Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrografi merupakan suatu cabang ilmu yang berkepentingan dengan pengukuran
dan deskripsi sifat serta bentuk dasar perairan dan dinamika badan air (Kelompok Keahlian
Hidrografi, 2004). Adapun yang dimaksud dengan dasar perairan meliputi topografi dasar
laut, jenis material dasar laut dan morfologi dasar laut, sedangkan yang dimaksud dengan
dinamika badan air meliputi pasut dan arus. Hidrografi menurut International
Hydrographic Organization (IHO) adalah ilmu tentang pengukuran dan penggambaran
parameter-parameter yang diperlukan untuk menjelaskan sifat-sifat dan konfigurasi dasar
laut secara tepat, hubungan geografisnya dengan daratan, serta karakteristik-karakteristik
dan dinamika-dinamika lautan. Data mengenai fenomena dasar perairan dan dinamika
badan air tersebut diperoleh melalui pengukuran yang kegiatannya disebut sebagai survei
hidrografi.
Pengetahuan tentang waktu, kedalaman dan arus pasang surut sangat penting dalam
aplikasi praktis yang begitu luas seperti dalam navigasi, dalam pekerjaan ocean
engineering (pelabuhan, bangunan penahan gelombang, dok, jembatan laut, pemasangan
pipa bawah laut, dan lain-lain) dalam penentuan datum bagi hidrografi dan untuk batas
wilayah (laut) suatu negara, dalam keperluan militer serta lainnya, seperti penangkapan
ikan, olahraga bahari sampai pada pemakaian data pasut peluncuran satelit.
Laporan ini berisi tentang proses pembuatan peta bathymetri sekitar Pantai Wisata
Segoro Indah Delegan (WISID) di Kabupaten Gresik. Laporan ini merupakan tugas
praktikum mata kuliah Survei Hidrografi untuk semester genap tahun ajaran 2011 yang
dilaksanakan dengan maksud sebagai pengenalan pelaksanaan pekerjaan Survei hidrografi.
Dalam praktikum ini dipraktekkan bagaimana memperoleh data (koordinat) dari titik-titik
fix dilaut, pengamatan pasang surut air laut serta pemeruman denganGPS Map Sounder.

KELOMPOK 4 1
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

1.2 Rumusan Masalah


Berkaitan dengan pengaplikasian perkuliahan Survei Hidrografi di lapangan,
dilanjutkan pengolahan data dan pelaporan akhir, maka beberapa pertanyaan yang menjadi
permasalahan pada penyusunan laporan ini adalah :
1. Bagaimana proses pengolahan data pemetaan detil situasi pantai Wisata Segoro
Indah Delegan (WISID) di Kabupaten Gresik?
2. Bagaimana proses pengolahan data pengamatan pasang surut terhadap MSL?
3. Bagaimana proses pengolahan data koordinat fix point dengan GPS Map Sounder?
4. Bagaimana proses pengolahan data sounding kedalaman laut terhadap MSL?
5. Bagaimana hasil tampilan peta batimetri dari hasil pengolahan data praktikum
survei hidrografi di Pantai Wisata Segoro Indah Delegan (WISID) di Kabupaten
Gresik?

1.3 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari praktikum ini :
1. Mahasiswa dapat melakukan sounding dan mengetahui proses pengolahannya.
2. Mahasiswa dapat menghitung posisi suatu titik fix di laut.
3. Mahasiswa dapat menghitung pengamatan pasut.
4. Mahasiswa dapat merencanakan dan melaksanakan manajemen pekerjaan
dibidang survei dengan baik dan sesuai rencana.
5. Mahasiswa dapat membuat tampilan peta batimetri dari hasil pengolahan data
praktikum survei hidrografi.

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah yang terdapat pada laporan ini, antara lain :
1. Definisi Hidrografi
2. Penentuan posisi fix point di Pantai Wisata Segoro Indah Delegan (WISID)
Kabupaten Gresik dengan menggunakan GPS Map Sounder.
3. Pengukuran kedalaman di Pantai Wisata Segoro Indah Delegan (WISID)
Kabupaten Gresik (pemeruman) dengan menggunakan GPS Map sounder.

KELOMPOK 4 2
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

4. Pengukuran detil situasi di Pantai Wisata Segoro Indah Delegan (WISID)


Kabupaten Gresik
5. Pengamatan pasut di Pantai Wisata Segoro Indah Delegan (WISID) Kabupaten
Gresik
6. Penyajian tampilan peta batimetri Pantai Wisata Segoro Indah Delegan (WISID)
Kabupaten Gresik dari hasil pengolahan data praktikum survei hidrografi dengan
data hari pertama kelompok 4 (penggambaran kelompok) dan digabungkan
dengan kelompok lainnya untuk pelaporan akhir (penggambaran peta batimetri
keseluruhan).

1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


1. Tanggal : 18 Juni 2011 (Data Hari Pertama)
Waktu : pukul 08.00 - 15.30 WIB
Tempat : Pantai Wisata Segoro Indah Delegan (WISID) Kabupaten Gresik
Kelompok : 1-4 (untuk pasut tetap dilanjutkan dari pagi hari pertama hingga
siang hari kedua (data malam dan dini hari tetap diambil))
2. Tanggal : 19 Juni 2011 (Data Hari Kedua)
Waktu : pukul 08.00 – 14.00 WIB
Tempat : Pantai Wisata Segoro Indah Delegan (WISID) Kabupaten Gresik
Kelompok : 5-8

KELOMPOK 4 3
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Definisi Hidrografi


Kata hidrografi merupakan serapan dari bahasa Inggris ‘hydrography’. Secara
etimologis, ‘hydrography’ berasal dari kata sifat dalam bahasa Prancis abad pertengahan
‘hydrographique’ yaitu kata yang berhubungan dengan sifat dan pengukuran badan air,
misalnya kedalaman dan arus (Merriam-Webster Online, 2004). Sedangkan Batimetri
berasal dari bahasa Yunani : βαθσς, berarti "kedalaman", dan μετρον, berarti "ukuran".
Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga
dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief
lantai atau dataran dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontur
kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa
informasi navigasi permukaan yang merupakan hasil akhir yang diharapkan dalam
penyusunan laporan Survei Hidrografi ini.
Hingga sekitar akhir 1980-an, kegiatan hidrografi utamanya didominasi oleh survei
dan pemetaan laut untuk pembuatan peta navigasi laut (nautical chart) dan survei untuk
eksplorasi minyak dan gas bumi (Ingham, 1975). Peta navigasi laut memuat informasi
penting yang diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran, seperti kedalaman
perairan, rambu-rambu navigasi, garis pantai, alur pelayaran, bahaya-bahaya pelayaran dan
sebagainya. Selain itu, kegiatan hidrografi juga didominasi oleh penentuan posisi dan
kedalaman di laut lepas yang mendukung eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
Definisi akademik untuk terminologi hidrografi, dikemukakan pertama kali oleh
International Hydrographic Organization (IHO) pada Special Publication Number 32 (SP-
32) tahun 1970 dan Group of Experts on Hydrographic Surveying and Nautical Charting
dalam laporannya pada Second United Nations Regional Cartographic Conference for the
Americas di Mexico City tahun 1979. IHO mengemukakan bahwa hidrografi adalah ‘that
branch of applied science which deals with measurement and description of physical
features of the navigable portion of earth’s surface and adjoining coastal areas, with
special reference to their use for the purpose of navigation’. Group of Experts on

