Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS

PSORIASIS PUSTULOSA GENERALISATA

Disusun Oleh:

Yuvina

FK Ukrida /112017067

Moderator :

dr. Brahm U Pendit, Sp.KK

Dipresentasikan tanggal:

14 Januari 2019

KEPANITERAAN DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

PERIODE 7 Januari 2019 – 9 Februari 2019


LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Psoriasis Pustulosa Generalisata

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian

DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

JAKARTA

Telah dipresentasikan tanggal 14 Januari 2019

Disusun oleh:

Yuvina

112017067

Jakarta, 14 Januari 2019

Moderator

dr. Brahm U Pendit, Sp.KK


BAB I

STATUS PASIEN

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 43 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Sudah menikah

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Griya Pandawa Asri No.95 Kebon Duren RT 003/002 Kalimulya

Agama : Islam

Suku bangsa : Indonesia

Tanggal pemeriksaan : 9 Januari 2019

1.2. ANAMNESA

Autoanamnesa, pada tanggal : 9 Januari 2019

Keluhan Utama :

Timbul bercak merah dengan bintil-bintil berisi cairan putih

Keluhan Tambahan :

Nyeri pada sendi sejak keluhan timbul yang sudah membaik.

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien datang dengan keluhan timbul bercak merah dengan bintil-bintil berisi cairan
putih disertai sisik berwarna putih, tidak gatal pada hampir seluruh tubuh kecuali daerah
telapak tangan dan kaki, wajah dan kelamin. Keluhan dirasakan sejak 4 hari sebelum datang
ke Poli Klinik Kulit RS Gatot Soebroto. Awalnya timbul bercak merah disertai demam dan
nyeri pada sendi-sendi, dilanjutkan dengan timbul bentol kecil bersisik yang tidak disertai
dengan rasa gatal pada area garis kepala, namun pasien tidak mengobatinya. Akan tetapi,
pasien merasa bercak tersebut semakin besar, bintil-bintil berisi cairan putih mulai timbul
disertai sisik yang semakin tebal dan luas sampai menyebar di dada dan perut. Pasien
mengatakan pada saat pasien mencoba menggaruk bercak tersebut, bercak semakin menebal
dan bersisik, ketika pasien menggaruk semakin dalam timbul bintik-bintik merah, ketika
pasien menggaruk ditempat lain beberapa hari kemudian timbul bercak yang baru. Pasien
mengaku tidak pernah merasakan penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal
adanya nyeri menelan, keluar cairan dari telinga, batuk-batuk lama, nyeri saat buang air kecil,
sakit gigi atau gigi berlubang sebelum timbulnya gelembunggelembung berisi nanah. Pasien
memiliki riwayat minum obat metformin ( 2 x 1 tab) sejak 4 tahun yang lalu. Adanya
kerusakan kuku seperti lekukan-lekukan atau penebalan kuku disangkal. Riwayat kulit
memerah bila kena sinar matahari dan riwayat sering sariawan disangkal. Riwayat adanya
benjolan-benjolan sendi yang terasa nyeri disangkal. Pasien merupakan seorang perokok
aktif, ½ bungkus perhari dan terkadang mengkonsumsi alkohol.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Diabetes Melitus sejak 4 tahun yang lalu. Pasien rajin kontrol dan minum obat.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah sakit seperti ini sebelumnya.

1.3. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Berat Badan : 90 kg

Tinggi Badan : 171 cm

Status Gizi : Gizi berlebih (IMT = 30,7)

Tanda Vital :

TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit

RR : 18 x/menit

Suhu : 36,6o C

Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata

Mata : Konjungtiva anemis -/-, skera ikterik -/-

Leher : Pembesaran KGB (-).

Thoraks : Tidak dilakukan

Jantung : Tidak dilakukan

Pulmo : Tidak dilakukan

Abdomen : Tidak dilakukan

Ekstremitas : Akral hangat, edema pada kedua tungkai.

1.4. STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi : regio truncus anterior et posterior, regio extremitas anterior, regio


extremitas inferior

Distribusi : Generalisata

Effloresensi :
Regio truncus anterior : Tampak plak macula dan papula eritematosa multiple berukuran
lentikuler hingga numuler, berbatas tegas, disertai skuama tebal berlapis-lapis berwarna
putih.

Gambar 1. Regio truncus anterior


Regio truncus posterior : Tampak plak macula, papula, dan pustule eritematosa berukuran
numuler hingga lentikuler, berbatas tegas, disertai skuama berlapis berwarna putih.

Gambar 2. Regio truncus posterior


Regio Fasialis Anterior: Tampak plak macula, papula, dan pustule eritematosa multiple
berukuran lentikuler hingga numuler, berbatas tegas, disertai skuama tebal berlapis-lapis
berwarna putih.

