Anda di halaman 1dari 25

Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................................3
B. Tujuan.......................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................5
KONSEP TEORITIS PENYAKIT..........................................................................................5
A. Definisi.....................................................................................................................5
B. Etiologi.....................................................................................................................5
C. Patofisiologi..............................................................................................................7
D. WOC.........................................................................................................................7
E. Manifestasi Klinis.....................................................................................................9
F. Penatalaksanaan.........................................................................................................12
1. Pendidikan terhadap Pasien................................................................................12
2. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE..................................12
3. Pengobatannya....................................................................................................13
G. Komplikasi.............................................................................................................15
H. Pemeriksaaan Diagnostik.......................................................................................15
1. Pemeriksaan Laboratorim...................................................................................15
2. Histopatologi.......................................................................................................16
BAB III.................................................................................................................................17
DIAGNOSA KEPERAWATAN............................................................................................17
A. Diagnosa Yang Mungkin Muncul...........................................................................17
B. Rencana Asuhan keperawatan (NCP).....................................................................17
PENUTUP.............................................................................................................................24
Kesimpulan Dan Saran..........................................................................................................24
A. Kesimpulan.............................................................................................................24
B. Saran.......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................25

1
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih dan maha penyayang.
Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ilmiah tentang
penyakit Lupus eritematosus dan diagnosa yang mungkin muncul.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal. Terlepas dari segala hal tersebut,
kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami lapang dada menerima segala kritik dan
saran dari pembaca agar kami bisa memperbaiki makalah ini
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaar inspirasi pembaca.

Bulukumba, 28 Januari 2019

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan banyak
organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit ini dapat
ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan
kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Gejala utama Lupus
Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam
dan kehilangan berat badan. Sekitar 80% kelainan melibatkan jaringan persendian,
kulit, dan darah 30-50% menyebabkan kelainan ginjal, jantung dan sistem saraf,
serta 10-30% menyebabkan trombosis arteri dan vena yang berhubungan dengan
antibodi antikardiolipin.
Manifestasi klinis LES pada sistem saraf dapat berupa neuropsikiartik
psikiosis, kejang, stroke, kelumpuhan saraf kranial, maupun mielopati. Angka
kejadian mielopati transversa pada LES sekitar 1-2%, sedangkan insiden kejadian
mielopati transversa pada populasi umum 1,34/satu juta. Prevalensi LES diantara
etnik adalah wanita kulit hitam 1:250, wanita kulit putih 1:4300, dan wanita cina
1:1000.

3
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Lupus eritematosus Sistemik
2. Untuk mengetahui etiologi Lupus eritematosus Sistemik
3. Untuk mengetahui patofisiologi Lupus eritematosus Sistemik
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis Lupus eritematosus Sistemik
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan Lupus eritematosus Sistemik
6. Untuk mengetahui komplikasi Lupus eritematosus Sistemik
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostik Lupus eritematosus Sistemik
8. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Lupus eritematosus Sistemik

4
BAB II

KONSEP TEORITIS PENYAKIT

A. Definisi
Lupus Eritematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun menahun yang
menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ tubuh, termasuk
kulit, persendian dan organ dalam.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi
karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan
dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh,
dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat
episodik diselangi episode remisi.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun yang
kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit
ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiognisis.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh.

B. Etiologi
Sampai saat penyebab LES (Lupus eritematsus sistemik) belum diketahui,
Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti paktor genetic,inpeksi dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES (Lupus eritmatosus sistemik).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari
sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat

5
menghasilkananti bodi secara terus menerus. Anti bodi ini juga berperan dalam
komplek imun sehingga mencetuskan penyakit implamasi imun sistemik dengan
kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan.
Mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas selbe.hal ini
dapat terjadi sekunder
Terhadap beberapa factor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
a) Infeksi
b) Antibiotik
c) Sinar ultraviolet
d) Stres yang berlebihan
e) Obat-obatan yang tertentu
f) Hormon

Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh
pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita,
meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang
menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya
gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan
mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama esterogen) mungkin berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat
menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat
dihentikan.