KELOMPOK 4 4
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

Hydrographic Surveying and Nautical Charting mengemukakan bahwa hidrografi adalah


‘the science of measuring, describing, and depicting nature and configuration of the
seabed, geographical relationship to landmass, and characteristics and dynamics of the
sea’. Perkembangan hidrografi juga mengakibatkan perubahan definisi hidrografi yang
oleh IHO didefinisikan sebagai ‘that branch of applied sciences which deals with the
measurement and description of the features of the seas and coastal areas for the primary
purpose of navigation and all other marine purposes and activitie including -inter alia-
offshore activities, research, protection of the environment and prediction services’
(Gorziglia, 2004).
Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Pengukuran
kedalaman dasar laut dapat dilakukan dengan Conventional Depth Echo Sounder dimana
kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan
penerimaan pulsa suara. Dengan pertimbangan sistim Side-Scan Sonar pada saat ini,
pengukuran kedalaman dasar laut (bathymetry) dapat dilaksanakan bersama-sama dengan
pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping) dan pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen
dibawah dasar laut (subbottom profilers). Pada pengaplikasian Hidrografi untuk membuat
peta batimetri diperlukan survei lokasi pantai terlebih dahulu, sehingga didapatkan data
pengamatan pasang surut, posisi kapal (x,y) dan data kedalaman laut (z) serta pemetaan
detil di sekitar pantai. Survei adalah kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi
hidrografi. Adapun aktivitas utama survei hidrografi meliputi :
• Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7)
• Pengukuran kedalaman (pemeruman) (2)
• Pengukuran arus (3)
• Pengukuran (pengambilan contoh dan analisis) sedimen (4)
• Pengamatan pasut (5)
• Pengukuran detil situasi dan garis pantai (untuk pemetaan pesisir) (6)
Data yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas tersebut di atas dapat disajikan sebagai
informasi dalam bentuk peta dan non-peta serta disusun dalam bentuk basis data kelautan.

KELOMPOK 4 5
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

Gambar 1 Konfigurasi Survey Hidrografi

2.2 Penentuan Posisi Titik Fix Perum


Penentuan posisi titik fix perum dilakukan dengan bantuan dua unit GPS geodetik.
Metode penentuan posisi yang digunakan adalah penentuan posisi diferensial secara
kinematik. Satu unit GPS dipasang pada sebuah benchmark sebagai acuan, kemudian satu
unit lainnya dipasang pada kapal.Untuk penentuan posisi titik fix perum dapat
menggunakan kombinasi LOP (Line Of Position, LOP adalah keberadaan) titik-titik dari
suatu pengamat yang miliki satu besaran pengamatan tetap (dari titik referensi yang telah
ditentukan posisinya) yang dapat berupa; arah, jarak, sudut atau beda jarak). Prinsip dasar
yang digunakan pada kombinasi LOP garis-garis sama dengan interseksi atau pengikatan
kemuka pada ilmu ukur tanah. Metode ikatan kemuka yang diterapkan dalam penentuan
posisi ini mengacu pada titik di darat yang telah diketahui koordinatnya.

Gambar 2 Differential Positioning Secara Kinematik

KELOMPOK 4 6
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

2.3 Penentuan Posisi dengan GPS


GPS (Global Positioning System), atau nama formalnya NAVSTAR GPS
(Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System) adalah sistem satelit
navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini
didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi serta informasi mengenai
waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa tergantung waktu dan cuaca, kepada banyak
orang secara simultan. Pada saat ini, sistem GPS sudah banyak digunakan orang di seluruh
dunia. Di Indonesia pun GPS sudah banyak diaplikasikan, terutama terkait dengan
aplikasi-aplikasi yang menuntut informasi tentang posisi.
Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS adalah pengukuran jarak ke beberapa
satelit (yang koordinatnya telah diketahui) sekaligus, yang tidak lain merupakan kombinasi
dari beberapa permukaan posisi bola konsentrik dalam ruang.
Dibandingkan dengan sistem dan metode penentuan posisi lainnya, GPS memiliki
banyak kelebihan dan menawarkan lebih banyak keuntungan, baik dalam segi operasional
maupun kualitas posisi yang diberikan.
2.3.1 Karakteristik Sistem GPS
GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. GPS
terdiri dari tiga segmen utama, yaitu:
1. Segmen angkasa (space segment) yang terdiri dari satelit-satelit GPS
2. Segmen sistem kontrol (control system segment) yang terdiri dari stasiun-stasiun
pemonitor dan pengontrol satelit
3. Segmen pemakai (user segment) yaitu terdiri dari pemakai GPS termasuk alat-alat
penerima dan pengolah signal dan data GPS
Satelit GPS dapat dianalogikan sebagai stasiun radio di angkasa, yang dilengkapi
dengan antena-antena untuk mengirim dan menerima sinyal-sinyal gelombang. Sinyal-
sinyal ini selanjutnya diterima oleh receiver GPS di atau dekat permukaan bumi dan
digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan maupun waktu. Selain itu, satelit GPS
dilengkapi dengan peralatan untuk mengontrol tingkah laku satelit serta senso-sensor
untuk mendeteksi peledakan nuklir dan lokasinya.
Satelit GPS terdiri dari 24 satelit yang menempati enam bidang orbit yang
bentuknya mendekati lingkaran. Orbit satelit GPS berinklinasi 55° terhadap bidang

KELOMPOK 4 7
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

ekuator dengan ketinggian rata-rata dari permukaan bumi sekitar 20200 km. Satelit GPS
bergerak dalam orbitnya dengan kecepatan kira-kira 3,87 km/s dan mempunyai periode
11 jam dan 58 menit (sekitar 12 jam). Dengan adanya 24 satelit yang mengangkasa
tersebut, 4 sampai 10 satelit GPS akan selalu dapat diamati pada setiap waktu
darimanapun di permukaan bumi.
2.3.2 Metode Penentuan Posisi dengan GPS
Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan ke
belakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa
satelit GPS yang koordiatnya telah diketahui.

Gambar 3 Penentuan posisi dengan GPS

S2(x2,y2,z2)

S1(x1,y1,z1) S3(x3,y3,z3)

d1 d2
d3
d4
Pesawat GPS S4(x4,y4,z4)
P(xp,yp,zp)
pppp1(
x1,
Gambar 4 Proses Pengambilan Data dengan Alat GPS Melalui Satelit

Titik P adalah titik dimana alat GPS diset, misal koordinat P (xp,yp,zp) yang akan
dicari harganya. S1, S2, S3 dan S4 adalah posisi sebagian satelit yang sedang mengorbit
di angkasa, dimana posisinya diketahui (dari sinyal yang dipancarkan ke alat GPS).