Gambar 3. Regio fasialis anterior


Regio Fasialis lateralis dextra: Tampak plak macula, papula, dan pustule eritematosa multiple
berukuran lentikuler hingga numuler, berbatas tegas, disertai skuama tebal berlapis-lapis
berwarna putih

Gambar 4. Region fasialis lateralis dextra


Regio Fasialis lateralis sinistra: Tampak plak macula, papula, dan pustule eritematosa
multiple berukuran lentikuler hingga numuler, berbatas tegas, disertai skuama tebal
berlapis-lapis berwarna putih

Gambar 5. Regio fasialis sinistra


1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes Manipulasi

Fenomena tetesan lilin : (+)

Tes Auspitz : (+)

Fenomena Köbner : Tidak dilakukan

Hasil Pemeriksaan Laboratium Klinik

Waktu : 2 Januari 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hematologi Lengkap

Hemoglobin 15.8 13.0-18.0 g/Dl

Hematocrit 45 40-52%

Eritrosit 5.3 4.3-6.0 juta/µL

Loukosit 14480* 4,800 – 10,800 /µL

Trombosit 374000 150,000 – 400,000 /µL

Hitung jenis:

 Basophil 0 0–1%

 Eosinophil 3 1–3%

 Batang 2 2–6%

 Segmen 74* 50 – 70 %

 Limfosit 15* 20 – 40 %

 Monosit 6 2–8%
MCV 84 80 – 96 fL

MCH 30 27 – 32 pg

MCHC 35 32 – 36 g/dL

RDW 11.80 11.5 – 14,5 %

KOAGULASI

WAKTU PROTROMBIN
(PT)

 Kontrol 11.5 Detik

 Pasien 9.8 9.3 – 11.8 detik

APTT

 Kontrol 23.5 Detik

 Pasien 22.8* 23.4 – 31.5 detik

HASIL HEMOSTASIS

KOAGULASI

Waktu Perdarahan 2’00’’ 1 – 3 menit

Waktu Pembekuan 5’00’’ 1 – 6 menit

KIMIA KLINIK

SGOT (AST) 13 <35 U/L

SGPT (ALT) 28 < 40 U/L

Ureum 15* 20 – 50 mg/dL

Kreatinin 1.0 0,5 – 1,5 mg/dL

eGFR 105.06 mL/mnt/1.73 m2


Glukosa Darah (Puasa) 195* 70 – 100 mg/dL

URINALISIS

Urin Lengkap

 Warna Kuning Kuning

 Kejernihan Jernih Jernih

 Berat Jenis 1.020 1.000 – 1.030

 pH 5.0 5.0 – 8.0

 Protein -/Negatif -/Negatif

 Glukosa -/Negatif -/Negatif

 Keton -/Negatif -/Negatif

 Darah -/Negatif -/Negatif

 Bilirubin -/Negatif -/Negatif

 Urobilinogen 1 0,1 – 1,0 mg/dL

 Nitrit -/Negatif -/Negatif

 Leukosit Esterase -/Negatif -/Negatif

Sedimen Urin :

 Leukosit 0 <= 10 /µL

 Eritrosit 0 < 3 /µL

 Silinder 0 <= 1 /µL

 Epitel 0 < 15 /µL

 Kristal 0 <= 10 /µL


 Lain-lain

Waktu : 9 Januari 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hematologi Lengkap

Hemoglobin 16.2 13.0-18.0 g/dL

Hematocrit 41 40-52%

Eritrosit 4.8 4.3-6.0 juta/µL

Loukosit 13300* 4,800 – 10,800 /µL

Trombosit 425000* 150,000 – 400,000 /µL

MCV 86 80 – 96 fL

MCH 30 27 – 32 pg

MCHC 35 32 – 36 g/dL

KIMIA KLINIK

SGOT (AST) 16 <35 U/L

SGPT (ALT) 19 < 40 U/L

Albumin 3.8 3.5 – 5.0 g/dL

Ureum 19* 20 – 50 mg/dL

Kreatinin 1.1 0,5 – 1,5 mg/dL

eGFR 94.11 mL/mnt/1.73 m2


1.6. RESUME

Pasien Tn. S 43 tahun datang dengan keluhan timbul bercak merah dengan bintil-
bintil berisi cairan putih disertai sisik berwarna putih, tidak gatal pada hampir seluruh tubuh
kecuali daerah telapak tangan dan kaki, wajah dan kelamin, sejak 4 hari sebelum datang ke
Poli Klinik Kulit RS Gatot Soebroto. Awalnya timbul bercak merah disertai demam dan nyeri
pada sendi-sendi, dilanjutkan dengan timbul bentol kecil bersisik yang tidak disertai dengan
rasa gatal pada area garis kepala, namun pasien tidak mengobatinya. Akan tetapi, pasien
merasa bercak tersebut semakin besar, bintil-bintil berisi cairan putih mulai timbul disertai
sisik yang semakin tebal dan luas sampai menyebar di dada dan perut. Pasien merupakan
seorang perokok aktif sejak 20 tahun yang lalu dan terkadang mengkonsumsi alkohol.
Menurut indeks massa tubuh pasien memiliki gizi berlebih.

Pada pemeriksaan, status generalis Pada status dermatologikus tampak lake of pus di
regio truncus anterior et posterior, region extremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan
penunjang fenomena tetesan lilin (+), tes Auspitz (+), terdapat leukositosis.

