BAB I
PENDAHULUAN
KELOMPOK 4 1
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 2
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 3
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
BAB II
DASAR TEORI
KELOMPOK 4 4
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 5
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 6
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 7
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
ekuator dengan ketinggian rata-rata dari permukaan bumi sekitar 20200 km. Satelit GPS
bergerak dalam orbitnya dengan kecepatan kira-kira 3,87 km/s dan mempunyai periode
11 jam dan 58 menit (sekitar 12 jam). Dengan adanya 24 satelit yang mengangkasa
tersebut, 4 sampai 10 satelit GPS akan selalu dapat diamati pada setiap waktu
darimanapun di permukaan bumi.
2.3.2 Metode Penentuan Posisi dengan GPS
Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan ke
belakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa
satelit GPS yang koordiatnya telah diketahui.
S2(x2,y2,z2)
S1(x1,y1,z1) S3(x3,y3,z3)
d1 d2
d3
d4
Pesawat GPS S4(x4,y4,z4)
P(xp,yp,zp)
pppp1(
x1,
Gambar 4 Proses Pengambilan Data dengan Alat GPS Melalui Satelit
Titik P adalah titik dimana alat GPS diset, misal koordinat P (xp,yp,zp) yang akan
dicari harganya. S1, S2, S3 dan S4 adalah posisi sebagian satelit yang sedang mengorbit
di angkasa, dimana posisinya diketahui (dari sinyal yang dipancarkan ke alat GPS).
KELOMPOK 4 8
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
Jarak dari titik GPS ke masing-masing satelit adalah d1,d2,d3 dan d4, dimana jarak-
jarak tersebut akan diukur dan dihitung oleh alat GPS di titik P. Persamaan jarak dari
satelit ke alat GPS dapat ditulis sebagai berikut :
1). Jarak S1-P = {(x1-xp)2 + (y1-yp)2 + (z1-zp)2 }0.5 + Δt
2). Jarak S2-P = {(x2-xp)2 + (y2-yp)2 + (z2-zp)2 }0.5 + Δt
dst sampai satelit ke-n
n). Jarak Sn-P = {(xn-xp)2 + (yn-yp)2 + (zn-zp)2 }0.5 + Δt
dimana : Δt = error waktu
Posisi dari alat GPS xp,yp dan zp akan diperoleh dari penyelesaian dari n persamaan
diatas. Pada operasionalisasinya, prinsip penentuan posisi dasar dengan GPS
tergantung pada mekanisme pengaplikasiannya.
Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X, Y, Z ataupun α, λ,
h) yang dinyatakan dengan datum WGS-1984. dengan GPS, titik yang akan ditentukan
posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic positioning).
Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver GPS terhadap pusat
bumi dengan menggunakan metode penentuan posisi absolut, ataupun terhadap titik
lainnya yang telah diketahui koordinatnya (stasiun referensi) dengan menggunakan
metode deferensial (relatif) yang minimal menggunakan dua receiver GPS. GPS dapat
pula memberikan posisi secara instan (realtime) ataupun sesudah pengamatan setelah
data pengamatannya diproses secara lebih ekstensif (post processing) yang biasanya
dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik.
Survai GPS dapat didefinisikan sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah
titik terhadap beberapa buah titik yang telah diketahui koordinatnya dengan
menggunakan metode penentuan posisi diferensial serta data pengamatan fase dari
sinyal GPS. Pada survai GPS pengolahan data umumnya dilakukan setelah pengamatan
selesai (post processing), meskipun dengan berkembangnya sistem RTK (Real Time
Kinematic), survai GPS secara real time juga mulai dapat terealisasi.