KELOMPOK 4 8
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

Jarak dari titik GPS ke masing-masing satelit adalah d1,d2,d3 dan d4, dimana jarak-
jarak tersebut akan diukur dan dihitung oleh alat GPS di titik P. Persamaan jarak dari
satelit ke alat GPS dapat ditulis sebagai berikut :
1). Jarak S1-P = {(x1-xp)2 + (y1-yp)2 + (z1-zp)2 }0.5 + Δt
2). Jarak S2-P = {(x2-xp)2 + (y2-yp)2 + (z2-zp)2 }0.5 + Δt
dst sampai satelit ke-n
n). Jarak Sn-P = {(xn-xp)2 + (yn-yp)2 + (zn-zp)2 }0.5 + Δt
dimana : Δt = error waktu
Posisi dari alat GPS xp,yp dan zp akan diperoleh dari penyelesaian dari n persamaan
diatas. Pada operasionalisasinya, prinsip penentuan posisi dasar dengan GPS
tergantung pada mekanisme pengaplikasiannya.
Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X, Y, Z ataupun α, λ,
h) yang dinyatakan dengan datum WGS-1984. dengan GPS, titik yang akan ditentukan
posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic positioning).
Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver GPS terhadap pusat
bumi dengan menggunakan metode penentuan posisi absolut, ataupun terhadap titik
lainnya yang telah diketahui koordinatnya (stasiun referensi) dengan menggunakan
metode deferensial (relatif) yang minimal menggunakan dua receiver GPS. GPS dapat
pula memberikan posisi secara instan (realtime) ataupun sesudah pengamatan setelah
data pengamatannya diproses secara lebih ekstensif (post processing) yang biasanya
dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik.
Survai GPS dapat didefinisikan sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah
titik terhadap beberapa buah titik yang telah diketahui koordinatnya dengan
menggunakan metode penentuan posisi diferensial serta data pengamatan fase dari
sinyal GPS. Pada survai GPS pengolahan data umumnya dilakukan setelah pengamatan
selesai (post processing), meskipun dengan berkembangnya sistem RTK (Real Time
Kinematic), survai GPS secara real time juga mulai dapat terealisasi.
2.3.3. Ketelitian Posisi GPS
Ketelitian posisi yang didapat dengan pengamatan GPS tergantung pada beberapa
faktor, menurut Well (1992) tingkat ketelitian GPS yang didapat secara umum
bergantung pada empat faktor yaitu :

KELOMPOK 4 9
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

1. Metode penentuan yang digunakan; metode penentuan yang digunakan meliputi


metode absolute dan diferensial, metode static, rapid static, pseudo-kinematik,
stop-and-go, kinematik dan kombinasinya;
2. Geometri dan distribusi satelit-satelit yang teramati; geometri satelit meliputi
jumlah satelit yang teramati, lokasi dan distribusi satelit serta lama pengamatan;
3. Ketelitian data yang digunakan; ketelitian terdiri dari tipe data yang digunakan
dan perolehan data dari kualitas penerima GPS serta pengaruh dari tingkat
kesalahan bias;
4. Strategi dan pengolahan data yang diterapkan; strategi pengolahan atau
pemrosesan data meliputi data real-time atau post processing, strategi eliminasi
dan pengkoreksian kesalahan dan bias, metode eliminasi yang digunakan.
Perencanaan metode penentuan posisi menyangkut lokasi dan batas-batas daerah
survei yang akan menentukan jenis peralatan yang harus digunakan, baik dari segi
kemampuan maupun ketelitian.

Tabel 1 Peralatan dan Metode Penentuan posisi

2.4 Pemeruman
Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran
(model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Proses
penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasi)
disebut dengan survei batimetri. Model batimetri (kontur kedalaman) diperoleh dengan
menginterpolasikan titi-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model yang

KELOMPOK 4 10
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

hendak dibuat. Titik-titik pengukuran kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran


kedalaman yang disebut sebagai lajur perum (sounding line). Jarak antar titik-titik fiks
perum pada suatu lajur pemeruman setidak-tidaknya sama dengan atau lebih rapat dari
interval lajur perum.
Pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk mewakili
keseluruhan daerah yang akan dipetakan. Pada titik-titik tersebut juga dilakukan
pengukuran untuk penentuan posisi. Titik-titik tempat dilakukannya pengukuran untuk
penentuan posisi dan kedalaman disebut sebagai titik fiks perum. Pada setiap titik fiks
perum harus juga dilakukan pencatatan waktu (saat) pengukuran untuk reduksi hasil
pengukuran karena pasut.

Gambar 5 Tahapan Pembuatan Peta Bathimetri


2.4.1 Desain Lajur Perum
Pemeruman dilakukan dengan membuat profil (potongan) pengukuran kedalaman.
Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkaran konsentrik, atau
lainnya sesuai metode yang digunakan untuk penentuan posisi titik-titik fiks perumnya.
Lajur-lajur perum didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan pendeteksian
perubahan kedalaman yang lebih ekstrem. Untuk itu, desain lajur-lajur perum harus
memperhatikan kecenderungan bentuk dan topografi pantai sekitar perairan yang akan
disurvei. Agar mampu mendeteksi perubahan kedalaman yang lebih ekstrem lajur
perum dipilih dengan arah yang tegak lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai.

KELOMPOK 4 11
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

Dari pengukuran kedalaman di titik-titik fiks perum pada lajur-lajur perum yang
telah didesain, akan didapatkan sebaran titik-titik fiks perum pada daerah survei yang
nilai-nilai pengukuran kedalamannya dapat dipakai untuk menggambarkan batimetri
yang diinginkan. Berdasarkan sebaran angka-angka kedalaman pada titik-titik fiks
perum itu, batimetri perairan yang disurvei dapat diperoleh dengan menarik garis-garis
kontur kedalaman. Penarikan garis kontur kedalaman dilakukan dengan membangun
grid dari sebaran data kedalaman. Dari grid yang dibangun, dapat ditarik garis-garis
yang menunjukkan angka-angka kedalaman yang sama.
2.4.2 Teknik Pengukuran Kedalaman
Pengukuran kedalaman merupakan bagian terpenting dari pemeruman yang
menurut prinsip dan karakter teknologi yang digunakan dapat dilakukan dengan metode
mekanik, optik, dan akustik. Berikut uraian metode mekanik, optik dan akustik :
1. Metode Mekanik disebut juga dengan metode pengukuran kedalaman secara
langsung. Metode ini efektif digunakan untuk perairan yang sangat dangkal atau
rawa. Instrumen yang digunakan adalah tongkat ukur atau rantai ukur yang dilakukan
dengan bantuan wahana apung. Bentuk tongkat ukur mirip dengan rambu ukur yang
dipakai untuk pengukuran sipat datar. Sedangkan rantai ukur, karena fleksibilitas
bentuknya, biasanya dipakai untuk pengukuran kedalaman yang rata-rata lebih dalam
dibanding dengan tongkat ukur. Pada ujung rantai ukur digantungkan pemberat untuk
menghindari sapuan arus perairan dan menjaga agar rantai senantiasa relatif tegak.
Pengukuran kedalaman dengan metode mekanik efektif digunakan untuk pemetaan
pada batas daerah survei yang relatif tidak luas dengan skala yang cukup besar.
2. Metode Optik memanfaatkan transmisi sinar laser dari pesawat terbang dan prinsip-
prinsip optik untuk mengukur kedalaman perairan. Dikenal dengan Laser Ariborne
Bathymetry (LAB).
Kanada : LIDAR (Light Detecting and Ranging)
AS : AOL (Airborne Oceanographic LIDAR) dam HALS (Hydrographi
Airborne Laser Sounder)
Australia : LADS (Laser Airborne Depth Sounder)
Prinsip kerja LADS adalah transmisi sinar laser dari pesawat terbang dengan
sudut tertentu terhadap sumbu vertikal ke permukaan air. Sebagian gelombang sinar