1.7. DIAGNOSA KERJA

Psoriasis Pustulosa Generalisata tipe Von Zumbusch

Diabetes Melitus tipe 2

1.8. DIAGNOSA BANDING

Psoriasis Vulgaris

AGEP (Acute Generalized Exanthematous Pustulosis)

1.9. PEMERIKSAAN ANJURAN

Biopsi

Kultur pus

1.10. PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa :
a. Menghindari garukan pada bagian lesi maupun bagian tanpa lesi
b. Menurunkan berat badan
Medikamentosa :
Lanolin 10% + vaselin alb 50 gr

MTX test dose 2.5 mg, ditingkatkan sampai 10- 15 mg/ minggu ( max. 25-30 mg/
minggu)

Cetirizin 10 mg (0-0-1)

Asam mefenamat 500 mg / 8 jam

Metformin 2 x 500 mg

1.11. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

DISKUSI KASUS

PPG dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan riwayat psoriasis. Pada
kelompok pertama, terdapat riwayat psoriasis lama dengan onset dini. Psoriasis pustulosa
seringnya dipicu oleh beberapa agen provokatif eksternal. Pada kelompok kedua, adanya
riwayat psoriasis sebelumnya dari bentuk atipikal pada keadaan onset relative lambat. Faktor
pencetus biasanya tidak ada. Pada kelompok ketiga, psoriasis pustulosa muncul tanpa riwayat
psoriasis sebelumnya. Pasien ini tidak mempunyai agen provokatif eksternal.
PPG mempunyai beberapa faktor risiko, yaitu pemakaian atau penghentian
corticosteroid sistemik yang mendadak pada penderita yang mempunyai riwayat psoriasis
sebelumnya, obat-obatan seperti antimalaria, salicylic acid, iodine, penicilline, ß-blocker,
Interferon-a (INF-a) dan lithium. Obat topikal yang dapat menjadi faktor pencetus adalah
obat yang bersifat iritan kuat seperti tar, antralin dan cortikosteroid. Faktor pencetus lain
selain obat adalah kehamilan, sinar matahari, alkohol, merokok, hipokalsemia sekunder
akibat hipoparatiroidisme, stres emosional, infeksi bakteri dan virus, serta idiopatik. Pasien
merupakan seorang perokok aktif dan terkadang menkonsumsi alkohol diduga sebagai factor
pencetus pada pasien ini.
Manifestasi klinis PPG tipe von Zumbuch didominasi oleh erupsi pustul milier
disertai gejala sistemik, seperti demam, cephalgia, malaise, arthralgia, anoreksia dan nausea.
Pustul bersifat superfisial dan steril dengan ukuran 2-3 mm, tersebar pada batang tubuh dan
ekstremitas bagian flexural, jarang mengenai wajah. Kondisi kulit sekitar pustule biasanya
eritema. Sejumlah pustule kemudian menyatu membentuk gambaran danau (lake of pus) yang
kemudian kering dan mengelupas dengan kondisi kulit eritema ringan. Perjalanan penyakit
pasien ini awalnya bercak kemerahan yang tidak terasa gatal, kemudian timbul pustul milier
di atasnya disertai demam dan arthralgia. Pustul tersebut didapatkan hampir di seluruh tubuh.
Pada pemeriksaan fisik hampir di seluruh tubuh, kecuali wajah, genitalia, telapak tangan dan
kaki, terdapat pustul milier, sebagian konfluen pada permukaan kulit yang eritem.
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada pasien PPG dapat ditemukan
leukositosis (dapat mencapai 20.000/mm), peningkatan LED (Laju Endap Darah),
peningkatan ureum dan kreatinin, hipoalbuminemia, hipokalsemia. Diagnosis pasien ini
diperkuat dengan adanya leukositosis (leukosit 13.000/ mm3).
Penatalaksanaan pasien PPG adalah tirah baring, serta terapi topikal, sistemik, dan
suportif. Pengobatan topikal yang bisa diberikan adalah preparat ter (konsentrasi 2-5%),
cortikosteroid, ditranol (antralin) 0,2 – 0,8%, calcipotriol 50mg/gram, tazaroten 0,05 -0,1%,
emolien. Pada pasien ini diberika lanolin 10% (mengandung zat emolien) beserta vaselin alb
50 gr untuk melembabkan kulit pasien.
Obat sitostatika sistemik yang biasa digunakan ialah methotrexate, asitretin,
cyclosporine, cyclophosphamide, dan retinoid. Indikasi pemberian obat sitostatika ialah
psoriasis vulgaris luas, psoriasis pustulosa, psoriasis artritis dengan lesi kulit, eritroderma
karena psoriasis dan psoriasis yang sulit terkontrol dengan obat standar. Pasien ini diberi
methotrexate 3 x 2,5mg/minggu. Methotrexate adalah suatu antagonis asam folat yang
bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reductase, suatu enzim yang akan
mengubah dihydrofolat menjadi tetrahydrofolate yang berperan dalam sintesis DNA.
Methotrexate bekerja menghambat sintesis DNA pada fase (S). Pasien ini juga mendapat
terapi suportif yaitu cetirizine untuk mengurangi gatal dan asam mefenamat untuk
mengurangi nyeri. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 dan rutin meminum obat
metformin untuk menurunkan kadar gula darah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat
dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai
manifestasi vaskuler. Psoriasis merupakan kelainan kulit yang penyebabnya autoimun,
bersifat kronik dan residif, dan umumnya lesi berupa plak eritomatosa berskuama berlapis
berwarna putih keperakan dengan batas yang tegas, disertai dengan fenomena tetesan lilin,
Auspitz, dan Köbner. Letaknya dapat terlokalisir, misalnya pada siku, lutut, atau kulit kepala
dan menyerang hampir seluruh tubuh. 1