2.3.3. Ketelitian Posisi GPS
Ketelitian posisi yang didapat dengan pengamatan GPS tergantung pada beberapa
faktor, menurut Well (1992) tingkat ketelitian GPS yang didapat secara umum
bergantung pada empat faktor yaitu :
KELOMPOK 4 9
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
2.4 Pemeruman
Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran
(model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Proses
penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasi)
disebut dengan survei batimetri. Model batimetri (kontur kedalaman) diperoleh dengan
menginterpolasikan titi-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model yang
KELOMPOK 4 10
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 11
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
Dari pengukuran kedalaman di titik-titik fiks perum pada lajur-lajur perum yang
telah didesain, akan didapatkan sebaran titik-titik fiks perum pada daerah survei yang
nilai-nilai pengukuran kedalamannya dapat dipakai untuk menggambarkan batimetri
yang diinginkan. Berdasarkan sebaran angka-angka kedalaman pada titik-titik fiks
perum itu, batimetri perairan yang disurvei dapat diperoleh dengan menarik garis-garis
kontur kedalaman. Penarikan garis kontur kedalaman dilakukan dengan membangun
grid dari sebaran data kedalaman. Dari grid yang dibangun, dapat ditarik garis-garis
yang menunjukkan angka-angka kedalaman yang sama.
2.4.2 Teknik Pengukuran Kedalaman
Pengukuran kedalaman merupakan bagian terpenting dari pemeruman yang
menurut prinsip dan karakter teknologi yang digunakan dapat dilakukan dengan metode
mekanik, optik, dan akustik. Berikut uraian metode mekanik, optik dan akustik :
1. Metode Mekanik disebut juga dengan metode pengukuran kedalaman secara
langsung. Metode ini efektif digunakan untuk perairan yang sangat dangkal atau
rawa. Instrumen yang digunakan adalah tongkat ukur atau rantai ukur yang dilakukan
dengan bantuan wahana apung. Bentuk tongkat ukur mirip dengan rambu ukur yang
dipakai untuk pengukuran sipat datar. Sedangkan rantai ukur, karena fleksibilitas
bentuknya, biasanya dipakai untuk pengukuran kedalaman yang rata-rata lebih dalam
dibanding dengan tongkat ukur. Pada ujung rantai ukur digantungkan pemberat untuk
menghindari sapuan arus perairan dan menjaga agar rantai senantiasa relatif tegak.
Pengukuran kedalaman dengan metode mekanik efektif digunakan untuk pemetaan
pada batas daerah survei yang relatif tidak luas dengan skala yang cukup besar.
2. Metode Optik memanfaatkan transmisi sinar laser dari pesawat terbang dan prinsip-
prinsip optik untuk mengukur kedalaman perairan. Dikenal dengan Laser Ariborne
Bathymetry (LAB).
Kanada : LIDAR (Light Detecting and Ranging)
AS : AOL (Airborne Oceanographic LIDAR) dam HALS (Hydrographi
Airborne Laser Sounder)
Australia : LADS (Laser Airborne Depth Sounder)
Prinsip kerja LADS adalah transmisi sinar laser dari pesawat terbang dengan
sudut tertentu terhadap sumbu vertikal ke permukaan air. Sebagian gelombang sinar
KELOMPOK 4 12
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
laser dipantulkan dan dibiaskan ke segala arah dan salah satu berkasnya akan
menembus ke dalam air. Berkas sinar laser yang menembus ke dalam air adalah 98%
dari energi awalnya dan akan dibiaskan dengan arah mendekati garis normal akibat
perubahan dari densitas medium yang lebih renggang ke densitas medium yang lebih
rapat. Berkas gelombang sinar laser akan meneruskan perjalanan perambatannya di
dalam air hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan ke segala arah dan salah
satu berkasnya dipantulkan kembali ke arah sudut datangnya. Berkas sinar yang
memantul ke arah sudut datangnya kemudian meneruskan perjalanan perambatannya
dan menembus batas air dan udara. Karena perubahan densitas medium yang lebih
rapat ke medium yang lebih renggang, berkas sinar akan dibiaskan menjauhi garis
normal dan merambat pada garis lintasan yang searah dengan saat pertama kali
ditransmisikan dan diterima kembali di pesawat terbang oleh unit penerima
gelombang. Teknologi LADS dioperasikan menggunakan pesawat terbang sekelas
Fokker-27 Seri 500 dengan kecepatan terbang sekitar 145 knot pada ketinggian
sekitar 500 m di atas permukaan laut menggunakan sistem penentuan posisi
kinematic differential GPS. Gelombang yang digunakan adalah sinar laser infra
merah dengan panjang gelombang 532 nm dan periode 5 ns dengan pembangkit daya
sebesar 1 MW. Sistem ini hanya untuk kedalaman 2 – 50 m dengan kondisi air jernih
dan terbuka, cakupan daerah survei yang luas dan untuk pemetaan skala kecil.
