Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus

Herpes Zoster Regio Mandibularis Dextra

Disusun Oleh:

Theonoegroho J.A Marlissa

FK/UKRIDA/112017014

Moderator:

dr. Afaf Agil Al M. SpKK

Dipresentasikan tanggal 10 Januari 2019

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin

Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Periode 07 Januari 2019 – 09 Februari 2019


Lembar Pengesahan

Presentasi Kasus
Herpes Zoster Regio Mandibularis Dextra

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik


di Bagian.

Departemen Kulit Dan Kelamin


Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Jakarta

Telah Dipresentasikan tanggal 10 Januari 2019

Disusun Oleh:
Theonoegroho J.A Marlissa
( 112017014 )

Jakarta,10 Januari 2019


Moderator

dr. Afaf Agil Al M. SpKK


BAB I

PRESENTASI KASUS

I. Identital Pasien

1. No RM : 1733022
2. Nama : Tn.R
3. Umur : 54 tahun
4. Jenis Kelamin : Laki - laki
5. Suku Bangsa : Jawa
6. Status Perkawinan : Sudah menikah
7. Agama : Islam
8. Pekerjaan : TNI ( Kapten )
9. Alamat : Kp.Bahari GG IV.A-10/167. RT 005/003.Kel. Tanjung Priuk

II. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 08 Januari 2019 pukul 15.00 WIB.

 Keluhan Utama
Muncul lenting – lenting pada bibir bagian bawah

 Keluhan Tambahan
Sensasi nyeri dan terbakar pada wajah, telinga berdengung dan penuh, pendengaran
berkurang serta nyeri kepala bagian belakang,

 Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 5 hari lalu Os mengeluhkan munculnya lenting berisi cairan pada bibir bagian
bawah sebelah kanan, diikuti oleh nyeri berdenyut pada kepala belakang. Lenting tersebut
saat pecah mengeluarkan cairan warna putih kekuningan disertai adanya rasa nyeri seperti
terbakar pada wajah dan bengkak pipi bagian kanan serta juga bagian bibir bawah. Lenting
tersebut menyebar sepanjang pipi bagian kanan hingga ke telinga kanan. Keluhan lain
yang dirasakan juga adalah telinga kanan terasa penuh, berdengung, dan bengkak pada
bagian leher serta berkurangnya pendengaran pada telinga kanan. Os sempat kedokter
sekitar karena telinganya nyeri dan sudah disuntik pereda nyeri dan Os hanya
membersihkan lentingnya dengan kain yang kering.

Sejak 4 hari lalu, Os pergi ke IGD RSPAD Gatot Subroto, dengan keluhan wajahnya nyeri
dan bibir yang bengkak, serta keterbatasn untuk menelan karena susah untuk
menggerakan mulutnya serta diikuti lenting berisi cairan. Disaat ini Os hanya diberikan
pereda nyeri dan obat antivirus. Namun, setelah sehari diminum Os tidak merasakanya
adanya perbaikan.

Sejak 3 hari lalu, Os kembali lagi ke IGD RSPAD Gatot Subroto, karena merasa tidak
tahan dengan keluhan yang dirasakan dan Os meminta untuk dirawat. Sebelum dirawat
Os telah melakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil: Hemoglobin: 15,2 g/dl ( 13.0
- 18 0 g/dl ), Hematokrit: 45 % ( 40 - 52 % ), Eritrosit: 5,6 juta/u ( 4.3 - 6.0 juta/ul ),
Leukosit: 7510 /ul, ( 4.800 - 10.800 /ul ), Trombosit: 292.000 /ul ( 150.000 - 400.000 /ul
), MCV: 80 fL ( 80 - 96 fL ), MHC: 27 pg ( 27 - 32 pg ), MCHC: 34 g/gl ( 32 – 36 g/gl ),
Ureum: 17 mg/dL ( 20 – 50 mg/dL ), Kreatinin: 0.9 mg/dL (0.5 – 1.5 mg/dL ), eGFR:
113.28 (mL/mnt/1.73 m2 ), Glukosa darah sewaktu: 101 mg/dl (70 – 140 mg/dl ),
Natrium: 136 mmol/L (135 – 147 mmol/L ), Kalium: 4.4 mmol/L ( 3.5 – 5.0 mmol/L ),
dan Klorida: 101 /L ( 95 – 105/L ).
 Riwayat Penyakit Dahulu

Os pernah mempunyai riwaya penyakit cacar air sebelumnya, namun sudah sembuh.

 Riwayat Penyakit Keluarga

Os memiliki 2 saudara dan kedua orang tua Os telah meninggal, diantara saudara maupun
orang tua Os, tidak ada yang memiliki penyakit yang sama.

III. Pemeriksaan Umum


 Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-Tanda Vital
o Tekanan Darah : 130 / 70 mmHg
o Nadi : 84 x/menit
o Pernapasan : 20 x/menit
o Suhu : 36 °C

4. Data Antropometri :
o Berat Badan (BB) : 72 kg
o Tinggi Badan (TB) : 163 cm
o Indeks Massa Tubuh (IMT) : 27 ( Obesitas 1 )

5. Kepala
Normocephali, rambut hitam, ditribusi merata, alopecia ( - ).

6. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor kanan dan kiri, refleks cahaya (
+ ) langsung maupu tidak langsung
7. THT
o Telinga : Normotia, sekret ( + ), vesikel dengan ukuran milliar, tegas pada
auricular dextra disertai edema preauricular dan adanya pus.
o Hidung : Tidak tampak kelainan bentuk, sekret (-), septum deviasi (-)
o Faring : hiperemis (-/-)
o Tonsil : Edema (-/-), hiperemis (-/-)
o Uvula : Edema ( - ), hiperemis ( - )

8. Leher : Bentuk normal, pembesaran KGB ( Kelenjar Getah Bening ) regio coli dextra,
kenyal, dan mudah digerakan.

9. Thorax
o Paru : Suara nafas dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
o Jantung : BJ 1 dan 2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)

10. Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) , nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak
membesar

11. Ekstremitas: Akral hangat, normotonus

12. Kulit Secara Umum


o Warna kulit: Sawo matang
o Suhu kulit: Normotermi
o Kelembapan kulit: Lembab
o Tekstur kulit: Normal

IV. Status Dermatologikus


Lokasi : regio fasialis dextra, regio mandibularis dextra
Efloresensi : Krusta multiple berwana gelap pada regio mandibularis dextra dengan
ukuran lentikular, bentuk teratur, tegas dengan dasar yang eritem serta vesikel dengan
ukuran milliar, tegas pada auricular dextra disertai edema preauricular dan adanya pus.
Gambar 1. krusta multiple berwana gelap pada regio mandibularis dextra dengan
ukuran lentikular, bentuk teratur, tegas dengan dasar yang eritem.

Gambar 2. vesikel dengan ukuran milliar, tegas pada auricular dextra disertai edema
preauricular dan adanya pus.
V. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

VI. Resume

Os laki berusia 54 tahun, sudah menikah, dengan pekerjaan TNI ( Kapten ), memilki
keluhan munculnya lenting berisi cairan putih kekuningan sejak 5 hari yang lalu. Lenting
tersebut pertama kali muncul dari bibir bagian bawah dan menyebar sepanjang pipi
bagian kanan hingga ke telinga kanan. Keluhan dirasakan sangat nyeri dan terasa seperti
terbakar pada wajah. Keluhan lain yang dirasakan adalah pembengkakan pada pipi
bagian kanan, leher bagian kanan, telinga kanan yang terasa berdengung dan penuh. serta
pendengaran yang berkurang dengan riwayat hasil pemeriksaan laboratorium ureum: 17
mg/dL ( 20 – 50 mg/dL ). Pada pemeriksaan fisik sekarang, didapatkan keadaan umum
tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis, tanda – tanda vital dalam batas
normal, IMT: 27 ( Obesitas 1 ), Telinga: normotia, sekret ( + ), vesikel dengan ukuran
milliar, tegas pada auricular dextra disertai edema preauricular dan adanya pus, leher
didapatkan pembesaran KGB pada regio coli dextra, kenyal dan mudah digerakan. Pada
status dermatologikus dengan lokasi regio fasialis dextra dan regio mandibularis dextra.
Adanya efloresensi berupa krusta multiple berwana gelap pada regio mandibularis dextra
dengan ukuran lentikular, bentuk tidak teratur, tegas dengan dasar yang eritem serta
vesikel dengan ukuran milliar, tegas pada auricular dextra disertai edema preauricular dan
adanya pus.

VII. Diagnosis Kerja

o Herpes Zoster Regio Mandibularis Dextra

VIII. Diagnosis Banding

Tidak ada
IX. Pemeriksaan Penunjang Yang Dianjurkan

o Tzanck test

X. Penatalaksanaan

o Non Medikamentosa

1. Menjaga kebersihan kulit.


2. Untuk lenting di kulit dapat di kompres dengan air dingin untuk mengurangi
nyeri.
3. Lenting jangan di pecahkan
4. Meminimalkan kontak dengan orang lain karena dapat menular.
5. Konsul ke THT untuk keluhan gangguan pendengaranya.

o Medikamentosa
o Sistemik

1. IVFD RL 20 tpm
2. Acyclovir tab 5 x 800 mg.
3. Omeprazol caps 2 x 20 mg.
4. Asam mefenamat tab 3 x 500 mg.
5. Mecobalamin caps 2 x 500 mcg.

o Topikal

1. Mupericin cream 2 % tube no. I


S.u.e
XI. Prognosis

o Ad vitam: Bonam
o Ad fungsionam: Bonam
o Ad sanational: Bonam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
HERPES ZOSTER REGIO MANDIBULARIS DEXTRA

I. Pendahuluan

Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus varisela
zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan kadang--kadang di dalam
sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik saraf kranial, menyebar ke
dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan segemen yang dipersarafi Selama fase
reaktivasi, dapat terjadi infeksi VVZ di dalam sel mononuklear darah tepi yang biasanya
subklinis.1

Penyebab reaktivasi tidak sepenuhnya dimengerti tetapi di perkirakan terjadi pada kondisi
gangguan imunitas selular. Faktor--faktor yang berpotensi menyebabkan reaktivasi Adalah
pajanan VVZ sebelumnya (cacar air, vaksinasi), usia lebih dari 50 tahun, keadaan
imunokompromais, obat--obatan imunosupresif, HIV/AIDS, transplantasi sumsum tulang
atau organ, keganasan, panjang, stres psikologis, trauma dan tindakan pembedaan.1

Kejadian HZ meningkat secara dramatis seiring dengan bertambahnya usia. Kira--kira 30%
populasi (1 dari 3 orang) akan mengalami HZ selama masa hidupnya, bahkan pada usia 85
tahun, 50 % (1 dari 2 orang) akan mengalami HZ. Insidens HZ pada anak--anak 0.74 per
1000 orang per tahun. Insidens ini meningkat menjadi 2,5 per 1000 orang di usia 20--50
tahun (adult age), 7, per 1000 orang di usia lebih dari 60 tahun (older adult age) dan
mencapai 10 per 1000 orang per tahun di usia 80 tahun. Hampir 90% akan mengalami nyeri.
Nyeri akut maupun nyeri kronisnya dapat mengganggu kualitas hidup.1
II. Defenisi

Herpezs zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi vesicular
berkelompok dengan dasar eritematous disertai nyeri radicular unilateral yang umumnya
terbatas pada satu dermatom. Herpes zoster sendiri merupakan manifestasi reaktivasi dari
infeksi laten endogen virus varicella zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks
dorsalis,ganglion saraf kranialis, atau ganglion sarf autonomic yang menyebar ke jaringan
saraf dan kulit dengan segmen yang sama.2

III. Gejala Klinis

Herpes zsster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa:2


a. Sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, pegal dan parastesia sepanjang dermatom
b. Diukti oleh gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat
c. Rasa nyeri yang timbul dapat menyerupai sakit gigi, pleuritism infark jantung, kolik
ginjal, apendisitis
d. Dapat dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri kepala, malaise dan demam.
Semua gejala prodromal ini biasanya berlangsung 1 – 10 hari )

Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi pad kulit yang baisanya gatal atau nyeri
terlokalisir ( terbatas di satu dermatom ) berupa macula kemerahan, kemudian berkembang
menjadi papul dan vesikel jernih berkelompok selama 3 -5 hari, selanjutnya isi vesikel
menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta ( berlangsung 7- 10 hari ). Erupsi kulit
menjadi involusi setelah 2 – 4 minggu, sebagian besar kasus herpes zoster, eruosi kulitnya
menyembuh secara spontan tanpa gejal sisa.2

IV. Diagnosis

Diagnosis penyakit herpes zoster, sangatlah jelas, apabila di anamnesis dengan teliti karena
gambaran klinis dari penyaki ini memiliki karakteristik tersendiri. Untuk kasus – kasus yang
tidak jelas, deteksi antigen dengan mengisoloasi virus dari sediaan hapus leis atau
pemeriksaan antibody igM spesifik herpes zoster sangatlah diperlukan.2
Pemeriksaan kultus virus memmpunyai sensitivitas yang rendah karena virus herpes besifat
labil dan sulit untuk di kembangkan dari cairan vesikel. Pemeriksaan dengan teknik
Polymerase chain reaction ( PCR ) merupakn test diagnostic yang paling sensitive dan
spesifik karena dapat mendeteksi DNA virus varisela zoster dari cairan vesikel.

V. Etiologi

Varicella zoster virus (VZV) adalah virus yang menyebabkan cacar air (chicken pox) dan
herpes zoster (shingles). VZV memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut:3

a. Kelas : Kelas I ( dsDNA)


b. Famili: Herpesviridae
c. Genus: Varicellovirus
d. Spesies Human herpes zoster

Varicella zoster adalah virus yang hanya dapat hidup di manusia dan primata (simian).
Pertikel virus (virion) varicella zoster memiliki ukuran 120-300 nm. Virus ini memiliki 69
daerah yang mengkodekan gen tertentu sedangkan genom virus ini berukuran 125 kb (kilo-
basa). Komposisi virion adalah berupa kapsid, selubung virus, dan nukleokapsid yang
berfungsi untuk melindungi inti berisi DNA double stranded genom. Nukleokapsid memiliki
bentuk ikosahedral, memiliki diameter 100-110 nm, dan terdiri dari 162 protein yang dikenal
dengan istilah kapsomer. Virus ini akan mengalami inaktivasi pada suhu 56-60 °C dan
menjadi tidak berbahaya apabila bagian amplop virus ini rusak. Penyebaran virus ini dapat
terjadi melalui pernapasan dan melalui vesikel pada kulit pada penderita. 3

VI. Epidemiolgi

Di Indonesia, pada sebuah penilitan yang dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang meliputi jumlah kasus baru, jenis kelamin, usia, lokasi
dermatom, dan terapi. Metode penelitian ialah retrospektif dengan menggunakan catatan
medis pasien baru herpes zoster yang berobat di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado selama periode Januari 2011 hingga Desember 2013. Dari Hasil
penelitian memperlihatkan terdapat 96 (0,84%) kasus herpes zoster dari 11.367 pasien baru
yang terdiri dari 51 (53,11%) laki-laki dan 45 (46,87%) perempuan. Kelompok usia
terbanyak ialah 45-64 tahun sejumlah 59 kasus (61,46%). Lokasi dermatom tersering pada
regio torakalis sinistra sejumlah 18 kasus (18,75%). Terapi yang paling sering diberikan ialah
kombinasi antivirus, analgetik, roboransia, dan pengobatan topikal (bedak/cream antibiotika)
sejumlah 43 kasus (44,79%). Dari keseluruhan pasien herpes zoster, kelompok usia 45-64
tahun yang terbanyak yaitu 59 orang (61,46%); tidak dijumpai pada kelompok usia <5
tahun.4

VII. Patogenesis

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella zoster (VZV). Virus
DNA ini adalah virus yang menyebabkan penyakit cacar air (chicken pox) yang merupakan
infeksi awal sebelum sesorang mengalami herpes zoster. Jadi herpes zoster hanya dapat
muncul pada seseorang yang telah mengalami cacar air sebelumnya. Setelah episode cacar
air telah sembuh, varicella zoster akan bersifat laten di dalam badan sel saraf kemudia.
varicella menyebar secara sentripetal ke sensori fiber dan sensori ganglia. Virus tesebut
berada ganglia tersebut tanpa menimbulkan gejala.3,5

Suatu saat virus dapat teraktivasi dan dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion mengikuti
dermatom saraf (daerah pada kulit yang disarafi oleh satu spinal nerve) yang menimbulkan
tanda dan gejala pada kulit berupa cluster atau gerombolan lenting yang kecil yang kemudian
menjadi blister. Blister-blister tersebut akan terisi cairan limfa dan kemudian pecah lalu
menjadi krusta dan menghilang . Postherpatic neuralgia terkadang terjadi dikarenakan
kerusakan pada saraf. Sistem imun akan mengeliminasi sebagian besar virus sehingga
seseorang dapat dikatakan sembuh. Meskipun tanda dan gejala telah tidak ada, namun virus
akan tetap bersifat laten pada ganglion saraf (ganglion dorsal root maupun ganglion gasseri)
pada dasar tengkorak. Apabila sistem imun menurun virus akan mengalami multiplikasi dan
menyebar sepanjang ganglion menyebabkan nekrosis di neuron yang ditandai oleh neulagia.
3,5
VIII. Diagnosis Banding

 Dermatitis Kontak
Suatu dermatitis yang timbul setelah kontak dengan kontaktan eksterna, misalkan asam atau
basa kuat. Gejala yang timbul biasanya adalah Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama
dan keluhan tambahan Biasanya kelainan kulit timbul beberapa saat sesudah kontak pertama
dengan kontaktan eksternal. Penderita akan mengeluh rasa panas, nyeri atau gatal.5

Pada pemeriksaan fisik kulit didapatkan pada permukaan kulit yang terkena, ditemukan
adanya eritema numular sampai dengan plakat. vesikel, bula sampai erosi numular sampai
plakat.5

 Herpes Simpleks

Suatu lesi akut berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang eritema, dapat satu atau
beberapa kelompok terutama pada atau dekat sambungan mukokutan. Penyebab Herpes virus
hominis (HVH) dan merupakan suatu virus DNA.5

Pada gejala klinisi ,biasanya perjalanan penyakit penyakit didahului perasaan gatal, rasa
terbakar dan eritema selama beberapa menit sampai beberapa jam, kadang-kadang timbul
nyeri saraf . Pada infeksi primer gejala-gejala lebih berat dan Iebih lama jika dibandingkan
dengan infeksi rekuren, yaitu berupa malaise, demam dan nyeri otot.5

Pada pemeriksaan fisik biasanya akan di dapatkan Vesikel-vesikel miliar berkelompok, jika
pecah membentuk ulkus yang dangkal dengan kemerahan pada daerah di sekitarnya.

IX. Pemeriksaan Penunjang


 Tzanck test6
1. Preparat yang diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru
2. Setelah itu diwarnai dengan perwanaan yaitu hematoxylin – eosin, giemsa, wright
atau toloudine blue
3. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cell
4. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84 %

X. Penatalaksanaan

 Non Medikamentosa7,8

1. Pasien diminta untuk menjaga kebersihan diri dan menghindari untuk kontak dengan
orang lain selama dalam masa pengobatan.
2. Istirahat yang cukup.
3. Diusahakan supaya lesi tidak boleh pecah.
4. Memulai pengobatan sesegera mungkin.

 Medikamentosa

Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatis, untuk nyeri diberi analgetik. Jika disertai
infeksi sekunder diberikan antibiotik. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dengan
diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir yang dianjurkan adalah 5
X 800 mg. sehari dan biasanya diberikan 7 hari. Jika lesi baru masih muncul obat tersebut
dapat dilanjutkan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi. Indikasi
pemberian kortikosteroid adalah untuk sindrom ramsay hunt. Pemberian harus sedini
mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Biasanya 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu
dosis diturunkan secara bertahap. Untuk mencegah agar lesi tidak mudah untuk pecah dapat
diberikan bedak salisil 2 %. antiviral lain yang direkomendasikan adalah Famciclovir 500
mg PO 3 kali sehari selama 7 hari atau Valacyclovir 1000 mg PO 3 kali sehari selama 7
hari.7

Bila lesi luas atau ada keterlibatan organ dalam, atau pada imunokompromais diberikan
asiklovir intravena 10 mg/kgBB/hari 3 kali sehari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan
dalam 100 cc NaCl 0.9% dan diberikan dalam waktu 1 jam. Dan obat pilihan untuk ibu hamil
ialah asiklovir berdasarkan pertimbangan risiko dan manfaat.8

Untuk pemebrian anlgesik dianjurkan untuk mengurangi nyeri yang timbul, yang dapat
diberikan: 8
o Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
o Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
o Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes zoster selain diberi
asiklovir pada fase akut, dapat diberikan antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10
mg/hari ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian hingga 3 bulan,
diberikan setiap malam sebelum tidur.
o Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu.
o Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu.

XI. Komplikasi

 Postherpetica Neuralgia

Komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus herpes zoster adalah postherpetic
neuralgia. Lima puluh persen kasus tersebut berumur lebih dari 60 tahun. Postherpatic
neuralgia adalah nyeri yang diakibatkan kerusakan saraf oleh virus varicella zoster, yang
menghasilkan sinyal elektrik ke otak. Pasien mengalami rasa nyeri lebih dari 4 bulan dari
onset awal munculnya lesi herpes zoster. Gejala sensoris pada dermatum yang terkena
berupa nyeri, mati rasa, dysesthesias dan allodinia (nyeri yang dikarenakan gerakan).
Gejala ini berlangsung atau muncul kembali dalam jangka waktu bulanan, tahunan,
ataupun seumur hidup. Pada beberapa kasus yang cukup jarang, pasien dapat mengalami
kelemahan otot, tremor, atau paralisis jika saraf yang terkena memiliki peranan dalam
mengontrol pergerakan otot. Tanda yang muncul dapat berupa cutaneous scar pada area
herpes zoster yang telah terkena sebelumnya.6,7
 Herpes Zoster Oticus ( Sindrom Ramsay Hunt )

Herpes zoster oticus atau disebut juga sindroma Ramsay Hunt melibatkan telinga bagian
dalam, tengah, atau luar. Sindroma ini terjadi karena keterlibatan saraf fasialis dan
vestibulokoklearis yang menyebabkan gejala berupa kehilangan pendengaran dan vertigo.
Manifestasi herpes zoster oticus berupa ostalgia berat dan berhubungan dengan erupsi
vesikular kutaneus pada eksternal cannal dan pinna. Apabila berkaitan dengan paralisis
pada wajah, infeksi ini disebut dengan Ramsay Hunt syndrome. Ramsay Hunt syndrome
menempati 12% facial paralysis dan sebagian besar memiliki prognosis dan gejala yang
lebih berat dibandingkan bell palsy.6,7

XII. Prognosis

Umumnya perjalanan penyakit ini baik, apabila diobati dengan tepat dan pasien mau
mengikuti semua yang diisntruikan oleh dokter, Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4
minggu tetapi penyembuhan sempurna membutuhkan waktu >4 minggu. Pasien usia lanjut
dan imunokompromais membutuhkan waktu yang lebih lama untuk resolusi.8

XIII. Kesimpulan

Herpes zoster disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV) yang sama dengan penyebab
varisela. Herpes zoster merupa-kan reaktivasi VZV yang menyerang kulit dan mukosa
dengan gejala nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada
dermatom yang dipersarafi. Patogenesis herpes zoster belum sepenuhnya diketahui. Selama
terjadi varisela, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf
sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serat saraf sensoris ke ganglion
sensoris. Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu:
mengatasi infeksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh VZV Untuk
menegakan penyakit ini yang paling diutamakn anamnesis, pemeriksaan fisik. Karena
penyakit ini mempunyai gejala yang mempunyai karakteristik tersendiri.
XIV. Daftar Pustaka

1. Zainuddin AS, Muchtar A, Wiryadi BE, Moegni E, Zubier F, Lumintang H, etc. Buku
pandua herpes zoster. Jakarta: FK Universitas Indonesia;2014.p 1-3, 9-13.
2. Djuanda A, Wiryadi BE, Kurniati DD, Novianto E, Effendi EH, Zubier F, etc. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 2018.p.121 – 124
3. Sinta I. Herpes zoster.Edisi 2010. Di kutip dari http://sinta.unud.ac.id/upload/
documen_dir/347df074cf95ade71a12f1bd8905c741.pdf. 08 Januari 2019
4. Danardono DH, Niode NJ. Profil herpes zoster di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
PROF.DR.R.D.Kandou Manado 2011 – 2013. Dikutip dari https://ejournal.unsrat.ac.id
/index.php/biomedik/article/download/9486/9061.08 Januari 2018.
5. Siregar RS. Atlas berwana saripati penyakit kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC;2005.p.80 -81,
84, 107.
6. Lubis RD. Varicella dan herpes zoster. Edisi 2008. Dikutip dari repository.usu.ac.id/
bitstream/handle/123456789/3425/08E00895.pdf. 9 Januari 2018.
7. Janniger CK. Herpes zoster. Edisi 2018. Dikutip dari Herpes Zoster Treatment &
Management.08 Januari 2019.
8. Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Listiawan MY, Siswati AS, Triwahyudi D, etc.
Panduan praktik klinik bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI;2017.p.62 - 63

Anda mungkin juga menyukai