2.2 Epidemiologi

Psoriasis terjadi secara global. Prevalensi pada populasi bervariasi dari 0.1% hingga
11.8%. Kejadian tertinggi yang dilaporkan di Eropa adalah di Denmark (2.9%) dan Pulau
Faeroe (2.8%). Prevalensi di Amerika Serikat sekitar 2.2% hingga 2.6%. Prevalensi psoriasis
Afrika-Amerika (Afrika 1.3% banding 2.5% pada Amerika kulit putih). Angka kejadian
psoriasis sangat rendah di Asia (0.4%). Kejadian psoriasis pada laki-laki sama dengan
perempuan. Psoriasis dapat dimulai pada semua tingkatan usia, tetapi jarang pada usia di
bawah 10 tahun. Biasanya timbul pada usia antara 15-30 tahun.2

Di Indonesia, pencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh RS besar dengan angka


prevalensi pada tahun 1996, 1997, 1998 berturut-turut 0,62 %, 0,59%, dan 0,92%. Psoriasis
terus mengalami peningkatan jumlah kunjungan ke layanan kesehatan di banyak daerah di
Indonesia.1

2.3 Etiologi

Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis inflamatorik dengan faktor genetik yang
kuat, dengan ciri gangguan perkembangan dan diferensiasi epidermis, abnormalitas
pembuluh darah, faktor imunologis dan biokimiawi, serta fungsi neurologis. Penyebab
dasarnya belum diketahui pasti. Dahulu diduga berkaitan dengan gangguan primer
keratinosit, namun berbagai penelitian telah mengetahui adanya peran imunologis.2
Bila kedua orang tua mengidap psoriasis, risiko seseorang mendapat psoriasis adalah
41%. Beberapa alel HLA yang berkaitan adalah HLA B13 dan HLA DQ9. HLA CW6
merupakan alel yang terlibat dalam patogenesis artritis psoriatika serta munculnya lesi kulit
yang lebih dini. HLA CW6 akan mempresentasikan antigen ke sel T CD 8+. 3

Ada beberapa faktor predisposisi lainnya seperti faktor lingkungan yang dapat menimbulkan
penyakit ini, yaitu:4

1. Faktor-faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosi. Penelitian menyebutkan


bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan kegelisahan menyebabkan
penyakitnya lebih berat dan hebat. Stres psikologis atau emosional adalah salah satu
alasan utama untuk eksaserbasi pasien psoriasis. Stres psikologis mungkin
berkontribusi pada tingkat keparahan penyakit peradangan kronis seperti psoriasis
dengan mendisregulasi aktivitas aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA), dimana
tubuh mulai mengeluarkan hormon kortison, yang mempengaruhi epidermis dan
meningkatkan sekresi sitokin pro-inflamasi. Selain tekanan psikologis, tubuh dapat
mengalami trauma stres fisik pada kulit, seperti goresan. Trauma fisik ini dapat
memicu pasien psoriasis dalam fenomena Koebner, sebuah fenomena yang ditandai
dengan munculnya psoriasis setelah trauma kulit.4
2. Merokok
Merokok adalah faktor gaya hidup paling besar yang mempengaruhi kesehatan
manusia dan dapat mempengaruhi perkembangan psoriasis, karena asapnya memiliki
toksisitas. Studi epidemiologi telah menunjukkan hubungan yang kuat antara psoriasis
dan perokok saat ini. Psoriasis adalah penyakit yang diperantarai oleh sel-sel imun
dan nikotin mengubah berbagai fungsi imunologi, termasuk bawaan dan respon imun
adaptif. Bahkan, konsumsi nikotin menghasilkan suatu peningkatan sekresi IL-12 dan
banyak sitokin pro-inflamasi lainnya yang terlibat dalam patologi, seperti tumor
necrosis factor. Nikotin yang ada dalam tembakau juga menyebabkan ekspresi endotel
vaskuler yang tidak terkontrol. Peningkatan radikal bebas dalam tubuh manusia
memiliki potensi untuk memicu terjadinya efek sistemik, termasuk perkembangan
psoriasis.4
3. Faktor cuaca.
Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada musim panas,
sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat. Psoriasis memburuk
pada musim dingin, karena suhu musim dingin ini menyebabkan tingkat kelembaban
rendah, yang dapat meningkat permeabilitas kulit, menyebabkan penebalan epidermis
dan merangsang produksi mediator inflamasi.4
4. Obat-obatan
Selain itu, obat-obatan tertentu dikenal untuk memicu atau memperburuk pemicu
psoriasis. Ada beberapa obat-obatan seperti lithium dan beta-blocker dapat memicu
psoriasis, sementara obat antimalaria seperti chloroquine atau hydroxychloroquine
dapat memperburuk psoriasis. Lithium dan beta-blocker menurunkan tingkat siklik
adenosin monofosfat (cAMP) dalam keratinosit, sehingga mengarah ke peningkatan
proliferasi dan penurunan diferensiasi, seperti chloroquine atau hydroxychloroquine
dapat menghambat transglutaminase di epidermis.4