Teknik pengukuran kedalaman dengan metode optik efektif digunakan pada perairan
dangkal yang jernih dengan kedalaman sekitar 50 m.
3. Metode Akustik ini paling sering digunakan. Gelombang akustik dengan frekuensi 5
kHz atau 100 Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari
10% pada kedalaman 10 km, sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500
kHz akan kehilangan intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Alat yang
digunakan adalah echosounder (perum gema) yang pertama kali dikembangkan di
Jerman tahun 1920. Prinsip metode ini adalah pengukuran jarak dengan
memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari tranduser. Tranduser adalah
bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk
membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknya. Gelombang akustik merambat
KELOMPOK 4 13
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
pada medium air hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke
transduser.
d = ½ (vΔt)
dimana:
du = kedalaman hasil ukuran
v = kecepatan gelombang akustik pada medium air
Δt = selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali
Dalam praktikum ini digunakan metode akustik untuk pengukuran kedalaman.
Penggunaan gelombang akustik untuk pengukuran-pengukuran bawah air (termasuk:
pengukuran kedalaman, arus, dan sedimen) merupakan teknik yang paling populer
dalam hidrografi pada saat ini. Gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100
Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari 10% pada
kedalaman 10 km, Sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500 kHz akan
kehilangan intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Untuk pengukuran
kedalaman, digunakan echosounder atau perum gema yang pertama kali
dikembangkan di Jerman tahun 1920 (Lurton,2002). Untuk pemilihan echosounder,
faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah kedalaman maksimum daerah yang
disurvei dan sudut pancaran pulsa. Jenis Echosounder berdasarkan kemampuan
kedalaman yang dapat dicapai adalah Echosounder laut dangkal dan Echosounder
laut dalam.
Teknik echosounder yang dipakai untuk mengukur kedalaman laut, bisa dibuat alat
pengukur jarak dengan ultra sonic. Pengukur jarak ini memakai rangkaian yang sama
dengan Jam Digital dalam artikel yang lalu, ditambah dengan rangkaian pemancar dan
penerima Ultra Sonic.
KELOMPOK 4 14
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 15
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
berpusat di titik tengah kapal), dan roll (gerakan kapal ke arah sisi-sisinya (lambung
kapal) atau pada sumbu memanjang) dari sebuah kapal dapat diukur oleh sebuah alat
dengan nama Motion Reference Unit (MRU), yang juga digunakan untuk koreksi posisi
pengukuran kedalaman selam proses berlangsung.
Range frekuensi yang dipakai pada sistem ini menurut WHSC Sea-floor Mapping
Group mengoperasikan range frekuensi dari 3.5 kHz sampai 200 kHz. Single-beam
echosounders relatif mudah untuk digunakan, tetapi alat ini hanya menyediakan
informasi kedalaman sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal. Jadi, ada feature yang
tidak terekam antara lajur per lajur sebagai garis traking perekaman, yang mana ada
ruang sekitar 10 sampai 100 meter yang tidak terlihat oleh sistem ini.
2.4.3 Multi-Beam Echosounder
Multi-Beam Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air
dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah
berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan
setalah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (seabed), bebrapa
pancaran suara (beam) secara elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan
sinyal sehingga diketahui sudut beam. Dua arah waktu penjalaran antara pengiriman dan
penerimaan dihitung dengan algoritma pendeteksian terhadap dasar laut tersebut.
Dengan mengaplikasikan penjejakan sinar, sistem ini dapat menentukan kedalaman dan
jarak transveral terhadap pusat area liputan.
Multi-Beam Echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi
tinggi (0,1 m akurasi vertikal dan kurang dari 1 m akurasi horisontalnya).
KELOMPOK 4 16
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 17
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
m
r
i
s
BA
p
a BT
r
n i
t rBB
s
Z a i T
i sp
r a r
i pn i
s at s
na
p ti p
Ta a a a
n i n
r t t
i a ΔHab
a
s i D i
r
p i
a s
n
t p
a a
i Gambar 9 Prinsip Dasar Metode Tachimetri n
t
Sebelum menghitung jarak mendatar (D), terlebih dahulu dihitung jarak kiring
a (Dm).
i
Dm = 100 (BA-BB)cos m, atau
Dm = 100 (BA-BB)sin z
Setelah jarak miring (Dm) dihitung, maka jarak mendatar (D) dapat dihitung dengan
rumus:
D = Dm cos m atau
D = Dm sin z
Sedangakan untuk penentuan beda tinggi (ΔHAB) adalah sebagai berikut:
ΔHAB = Ta + TPA + D tan m – BT – TPB
dimana:
Ta = Tinggi alat
TPA = Tinggi patok di titik A
D = Jarak mendatar
m = Jarak miring
BT = Bacaan benang tengah pada rambu
TPB = Tinggi patok di titik B
Sehingga koordinat titik B dapat diperoleh dengan rumus:
XB = XA + Dsinα
KELOMPOK 4 18
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
YB = YA + Dcosα
HB = HA + ΔHAB
KELOMPOK 4 19
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
yang dilakukan secara baik, pada tempat yang tetap, berkesinambungan dan dalam
waktu lama.
8. Menentukan permukaan air laut rata-rata (MLR) dan ketinggian titk ikat pasut (tidal
datum plane) lainnya untuk keperluan survai dan rekayasa dengan melakukan satu
sistem pengikatan terhadap bidang referensi tersebut.
9. Memberikan data yang tepat untuk studi muara sungai tertentu.
Alat yang paling sederhana yang digunakan untuk melakukan pengamatan pasut
adalah palem atau rambu pasut. Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter
atau centimeter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Pole
(Palem) merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk
mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan
biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat. Syarat
pemasangan papan pasut adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang
oleh air.
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran
sungai (aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan
air bergerak secara tidak teratur.
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati
dan dipasang tegak lurus.
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan agar papan mudah dikaitkan.
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang
surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi.
7. Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil.
8. Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah.
Pengamatan pasut dilakukan untuk mendapatkan model tinggi muka air laut di
suatu titik dengan mengambil contoh data tinggi muka air laut pada selang waktu tertentu.
Pada dasarnya pengamatan pasut dilakukan dengan cara mengukur tinggi muka air laut
terhadap suatu acuan tertentu, yaitu stasiun pengamat pasut. Oleh karena itu harus
dilakukan pengikatan palem dengan stasiun pengamat pasut. Pengikatan pengamatan pasut
KELOMPOK 4 20
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
ditujukan untuk menentukan posisi horisontal titik pengamat pasut dan utamanya selisih
tinggi palem terhadap titik ikat (BM). Selisih tinggi palem terhadap BM nantinya akan
digunakan untuk mendefinisikan tinggi BM itu sendiri setelah bidang referensi kedalaman
ditentukan dari pengamatan pasut.
KELOMPOK 4 21
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda
yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih
besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari
matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi.
Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi,
menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena
rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan
kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik
gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil.
Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit
di atas 24 jam (Priyana,1994)
Fenomena pasut dijelaskan dengan ‘teori pasut setimbang’ yang dikemukakan oleh
Sir Isaac Newton pada abad ke-17, yaitu menganggap bahwa bumi berbentuk bola
sempurna dan dilingkupi air dengan distribusi massa yang seragam. Pembangkitan pasut
dijelaskan dengan ‘teori gravitasi universal’, yang menyatakan bahwa : pada sistem dua
benda dengan massa m1 dan m2 akan terjadi gaya tarik menarik sebesar F di antara
keduanya yang besarnya sebanding dengan perkalian massanya dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jaraknya :
................................... (1)
Gaya sentrifugal bumi dan gravitasi bulan dan matahari pada bumi adalah gaya-gaya
utama yang berpengaruh pada pasang surut air laut. Dengan adanya perputaran tersebut
maka pada setiap titik di bumi bekerja gaya sentrifugal (Fc) yang sama besar dan arahnya.
