dari dasar perairan. Ketebalan sedimen dapat diduga berdasarkan
reflektor yang diterima SBP sampai pada energi SBP tersebut menghilang.
17

Gambar 15 Profil 2D trace 700-900 dalam gray scale (kiri) dan color scale (kanan)
dalam mV setelah dilakukan koreksi dan penapisan
Trace 700-900 mewakili wilayah survei yang disertai karena adanya titik
pengambilan sampel sedimen. Sampel sedimen dianalisis secara visual dengan tipe
sedimen adalah pasir besi ukuran halus.

Koefisien Refleksi

Pendekatan nilai koefisien refleksi didapatkan dari hasil dekonvolusi. Nilai


koefisien refleksi digunakan untuk mengetahui kontras impedansi antar lapisan
sedimen yang merupakan perbandingan antara energi yang dipantulkan (reflected)
dengan energi yang datang (incident).
Beberapa penelitian yang menggunakan model koefisien refleksi telah
memasukkan parameter-parameter tambahan untuk dikuantifikasi menjadi nilai
koefisien refleksi (Saleh dan Rabah 2016). Parameter-parameter tersebut antara lain
adalah atenuasi akustik yang berkaitan dengan absorpsi sedimen, ketebalan
sedimen, serta energi yang ditransmisikan oleh sedimen tersebut. Parameter ini
akan menjadi objek penelitian berikutnya.
Nilai koefisien refleksi seluruh trace dari trace 700-900 dapat dilihat pada
Gambar 16. Nilai koefisien refleksi umumnya berkisar antara 0-1. Lapisan sedimen
yang keras dan kasar umumnya akan memiliki nilai koefisien refleksi yang lebih
besar dibandingkan lapisan sedimen yang halus. Nilai koefisien refleksi yang
negatif menandakan bahwa impedansi di lapisan atas suatu sedimen lebih besar
dibandingkan lapisan di bawahnya, sedangkan nilai 0 menunjukkan bahwa energi
ditransmisikan seluruhnya yang dikarenakan impedansi yang homogen.
18

Titik pengambilan
sampel sedimen
Dasar Perairan

Gambar 16 Nilai koefisien refleksi sedimen seluruh trace. Koefisien refleksi pada
seluruh trace menunjukkan nilai yang cukup kuat di permukaan dasar
perairan dan menurun pada lapisan yang lebih dalam
Gambar 17 menunjukkan nilai koefisien refleksi pada trace ke 780 yang
merupakan lokasi pengambilan sampel sedimen. Nilai koefisien refleksi pada trace
ini memiliki nilai yang cukup besar, yaitu antara 0.1168 hingga 0.7938. Nilai
maksimum koefisien refleksi di daerah ini dapat disebabkan karena jenis sedimen
yang dikandung pada wilayah tersebut. Kandungan besi pada sedimen pasir
menyebabkan impedansi sedimen pun bertambah, sehingga nilai koefisien refleksi
pada wilayah tersebut pun akan semakin besar.
Nilai koefisien refleksi yang bernilai negatif sebelum gelombang suara
menyentuh dasar perairan dapat disebabkan oleh sedimen tersuspensi yang
melayang di atas permukaan dasar perairan (Dwinovantyo et al. 2017). Partikel
sedimen tersuspensi yang densitasnya jauh lebih kecil dibandingkan densitas dasar
perairan dapat menyebabkan nilai koefisien refleksi yang bernilai negatif sebelum
gelombang suara menyentuh permukaan dasar perairan.
19

Dasar Perairan

Gambar 17 Nilai koefisien refleksi dari single trace ke-780


Penelitian Rohman (2015) menunjukkan nilai koefisien refleksi dari sedimen
lanau berkisar antara 0.1079 hingga 0.2894. Sedimen lanau yang memiliki
impedansi yang lebih kecil memiliki nilai koefisien refleksi yang lebih kecil
dibandingkan nilai koefisien refleksi yang didapatkan dari penelitian ini yang
memiliki tipe sedimen pasir besi halus.
Gambar 18 menunjukkan nilai koefisien refleksi dari single trace pada daerah
yang memiliki tipe sedimen lebih halus dibandingkan pasir besi. Nilai koefisien
refleksi pada daerah tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan nilai
koefisien refleksi pada daerah yang bertipe sedimen pasir besi. Hal ini
menunjukkan, nilai koefisien refleksi sangat bergantung pada tipe sedimen
(Chotiros 1994).

Dasar Perairan

Efek multiple

Gambar 18 Nilai koefisien refleksi dari single trace di daerah yang memiliki nilai
koefisien refleksi lebih kecil dibandingkan trace ke-780
20

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil pemrosesan sinyal data SBP perairan Selat Lembeh menunjukkan


sedimen permukaan memiliki ketebalan 4 m dengan kedalaman perairan antara 17-
21 m. Filtering sinyal sangat membantu untuk menghilangkan noise yang
terkandung dalam sinyal raw data, sehingga hanya sinyal utama yang akan
dianalisis dan hasil klasifikasi yang didapatkan akan lebih akurat.
Hasil perhitungan koefisien refleksi permukaan dasar perairan menunjukkan
nilai yang berkisar antara 0.1168 hingga 0.7938 dengan tipe sedimen adalah pasir
besi halus. Nilai koefisien refleksi yang cukup besar dikarenakan kandungan besi
dalam sedimen pasir yang menyebabkan impedansi dari lapisan sedimen tersebut
bertambah.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode


pemrosesan sinyal yang lenih bervariasi, seperti Gabor Transform, Hilbert
Transform, Continuous Wavelet Transform, dan lain sebagainya, sehingga hasil
yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan penelitian ini, sehingga dapat
menambah database metode pemrosesan sinyal yang sudah pernah digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Applied Physics Laboratory, University of Washington. 1994. APL-UW High


Frequency Ocean Environmental Acoustic Models Handbook, Seattle, WA,
Tech. Rep. TR-9407.
Avesth P, Mukerji T dan Mavko G. 2005. Quantitative seismic interpretation.
Cambridge University Press, Cambridge, UK
Babic VM dan Kirpicnikova NY. 1982. The Boundary-Layer Method in Diffraction
Problems. Fundamentals of Ocean Acoustics, Prof. Brekhovskikh L dan Prof
Lysanov L. (Ed.). Springer.
Baker GS. 1999. Processing Near-Surface Seismic-Reflection Data: A Primer.
Tulsa, Oklahoma: Society of Exploration Geophysicists (USA).
Bartholomä A. 2006. Acoustic bottom detection and seabed classification in the
German Bight, southern North Sea. Geo-Mar Lett., 26:177.
Camin HJ dan Isakson MJ. 2006. A comparison of sediment reflection coefficient
measurements to elastic and poro-elastic models. J. Acoust. Soc. Am., 120, pp.
2437-2449.
Chakraborty B, Mahale V, Navelkar G, Rao BR, Prabhudesai RG, Ingole B,
Janakiraman G. 2007. Acoustic characterization of seafloor habitats on the
western continental shelf of India. – ICES J. Mar. Sci., 64(3): 551-558.
21

Chen Y, Jiao S, Ma J, Chen H, Zhou Y, Gan S. 2015. Ground-roll noise attenuation


using a simple and effective approach based on local bandlimited
orthogonalization. IEEE Geosci Remote S., 12(11), 2316-2320.
Chotiros NP. 1994. Reflection and reverberation in normal incidence echo-
sounding. J. Acoust. Soc. Am. 96(5).
Cutter GR dan Demer DA. 2013. Seabed classification using surface backscattering
strength versus acoustic frequency and incidence angle measured with vertical,
split-beam echosounders. ICES J. Mar. Sci., 71(4), 882-894.
Davis A, Hayne R, Bennell J, Juws D. 2002. Surficial seabed sediment properties
derived from seismic profiler responses. Mar. Geol., 182: 209-223.
Duschesne MJ, Bellefleur G, Galbraith M, Kolesar R, Kusmeski R. 2007. Strategies
for waveform processing in sparker data. Mar Geophys Res., V(27): 1-12.
Dwinovantyo A, Manik HM, Prartono T, dan Susilohadi. 2017. Quantification and
Analysis of Suspended Sediments Concentration Using Mobile and Static
Acoustic Doppler Current Profiler Instruments. Adv Acoust Vib, vol. 2017,
Article ID 4890421, 14 pages.
English Heritage. 2013. Marine geophysics data acquisition, processing, and
interpretation. Guidance Note. p: 1-48.
Greenlaw CF, Holliday DV, McGehee DE. 2004. High-Frequency scattering from
saturated sand sediments. J. Acoust. Soc. Am., 115 (6), p. 2818-2823.
Hagelund R dan Stewart AL. 2017. SEG-Y_r2.0: SEG_Y revision 2.0 Data
Exchange format. Tulsa, OK: Society of Exploration Geophysicists.
Illahude D, Raharjo P, Wahib A, Mirayosi, Yuningsih A, Syaril MA, Suprijo T, dan
Lubis S. 2017. Geologi Selat Lembeh yang unik dan mempesona.
(http://www.mgi.esdm.go.id/content/geologi-selat-lembeh-yang-unik-dan-
mempesona, diakses tanggal 15 Januari 2018).
Kim HJ, Chang JK, Jou HT, Park GT, Suk BC, Kim KY. 2002. Seabed
classification from acoustic profiling data using the similarity index. J. Acoust.
Soc. Am., 111: 794-799.
Lu Bo dan Li Gan-xian. 2000. Submarine sediment acoustic field measurement and
sampling systems. Ocean Technol., 19(3): 31-33.
Lurton X. 2002. An Introduction to Underwater Acoustics, Principles and
Application. Chicester: Springer Praxis (UK).
Mamede R, Rodrigues AM, Freitas R, Quintino V. 2015.Single beam acoustic
variablitiy associated with seabed habitats. J. Sea Res., 100 (2015): 152-159.
Manik HM. 2006. Seabed identification and characterization using sonar. Adv
Acoust Vib, vol. 2012, Article ID 532458, 5 pages.
McClellan JH, Schafer RW, Yoder MA. 2003. Signal Processing First. New Jersey:
Pearson Education (USA).
McQuilin R, Bacon M, dan Barclay W. 1984. An introduction to seismic
interpretation: reflection seismics in petroleum exporation, 2nd Ed. Graham &
Trotman Ltd., London.
Medwin H dan Clay CS. 1998. Fundamental of Acoustical Oceanography. San
Diego: Academic Press (USA).
Mousa WA dan Al-Shuhail AA. 2011. Processing of Seismic Reflection Data Using
MATLAB. Morgan & Claypool Publishers.
Nieuwenhuise BV, Perez M, Paradigm ML. 2012. A closer look at site-survey data.
Geophysical Society of Houston. Tech Article. P 11-14.
22