6
C. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi
ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor genetic, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduksi) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pda SLE, peningkatan
produksi autoantibody diperkirakan terjadi akibat funsi sel T supresor yang
abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan.
Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibody
tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

D. WOC

faktor genetik Factor lingkungan faktor hormonal Obat-obatan


(sinar ultraviolet) (Hidration)

Keterlibatan gen
Hormon proklatin
Gangguan kulit
Obat
Gen membawa terakumulasi
SLE pada Merangsang dalam tubuh
keturunan infeksi system imun
selanjutnya
Obat berikatan
Obat-obatan Pembentukan dengan kompleks
Faktor pemicu tidak cocok kompleks anti bodi
(mengikat imun
komplemen)

Stres berlebihan Aktivasi Imun kompleks


komplemen

7
Perubahan reaksi imun
(reaksi Hipersensitivitas dan
Autoimun)

Lupus Eritematosus Sistemik

Kulit akut artritis Efusi pleura kelelahan


n

Ruam kulit Sendi Pneumonitis lupus Meningkatnya


berbentuk interfalngeal beban kerja
kupu-kupu proksimal
Kompleks
imun pada Merangsang
Eritema alveolus system imun
dan Efusi sendi
purpura

Reaksi inflamasi pembekakan sesak Pembentukan


nyeri komples antibodi

nyeri nyeri
Gangguan
mobilitas Anemia

MK : gg. MK : intoleransi
Integritas aktivitas
kulit
Mk : gg rasa
nyaman (nyeri
kronik)

8
E. Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak
disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga
menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang
terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapt remisi dan eksaserbsi.
Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti
kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan biasanya
disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang, kelemahan,
berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-
kadang disertai menggigil.
1. Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal,
berupa artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal
proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan
pergelangan kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi
sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau
ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi
pada berbagai tempat, dan ditemukan pada pasien yang mendapatkan
pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena
ialah kaput femoris.

2. Gejala Mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus
SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lasi kulit akut,
subakut, diskoid, dan livido retikularis.

9
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus
pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat
sembuh tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat
timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi
kulit akut.Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis
dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup
oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung
lama akan berbentuk silikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil
sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema
periungual.Livido retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering
ditemui pada SLE.
3. Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling
sering ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik kegagalan
ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya
menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu:
1) nefritis lupus difus.
Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya
tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal
sedang sampai berat
2) Nefritis lupus membranosa
Nefritis lupus membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan
sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan
penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.

10
Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah
pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu
penyebab kematian SLE kronik.
4. Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu
psikosis organik dan kejang-kejang.
Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala
aktif SLE pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi
disamping gejala khas organik otak seperti sukar menghitung dan tidak snggup
mengingat kembali gambar-gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis
tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru
dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai.
Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya.
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan
lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.
5. Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival
dan adanya badan sitoid di retina
6. Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai
akibat keadaan tersebut.
7. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi
pluera (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari
kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.
8. Saluran Pencernaan

11
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual
dan diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya
mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh
peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang
mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.
9. Hemik-Limfatik
Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal,
dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah
splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien
berupa infark atau trombosis berkaitan dengan adanya lupus antikoagulan.
Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan penyakit LES, yang
diperantai oleh proses imun dan non-imun

F. Penatalaksanaan
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis
gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan
organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari
pemeriksaan serologis. Monotoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter
laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.

1. Pendidikan terhadap Pasien


Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya
(perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif
terhadap penanggulangan penyakit.

2. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE


a) Monitoring yang teratur
b) Penghematan enersi

12
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang
menonjol. Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu
ditekankan pentingnya tidur yang cukup.

c) Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat
juga digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari
langsung.
d) Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas
sebabnya, pasien harus memeriksanya.
e) Merencanakan kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang
mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif.

3. Pengobatannya
a) Lupus diskoid
Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim
luocinonid 5% lebih efektif dibandingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi
dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif
terhadap 50% pasien.
b) Serositis lupus (plueritis, perikarditis)
Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap
gangguan ginjal), anti-malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis
rendah.
c) Arthritis lupus
Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan
pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan ati-malaria. Sedangkan