Arah gaya tersebut adalah berlawanan dengan posisi bulan. Selain itu karena pengaruh
gravitasi bulan, setiap titik di bumi mengalami gaya tarik (Fg) dengan arah menuju pusat
massa bulan, sedang besar gaya tergantung pada jarak antara titik yang ditinjau dan pusat
masa bulan. Seperti gambar di bawah ini.
KELOMPOK 4 22
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
Gambar 11 Gaya Grafitasi (a), Gaya Sentrifugal (b) dan Resultan Gaya Grafitasi
dan Sentrifugal (c)
KELOMPOK 4 23
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 24
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide). Dalam satu hari terjadi satu kali air
pasang dan satu kali air surut. Periode pasut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut
tipe ini terjadi di perairan Selat Karimata.
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi
diurnal). Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut akan tetapi
tinggi dan periodenya berbeda. Pasang surut ini terjadi di perairan Indonesia Timur.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal).
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-
kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan
tinggi dan periode yang sangat berbeda. Pasang surut jenis ini terdapat di Selat
Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
Secara kuantitaif, tipe pasut di suatu perairan dapat ditentukan oleh perbandingan
antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasut tunggal utama dengan
amplitudo unsur-unsur pasut ganda utama. Perbandingan ini dikenal sebagai bilangan
Formzahl yang mempunyai formula sebagai berikut:
O1 K 1
F ............................... (3)
M 2 S2
KELOMPOK 4 25
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
dimana:
O1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan
K1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan dan matahari
M2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan
S2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik
matahari
F = bilangan Formahzl. Nilai F berada antara:
< 0,25 : Pasut bertipe ganda (semi diurnal)
0,25 – 1,25 : Pasut bertipe campuran condong ke ganda
1,25 – 3,00 : Pasut bertipe campuran condong ke tunggal
>3,00 : Pasut bertipe tunggal (diurnal)
KELOMPOK 4 26
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
muka
BA = Bacaan benang
BA atas
BA
BT BT BT = Bacaan benang
BB tengah
BB BB = Bacaan benang
bawah
B HA = tinggi titik A
HB = tinggi titik B
hAB
HB hAB = beda tinggi
titik A dan titik B
A hAB = BTbelakang - BTmuka HA
HA HB = HA + hAB Datum (MSL)
Titik nol
Gambar 17 Pengukuran Beda Tinggi
1. Pengukuran dilakukan dengan cara pulang pergi atau dengan dengan double stand.
2. Semua Bench Mark yang dipakai harus dilalui jalur Sipat Datar.
KELOMPOK 4 27
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
KELOMPOK 4 28
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 29
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
3.3.2 Pemeruman
Pemeruman atau sounding dilakukan dengan echosounder dan GPS map sounder
dengan titik fix perum diamati setiap 1 menit. Jalur perum dibuat dari software map source
terdiri dari 15 jalur dengan panjang jalur 1 km dan lebar jalur terhadap garis pantai 1 km
dengan jarak antar jalur 50 m. Adapun tahapan pelaksanaanya adalah :
1. Pasang alat-alat yang akan digunakan di perahu (echosounder dan GPS map sounder
serta perlengkapannya).
- Siapkan kabel penghubung antara depth recorder dengan accu dan transduser .
- Pasang transduser pada pipa penyangga dan kencangkan transduser pada pipa
penyangga dengan baut.
- Pasang dudukan pipa penyangga di lambung kapal dengan kokoh agar tegak dan
tidak goyah oleh arus dan gelombang laut.
- Pasang antena GPS map sounder di atas tiang penyangga transduser.