Orlowski A. 2007. Acoustic seabed classification applied to Baltic benthic habitat


studies: A new approach. OCEANOLOGIA, 49 (2), 2007. pp. 229–243.
Penrose JD, Siwabessy PJW, Gavrilov A, Parnum I, Hamilton LJ, Bickers A,
Brooke B, Ryan DA, Kennedy P. 2005. Acoustic techniques for seabed
classification. CRC for Coastal Zone Estuary and Waterway Management.
Technical report 32: 71-80.
Ramdhani H, Manik HM, Susilohadi S. 2013. Deteksi dan karakterisasi akustik
sedimen dasar laut dengan teknologi seismik dangkal di perairan Rambat,
Bangka Belitung. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, vol. 5, no. 2: 441-452.
Rohman S, Manik HM, Hestirianoto T, Mudita I. 2015. Analisis dan klasifikasi
sedimen permukaan dasar laut menggunakan sub-bottom profiler. J. Teknologi
Perikanan dan Kelautan. Vol. 6 No. 1, pp: 31-39.
Saleh M dan Rabah M. 2016. Seabed sub-bottom sediment classification using
parametric sub-bottom profiler. NRIAG J. Astron Geophys, 2016 (5): 87-95.
Schuster GT. 1998. Basics of exploration seismology and tomography. Geology
and Geophysiscs Department University of Utah.
Sheriff RE dan Geldart LP. 2004. Problems in Exploration Seismology and their
Solutions. Cambridge University Press.
Stevenson IR, McCann C, Runciman PB. 2002. An attenuation-based sediment
classification technique using Chirp sub-bottom profiler data and laboratory
acoustic analysis. Mar Geophys Res., Vol. 23, No. 4, pp: 277-298.
Stoker MS, Pheasant JB, Josenhans H. 1997. Seismic methods and interpretation.
In T.A. Davies, T. Bell, A.K. Cooper, H. Josenhans, L. Polyak, A. Solheim, M.S.
Stoker, J.A. Stravers (Eds.), Glaciated Continental Margins: An Atlas of
Acoustic Images. Chapman and Hall, London, 1997. 315 pp.
SyQwest Incorporated. 2006. StrataBoxTM Marine Geophysical Instrument. 222
Metro Center Blvd, Warwick, Rhode Island.
Mendoza U, Neto AA, Abuchacra RC, Barbosa CF, Figueiredo Jr AG, Gomes MC,
Belem AL, Capilla R, Albuquerque ALS. 2014. Geoacoustic character,
sedimentology and chronology of a cross-shelf Holocene sediment deposit off
Cabo Frio, Brazil (southwest Atlantic Ocean). Geo-Mar Lett., Vol. 34, No. 4,
pp: 297-314.
Walter DJ, Lambert DN, dan Young DC. 2002. Sediment facies determination
using acoustic techniques in a shallow-water carbonate environment, Dry
Tortugas, Florida. Mar. Geol., 182: 161-177.
Zhi H, Siwabessy J, Nichol S, Anderson T, Brooke B. 2013. Predictive mapping of
seabed cover types using angular response curves of multibeam backscatter data:
Testing different feature analysis approaches. Cont Shelf Res, 61-62 (2013): 12-
22.
Zheng H, Yan P, Chen J, Wang Y. 2012. Seabed sediment classification in the
northern South China Sea using inversion method. Appl Ocean Res, 39(2012):
131-136.
23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 26 Februari 1994, putra


pertama dari dua bersaudara, pasangan Robert Solikin dan
Marjam Tanizar. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB melalui jalur
SNMPTN tulis tahun 2011 dan lulus pada tahun 2015. Pada
tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Teknologi
Kelautan pada program Pascasarjana IPB melalui jalur beasiswa
Program Magister menuju Doktor Sarjana Unggul (PMDSU)
Batch II dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia.
Penulis pernah mengikuti kegiatan seminar internasional pada The Tenth
Annual Meeting of Asian Fisheries Acoustics Society (AFAS) di Hakodate, Jepang
pada tahun 2016 sebagai pemakalah seminar. Publikasi ilmiah yang pernah ditulis
oleh penulis berjudul Pemrosesan Sinyal Data Sub-bottom Profiler Substrat Dasar
Perairan Selat Lembeh pada Jurnal Rekayasa Elektrika (JRE) yang diterbitkan oleh
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala.

Anda mungkin juga menyukai