2.4 Patogenesis
Dalam penyakit psoriasis, proses mitosis terjadi sangat tinggi, pada orang normal
terjadi dalam 27 hari sedangkan pada psoriasis hanya terjadi 3 – 4 hari. Pembentukan
epidermis pada psoriasis dipercepat 3 – 4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.
Psoriasis merupakan penyakit yang disebabkan aktivitas berbagai gen yang berinteraksi
dengan lingkungan, berhubungan kuat dengan alel HLA-CW-6. The Human Genom Project
akan membantu mengidentifikasi major histocompatibility Complex (MHC) dan gen non-
MHC yang terlibat pada psoriasis.2
Patogenesis psoriasis tetap tidak diketahui tetapi beberapa penulis percaya bahwa
penyakit ini merupakan autoimun murni dan sel T mediated. Beberapa penemuan mendukung
autoimun ini seperti histokompatibiliti kompleks mayor (MHC) antigen, akumulasi sel T
terutama memori, serta adanya lapisan anti korneum dan anti keratinosit antibodi nukleus.
Beragam data yang diperoleh akhir-akhir ini pada penyelidikan psoriasis menekankan bahwa
terdapat aktivitas infiltrasi sel-sel CD4 pada lesi-lesi kulit. Lesi psoriasis lama umumnya
penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4
dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis.1,2
Pada psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel langerhans
juga berperan pada imunopatogenesis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan
adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Beberapa
sitokin dan reseptornya memperlihatkan peningkatan level pada epidermis psoriasis.
Perubahan-perubahan biokimia yang ditemukan pada psoriasis meliputi: konsentrasi lipid
yang tinggi dan peningkatan level enzim protein nuklear pada glikolitik pathway yang
menyebabkan turn over sel meningkat.2,5
Perhatian yang sungguh-sungguh difokuskan pada level siklik nukleotida terutama
AMP siklik (cAMP) yang mengontrol epidermopoesis. Juga dilaporkan terjadinya kenaikan
yang menyolok dari level siklik GMP (cGMP) dalam epidermis. Walaupun demikian
peningkatan cGMP yang menyebabkan peningkatan kecepatan proliferasi seluler tidak
diketahui hingga saat ini. cAMP epidermis sangat menurun selanjutnya asam arakidonik
meningkat dalam epidermis.2

Atau dengan kata lain, lesi kulit psoriasis melibatkan epidermis dan dermis.Terdapat
penebalan epidermis, disorganisasi stratum korneum akibat hiperproliferasi epidermis dan
peningkatan kecepatan mitosis, disertai peningkatan ekspresi intercellular adhesion molecule
1 (ICAM 1) serta abnormalitas diferensiasi sel epidermis. Gambaran histopatologisnya antara
lain elongasi rete ridges, parakeratosis, serta infi ltrasi berbagai sel radang. Sel T CD 3+ dan
CD 8+ dapat ditemukan di sekitar kapiler dermis dan epidermis. Sel dendritik CD 11c+
biasanya ditemukan di dermis bagian atas. Invasi sel CD 8+ ke epidermis berkaitan dengan
munculnya lesi kulit. Aktivasi sel T terutama dipengaruhi oleh sel Langerhans. Sel T serta
keratinosit yang teraktivasi akan melepaskan sitokin dan kemokin, dan menstimulasi
inflamasi lebih lanjut. Selain itu, kedua komponen ini akan memproduksi tumor necrosis
factor α (TNF α), yang mempertahankan proses inflamasi. Oleh karena itu, psoriasis bukan
hanya disebabkan oleh autoimunitas terkait sel limfosit T seperti teori terdahulu, tetapi
melibatkan proses yang lebih kompleks termasuk abnormalitas mikrovaskuler dan
keratinosit.3

2.5 Gejala Klinis


Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma.
Sebagian pasien mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan scalp
dengan wajah, ektremitas terutama bagian ekstensor di bagian siku dan lutut serta daerah
lumbo sacral.1,2
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama di atasnya. Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada masa penyembuhan
seringkali eritema di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-
lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta transparan. Besar kelainan bervariasi, dapat
miliar, lentikular, numular, plakat dan dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian
besar berbentuk lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak, dewasa muda
dan terjadi setelah infeksi oleh Streptococcus.1,2
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik).
Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan
seperti lilin yang digores, disebabkan oleh perubahan indeks bias. Pada fenomena Auspitz
tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara
mengerjakannya adalah dengan cara skuama yang berlapis-lapis itu dikerok dengan ujung
gelas alas. Setelah skuama habis maka pengerokan harus dilakukan dengan pelan-pelan
karena jika terlalu dalam tidak tampak perdarahan yang berupa bintik-bintik melainkan
perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya trauma akibat
garukan dapat menyebabkan kelainan kulit yang sama dengan psoriasis dan disebut dengan
fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 2 minggu.2
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yakni sebanyak kira-kira 50% yang
agak khas yaitu yang disebut dengan pitting nail atau nail pit yang berupa lekukan-lekukan
miliar. Kelainan yang tidak khas yaitu kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat
karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis subungual) dan
onikolisis.Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula
menimbulkan kelainan pada sendi. Umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksinya
pada sendi interfalangs distal dan terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun.5

Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:


1. Psoriasis vulgaris, psoriasis tipe plak
Psoriasis vulgaris atau yang disebut juga tipe plak karena lesi-lesi pada umumnya
berbentuk plak merupakan bentuk psoriasis yang paling umum. Kelainan kulit terdiri atas
bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) bersisik, terdistribusi pada bagian ekstensor
anggota gerak khususnya siku, lutut, kulit kepala, daerah lumbosakral, bokong, dan genital.