KELOMPOK 4 30
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
- Tempatkan depth recorder pada tempat yang aman di perahu, pastikan POWER
dalam keadaan OFF.
- Hubungkan kabel transduser dengan recorder di TRANSDUSER dengan accu.
- Atur alat dept recorder :
– Tekan tombol POWER dan ENTER untuk menghidupkan alat.
– Tekan tombol DATE untuk mengatur waktu ( tanggal dan jam ).
– Tekan tombol RANGE 1x untuk mengatur tingkat kedalaman dan atur pada
posisi 0 – 40m
– Tekan tombol RANGE 2x untuk mengatur fase dan atur pada posisi 5m
– Tekan tombol OFFSET untuk mengatur kedalaman tranduser dan atur
tranduser pada kedalaman 40cm
– Tekan tombol GAIN untuk mengatur tingkat kecerahan grafik pada kertas fax
(echogram) dan diatur pada skala 50
- Buka tutup bagian depan dan putar stylus belt satu putaran penuh sehingga stylus
terlihat melintasi echogram dengan baik. Setelah semua lancar tutup kembali
penutup depan dan kunci.
- Nyalakan recorder dengan menempatkan ON pada saklar POWER
2. Siapkan posisi perahu pada jalur perum yang telah direncanakan.
3. Lakukan pemeruman dengan aba-aba dari salah satu orang di perahu.
4. Pada setiap titik fix perum, akan diberikan aba-aba ”fix”, dan operator akan menekan
tombol marker pada echosounder serta mencatat nomor titik pada kertas fax
(echogram).
5. Pada GPS map sounder, ketika aba-aba ”fix” maka operator akan menekan tombol
ENTER hingga muncul posisi perahu dalam lintang dan bujur.
6. Lakukan prosedur yang sama pada semua titik fix perum hingga jalur terakhir.
KELOMPOK 4 31
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
1. Letakkan rambu pasang surut/palem pada lokasi dimana pada saat surut, palem
masih terkena air dan saat pasang palem tidak tenggelam (masih terlihat). Palem
diikat dengan menggunakan tali tampar dan klem agar kokoh dan berada dalam
keadaan stabil.
2. Selama pengamatan berlangsung palem harus diamati. Catat waktu dan kedudukan
muka air laut pada palem dengan interval 15 menit. Catat pada formulir pengukuran
pasang surut.
3. Ikatkan palem dengan titik A. Dalam hal ini antara palem dan titik A dibagi menjadi
2 slag, dengan titik bantu 1 (Tb1).
- Dirikan sipat datar di antara palem dan Tb1. Lakukan sentering.
- Letakkan rambu di titik Tb1, kemudian baca bacaan rambu dan palem (benang
atas, benang bawah, dan benang tengah).
- Dirikan sipat datar di antara titik Tb1 dan titik A. Lakukan sentering.
- Letakkan rambu di titik Tb1 dan titik A, kemudian baca kedua bacaan rambu
(benang atas, benang bawah, dan benang tengah).
KELOMPOK 4 32
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 33
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
KELOMPOK 4 34
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
- Jarak mendatar tiap epok i dari kedua titik fix darat. Dengan menggunakan
rumus Sinus yaitu Dac/Sin γ = Dab/sin β = Dcb/Sin α
- Sudut jurusan tiap epok i dari kedua titik fix darat.
φab = φac – α dan φcb = (φac+180) + β
- Koordinat di titik fix laut.
Xb = Xa + Dab Sin φab
Yb = Ya + Dab cos φab
- Kontrol hitungan.
Xb = Xc + Dcb Sin φcb
Yb = Yc + Dcb Cos φcb
Proses selanjutnya yaitu pengeplotan titik di software Autocad untuk mengetahui
posisi sebenarnya.
KELOMPOK 4 35
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI
Secara garis besar pelaksanaan survai hidrografi ini dapat digambarkan dalam
flowchart sebagai berikut:
Survey lokasi
pengukuran
Pengolahan data
Penggambaran
Laporan akhir
KELOMPOK 4 36