13
untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake
inhibitor antidepresan (amitriptilin)
d) Miositis lupus
Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison
dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat
mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan untuk
mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara pemberian
prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250
mg) metrotreksat atau azathioprine.
e) Fenomena Raynaud
Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin dan
nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.
f) Lupus nefritis
Lupus nefritis kelas II mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan
terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karna
menggambarkan perubahan status penyakit menjadi lebih parah. Lupus
nefritis III memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan DPGN. Pada
lupus nefritis IV kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena.
Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari
pemberian, diperiksa kadar leukositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya
akan dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah leukositnya
(normalnya 3.000-4.0000/ml). Pada lupus nefritis V regimen terapi yang di
berikan adalah (1) monoterapi dengan kortikosteroid. (2) terapi kombinasi
kortikosteroid dengan siklosporin A. (3) sikofosfamid, azathioprine atau
klorambusil. Pada lupus nefritis V tahap lanjut, pilihan terapinya adalah
dialisis dan transplantasi renal.
g) Gangguan hematologis
Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah
kortikosteroid, imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi

14
hemolitik, terapi yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan
spelenektomi.
h) Pneumonitis intersititialis lupus
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid
intravena.
i) Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid
intravena

G. Komplikasi
Komplikasi LES meliputi :
1. Hipertensi (41%)
2. Gangguan pertumbuhan (38%)
3. Gangguan paru-paru kronik (31%)
4. Abnormalitas mata (31%)
5. Kerusakan ginjal permanen (25%)
6. Gejala neuropsikiatri (22%)
7. Kerusakan muskuloskeleta (9%)
8. Gangguan fungsi gonad (3%)

H. Pemeriksaaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Laboratorim
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan :
a) Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia

15
b) Kelainan Imunologis
Ditemuka sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA,
faktor reumatitoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.

2. Histopatologi
a) Umum :
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi
onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-
Sacks.
b) Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus
membranosa
c) Kulit
Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular pada
dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada
kulit yang tak terkena (70%). Yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika
ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan terpanjang.

16
BAB III

DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. Diagnosa Yang Mungkin Muncul


a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas
b. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi dan sesak
c. intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan
kebutuhan O2 (anemia)

B. Rencana Asuhan keperawatan (NCP)


No Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Kolaborasi
Keperawatan Hasil

17
1 Gangguan setelah  Mempertaha Mandiri : 1. Kondisi kulit
integritas kulit dilakukan nkan 1. Kaji dipengaruhi
berhubungan intervensi integritas integritas oleh sirkulasi
dengan keperawatan kulit kulit, catat dan
gangguan selama 3x24  Mengidentifi perubahan mobilitas
mobilitas jam, kasi faktor pada turgor, jaringan
diharapkan resiko/perila gg. Warna, dapat
gangguan ku klien eritema menjadi
integritas kulit untuk 2. Bantu untuk rapuh dan
berkurang mncegah latihan cenderung
cedera rentang untuk infeksi
dermal gerak pasif berat
 Melakukan atau aktif 2. Meningkatka
aktivitas 3. Inspeksi n sirkulasii
sehari-hari kulit/titik jaringan,

 Observasi tekanan mencegah

perbaikan secara teratur statis

luka/penyem untuk 3. Potensial

buhan lesi kemerahan, jalan masuk

bila ada berikan untuk


pijatan organisme
lembut patogen,
4. Awasi pada adanya
tungkai gg. Sistem
terhadap imun, ini
kemerahan, meningkatka
perhatikan n resiko
dengan ketat infeksi/pela

18
terhadap mbatan
pembentukan penyembuha
ulkus n
Kolaborasi : 4. Menungkatk
5. Gunakan an aliran
pelindung, balik vena
mis : lotion menurunkan
sesuai statis
dengan vena/pemben
indikasi tukan edema
5. Menghindari
kerusakan
kulit dengan
mencegah/m
enurunkan
tekanan
terhadap
permukaan
kulit
2. Gangguan rasa Setelah  Menyatakan Mandiri : 1. Nyeri dada
nyaman (nyeri dilakukan nyeri 1. Tentukan biasanya ada
kronik) intervensi hilang/terkon karakteristik dalam
berhubungan keperawatan trol nyeri, mis : beberapa
dengan efusi selama 3x24  Menunjukka tajam, derajat pada
sendi dan sesak jam, n rileks, ditusuk. pneumonia,
diharapkan istirahat/tidur Selidiki juga dapat
rasa nyeri , peningkatan perubahan timbul
berkurang dan aktivitas lokasi/intensi komplikasi
berangsur- dengan cepat tas nyeri pneumonia