2. Psoriasis gutata (eruptif)


Psoriasis gutata berasal dari kata latin gutta yang berarti tetesan. Kelainan psoriasis
gutata berdiameter tidak lebih dari 1,5 cm. Timbulnya mendadak dan diseminata, umumya
setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas setelah influenza atau morbili
terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang lain
baik bakterial maupun viral. Gambaran psoriasis gutata dapat dilihat pada gambar 8. Selain
itu, dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bacterial maupun viral.

3. Psoriasis inversa (Psoriasis fleksural)


Psoriasis ini mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor sesuai dengan namanya..
Psoriasis inversa juga dapat ditemukan pada lipatan kulit seperti axila. Skuama umumnya
minimal, batas eritema jelas.

4.Psoriasis eksudativa

Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan pada psoriasis dalam bentuk kering, tetapi pada
jenis ini kelainannya bersifat eksudatif.

5. Psoriasis seboroik (seboriasis)

Gambaran klinis seboriasis ditandai adanya bercak eritematosa dengan skuama yang
berminyak dan sedikit lunak di daerah seboroik (kulit kepala, lipatan nasolabial).1

6. Psoriasis pustulosa

Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, yaitu:

a. Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber)

Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau
telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril, di
atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.

b. Psoriasis pustulosa generalisata (von Zumbusch)

Psoriasis pustulosa generalisata (von Zumbusch) dapat ditimbulkan oleh berbagai faktor
provokatif, misalnya obat, yang tersering karena penghentian kortikosteroid sistemik. Obat
lain contohnya, penisilin dan 25 derivatnya, serta antibiotik beta laktam yang lain,
hidroklorokuin, kalium iodide, morfin, sulfapiridin, sulfonamide, kodein, dan fenilbutason.
Faktor lain selain obat ialah hipokalsemia, hipoparatiroidisme, sinar matahari, progesteron,
alkohol, stres emosional, serta infeksi bacterial terutama Streptococcus Group A dan virus.
Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah mendapat psoriasis. Dapat
pula muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis. Psoriasis pustulosa
generalisata berkorelasi dengan HLA B-27. Hal ini berhubungan dengan kejadian poliartritis.
Gejala awalnya ialah kulit nyeri, rasa terbakar hiperalgesia disertia gejala umum berupa
demam dalam beberapa hari, malaise, nausea, anoreksia dapat berkembang menjadi dehidrasi
dan sepsis. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa, timbul banyak plak dan
eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul steril miliar
(2-3mm) pada plak-plak tersebut. Pustul tersebar pada badan dan ekstremitas, termasuk kuku
jari, telapak tangan, dan telapak kaki. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk
lake of pus berukuran beberapa cm. Gambaran psoriasis pustulosa generalisata dapat dilihat
pada gambar 11.1,2

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis (leukosit dapat mencapai


20.000/ul), kultur pus dari pustul steril, dan pada gambaran histologi menunjukkan
karakteristik pustula Kogoj yaitu kelompok neutrofil di stratum spinosum dan perubahan
khas epidermis psoriasis seperti hiper dan parakeratosis atau pemanjangan rete ridges.
Komplikasi yang ditimbulkan dapat berupa gangguan pernapasan akut dan infeksi
sekunder.1,5,6

7. Eritroderma psoriatic
Psoriasis eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topical yang terlalu kuat atau
karena penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak
tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Adakalanya lesi psoriasis
masih tampak samar-samar yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.2,6

2.6 Pemeriksaan Histopatologi


Psoriasis memberikan gambaran histopatologi yang khas yakni parakeratosis dan
akantosis dan hilangnya stratum granulosum. Pada stratum spinosum terdapat kantong-
kantong kecil yang berisikan kelompok leukosit yang disebut abses Munro. Selain itu
terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis.1,2

2.7 Diagnosis Banding

Jika gambaran klinisnya khas, tidak susah untuk menegakkan diagnosis psoriasis.
Jika tidak khas maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain yang tergolong dalam
dermatosis eritroskuamosa. Dalam mendiagnosis psoriasis perlu diperhatikan menganai ciri
khas psoriasis yaitu skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis disertai fenomena tetesan
lilin, Auspitz dan Kobner. Pada stadium penyembuhan dapat ditemukan eritema yang hanya
terdapat di pinggir sehingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaanya adalah terdapat keluhan
yang sangat gatal pada dermatofitosis dan pada pemeriksaan sediaan langsung ditemukan
adanya jamur.2

2.8 Pengobatan
Secara garis besar, pengobatan pada psoriasis terdiri dari pengobatan secara
sistemik, pengobatan secara topical, terapi penyinaran dan pengobatan dengan cara
Goeckman.

1. Pengobatan Sistemik
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan dosis ekuivalen
prednisone 30mg per hari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan
lalu diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. 2

b. Obat Sitostatik
Obat sitistatik yang biasa digunakan adalah metotrexate. Obat ini
bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase, sehingga
menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan hambatan
replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek
hambatan sintesis. 1,2
Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis
dengan lesi kulit dan eritroderma karena psoriasis yang sukar terkontrol
dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah bila terdapat kelainan hepar,
ginjal, system hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya TBC,
Ulkus peptikum, colitis ulserosa dan psikosis). Pada awalnya metotrexate
diberikan dengan dosis inisial 2,5 mg per orang dengan psoriasis untuk
melihat apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek
yang tidak diinginkan maka MTX diberikan dengan dosis 3 x 2.5mg dengan
interval 12 jam selama 1 minggu dengan dosis total 7.5mg. Jika tidak ada
perbaikan maka dosis dinaikkan 2,5 - 5 mg per minggu dan biasanya dengan
dosis 3 x 5 mg akan tampak ada perbaikan. Cara lain adalah dengan pemberian
MTX i.m dosis tunggal sebesr 7,5 – 25 mg. Tetapi dengan cara ini lebih
banyak menimbulkan reaksi sensitivitas dan reaksi toksik. Jika penyakit telah
terkontrol maka dosis perlahan diturunkan dan diganti ke pengobatan secara
topical.
Setiap 2 minggu dilakukan pemeriksaan hematologic, urin lengkap,
fungsi ginjal dan fungsi hati. Bila jumlah leukosit < 3500/uL maka pemberian
MTX dihentikan. Bila fungsi hepar baik maka dilakukan biopsy hepar setiap
kali dosis mencapai dosis total 1,5 gram, tetapi bila fungsi hepar abnormal
maka dilakukan biopsy hepar bila dosis total mencapai 1 gram.
Efek samping dari penggunaan MTX adalah nyeri kepala, alopecia,
saluran cerna, sumsul tulang, hepar dan lien. Pada saluran cerna berupa
nausea, nyeri lambung, stomatitis ulcerosa dan diare. Pada reaksi yang hebat
dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Depresi sumsum
tulang menyebabkan timbulnya leucopenia, trombositopenia dan kadang-
kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis dan sirosis. 1
Asam folat diberikan dengan dosis 1-5 mg/hari untuk mengurangi efek
samping seperti mual dan anemia megaloblastik tanpa mengurangi efektifitas
anti psoriasis. Lecovorin kalsium (asam folinik) merupakan satu-satunya
antidotum toksisitas hematologi MTX sehingga bila terjadi kelebihan dosis
maka diberikan lecovorin kalsium (asam folinik) dengan dosis 20 mg secara
parentral atau oral, dosis selanjutnya diberikan setiap 6 jam.2
c. Etretinat & Asitretin
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan
bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek
sampingnya. Etretinat efektif untuk psoriasis pustular dan dapat pula
digunakan untuk psoriasis eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut
mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.
Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum
terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari. Efek
sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata,
dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan
persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar, hiperostosis, dan
teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat
dihentikan. Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif etretinat yang
utama. Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat.
Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan
etretinat yang lebih dari 100 hari. 2

d. Siklosporin
Siklosporin sangat efektif untuk psoriasis dengan penyebaran luas,
psoriasis eritoderma, dan kelainan kuku pada psoriasis.Efeknya ialah
imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgbb/hari. Siklosporin bersifat nefrotoksik dan
hepatotoksik sehingga pengobatan sebaiknya dihentikan jika ada disfungsi
ginjal dan atau terjadinya hipertensi. Hipertensi yang diinduksi siklosporin
dapat diobati dengan nifedipin. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya
setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan. Selain itu, pada penggunaan
siklosporin dapat menimbulkan gejala neurologi seperti tremor, sakit kepala,
parestesi, dan atau hipestesi. Pengobatan psoriasis jangka panjang dengan
siklosporin dosis rendah dapat meningkatkan risiko kanker kulit non
melanoma.1,2
e. Terapi biologic
Obat biologik merupakan obat yang baru, efeknya memblok langkah
molekular spesifik penting pada patogenesis psoriasis ialah infiksimal,
alefasep, etanersep, adalimumab, dan ustekimumab. Secara umum memiliki
aktivitas antipsoriasis yang kurang lebih sebanding dengan MTX dan risiko
hepatotoksisitas yang lebih rendah. Namun obat ini jauh lebih mahal dan
membawa risiko imunosupresif.1
Pada artritis psoriatik, bila ringan diobati dengan obat antiinflamasi
nonsteroid, bila berat dengan metotreksat. Bila kontraindikasi atau tidak
responsif MTX baru diberikan terapi biologi.1,2

2. Pengobatan Topikal
a. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya
adalah anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang
berasal dari:
 Fosil, misalnya iktiol.
 Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
 Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis,
yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari
batubara lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan
memberikan iritasi juga besar. Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik
digunakan ter yang berasal dari batubara, karena ter tesbut lebih efektif
daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun
kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter
dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikuatirkan akan terjadi iritasi
dan menjadi eritroderma.1
Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi penderita karena
berbau kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor
karbonis detergens tidak demikian. Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%,
dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi
dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan
cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 – 5 %. Sebagai
vehikulum harus digunakan salap karena salap mempunyai daya penetrasi
terbaik.1,2
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum
bergantung pada lokasinya. Pada skalp, muka dan daerah lipatan digunakan
krim, di tempat lain digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia
eksterna dipilih potensi sedang, bila digunakan potensi kuat pada muka dapat
memberik efek samping di antaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan
berupa strie atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap
dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika
telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.
c. Ditranol (Atralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan
pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta,
salep, atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk
mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu. 1,2
d. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau
krim 50 mg/g. 1,2 Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit
lebih baik daripada salap betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 –
20% berupa iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat pula telihat
eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat
dihentikan.
e. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat
proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat
petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia
dalam bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila
dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan
mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah
iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat
fotosensitif.1,2
f. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh
(selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan
bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan
akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak
mempunyai efek antipsoriasis.1,2
g. Pengobatan dengan Penyinaran
Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat
mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang
terbaik ialah penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan
jika berlebihan akan memperberat psoriasis. Karena itu digunakan sinar
ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar
tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen
(8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama
dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.
Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak,
gutata, pustular, dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata
dikombinasikan dengan salep likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan
sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12 -23 m J
menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali
dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali.
Target pengobatan ialah pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis Area and
Severity Index). Hasil baik dicapai pada 73,3% kasus terutama tipe plak.
3. PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang
sinergik. Mula-mula 10 – 20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian dilakukan
penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x seminggu.
Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 – 4 minggu, setelah itu dilakukan
terapi pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren.
PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa.
Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaan yang lama kemungkinan akan
terjadi kanker kulit.

2.9 PROGNOSIS

Psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi menggangu kosmetik karena


2
perjalanan penyakitnya bersifat kronis dan residif. Psoriasis gutata akut timbul cepat.
Terkadang tipe ini menghilang secara spontan dalam beberapa minggu tanpa terapi.
Seringkali, psoriasis tipe ini berkembang menjadi psoriasis plak kronis. Penyakit ini
bersifat stabil, dan dapat remisi setelah beberapa bulan atau tahun, dan dapat saja
rekurens sewaktu-waktu seumur hidup. Pada psoriasis tipe pustular, dapat bertahan
beberapa tahun dan ditandai dengan remisi dan eksaserbasi yang tidak dapat dijelaskan.
Psoriasis vulgaris juga dapat berkembang menjadi psoriasis tipe ini. Pasien denan
psoriasis pustulosa generalisata sering dibawa ke dalam ruang gawat darurat dan harus
dianggap sebagai bakteremia sebelum terbukti kultur darah menunjukkan negatif. Relaps
dan remisi dapat terjadi dalam periode bertahun-tahun.4
BAB III

KESIMPULAN

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan, disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.

Etiologi psoriasis adalah autoimun yang dipengaruhi oleh berbagai pathogenesis yang
diantaranya adalah faktor genetik, faktor imunologis dan faktor-faktor lain seperti merokok,
infeksi, stress psikologis, dan konsumsi obat-obatan. Gejala klinis psoriasis pada umumnya
tidak mempengaruhi keadaan umum pasien, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma.
Sebagian pasien mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan scalp
dengan wajah, ektremitas terutama bagian ekstensor di bagian siku dan lutut serta daerah
lumbo sacral. Kelainan kulit terdiri dari bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama diatasnya.

Secara garis besar, pengobatan pada psoriasis terdiri dari pengobatan secara sistemik
dengan obat sitostatik, Etretinat, Siklosporin dan dengan terapi biologic. Pengobatan secara
topical dengan mengunakan kortikosteroid topical, preparat ter, ditranol,
fototerapi,calcipotriol, tazaroten dan emolien. Disamping itu juga dapat dilakukan
pengobatan dengan terapi penyinaran. Prognosis pada psoriasis tergolong baik namun secara
kosmetik menggangu karena perjalanan penyakitnya bersifat kronis dan residif.
DAFTAR PUSTAKA

1.Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu


penyakit kulit dan kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2016.h.213-21.
2.Gudjonsson JE. Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Volume 1. Eighth
edition. New York: Mc Graw Hill; 2012.p.197-231.
3.Yuliastuti D. Psoriasis. Jurnal cermin dunia kedokteran. 2015; 42(12).h. 901.
4.Maheux M, Pouliot R. Plaque Psoriasis: Understanding Risk Factors of This Inflammatory
Skin Pathology Journal of Cosmetics, Dermatological Sciences and Applications. 2016 Mei :
71.
5.Wolff K, Johnson RA, Saavedra. Psoriasis and psoriasiform dermatoses. In: Fritzpatrick’s
color atlas and synopsis of clinical dermatology. Seventh edition. New York: Mc Graw Hill;
2013.p.49-61.
6.Sterry W, Sabat R, Philipp S, editor. Pustular psoriasis. In: Sterry W, Sabat R, Philipp S.
Psoriasis diagnosis and management.UK: Wiley Blackwell Science; 2015.h.78-92.

Anda mungkin juga menyukai