KELOMPOK 4 12
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

laser dipantulkan dan dibiaskan ke segala arah dan salah satu berkasnya akan
menembus ke dalam air. Berkas sinar laser yang menembus ke dalam air adalah 98%
dari energi awalnya dan akan dibiaskan dengan arah mendekati garis normal akibat
perubahan dari densitas medium yang lebih renggang ke densitas medium yang lebih
rapat. Berkas gelombang sinar laser akan meneruskan perjalanan perambatannya di
dalam air hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan ke segala arah dan salah
satu berkasnya dipantulkan kembali ke arah sudut datangnya. Berkas sinar yang
memantul ke arah sudut datangnya kemudian meneruskan perjalanan perambatannya
dan menembus batas air dan udara. Karena perubahan densitas medium yang lebih
rapat ke medium yang lebih renggang, berkas sinar akan dibiaskan menjauhi garis
normal dan merambat pada garis lintasan yang searah dengan saat pertama kali
ditransmisikan dan diterima kembali di pesawat terbang oleh unit penerima
gelombang. Teknologi LADS dioperasikan menggunakan pesawat terbang sekelas
Fokker-27 Seri 500 dengan kecepatan terbang sekitar 145 knot pada ketinggian
sekitar 500 m di atas permukaan laut menggunakan sistem penentuan posisi
kinematic differential GPS. Gelombang yang digunakan adalah sinar laser infra
merah dengan panjang gelombang 532 nm dan periode 5 ns dengan pembangkit daya
sebesar 1 MW. Sistem ini hanya untuk kedalaman 2 – 50 m dengan kondisi air jernih
dan terbuka, cakupan daerah survei yang luas dan untuk pemetaan skala kecil.
Teknik pengukuran kedalaman dengan metode optik efektif digunakan pada perairan
dangkal yang jernih dengan kedalaman sekitar 50 m.
3. Metode Akustik ini paling sering digunakan. Gelombang akustik dengan frekuensi 5
kHz atau 100 Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari
10% pada kedalaman 10 km, sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500
kHz akan kehilangan intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Alat yang
digunakan adalah echosounder (perum gema) yang pertama kali dikembangkan di
Jerman tahun 1920. Prinsip metode ini adalah pengukuran jarak dengan
memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari tranduser. Tranduser adalah
bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk
membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknya. Gelombang akustik merambat

KELOMPOK 4 13
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

pada medium air hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke
transduser.
d = ½ (vΔt)
dimana:
du = kedalaman hasil ukuran
v = kecepatan gelombang akustik pada medium air
Δt = selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali
Dalam praktikum ini digunakan metode akustik untuk pengukuran kedalaman.
Penggunaan gelombang akustik untuk pengukuran-pengukuran bawah air (termasuk:
pengukuran kedalaman, arus, dan sedimen) merupakan teknik yang paling populer
dalam hidrografi pada saat ini. Gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100
Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari 10% pada
kedalaman 10 km, Sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500 kHz akan
kehilangan intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Untuk pengukuran
kedalaman, digunakan echosounder atau perum gema yang pertama kali
dikembangkan di Jerman tahun 1920 (Lurton,2002). Untuk pemilihan echosounder,
faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah kedalaman maksimum daerah yang
disurvei dan sudut pancaran pulsa. Jenis Echosounder berdasarkan kemampuan
kedalaman yang dapat dicapai adalah Echosounder laut dangkal dan Echosounder
laut dalam.
Teknik echosounder yang dipakai untuk mengukur kedalaman laut, bisa dibuat alat
pengukur jarak dengan ultra sonic. Pengukur jarak ini memakai rangkaian yang sama
dengan Jam Digital dalam artikel yang lalu, ditambah dengan rangkaian pemancar dan
penerima Ultra Sonic.

Gambar 6 Echo Sounder Dual Frekuensi

KELOMPOK 4 14
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

 Prinsip kerja echosounder untuk pengukuran jarak menggunakan pulsa ultrasonic


dengan frekwensi lebih kurang 41 KHz sebanyak 12 periode yang dikirimkan dari
pemancar. Ketika pulsa mengenai benda penghalang, pulsa ini dipantulkan, dan
diterima kembali oleh penerima ultrasonic. Dengan mengukur selang waktu antara saat
pulsa dikirim dan pulsa pantul diterima, jarak antara alat pengukur dan benda
penghalang bisa dihitung.

Gambar 7 Prinsip EchoSounder


2.4.3 Single-Beam Echosounder
Single-beam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan
pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima sinyal gelombang suara. Sistem
batimetri dengan menggunakan single beam secara umum mempunyai susunan :
transciever (tranducer/reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan
pada kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal
penyelidikan. Transciever yang terpasang pada lambung kapal mengirimkan pulsa
akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) secara
langsung menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut
dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah
transmitter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang
dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan.
Transmitter ini menerima secara berulang-ulang dlam kecepatan yang tinggi,
sampai pada orde kecepatan milisekon. Perekaman kedalaman air secara
berkesinambungan dari bawah kapal menghasilkan ukuran kedalamn beresolusi tinggi
sepanjang lajur yang disurvei. Informasi tambahan seperti heave (gerakan naik-turunnya
kapal yang disebabkan oleh gaya pengaruh air laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan

KELOMPOK 4 15
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

berpusat di titik tengah kapal), dan roll (gerakan kapal ke arah sisi-sisinya (lambung
kapal) atau pada sumbu memanjang) dari sebuah kapal dapat diukur oleh sebuah alat
dengan nama Motion Reference Unit (MRU), yang juga digunakan untuk koreksi posisi
pengukuran kedalaman selam proses berlangsung.
Range frekuensi yang dipakai pada sistem ini menurut WHSC Sea-floor Mapping
Group mengoperasikan range frekuensi dari 3.5 kHz sampai 200 kHz. Single-beam
echosounders relatif mudah untuk digunakan, tetapi alat ini hanya menyediakan
informasi kedalaman sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal. Jadi, ada feature yang
tidak terekam antara lajur per lajur sebagai garis traking perekaman, yang mana ada
ruang sekitar 10 sampai 100 meter yang tidak terlihat oleh sistem ini.
2.4.3 Multi-Beam Echosounder
Multi-Beam Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air
dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah
berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan
setalah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (seabed), bebrapa
pancaran suara (beam) secara elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan
sinyal sehingga diketahui sudut beam. Dua arah waktu penjalaran antara pengiriman dan
penerimaan dihitung dengan algoritma pendeteksian terhadap dasar laut tersebut.
Dengan mengaplikasikan penjejakan sinar, sistem ini dapat menentukan kedalaman dan
jarak transveral terhadap pusat area liputan.
Multi-Beam Echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi
tinggi (0,1 m akurasi vertikal dan kurang dari 1 m akurasi horisontalnya).

Gambar 8 Jenis echosounder berdasarkan beam

KELOMPOK 4 16
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

2.5 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai


Pengukuran detil situasi dimaksudkan untuk mengumpulkan data detil pada
permukaan bumi (unsur alam maupun buatan manusia) yang diperlukan bagi pelaksanaan
pemetaan situasi yang bertujuan memberikan gambaran situasi secara lengkap pada suatu
daerah di sepanjang pantai dengan skala tertentu untuk berbagai keperluan. Sedangkan
pengukuran garis pantai dimaksudkan untuk memperoleh garis pemisah antara daratan
(permukaan bumi yang tidak tergenang) dan lautan (permukaan bumi yang tergenang).
Pada dasarnya, pengukuran detil situasi dan garis pantai juga merupakan kegiatan
penentuan posisi titik-titik detil sepanjang topografi pantai dan titik-titik yang terletak pada
garis pantai. Selain dengan menggunakan GPS, pengukuran garis pantai dapat pula
dilakukan menggunakan cara offset atau polar, data hasil pengukuran lapangan dengan
metoda tachymetri.
Untuk keperluan ini, diperlukan sedikitnya sepasang titik kontrol (kerangka dasar)
sebagai referensi posisi. Kerapatan titik detil pantai tergantung dari skala peta yang akan
dibuat, serta bentuk geometris garis pantai. Semakin besar skala peta, semakin rapat titik
detil pantai yang harus diukur. Demikian juga, kerumitan bentuk garis pantai akan
memperbanyak titik detil yang harus diukur. Ketelitian detil situasi dan garis pantai yang
disyaratkan umumnya adalah 1 mm pada skala peta.

Tabel 2 Standar ketelitian detil situasi dan garis pantai


Survei Orde Survei Survei
Spesial Orde 1 Orde 2 dan 3
Alat bantu navigasi tetap dan detil 2m 2m 5m
penting bagi navigasi
Garis pantai alami 10 m 20 m 20 m
Posisi alat bantu navigasi apung 10 m 10 m 20 m
Detil topografi 10 m 20 m 20 m

KELOMPOK 4 17
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

m
r
i
s
BA
p
a BT
r
n i
t rBB
s
Z a i T
i sp
r a r
i pn i
s at s
na
p ti p
Ta a a a
n i n
r t t
i a ΔHab
a
s i D i
r
p i
a s
n
t p
a a
i Gambar 9 Prinsip Dasar Metode Tachimetri n
t
Sebelum menghitung jarak mendatar (D), terlebih dahulu dihitung jarak kiring
a (Dm).
i
Dm = 100 (BA-BB)cos m, atau
Dm = 100 (BA-BB)sin z
Setelah jarak miring (Dm) dihitung, maka jarak mendatar (D) dapat dihitung dengan
rumus:
D = Dm cos m atau
D = Dm sin z
Sedangakan untuk penentuan beda tinggi (ΔHAB) adalah sebagai berikut:
ΔHAB = Ta + TPA + D tan m – BT – TPB
dimana:
Ta = Tinggi alat
TPA = Tinggi patok di titik A
D = Jarak mendatar
m = Jarak miring
BT = Bacaan benang tengah pada rambu
TPB = Tinggi patok di titik B
Sehingga koordinat titik B dapat diperoleh dengan rumus:
XB = XA + Dsinα

KELOMPOK 4 18
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

YB = YA + Dcosα
HB = HA + ΔHAB

2.6 Pengamatan Pasut


Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya
muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari
dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut
laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara
berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-
benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya
dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Pasut laut (ocean tide) adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara
periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan
matahari. ‘Pasut laut’ dalam laporan ini selanjutnya dinyatakan dengan ‘pasut’ yang
merupakan gerak naik dan turun muka laut dengan periode rata-rata sekitar 12.4 jam atau
24.8 jam. Pasang surut dan perubahan elevasi air laut yang ditimbulkan dapat dihitung dan
diprediksikan, sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti :
1. Navigasi yang aman pada alur pelayaran yang sempit dan strategis, contoh Selat
Malaka dimana sekitar 75 ribu kapal berlalu lalang setiap tahunnya
2. Tata pelabuhan serta metode pengoperasiannya secara efisien
3. Pengembangan daerah tambak untuk budidaya berbagai komoditas perikanan
4. Memperkirakan arus pasang surut yang erat kaitannya dengan pencemaran laut
terutama minyak (oil spills)
5. Penelitian tentang frekuensi dari variasi abnormal dari paras laut yang berhubungan
erat dengan pertahanan pantai (break water, groin, dll) maupun pembuangan
limbah industri
6. Menyediakan informasi penunjang untuk mengetahui fenomena gelombang pasang
yang disebabkan oleh badai maupun gempa yang mengakibatkan tsunami.
7. Mempelajari perubahan iklim secara global seperti El Nino. Isu internasional
tentang pemanasan global berakibat pada mencairnya es dikutub yang menambah
tinggi permukaan laut, sangat mungkin dapat dipantau dengan pengamatan pasut

KELOMPOK 4 19
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

yang dilakukan secara baik, pada tempat yang tetap, berkesinambungan dan dalam
waktu lama.
8. Menentukan permukaan air laut rata-rata (MLR) dan ketinggian titk ikat pasut (tidal
datum plane) lainnya untuk keperluan survai dan rekayasa dengan melakukan satu
sistem pengikatan terhadap bidang referensi tersebut.
9. Memberikan data yang tepat untuk studi muara sungai tertentu.
Alat yang paling sederhana yang digunakan untuk melakukan pengamatan pasut
adalah palem atau rambu pasut. Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter
atau centimeter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Pole
(Palem) merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk
mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan
biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat. Syarat
pemasangan papan pasut adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang
oleh air.
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran
sungai (aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan
air bergerak secara tidak teratur.
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati
dan dipasang tegak lurus.
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan agar papan mudah dikaitkan.
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang
surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi.
7. Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil.
8. Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah.
Pengamatan pasut dilakukan untuk mendapatkan model tinggi muka air laut di
suatu titik dengan mengambil contoh data tinggi muka air laut pada selang waktu tertentu.
Pada dasarnya pengamatan pasut dilakukan dengan cara mengukur tinggi muka air laut
terhadap suatu acuan tertentu, yaitu stasiun pengamat pasut. Oleh karena itu harus
dilakukan pengikatan palem dengan stasiun pengamat pasut. Pengikatan pengamatan pasut

KELOMPOK 4 20
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

ditujukan untuk menentukan posisi horisontal titik pengamat pasut dan utamanya selisih
tinggi palem terhadap titik ikat (BM). Selisih tinggi palem terhadap BM nantinya akan
digunakan untuk mendefinisikan tinggi BM itu sendiri setelah bidang referensi kedalaman
ditentukan dari pengamatan pasut.

Gambar 10 Rambu Pasang Surut

2.6.1 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut


Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori
kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari,
revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman
dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga
terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti,
topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi
memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil
dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari
dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak
matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan
menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan
pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang
orbital bulan dan matahari (Priyana,1994) Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya

KELOMPOK 4 21
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda
yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih
besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari
matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi.
Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi,
menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena
rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan
kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik
gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil.
Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit
di atas 24 jam (Priyana,1994)
Fenomena pasut dijelaskan dengan ‘teori pasut setimbang’ yang dikemukakan oleh
Sir Isaac Newton pada abad ke-17, yaitu menganggap bahwa bumi berbentuk bola
sempurna dan dilingkupi air dengan distribusi massa yang seragam. Pembangkitan pasut
dijelaskan dengan ‘teori gravitasi universal’, yang menyatakan bahwa : pada sistem dua
benda dengan massa m1 dan m2 akan terjadi gaya tarik menarik sebesar F di antara
keduanya yang besarnya sebanding dengan perkalian massanya dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jaraknya :

................................... (1)
Gaya sentrifugal bumi dan gravitasi bulan dan matahari pada bumi adalah gaya-gaya
utama yang berpengaruh pada pasang surut air laut. Dengan adanya perputaran tersebut
maka pada setiap titik di bumi bekerja gaya sentrifugal (Fc) yang sama besar dan arahnya.
Arah gaya tersebut adalah berlawanan dengan posisi bulan. Selain itu karena pengaruh
gravitasi bulan, setiap titik di bumi mengalami gaya tarik (Fg) dengan arah menuju pusat
massa bulan, sedang besar gaya tergantung pada jarak antara titik yang ditinjau dan pusat
masa bulan. Seperti gambar di bawah ini.

KELOMPOK 4 22
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

Gambar 11 Gaya Grafitasi (a), Gaya Sentrifugal (b) dan Resultan Gaya Grafitasi
dan Sentrifugal (c)

2.6.2 Model Matematika Pasut dan Konstanta Harmonik


Pasut dimodelkan dengan persamaan :
YB = AB cos ( ) ............................... (2)
dengan YB = tinggi muka air saat t, AB = amplitudo pasut, = kecepatan sudut = 2 ,t=
waktu dan = keterlambatan fase. Pasut yang terjadi di suatu titik di permukaan bumi
merupakan bumi merupakan resultan dari jarak dan kedudukan bulan dan matahari
terhadap bumi yang selalu berubah secara periodik. Fenomena ini dinyatakan dengan
superposisi dari persamaan-persamaan gelombang pasut karena bulan, matahari dan
kedudukan-kedudukan relatifnya.
Perbandingan amplitude dan fase akibat atraksi benda-benda langit tertentu pada pola
pasut dinyatakan dengan konstanta-konstanta pembanding dengan simbol dan nilai tertentu
untuk menjelaskan akibat atraksi gravitasi bulan atau matahari dengan kedudukan tertentu
terhadap tinggi muka air. Konstanta-konstanta tersebut disebut sebagai komponen
harmonik.

KELOMPOK 4 23
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

Tabel 3 Komponen Harmonik Pasang Surut


No Spesies Komponen Nama Komponen Simbol Periode
1 Tengah Harian Principal lunar M2 12,4
2 Tengah Harian Principal solar S2 12,0
3 Tengah Harian Larger lunar elliptic N2 12,7
4 Tengah Harian Luni solar semi diurnal K2 11,97
5 Harian Luni solar diurnal K1 23,9
6 Harian Principal lunar diurnal O1 25,8
7 Harian Principal solar diurnal P1 24,1
8 Harian Larger lunar elliptic Q1 26,9
9 Periode Panjang Lunar fornightly Mf 328
10 Periode Panjang Lunar monthly Mm 661
11 Periode Panjang Solar Semi Annual Ssa 2191
12 Perairan Dangkal M4 6,21
13 Perairan Dangkal MS4 6,20

2.6.3 Tipe Pasut


Tipe atau bentuk pasang surut yang terjadi di setiap daerah berbeda-beda, hal ini
disebabkan dari letak geografisnya, pada umumnya pasang surut di berbagai daerah dapat
dibedakan dalam empat tipe, yaitu :
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide). Dalam satu hari terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi
secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24
menit. Pasang surut jenis ini terjadi di Selat Malaka sampai Laut Andaman.

Gambar 12 Kurva Pasang Surut Semi Diurnal

KELOMPOK 4 24
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide). Dalam satu hari terjadi satu kali air
pasang dan satu kali air surut. Periode pasut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut
tipe ini terjadi di perairan Selat Karimata.

Gambar 13 Kurva Pasang Surut Diurnal

3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi
diurnal). Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut akan tetapi
tinggi dan periodenya berbeda. Pasang surut ini terjadi di perairan Indonesia Timur.

Gambar 14 Kurva Pasang Surut Campuran Ganda

4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal).
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-
kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan
tinggi dan periode yang sangat berbeda. Pasang surut jenis ini terdapat di Selat
Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.

Gambar 15 Kurva Pasang Surut Campuran Tunggal

Secara kuantitaif, tipe pasut di suatu perairan dapat ditentukan oleh perbandingan
antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasut tunggal utama dengan
amplitudo unsur-unsur pasut ganda utama. Perbandingan ini dikenal sebagai bilangan
Formzahl yang mempunyai formula sebagai berikut:
O1  K 1
F ............................... (3)
M 2  S2

KELOMPOK 4 25
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

dimana:
O1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan
K1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan dan matahari
M2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan
S2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik
matahari
F = bilangan Formahzl. Nilai F berada antara:
< 0,25 : Pasut bertipe ganda (semi diurnal)
0,25 – 1,25 : Pasut bertipe campuran condong ke ganda
1,25 – 3,00 : Pasut bertipe campuran condong ke tunggal
>3,00 : Pasut bertipe tunggal (diurnal)

2.7 Reduksi kedalaman laut


Hasil pengukuran pemeruman berupa kertas grafik kedalaman dasar laut ( koordinat
Z ) , hasil ini harus dikoreksi dengan hasil pengamatan pasang surut selama pengukuran,
serta tinggi acuan yang di gunakan (lihat Gambar 16)

Gambar 16 Reduksi Elevasi Hasil Pemeruman

Elevasi titik fix dapat ditulis : Elevasi titik fix = h - r + p – d. Dimana :


h = Elevasi titik BM terhadap referensi tinggi yang dipakai (m)
p = bacaan pasut (m)

KELOMPOK 4 26
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

r = beda tinggi antara BM dengan nol pasut hasil pengukuran waterpas


d = kedalaman air laut saat penentuan posisi titik fix.

2.8 Pengukuran Beda Tinggi (Levelling)


Kerangka kontrol vertikal (KKV) merupakan kumpulan titik-titik yang telah
diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya terhadap sebuah datum ketinggian. Datum
ketinggian ini dapat berupa ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea level-MSL) atau
ditentukan lokal. Tinggi adalah perbedaan jarak tegak dari suatu bidang referensi yang
telah ditentukan terhadap suatu titik sepanjang garis vertikalnya. Untuk mendapatkan tingi
suatu titik perlu dilakukan pengukuran beda tinggi antara suatu titik terhadap titik yang
telah diketahui tingginya dengan alat sipat datar. Pengukuran KKV bertujuan untuk
menentukan tinggi titik-titik yang dicari (koordinat vertikal) terhadap bidang referensi.
belakang

muka
BA = Bacaan benang
BA atas
BA
BT BT BT = Bacaan benang
BB tengah
BB BB = Bacaan benang
bawah
B HA = tinggi titik A
HB = tinggi titik B
hAB
HB hAB = beda tinggi
titik A dan titik B
A hAB = BTbelakang - BTmuka HA
HA HB = HA + hAB Datum (MSL)
Titik nol
Gambar 17 Pengukuran Beda Tinggi

1. Pengukuran dilakukan dengan cara pulang pergi atau dengan dengan double stand.
2. Semua Bench Mark yang dipakai harus dilalui jalur Sipat Datar.

3. Batas toleransi untuk kesalahan penutup maksimum 8mm D km.


(Waterpass Orde 2)

KELOMPOK 4 27
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan pada saat praktikum survai hidrografi ini antara lain :
1. Perahu motor 1 buah
2. echosounder 1 set
(depth recorder KYOWA SHOKO)
3. dudukan pipa penyangga transduser 1 buah
4. kabel penghubung antara perekam dan accu 1 set
5. receiver GARMIN GPSmap 168 Sounder 1 set
6. antena receiver GPS 1 buah
7. kabel dari receiver ke antena 1 buah
8. barcheck 1 buah
9. accu besar 2 buah
10. accu kecil 1 buah
11. statif 3 buah
12. HT (Handy Talky) 3 buah
13. payung 3 buah
14. GPS navigasi (GPS Map 76) 1 buah
15. palem 4 meter 1 buah
16. sipat datar/ waterpass Nikon AE7C 1 unit
17. rambu ukur 2 buah
18. pelampung 10 buah
19. alat pencatatat waktu
20. kalkulator
21. alat tulis
22. formulir pengukuran
23. tali tampar 4 buah
24. patok kayu 2 buah

KELOMPOK 4 28
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

25. roll meter 30m 1 buah


- Software : Microsoft Windows (Mord, Excel), Autocad Land Desktop, Surfer.

3.2 Metode Pelaksanaan Survei


Dalam pelaksanaan survei hidrografi ini dilakukan beberapa pekerjaan antara
lain penentuan posisi (dengan GPS Geodetic Topcon Hiperpro), pengukuran
kedalaman (pemeruman atau sounding), pengamatan pasang surut dan pengukuran
topografi (pemetaan dan beda tinggi). Semua pekerjaan pada praktikum ini dilakukan
oleh 4 kelompok secara bergantian, yaitu :
Hari 1 : Pemetaan dan pengukuran beda tinggi : kelompok 3 dan 4, 1 dan 2
Pemeruman : kelompok 1,2,3 dan 4
Pengamatan pasut : kelompok 2,1,5,6
(selang waktu 3 jam tiap kelompok)
Hari 2 : Pemetaan dan pengukuran beda tinggi : kelompok 8 dan 7
Pemeruman : kelompok 5,6,7 dan 8
Pengamatan pasut : kelompok 7,8,4,3,2,1
(selang waktu 2 jam tiap kelompok)
Survai ini dibagi dalam 2 sesi, sehingga masing-masing kelompok mendapat
giliran melakukan 2 pekerjaan utama dalam 2 hari yang berbeda. Tetapi karena ada
kesalahan teknis dalam penggunaan alat sounding pada pukul 12.30 maka harus
dilakukan cek alat sehingga berubah semua kegiatan survei hidrografi dalam tiap
kelompok.

3.3 Tahapan Praktikum


1. Pemetaan detil situasi sekitar pantai menggunakan Total Station
2. Pengamatan pasang surut air laut dengan menggunakan tide pole (palem)
3. Penentuan koordinat fix pint dengan metode differential positioning
4. Pemeruman dasar laut atau pengukuran kedalaman laut menggunakan alat GPS Map
Sounder
5. Pembuatan peta batimetri

KELOMPOK 4 29
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

3.3.1 Penentuan Posisi


Penentuan posisi dilakukan dari 5 buah titik ikat yang ditandai dengan paku payung.
Posisi 1 titik ikat (koordinat) titik tersebut didapatkan dengan menggunakan GPS geodetik.
Tahapan pelaksanaanya adalah :
1. Dirikan di titik BM02. Lakukan sentering.
2. Posisi titik BM02 diukur dengan menggunakan GPS geodetik untuk mendapatkan
koordinat titik – titik ikat lainnya.
3. Apabila alat di titik BM02 sebagai acuan kemudian bidik titik-titik detil yang
mewakili garis pantai.
4. Lakukan pengukuran detil situasi garis pantai dengan metode tachimetry dari titik –
titik ikat lainnya.
- Letakkan prisma di pojok-pojok garis pantai, terutama di tikungan serta titik-titik
yang ekstrim.
- Bidik prisma, record datanya dalam Total Station.
- Ukur tinggi alat.
- Buat sketsanya untuk mempermudah pengolahan data

3.3.2 Pemeruman
Pemeruman atau sounding dilakukan dengan echosounder dan GPS map sounder
dengan titik fix perum diamati setiap 1 menit. Jalur perum dibuat dari software map source
terdiri dari 15 jalur dengan panjang jalur 1 km dan lebar jalur terhadap garis pantai 1 km
dengan jarak antar jalur 50 m. Adapun tahapan pelaksanaanya adalah :
1. Pasang alat-alat yang akan digunakan di perahu (echosounder dan GPS map sounder
serta perlengkapannya).
- Siapkan kabel penghubung antara depth recorder dengan accu dan transduser .
- Pasang transduser pada pipa penyangga dan kencangkan transduser pada pipa
penyangga dengan baut.
- Pasang dudukan pipa penyangga di lambung kapal dengan kokoh agar tegak dan
tidak goyah oleh arus dan gelombang laut.
- Pasang antena GPS map sounder di atas tiang penyangga transduser.

KELOMPOK 4 30
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

- Tempatkan depth recorder pada tempat yang aman di perahu, pastikan POWER
dalam keadaan OFF.
- Hubungkan kabel transduser dengan recorder di TRANSDUSER dengan accu.
- Atur alat dept recorder :
– Tekan tombol POWER dan ENTER untuk menghidupkan alat.
– Tekan tombol DATE untuk mengatur waktu ( tanggal dan jam ).
– Tekan tombol RANGE 1x untuk mengatur tingkat kedalaman dan atur pada
posisi 0 – 40m
– Tekan tombol RANGE 2x untuk mengatur fase dan atur pada posisi 5m
– Tekan tombol OFFSET untuk mengatur kedalaman tranduser dan atur
tranduser pada kedalaman 40cm
– Tekan tombol GAIN untuk mengatur tingkat kecerahan grafik pada kertas fax
(echogram) dan diatur pada skala 50
- Buka tutup bagian depan dan putar stylus belt satu putaran penuh sehingga stylus
terlihat melintasi echogram dengan baik. Setelah semua lancar tutup kembali
penutup depan dan kunci.
- Nyalakan recorder dengan menempatkan ON pada saklar POWER
2. Siapkan posisi perahu pada jalur perum yang telah direncanakan.
3. Lakukan pemeruman dengan aba-aba dari salah satu orang di perahu.
4. Pada setiap titik fix perum, akan diberikan aba-aba ”fix”, dan operator akan menekan
tombol marker pada echosounder serta mencatat nomor titik pada kertas fax
(echogram).
5. Pada GPS map sounder, ketika aba-aba ”fix” maka operator akan menekan tombol
ENTER hingga muncul posisi perahu dalam lintang dan bujur.
6. Lakukan prosedur yang sama pada semua titik fix perum hingga jalur terakhir.

3.3.3 Pengamatan Pasang Surut


Pengamatan pasang surut pada survai hidrografi ini menggunakan rambu pasang
surut/palem. Pasut diamati dengan interval waktu 15 menit.
Tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

KELOMPOK 4 31
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

1. Letakkan rambu pasang surut/palem pada lokasi dimana pada saat surut, palem
masih terkena air dan saat pasang palem tidak tenggelam (masih terlihat). Palem
diikat dengan menggunakan tali tampar dan klem agar kokoh dan berada dalam
keadaan stabil.
2. Selama pengamatan berlangsung palem harus diamati. Catat waktu dan kedudukan
muka air laut pada palem dengan interval 15 menit. Catat pada formulir pengukuran
pasang surut.
3. Ikatkan palem dengan titik A. Dalam hal ini antara palem dan titik A dibagi menjadi
2 slag, dengan titik bantu 1 (Tb1).
- Dirikan sipat datar di antara palem dan Tb1. Lakukan sentering.
- Letakkan rambu di titik Tb1, kemudian baca bacaan rambu dan palem (benang
atas, benang bawah, dan benang tengah).
- Dirikan sipat datar di antara titik Tb1 dan titik A. Lakukan sentering.
- Letakkan rambu di titik Tb1 dan titik A, kemudian baca kedua bacaan rambu
(benang atas, benang bawah, dan benang tengah).

3.4 Metode Perhitungan


Hasil output dari praktikum hidrografi ini adalah peta bathimetry. Dari data hasil
pengukuran diolah sehingga menghasilkan posisi X, Y, dan Z dari titik fix kedalaman, dan
juga posisi detil daratan serta garis pantai.
1. Metode Perhitungan detil daratan dan garis pantai. Metode perhitungan detil daratan
menggunakan metode tachimetry. Data yang diambil adalah:
a. Tinggi alat.
b. Data sudut horizontal poligon.
c. Data sudut horizontal detil.
d. Data sudut vertikal detil.
e. Data jarak vertikal
f. Keterangan dan sket gambar detil.
Dari data-data diatas dihitung:
- besar sudut horizontal dengan rumus
φ = Bacaan sudut horizontal detil – Bacaan sudut horizontal backsight

KELOMPOK 4 32
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

- besar sudut vertikal dengan rumus


σ = 90 – Bacaan sudut vertikal
- jarak miring dan jarak mendatar dengan rumus
Dm = 100(BA-BB)cos m atau Dm = 100(BA-BB)sin z
D = Dm cos m atau Dm sin z
- perhitungan beda tinggi dengan rumus
ΔHAB = Talat + Tpatok-alat + D.tan m – BT – Tpatok-objek
- koordinat titik detil dapat dihitung dengan rumus
Xd = Xa + D sin α
Yd = Ya + D cos α
Hd = Ha + Δhab
2. Metode Pengamatan Pasut
Data yang diperlukan dalam perhitungan pasut:
a. Waktu pengambilan data.
b. Bacaan rambu pasut.
c. Tinggi alat.
d. Bacaan rambu (BA,BB,BT).
Dari data di atas dapat dihitung
- Tinggi muka air laut rata-rata dengan menjumlahkan semua data dan dibagi
jumlah data.
- Beda tinggi dari rambu pasut ke BM dengan rumus
Δh = (BT rambu pasut – BT rambu) + (BT rambu – BT rambu BM)
3. Metode Perhitungan Kedalaman Titik Fix dengan Tranduser.
Data yang diperlukan dalam perhitungan kedalaman titik fix:
a. Pengamatan pasut.
b. Data sounding tranduser.
c. Tinggi BM terhadap MSL.
d. Beda tinggi dari rambu pasut ke BM.
Dari data di atas dapat dihitung
- Interpolasi linier antara waktu dan ketinggian pasut.
Dtitik fix 1 = D1 + ((Wtitik fix – W1/W2-W1) x D2 – D1

KELOMPOK 4 33
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

- Kedalaman titik dari rambu pasut


Drm 1 = data sounding tranduser + Dtitik fix 1
- Kedalaman titik dari BM
Dbm 1 = Drm + Δh
- Kedalaman titik dari MSL
Dmsl = Dbm + MSL
4. Metode Perhitungan penentuan posisi Titik Fix dengan Map Sounder. Metode
perhitungan kedalaman titik fix dengan menggunakan alat map sounder, data – datanya
telah terekam secara digital sehingga pengguna tidak perlu untuk menghitung data
kedalaman dan posisi titik fix. Data yang ada di map sounder berupa:
a. Data kedalaman.
b. Data posisi.
c. Data track kapal (perahu).
d. Data waktu pengambilan.
e. Nomor titik fix.
f. Jalur pengukuran pada GPS Map Sonder.
5. Metode Perhitungan Posisi Titik Fix dengan total station. Data yang diperlukan untuk
menghitung posisi kapal adalah:
a. Koordinat titik fix darat (titik berdirinya alat)
b. Bacaan sudut horizontal backsight.
c. Bacaan sudut horizontal perahu.
d. Waktu pengambilan sudut horizontal perahu.
Sedangkan dari data tersebut bisa dihitung
- Jarak antara titik fix darat dan sudut jurusannya.
Dac = [(Xc-Xa)2+(Yc-Ya)2] 1/2
φac = arc tan [(Xc-Xa)/(Yc-Ya)]
φca = arc tan [(Xa-Xc)/(Ya-Yc)]
- Sudut mendatar tiap epok i dari kedua titik fix darat.
α = Bacaan sudut horizontal perahu – bacaan sudut horizontal backsight
β = Bacaan sudut horizontal backsight – bacaan sudut horizontal perahu
γ = 180 – (α+ β)

KELOMPOK 4 34
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

- Jarak mendatar tiap epok i dari kedua titik fix darat. Dengan menggunakan
rumus Sinus yaitu Dac/Sin γ = Dab/sin β = Dcb/Sin α
- Sudut jurusan tiap epok i dari kedua titik fix darat.
φab = φac – α dan φcb = (φac+180) + β
- Koordinat di titik fix laut.
Xb = Xa + Dab Sin φab
Yb = Ya + Dab cos φab
- Kontrol hitungan.
Xb = Xc + Dcb Sin φcb
Yb = Yc + Dcb Cos φcb
Proses selanjutnya yaitu pengeplotan titik di software Autocad untuk mengetahui
posisi sebenarnya.

3.5 Problematika Survai


Selama survai hidrografi berlangsung terdapat beberapa kendala. Adapun kendala-
kendala tersebut antara lain :
1. Echosounder mengalami gangguan/kerusakan sehingga tidak dapat digunakan sejak
hari pertama survei dilaksanakan.
2. Tidak adanya rapat persiapan dengan instruktur (dosen dan tenaga pendamping)
mengenai teknis pelaksanaan survei, sehingga survei pada hari pertama terjadi
keterlambatan pelaksanaan.
3. Tidak adanya pembagian waktu yang jelas, sehingga kelompok yang melakukan
pemeruman pertama kali terlalu lama sehingga kelompok lain (kelompok 3 dan 4)
pada hari pertama digabung pelaksanaan pmerumannya karena air mulai surut.

3.6 Solusi Problematika Survai


Dari semua kendala survai diatas, solusi yang dapat diberikan antara lain:
1. Alat-alat yang digunakan sebelum praktikum perlu dicek terlebih dahulu.
2. Perlu adanya rapat persiapan dengan instruktur (dosen dan tenaga pendamping)
mengenai teknis pelaksanaan survei.
3. Perlu adanya koordinasi antar kelompok.

KELOMPOK 4 35
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

Secara garis besar pelaksanaan survai hidrografi ini dapat digambarkan dalam
flowchart sebagai berikut:

Survey lokasi
pengukuran

Pemasangan titik tetap Pemasangan palem Pengaturan awal echosounder dan


mapsounder; penentuan fix point
BM 01 dan BM 02 dengan GPS Geodetik

Pengukuran titik detil Pengamatan pasut Pemeruman


dari titik-titik ikat dengan palem

Penentuan posisi perahu


dengan pengikatan kemuka

Pengolahan data

Penggambaran

Laporan akhir

Gambar 3.6 Diagram Alir pekerjaan

KELOMPOK 4 36

Anda mungkin juga menyukai