19
angsur  Menggabung 2. Pantau tanda seperti
menghilang kan vital perikarditis
keterampilan 3. Berikan dan
relaksasi dan tindakan endokarditis
aktivitas nyaman, 2. Perubahan
hiburan ke mis : frekuensi
dalam relaksasi/lati jantung
program han napas menunjukka
kontrol/nyeri 4. Dorong n pasien
untuk sering merasa
mengubah nyeri.
posisi. Bantu 3. Tindakan
pasien untuk non-
bergerak di analgesik
atas tempat diberikan
tidur, dengan
songkong sentuhan
sendi yang lembut dapat
sakit di atas menghilangk
dan dibawah, an
hindari ketidaknyam
gerakan yang anan dan
menyentak memperbesa
5. Anjurkan r efek
pasien untuk terapianalges
mandi air ik
hangat. 4. Mencegah
Sediakan terjadinya

20
waslap kelelahan
hangat untuk umum dan
mengompres kekakuan
sendi-sendi sendi.
yang sakit Menstabilka
beberapa kali n sendi,
sehari. mengurangi
6. Berikan gerakan/rasa
masae yang sakit pada
lembut sendi
Kolaborasi : 5. Panas
7. Bantu meningkatka
dengan terapi n relaksasi
fisik mis : otot dan
bak mandi mobilitas,
dengan menurunkan
kolam rasa sakit
bergelomban dan
g melepaskan
kekakuan di
pagi hari.
Sensitivitas
terhadap
panas dapat
dihilangkan
dan luka
dermal dapat
disembuhkan

21
6. Menigkatkan
relaksasi/me
ngurangi
tegangan
otot
7. Memberikan
dukungan
panas untuk
sendi yang
sakit.
3. Intoleransi Setelah  Adanya Mandiri : 1. Mempengaru
aktivitas dilakukan peningkatan 1. Kaji hi pilihan
berhubungan intervensi toleransi kemampuan intervensi/ba
dengan tidak keperawatan aktivitas pasien untuk ntuan
seimbangnya 3x24 jam, (termasuk melakukan 2. Manifestasi
suplai dan diharapkan aktivitas tugas. Catat kardiopulmo
kebutuhan O2 menunjukkan sehari-hari) laporan nal dari
(anemia) penurunan  Berpartisipas kelelahan upaya
tanda fisiologis i dalam dan keletihan jantung dan
intorelansi aktivitas 2. Awasi TD, paru untuk
sehari-hari nadi membawa
sesuai pernapasan, jumlah
tingkat selama dan oksigen
kemampuan sesudah adekuat ke
aktivitas. jaringan
3. Rencanakan 3. Meningkatka
kemajuan n secara
aktivitas bertahap
dengan tingkat

22
pasien, aktivitas
termasuk sampai
aktivitas normal dan
yang pasien memperbaila
pandang i tonus otot
perlu tanpa
4. Gunakan kelemahan.
teknik 4. Mendorong
penghematan pasien
energi melakukan
5. Anjurkan banyak
pasien dengan
berhenti bila membatasi
terjadi nyeri penyimpang
dada, an energi dan
kelemahan mencegah
atu pusing kelemahan
terjadi 5. Sters
Kolaborasi : berlebihan
6. Berikan dapat
oksigen menimbulka
tambahan n kegagalan.
6. Memaksimal
kan sediaan
oksigen
untuk
kebutuhan
seluler

23
PENUTUP

Kesimpulan Dan Saran

A. Kesimpulan
Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan banyak
organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit ini dapat
ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan
kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Gejala utama Lupus
Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam
dan kehilangan berat badan. Penyebab dari penyakit lupus meliputi pengaruh faktor
genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respons imun.
penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan
organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang
sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan
serologis.

B. Saran
a) Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari Lupus Erimatosus Sistemik.

24
b) Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit Lupus Erimatosus Sistemik
dengan cepat, teliti dan terampil.
c) Perawat dapat bekerjasama dengan baik dengan tim kesehatan lain maupun
pasien dalam tahap pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : FKUI
Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2004. Patofisiologi. Edisi 4. Volume 2. Jakarta:
EGC

Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Volume 2 Jakarta :
EGC

Albar, Zuljasri. 2004. Ilmu Penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta : FKUI


Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai