Anda di halaman 1dari 164

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Farmasi Tesis Magister

2018

Uji Efek Ekstrak Etanol Kulit Batang


Kecapi (Sandoricum koetjape Merr. )
Sebagai AntiDiare Yang Diinduksi
Dengan Oleum Ricini dan Bakteri
Escherichia coli pada Marmut Jantan

Marbun, Eva Diansari

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3825
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
TESIS

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG KECAPI


(Sandoricum koetjape Merr. ) SEBAGAI ANTIDIARE YANG
DIINDUKSI DENGAN OLEUM RICINI DAN BAKTERI
Escherichia coli PADA MARMUT JANTAN

OLEH:
EVA DIANSARI MARBUN
NIM 147014023

PROGRAM MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


UJI EFEK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG KECAPI
(Sandoricum koetjape Merr. ) SEBAGAI ANTIDIARE YANG
DIINDUKSI DENGAN OLEUM RICINI DAN BAKTERI
Escherichia coli PADA MARMUT JANTAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
EVA DIANSARI MARBUN
NIM 147014023

PROGRAM MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

ii

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Eva Diansari Marbun


Nomor Induk Mahasiswa : 147014023
Program Studi : Magister Farmasi
Judul Tesis : Uji Efek Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi
(Sandoricum koetjape Merr. ) Sebagai AntiDiare
Yang Diinduksi Dengan Oleum Ricini Dan Bakteri
Escherichia coli Pada Marmut Jantan

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan TIM Penguji pada hari Kamis
Tanggal 8 Febuary 2018.

Mengesahkan :
Tim Penguji Tesis
Ketua Tim Penguji Tesis : Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt
Anggota Tim Penguji Tesis : Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt
Dr. Aminah Dalimunthe, M.Si., Apt
Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt
Yandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt

iii

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama Mahasiswa : Eva Diansari Marbun
Nomor Induk Mahasiswa : 147014023
Program Studi : Magister Farmasi
Judul Tesis : Uji Efek Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi
(Sandoricum koetjape Merr. ) Sebagai AntiDiare
Yang Diinduksi Dengan Oleum Ricini Dan Bakteri
Escherichia coli Pada Marmut Jantan

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya
saya sendiri, bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya
tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri maka saya bersedia diberi sanksi
apapun oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU. Saya tidak
akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenar-benarnya


dan dalam keadaan sehat.

Medan, April 2018

Yang membuat pernyataan,

Eva Diansari Marbun


NIM. 147014023

iv

Universitas Sumatera Utara


v

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang tak

terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis

dengan judul Uji Efek Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi (Sandoricum koetjape

Merr.) Sebagai Antidiare Yang Diinduksi Dengan Oleum Ricini Dan Bakteri

Escherichia coli Pada Marmut Jantan, sebagai salah satu syarat untuk mencapai

gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu

penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang tiada terhingga

kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,

M.Hum.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Masfria,

Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi

mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

3. Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan ibu Prof. Dr.

Rosidah, M.Si., Apt selaku Sekretaris Program Studi Magister Farmasi yang

telah banyak memberikan motivasi dan bimbingan sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikannya serta menyediakan fasilitas bagi penulis selama

menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

4. Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. dan Ibu Dr. Aminah Dalimunthe, M.Si.,

Apt., selaku Pembimbing yang selalu membimbing, mengarahkan,

vi

Universitas Sumatera Utara


memberikan dorongan dan semangat sehingga penulis terpacu untuk

menyelesaikan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.dan ibu. Yuandani, M.Si.,Ph.D., Apt.

Selaku ketua dan anggota komisi penguji yang telah memberikan saran dan

koreksi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Ibu Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt Kepala Departemen

Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada

hentinya kepada Ayahanda N.Marbun dan Ibunda M.Siburian yang telah

memberikan cinta dan kasih sayang, pengorbanan baik materi maupun motivasi

serta doa tulus yang tidak pernah berhenti, juga kepada, kepada Kakak dan adik

saya, serta buat rekan mandike, masria, michael, nina, chika, hans, ade, gita diah,

reny, fina, noli, yana, dara, vegi, darwin, daus, eka dan semua pihak yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam

penelitian tesis ini. Kiranya Tuhan memberikan balasan yang berlipat ganda atas

kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari

bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat

menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang

farmasi.

Medan, April 2018


Penulis,

Eva Diansari Marbun

vii

Universitas Sumatera Utara


UJI EFEK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG KECAPI (Sandoricum
koetjape Merr. ) SEBAGAI ANTIDIARE YANG DIINDUKSI DENGAN
OLEUM RICINI DAN BAKTERI Escherichia coli PADA MARMUT
JANTAN

Abstrak

Kulit batang kecapi (Sandoricum koetjape Merr. ) merupakan tanaman


dari suku Meliaceae yang sering digunakan oleh masyarakat Porsea Kabupaten
Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara untuk mengobati diare dan sakit perut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antidiare dan relaksasi usus besar
dari ekstrak etanol kulit batang kecapi pada marmut terisolasi yang diinduksi
asetilkolin klorida secara in vitro, diinduksi bakteri Escherichia coli dan
diinduksi oleum ricini secara in vivo.
Penelitian dilakukan secara in vivo dan in vitro. Parameter yang diukur
dalam penelitian secara in vivo ini adalah waktu mulai terjadinya diare,
konsistensi fases, frekuensi dan lama diare dan secara invitro diukur dari kontraksi
dan relaksasi otot polos usus besar marmut terisolasi. Sebelum dilakukan
pengujian invivo 10 kelompok ( 50 ekor ) marmut dengan berat badan marmut
±400 gram dipuasakan terlebih dahulu, lalu 5 kelompok (25 ekor) marmut
diinduksi oleum ricini sebanyak ±10 ml dan 5 kelompok (25 ekor) marmut
diinduksi bakteri Escherichia coli sebanyak ±7,8 ml, kemudian tiap kelompok
marmut diberi variasi dosis ekstrak kulit batang kecapi dan loperamid sebagai
pembandingnya, dimana kelompok I adalah Kontrol negatif (CMC Na 1 % b/v),
Kelompok ke II kontrol positif ( Loperamid 0,062 mg/kg bb ), kelompok ke III
dosis ekstrak 400 mg/kg bb, kelompok ke IV dosis ekstrak 800 mg/kg bb,
kelompok ke V dosis ekstrak 1600 mg/kg bb. Dan dilakukan pengujian invitro,
usus marmut terisolasi diinkubasi dalam organ bath yang berisi larutan tirode
pada suhu 37 ºC dan diaerasi dengan gas O2:CO2 (95%:5%). Pengujian efek
relaksasi dilakukan setelah usus besar marmut dikontraksi dengan asetilkolin
klorida, kemudian masing – masing usus besar diberikan konsentrasi kumulatif
ekstrak etanol kulit batang kecapi dan atropin sulfat.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan Ekstrak etanol kulit batang
kecapi ( Sandoricum koetjape Merr.) memiliki efek antidiare pada marmut yang
di induksi oleum ricini dan marmut yang diinduksi dengan bakteri Escherichia
coli pada dosis 800 mg/kgBB, dimana memiliki kemampuan ekstrak sebanding
dengan loperamid dalam menghentikan diare. Ekstrak etanol kulit batang kecapi
( Sandoricum koetjape Merr.) memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot
polos usus marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin klorida 5,659 x 10-4
M dengan dosis ekstrak etanol kulit batang kecapi 0,5 mg/ml, dimana dosis ini
yang memiliki kemampuan sebanding dengan kemampuan atropine sulfat
6,95x10-5mg/ml dalam merelaksasi kan usus besar yang sudah diinduksi
asetilkolin klorida. Ekstrak etanol kulit batang kecapi mampu menghentikan diare
dan dapat merelaksasikan usus besar pada marmut.

Kata kunci: ekstrak kulit batang kecapi, oleum ricini, Escherichia coli, antidiare

viii

Universitas Sumatera Utara


EFFECT OF EXTRACT ETHANOL KECAPI BARK (Sandoricum
koetjape Merr.) AS ANTIDIARE INDUCED WITH CASTOR OIL AND
BACTERIA Escherichia coli ON MALE QUINEA PIG

Abstract

Kecapi Bark (Sandoricum koetjape Merr.) Is a plant of the Meliaceae


tribe that is often used by the people of Porsea Toba Samosir regency of North
Sumatra province to treat diarrhea and abdominal pain. This study aims to
determine the effect of antidiarrheal and bowel relaxation from ethanol extract of
harp bark in male quinea pig isolated as induced with acetylcholine chloride in
vitro, induced with Escherichia coli bacteria and induced with castor oil in vivo.
The study was to do in vivo and in vitro. Parameters measured in this in
vivo study were the time to start diarrhea, consistency of the fases, the frequency
and duration of diarrhea and by invitro measured from the contraction and
relaxation of small intestine isolated guinea pig muscle. Before to do invivo test
10 groups for 50 male guinea pig weight of ± 400 grams were first empowered,
then 5 groups for 25 male quinea pig of induced with castor oil as much ± 10 ml
and 5 groups for 25 male quinea pig of induced with Escherichia coli bacteria as
much ± 7.8 ml, then each group of male quinea pig were given variation of dose.
where group I was negative control (CMC Na 1% b / v), Group II positive control
(Loperamid 0,062 mg / kg BW ), third group dose of extract 400 mg / kg BW,
group IV dose extract 800 mg / kg BW, group to V dose extract 1600 mg / kg bb.
invitro tested, isolated guinea pig intubated incubated in bath organs containing a
solution of tirode at 37 ºC and aerated with O2: CO2 (95%: 5%) gas. Relaxation
effect test was performed after the colon was contracted with acetylcholine
chloride, then each of the colon was given cumulative concentration of ethanol
extract kecapi bark and atropine sulphate.
The results showed extract ethanol bark of harp (Sandoricum koetjape
Merr.) had antidiarrheal effect on guinea pig induced with castor oil and guinea
pig induced with Escherichia coli bacteria at dose of 800 mg / kgBW, which had
an equivalent extract capability with loperamide in stopping diarrhea . The bark of
harp ethanol extract (Sandoricum koetjape Merr.) has a relaxation effect on the
intricate guinea pig bowel-induced muscle contractions induced by 5.659 x 10-4 M
acetylcholine chloride with a dose of 0.5 mg / ml bark of harp ethanol extract in
which this dose has the ability comparable to the ability of atropine sulfate
6.95x10-5mg / ml in relaxing the colon of acetylcholine chloride. Ethanol extract
kecapi bark is able to stop diarrhea and can relax the colon in male guinea pig.

Keywords: Extract kecapi bark, Castor oil , Escherichia coli, antidiarrhea

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ............................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS ................................................................... iii

SURAT PERNYATAAN ................................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN TESIS .................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

ABSTRACT ........................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR …………………… ........................................................ xvii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviii

LAMPIRAN .................................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 3

1.3 Hipotesa ............................................................................................ 4

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5

1.6 Kerangka Pikir .................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………… 6

2.1 Diare ................................................................................................ 6

2.2 Pensarafan Sistem Pencernaan .......................................................... 14

Universitas Sumatera Utara


2.2.1 Sistem Saraf Intrinsik .................................................................. 14

2.2.1.1 Sistem Saraf Enterik ............................................................ 14

2.2.2 Sistem Saraf Ekstrinsik .......................................................... 15

2.3 Anatomi Usus Besar ........................................................................... 15

2.3.1 Fisiologi Usus Besar ................................................................... 16

2.3.2 Histologi Usus Besar ................................................................... 17

2.4 Otot Polos Usus Besar ........................................................................ 18

2.4.1 Mekanisme Kontraksi Otot Polos Usus Besar ............................ 18

2.5 Mediator Kontraksi Otot Polos Usus Besar ......................................... 19

2.5.1 Reseptor Muskarinik ................................................................... 19

2.5.2 Reseptor Histaminergik .............................................................. 20

2.5.3 Prostaglandin ............................................................................... 20

2.5.4 Nitrit Oksida ................................................................................ 21

2.6 Antagonis Muskarinik ........................................................................ 21

2.7 Organ Terisolasi ................................................................................. 22

2.8 Konstipasi .......................................................................................... 23

2.9 Uraian Tumbuhan ............................................................................. 24

2.9.1 Habitat Tumbuhan ...................................................................... 24

2.9.2 Sistematika Tumbuhan ............................................................... 24

2.9.3 Nama Daerah .............................................................................. 25

2.9.4 Morfologi Tumbuhan ................................................................. 25

2.9.5 Kandungan Kimia ....................................................................... 25

2.9.6 Penggunaan Tumbuhan ............................................................... 25

2.10 Uraian Kandungan Kimia ................................................................. 26

2.10.1 Glikosida .................................................................................. 26

xi

Universitas Sumatera Utara


2.10.2 Flavonoid .................................................................................. 27

2.10.3 Saponin ..................................................................................... 27

2.11 Ekstraksi ........................................................................................... 28

2.12 Oleum Ricini...................................................................................... 29

2.13 Loperamidi Hydochloridum ............................................................. 30

2.14 Bakteri Escherichia coli ................................................................... 31

2.15 Marmut Jantan ................................................................................. 34

2.16 Kerangka Teori ................................................................................ 36

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 42

3.1 Alat dan Bahan ................................................................................. 42

3.1.1 Alat .............................................................................................. 42

3.1.2 Bahan .......................................................................................... 43

3.2 Penyiapan Hewan Percobaan ........................................................... 43

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan ............................................................. 43

3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ................................................. 43

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ................................................................ 44

3.3.3 Pengolahan Tumbuhan ............................................................... 44

3.4 Pembuatan Ekstrak ............................................................................. 44

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi ............................................................. 45

3.5.1 Pembuatan Larutan Pereaksi ...................................................... 45

3.5.2 Peraksi Asam Klorida 2N ........................................................... 45

3.5.3 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% .................................................. 45

3.5.4 Pereaksi Bouchardat .................................................................. 45

3.5.5 Pereaksi Dragendorff ................................................................. 45

xii

Universitas Sumatera Utara


3.5.6 Pereaksi Kloralhidrat ................................................................. 46

3.5.7 Pereaksi Mayer .......................................................................... 46

3.5.8 Pereaksi Molish ......................................................................... 46

3.5.9 Pereaksi Natrium Hidroksida 2N ............................................... 46

3.5.10 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4M.............................................. 46

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ................................................. 46

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik .......................................................... 46

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik .......................................................... 47

3.6.3 Penetapan Kadar Air .................................................................. 47

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ...................................... 47

3.6.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Etanol ....................... 48

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total ....................................................... 48

3.6.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Air ................... 48

3.6.8 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Asam ............. 49

3.7 Skrining Fitokomia ............................................................................. 49

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida .............................................................. 49

3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida ............................................................ 50

3.7.3 Pemeriksaan Saponin ................................................................. 50

3.7.4 Pemeriksaan Tanin .................................................................... 50

3.7.5 Pemeriksaan Glikosida .............................................................. 50

3.8 Pembuatan Larutan Percobaan ........................................................... 51

3.8.1 Pembuatan Larutan Tirode .......................................................... 51

3.8.2 Pembuatan Larutan Asetilkolin Klorida ..................................... 52

3.8.3 Pembuatan Larutan Ekstrak Kulit Batang Kecapi ...................... 53

3.8.4 Pembuatan Larutan Atropin Sulfat ............................................. 53

xiii

Universitas Sumatera Utara


3.9 Pembuatan Media ............................................................................... 54

3.9.1 Pembuatan Media Mueller Hilton Agar ( MHA ) ....................... 54

3.9.2 Pembuatan Media nutrient broth ( NB )...................................... 55

3.9.3 Pembuatan Agar Miring .............................................................. 55

3.10 Pembiakan Bakteri ............................................................................. 55

3.10.1 Peremajaan Bakteri Escherichia coli ........................................ 55

3.10.2 Pembuatan Inokulum Bakteri Escherichia coli ........................ 56

3.11 Pengujian Antidiare ......................................................................... 56

3.11.1 Penyiapan Bahan ....................................................................... 56

3.11.1.1 Pembuatan Suspensi CMC 1 % b/v ................................. 56

3.11.1.2 Pembuatan Suspensi Loperamid HCl Dosis 1 mg/kg bb ........ 56


3.11.1.3 Pembuatan Suspensi Ekstrak Kulit Batang Kecapi ........ 57

3.11.2 Uji Efek Antidiare Pada Marmut Jantan .................................... 57

3.11.2.1 Pengujian Efek Diare Pada Marmut Jantan Dengan


Menginduksi Ol.ricini ...................................................... 57

3.11.2.2 Pengujian Efek Diare Pada Marmut Jantan Dengan


Menginduksi Bakteri Escherichia coli ............................ 58

3.12 Tahap Pengujian .............................................................................. 60

3.12.1 Preperasi Organ ......................................................................... 60

3.12.2 Pengujian Kontraksi Seri Konsentrasi Asetilkolin Terhadap


Otot Polos Usus Besar .............................................................. 60
3.12.3 Pengujian Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Kulit Batang
Kecapi Pada Otot Polos Usus Besar Melalui Induksi
Asetilkolin ................................................................................ 63
3.12.4 Pengujian Efek Relaksasi Atropin Sulfat Pada Otot Polos Usus
Besar Melalui Induksi Asetilkolin ........................................... 65

3.13 Data Dan Analisis Data .................................................................... 67

3.13.1 Data ........................................................................................... 67

3.13.2 Analisis data .............................................................................. 68

xiv

Universitas Sumatera Utara


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 69

4. 1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ............................................................. 69

4. 2 Hasil Karakteristik Simplisia ............................................................. 69

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik ................................................ 69

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ................................................ 69

4.2.3 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Serbuk Simplisia .................... 69

4.3 Skrining Fitokimia .............................................................................. 70

4.4 Hasil Ektraksi .................................................................................. 71

4.5 Pengujian Efek Antidiare Secara Invivo ............................................. 71

4.6 Hasil Pengujian Kontraksi Seri Konsentrasi Asetilkolin klorida


Terhadap Otot Usus Besar ................................................................. 78

4.6.1 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Kulit Batang


Kecapi Otot Polos Usus Besar Melalui Induksi Asetilkolin ...... 81

4.6.2 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Atropin Sulfal Pada Kontraksi


Otot Polos Usus Besar Melalui Induksi Asetilkolin ................... 83

4.6.3 Perbandingan % Relaksasi Atropin Sulfat dan Ekstrak Etanol


Kulit Batang Kecapi pada Kontraksi Otot Polos Usus Besar
Melalui Induksi Asetilkolin ........................................................ 85

4.7 Kolerasi Antara Hasil Uji Invivo dengan Invitro............................... 88


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 89
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 89
5.2 Saran .............................................................................................. 90

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 91

LAMPIRAN ....................................................................................................... 100

xv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Gambar kerangka Pikir ................................................................................ 5

2.1 Gambar Bakteri Escherichia coli .............................................................. 31

2.2 Gambar Kerangka Teori Secara In vivo ...................................................... 38

2.3 Gambar Kerangka Teori Secara In vitro ..................................................... 41

4.1 Gambar Grafik Perbandingan Berat Fases Normal Pada Kedua Penginduksi 74

4.2 Gambar Grafik % Kontraksi Otot Polos Organ Usus Besar Yang Dikontraksi
Dengan Pemberian Seri Konsentrasi Asetilkolin .......................................... 79

4.3 Grafik % Relaksasi Setelah Pemberian Seri Konsentrasi Ekstrak Etanol Kulit
Batang Kecapi Pada Otot Polos Usus Besar ............................................... 82

4.4 Grafik % Relaksasi Setelah Pemberian Seri Konsentrasi Atropin Sulfat


Pada Otot Polos Usus Besar .......................................................................... 84

4.5 Grafik % Relaksasi Setelah Pemberian Seri Konsentrasi Atropin Sulfat dan
Ekstrak Kulit Batang Kecapi Pada Otot Polos Usus Besar ........................... 86

4.6 Gambar Data AUC ekstrak Dan Atropin Sulfat ........................................... 87

xvi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Subtipe Reseptor Muskarinik Dengan Antagonisnya .................................. 22

3.1 Tabel Pemberian Asetilkolin Secara Kumulatif Pada Organ Bath ............. 61

3.2 Tabel Pemberian Konsentrasi Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi Secara

Kumulatif paada Organ Bath ..................................................................... 64

3.3 Tabel Pemberian Atropin Sulfat Secara Kumulatif pada Organ Bath ........ 66

4.1 Tabel Hasil Karakteristik Simplisia ............................................................. 69

4.2 Tabel Hasil Skrining Simplisia ................................................................... 71

4.3 Tabel Waktu Setelah Diberikan Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi Pada
Penginduksi Oleum Ricini Dan Bakteri ....................................................... 73

4.4 Tabel Perbandingan Berat Fases Normal Pada Kedua Penginduksi ........... 74

4.5 Data Uji Seri Konsentrasi Asetilkolin Klorida Terhadap Otot Polos
Usus besar ... ................................................................................................ 79
4.6 Data Rata-rata Hasil % Relaksasi Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi ...... 81
4.7 Data Rata-rata Hasil % Relaksasi Atropin Sulfat ........................................ 84
4.8 Data Data Rata-rata Hasil Relaksasi Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi dan
atropin sulfat ............................................................................................... 86

4.9 Data AUC Ekstrak Dan Atropin Sulfat ........................................................ 87

xvii

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN
Lampiran Halaman

Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan Kulit Batang Kecapi .................................. 100

Lampiran 2 Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan ........................................... 101

Lampiran 3 Gambar Pohon kecapi ..................................................................... 102

Lampiran 4 Gambar Pemeriksaan Mikroskopik ................................................ 103

Lampiran 5 Gambar Feses cair, Feses lembek, feses padat ............................... 104

Lampiran 6 Gambar Usus Besar ........................................................................ 105

Lampiran 7 Gambar Alat Organ bath ................................................................. 106

Lampiran 8 Hasil Karakteristik Simplisia .......................................................... 107

Lampiran 9 Data Waktu Awal Terjadinya Diare ............................................... 110

Lampiran 10 Data Berat Fases Awal Diare ........................................................ 112

Lampiran 11 Data Waktu Proses Dari Fases Diare sampai ke Fases Normal ... 114

Lampiran 12 Data Berat Fases Normal .............................................................. 119

Lampiran 13 Perhitungan effective concentration Ach terhadap otot usus


besar .......................................................................................... 124

Lampiran 14 Gambar Data Hasil Seri Konsentrasi Uji Motilitas ...................... 126

Lampiran 15 Data Perhitungan Kolerasi ............................................................ 127

Lampiran 16 Data Efek Relaksasi Atropin Pada Konsentrasi Usus Besar ........ 130

Lampiran 17 Data Efek Relaksasi Ekstrak kulit batang kecapi pada Konsentrasi
Usus Besar ...................................................................................... 131

Lampiran 18 Data Hasil AUC Ekstrak Dan Atropin ......................................... 132

Lampiran 19 Data Hasil Penelitian .................................................................... 133

Lampiran 20 Data Statistik.................................................................................. 134

xviii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang

potensial dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Keanekaragaman

hayati Indonesia menempati urutan ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan

Zaire. Jika dilihat dari keanekaragaman floranya, cukup banyak jenis tumbuhan

yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Hernani, 2004).

Tumbuhan obat sudah sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia

sebagai bahan obat tradisional dan merupakan sarana penunjang kesehatan

masyarakat turun-temurun. Jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dan obat-

obatan modern menyentuh lapisan masyarakat. Pemanfaatan tumbuhan obat di

Indonesia secara tradisional semakin disukai karena efek samping lebih kecil dari

obat yang dibuat secara sintesis. Penggunaan tumbuhan obat di masyarakat

terutama untuk mencegah penyakit, menjaga kesegaran tubuh maupun mengobati

penyakit (Juliantina, 2008).

Diare adalah penyebab kematian utama kedua pada anak umur dibawah 5

tahun. Setiap tahunnya sekitar 760.000 anak pada umur di bawah 5 tahun

meninggal karena diare (WHO, 2013). Diare merupakan kondisi di mana terjadi

peningkatan frekuensi buang air besar dan penurunan konsistensi feses yang

keluar dibandingkan dengan pola usus individu normal (Wells., dkk, 2009).

Peningkatan motilitas usus juga dapat menyebabkan diare. Iritasi pada usus akan

merangsang peningkatan motilitas usus, yang akan mempercepat waktu lintas

Universitas Sumatera Utara


makanan dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan makanan

tersebut dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air dan elektrolit akan

mengalami gangguan (Shiferie & Shibeshi, 2013).

Penyebab diare bermacam-macam, antara lain adanya infeksi virus

(Rotavirus, Adenovirus), infeksi bakteri (Shigella, Salmonella, Escherichia coli),

malabsorpsi karbohidrat (intoleransi laktosa), makanan basi, beracun atau alergi

terhadap makanan (Mansjoer., dkk, 2000). Semua orang di Indonesia bisa

dikatakan pernah mengalami diare. Banyak orang yang mengalami diare dengan

onset yang cepat menderita penyakit yang tidak terlalu parah dan dapat sembuh

sendiri tanpa memerlukan pengobatan (Goodman and Gilman., 2007).

Diare juga dapat menjadi kronis dan kadang-kadang menimbulkan

komplikasi berat bila tidak ditangani dengan benar. Bila diare hanya beberapa kali

sehari dan berhenti dalam 1-2 hari, hal ini tidak perlu penanganan khusus. Bila

ekskresinya sering yaitu 8-15 kali sehari, disertai perut mules, feses cair dan

banyak, maka perlu diwaspadai. Bahaya terbesar ialah kehilangan cairan tubuh

dan garam, terutama natrium dan kalium, apalagi bila terjadi berhari-hari.

Terutama orang lanjut usia dan bayi, peka sekali dan mudah berakhir dengan

dehidrasi dan, tidak jarang kematian (Mansjoer., dkk, 2000).

Penanggulangan diare dapat dilakukan dengan obat modern dan obat

tradisional yang penggunaannya sudah banyak dilakukan secara turun-temurun.

Penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional banyak diminati sehubungan

dengan adanya efek samping dari penggunaan obat modern. Obat tradisional lebih

dipilih karena dianggap mempunyai efek samping yang lebih kecil. Perlu

diperhatikan pernyataan sementara para pakar kesehatan, obat tradisional maupun

Universitas Sumatera Utara


obat modern tetap mempunyai efek samping tetapi jika keduanya dibandingkan

maka efek samping obat tradisional masih lebih kecil daripada efek samping obat

modern (Duryatmo, 2003).

Menurut pengalaman masyarakat Porsea kabupaten Toba Samosir

Sumatera Utara bahwa rebusan dari kulit batang kecapi juga dapat dijadikan

sebagai obat anti diare. Kecapi termasuk familia Meliaceae mengandung senyawa

flavanoid, saponin, tanin, glikosida dan steroid / triterpenoid, fenol dan polifenol

(Djumidi, 1997). Selain itu, dari penelitian terdahulu telah dilaporkan bahwa daun

Sandoricum koetjape mengandung senyawa triterpenoid dan asam koetjapat

(Riswiyanti, 2002). Kulit batang Sandoricum koetjape memiliki potensi yang

dapat digunakan sebagai obat untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan

fungi serta digunakan sebagai obat tradisional untuk keputihan dan antipiretik

(Swantara., dkk, 2009).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian uji efek

antidiare ekstrak etanol kulit batang kecapi, pada marmut jantan yang dibuat diare

dengan oleum ricini dan marmut yang diinduksi bakteri Escherichia coli.

Penelitian ini juga melakukan efek dan keadaan motilitas usus. Oleh karena itu

sebelum dilakukan penelitian untuk melihat efek tumbuhan secara farmakologi,

tumbuhan yang digunakan dikarakterisasi terlebih dahulu.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah

a. apakah ekstrak etanol kulit batang kecapi mempunyai efek antidiare pada

marmut jantan yang telah diinduksi oleh oleum ricini?

Universitas Sumatera Utara


b. apakah ekstrak etanol kulit batang kecapi mempunyai efek antidiare pada

marmut jantan yangtelah diinduksi oleh bakteri Escherichia coli?

c. apakah ekstrak etanol kulit batang kecapi memiliki efek relaksasi terhadap otot

polos usus besar marmut secara in vitro yang telah diinduksi dengan asetilkolin

klorida?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis pada penelitian

ini adalah

a. ekstrak etanol kulit batang kecapi mempunyai efek antidiare yang telah

diinduksi oleum ricini pada marmut jantan.

b. ekstrak etanol kulit batang kecapi mempunyai efek antidiare yang telah

diinduksi bakteri Eschericha coli pada marmut jantan.

c. ekstrak etanol kulit batang kecapi memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi

otot polos usus besar marmut terisolasi secara in vitro yang telah diinduksi

asetilkolin klorida.

1.4 Tujuan

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. efek antidiare ekstrak etanol kulit batang kecapi yang telah diinduksi oleum

ricini pada marmut jantan.

b. efek antidiare ekstrak etanol kulit batang kecapi yang telah diinduksi bakteri

Escherichia coli pada marmut jantan.

Universitas Sumatera Utara


c. ekstrak etanol kulit batang kecapi memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi

otot polos usus besar marmut terisolasi secara in vitro yang telah diinduksi

dengan asetilkolin klorida.

1.5 Manfaat

Berdasarkan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah menambah

data penelitian dalam usaha pemanfaatan tumbuhan kulit batang kecapi sebagai

obat antidiare .

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan kerangka pikir sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter


Diinduksi
Marmut
ol. ricini

Ekstrak
Diinduksi Etanol kulit batang
E.coli kecapi variasi dosis Diare Saat mulai
invivo 400 mg/kg
bb, 800 mg/kg bb, terjadinya diare
1600 mg/kg bb
Konsistensi fases
Variasi dosis invitro
0,5 mg/ml, 1 Frekuensi diare
mg/ml, 1,5 mg/ml,
2 mg/ml, 2,5 Lama terjadinya
mg/ml, 3 mg/ml, diare
3,5 ml, 4 mg/ml. Nilai tegangan
Kontraksi atau
relaksasi otot kontraksi atau
Usus polos usus relaksasi otot
Di induksi
besar besar pada polos usus besar
asetilkolin
marmut marmut marmut
terisolasi terisolasi

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian Secara In vivo dan In vitro

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

Diare merupakan pengeluaran feses cair berulang kali atau lebih dari 3

kali sehari atau diare adalah suatu keadaan yang frekuensi defekasinya melebihi

frekuensi normal dengan konsistensi feses yang encer. Volume feses lebih dari

250 ml/ hari dapat dianggap abnormal (Walsh, dan O’Shaughnessy, 1997).

Diare disebabkan oleh meningkatnya peristatik usus, sehingga

perlintasan chyumus dipercepat dan masih banyak mengandung air pada saat

meninggalkan tubuh sebagai tinja. Selain itu diare disebabkan karena

bertumpuknya cairan di usus akibat tergnggunya keseimbangan absorpsi dan

sekresi. Terjadinya ganguan keseimbangan ini,sering terjadi pada keadaan radang

lambung usus yang disebabkan oleh kuman atau toksinnya ( Tjay dan Kirana,

2007).

Dalam keadaan normal atau biasa kandungan air berjumlah sebanyak

100-200 ml per jam tinja. Diare sebenarnya adalah proses fisiologis tubuh untuk

mempertahankan diri dari serangan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit dan

sebagainya) atau bahan-bahan makanan yang dapat merusak usus agar tidak

menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna. Diare dikatakan meningkat ketika

frekuensi meningkat dengan konsentrasi tinja lebih lembek atau cair, bersifat

mendadak dan berlangsung dalam waktu 7-14 hari (Walsh, dan O’Shaughnessy,

1997).

Universitas Sumatera Utara


Adapun gejala klinik diare pada umumnya adalah :

1) Fase prodromal (Sindrom Pradiare), antara lain : perut terasa penuh, mual,

muntah, keringat dingin, pusing.

2) Fase diare, antara lain : diare dengan segala akibatnya berlanjut yaitu dehidrasi,

asidosis, syok, mules, kejang, dengan atau tanpa panas, pusing.

3) Fase penyembuhan, antara lain : diare makin jarang, mules berkurang penderita

merasa lemas atau lesu.

Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi

bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut

oleh enzim-enzim. Setelah terjadi resorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari

90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar

(colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di colon mencerna lagi sisa-

sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar dari sisa-sisa tersebut dapat

diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga diresorpsi kembali

sehingga akhirnya isi usus menjadi lebih padat (Tjay dan Rahardja, 2007).

Kadang terjadi peristaltik usus yang meningkat sehingga pelintasan

chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat

meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penyebab utamanya adalah bertumpuknya

cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau terjadinya hipersekresi.

Pada keadaan normal, proses resorpsi dan sekresi dari air dan elektrolit-elektrolit

berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses ini diatur oleh

beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin, sekresi diatur oleh prostaglandin

dan neurohormon V.I.P. (Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya resorpsi

Universitas Sumatera Utara


melebihi sekresi, tetapi karena suatu sebab sekresi menjadi lebih besar daripada

resorpsi, oleh karena itulah diare terjadi.

Berdasarkan penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi berikut :

1) Diare karena infeksi, meliputi :

a) Diare akibat virus

Diare ini disebabkan oleh rotavirus dan adenovirus. Mekanisme terjadinya

diare yaitu dengan cara virus melekat pada sel-sel mukosa usus, yang

menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun, sekresi air dan

elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi dapat bertahan terus

sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya

dalam 3-6 hari (Tjay dan Rahardja, 2007).

b) Diare akibat bakteri (invasif)

Mekanisme terjadinya diare ini adalah bakteri-bakteri tertentu pada keadaan

tertentu, contohnya bahan makanan yang terinfeksi oleh banyak kuman

menjadi “invasif” dan menyerbu ke dalam mukosa. Kemudian bakteri

memperbanyak diri dan membentuk toksin-toksin yang dapat diresorpsi ke

dalam darah dan menimbulkan gejala hebat (seperti : demam tinggi, nyeri

kepala, dan kejang-kejang, mencret berdarah dan berlendir). Bakteri yang

biasanya menyebabkan diare ini adalah bakteri Salmonella, Shigella,

Campylobacter, dan jenis Coli tertentu (Tjay dan Rahardja, 2007).

c) Diare parasiter

Diare ini biasanya terjadi di daerah (sub) tropis. Jenis parasit yang dapat

menyebabkan diare ini adalah Protozoa Entamoeba histolytica, Giardia

Lamblia, Cryptosporidium, dan Cylospora. Adapun gejala dari diare ini

Universitas Sumatera Utara


adalah mencret cairan yang intermiten, bertahan lebih lama dari satu

minggu, nyeri perut, demam, anoreksia, nausea, muntah-muntah dan rasa

letih umum atau malaise (Tjay dan Rahardja, 2007).

d) Diare akibat enterotoksin

Penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk enterotoksin (yang

paling penting adalah E. coli dan Vibrio cholerae), Shigella, Salmonella,

Campylobacter dan Entamoeba histolytica. Diare ini bersifat “self limiting”,

artinya akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam lebih

kurang 5 hari setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa

baru(Tjay dan Rahardja, 2007).

2) Diare karena alergi makanan/minuman dan intoleransi

3) Diare karena gangguan gizi

4) Diare karena kekurangan enzim tertentu

5) Diare yang disebabkan karena pengaruh psikis (misalnya : terkejut dan

ketakutan) (Tjay dan Rahardja, 2007)

Terdapat juga sejumlah penyakit yang dapat pula mengakibatkan diare

sebagai salah satu gejalanya, seperti kanker usus besar dan beberapa penyakit

cacing (contohnya : cacing gelang dan cacing pita). Beberapa obat juga dapat

menimbulkan diare sebagai efek samping, misalnya : antibiotika berspektrum luas

(ampisilin, tetrasiklin), sitostatika, reserpin, kinidin, dan sebagainya. Diare juga

dapat diakibatkan oleh penyinaran dengan sinar-x atau radioterapi. (Tjay dan

Rahardja, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Diare dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu :

1) Peningkatan osmolaritas intraluminer, disebut diare osmotik (Sulaiman dkk.,

1990). Diare osmotik timbul pada pasien yang saluran ususnya terpapar dan tak

mampu menahan beban hiperosmolar, yang biasanya terdiri dari karbohidrat

atau ion divalen. Contohnya : intoleransi laktosa, malabsorpsi asam empedu.

2) Adanya peningkatan sekresi cairan usus. Organisme yang menimbulkan diare

sekresi melepaskan toksin atau senyawa lain yang menyebabkan usus halus

aktif mensekresikan cairan dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan

terjadinya diare sekretorik .

3) Malabsorpsi asam empedu dan malabsorpsi lemak akibat gangguan

pembentukan micelle empedu.

4) Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit

menyebabkan gangguan absorpsi Na+ dan air .

5) Motilitas dan waktu transit usus abdonimal. Terjadi motilitas yang lebih cepat

dan tidak teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorpsi. Mekanismenya

ditandai dengan disfungsi motilitasyang berbeda tetapi dengan kapasitas

pencernaan yang normal. Diare hasilnya bersifat multifaktor dan lazim

melibatkan unsur salah cerna dengan diikuti komponen osmotik dan sekresi.

6) Gangguan permeabilitas usus. Terjadi kelainan morfologi usus pada membran

epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus dan usus besar

terhadap air dan garam atau elektrolit terganggu.

7) Eksudasi cairan, elektrolit, dan mukus berlebihan. Sehingga terjadi peradangan

dan kerusakan mukosa usus (Abdoerahman dkk., 2002).

Beberapa klasifikasi diare antara lain adalah:

10

Universitas Sumatera Utara


1) Klasifikasi berdasarkan pada jenis infeksi gastroenteritis (diare dan muntah),

diklasifikasikan menurut dua golongan:

a) Diare infeksi spesifik: titis abdomen dan poratitus, disentri bani (Shigella).

b) Diare non spesifik

Klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena infeksi:

a) Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus,

parasit).

b) Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis, media,

infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya). (Abdoerahman

dkk., 2002)

2) Klasifikasi diare secara luas berdasarkan lamanya diare:

a) Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, dan bisa

berlangsung terus selama beberapa hari. Diare ini disebabkan oleh karena

infeksi usus sehingga dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang

umumnya disebut gastroenteritis infantile.

b) Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua minggu,

sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare akut dan diare kronik

disebut diare sub akut (Abdoerahman dkk., 2002).

Cara pengamatan parameter diare :

1. Diare ditandai dengan buang air besar dimana frekuensinya meningkat dari

keadaan normal dan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair.

2. Saat mulai terjadinya diare, caranya dengan mencatat waktu mula-mula

terjadinya diare( dalam menit) setelah pemberian oleum ricini.

11

Universitas Sumatera Utara


3. Konsistensi feses, caranya dengan melihat feses mencit apakah berdarah,

berlendir atau berair, lembek atau normal.

4. Frekuensi diare, caranya dengan menghitung berapa kali terjadinya diare

selama pengamatan.

5. Lama terjadinya diare, caranya dengan mencatat seliih waktu terakhir

terjadinya diare (saat konsistensi feses kembali normal) dengan waktu mula-

mula terjadinya diare (saat konsistensi berlendir atau berair) (Adnyana, 2004).

Terapi diare harus disesuaikan dengan penyebabnya (Mutschler, 1986).

Apapun bentuk diarenya, usaha pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan

penyebabnya dan menghilangkan penyebabnya (Anwar, 2000). Pada diare dengan

onset tiba-tiba dan tidak terlalu parah seringkali dapat sembuh sendiri tanpa

memerlukan pengobatan (Anwar, 2000).

Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan, pemberian makanan,

dan obat-obatan (Abdoerrachman dkk, 2002). Resiko terbesar pada diare adalah

dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit (Anwar, 2000). Sehingga penanganan

terapeutik yang terpenting adalah penggantian cairan dan elektrolit secukupnya

(Mutschler, 1986). Pada diare yang hebat seringkali disertai muntah-muntah,

tubuh kehilangan banyak air dengan garam-garamnya, terutama kalium dan

natrium sehingga tubuh kekeringan. Dalam tujuan pengobatan rehidrasi oral,

WHO menganjurkan ORS (Oral Rehydration Solution). ORS adalah suatu larutan

dari campuran NaCl 3,5 g; KCl 1,5 g; Na Sitrat 2,5 g; dan glukosa 20 g dalam 1

liter air matang (Tjay dan Rahardja, 2007). Pada penderita diare perlu pula

dilakukan diet berupa bahan makanan yang tidak merangsang timbulnya diare dan

mudah dicerna. Contoh diet yang baik pada penderita diare adalah sebagai

12

Universitas Sumatera Utara


berikut: hari pertama bubur encer dengan beberapa tetes kecap dan minuman air

teh agak pekat. Sedangkan pada hari kedua sampai kelima, nasi tim dengan kaldu

ayam, sayur yang dihaluskan, garam, dan beberapa tetes kecap (Tjay dan

Rahardja, 2007).

Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:

1) Kemoterapetika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab

diare seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon.

2) Obstipansia untuk terapi simptomatis, yang dapat menghentikan diare dengan

beberapa cara, yakni:

a) Zat-zat penekan peristaltik

Sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorbsi air dan

elektrolit oleh mukosa usus: candu dan alkaloidanya, derivat - derivat peptidin

(difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergika (atropin,ekstrak belladonna).

b) Adstringensia

Yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya tanin dan tannabulmin,

garam-garam bismut dan alumunium.

c) Adsorbensia

Misalnya carbo adsorben yang pada permukaannya dapat menyerap

(adsorbsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang

adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga

mucilagines, zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka- lukanya

dengan suatu lapisan pelindung, seumpamanya kaolin, pektin (suatu karbohidrat

yang terdapat antara lain dalam buah apel) dan garam-garam bismut, serta

alumunium.

13

Universitas Sumatera Utara


3) Spasmolitika yakni zat

a) zat yang dapat mengurangi kejang

b) kejang otot yang seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara

lain papaverin dan oksifenonium. (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2 Persarafan Sistem Pencernaan

Ada dua sistem saraf yang memegang peranan penting dalam fungsi

saluran pencernaan, yaitu sistem saraf intrinsik yang terdiri atas sistem saraf

enterik, dan sistem saraf ekstrinsik yang terdiri atas sistem saraf otonom

parasimpatis dan simpatis.

2.2.1 Sistem Saraf Intrinsik

2.2.1.1 Sistem Saraf Enterik

Sistem saraf ini terbentang didalam dinding saluran pencernaan mulai

dari esofagus sampai ke anus. Sistem saraf enterik terdiri atas dua pleksus, yaitu:

a. Pleksus mienterikus (pleksus Auerbach)

Pleksus ini terbentang di antara lapisan otot longitudinal dari lapisan otot

sirkuler. Fungsinya mengontrol fungsi motorik saluran pencernaan.

b.Pleksus submukosa atau pleksus Meissner

Pleksus ini terbentang di dalam lapisan submukosa. Fungsinya terutama

untuk mengontrol kecepatan sekresi saluran pencernaan. Disamping itu, pleksus

submukosa sangat berperan dalam mengendalikan aktivitas otot polos submukosa

yang bila berkontraksi akan menimbulkan lipatan-lipatan pada mukosa saluran

pencernaan serta meningkatkan absorpsi dan aliran darah di sekitarnya (Herman,

2004).

14

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Sistem Saraf Ekstrinsik – Sistem Syaraf Otonom

Sistem syaraf ekstrinsik terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Sistem saraf parasimpatis

Neuron pascaganglion (postganglionnic neuron) sistem parasimpatis

terletak di dalam kedua pleksus sistem saraf enterik, yaitu pleksus mienterikus dan

pleksus submukosa. Ujung serat saraf parasimpatis menyekresikan asetilkolin

sebagai neurotransmitternya. Stimulasi parasimpatis pada umumnya menyebabkan

peningkatan aktivitas sistem syaraf enterik yang selanjutnya meningkatkan

aktivitas saluran pencernaan.

b. Sistem saraf simpatis

Ujung serat saraf simpatis menyekresikan neurotransmitter norepinefrin.

Sistem syaraf ini merangsang sistem pencernaan melalui dua cara, yaitu:

(1) secara langsung pada otot polos saluran pencernaan dan

(2) secara tidak langsung, yaitu melalui neuron sistem syaraf enterik.

2.3 Anatomi Usus Besar

Intestinum crassum (usus besar) terdiri dari caecum, appendix

vermiformiis, colon , rectum dan canalis analis. Caecumadalah bagian pertama

intestinum crassum dan beralih menjadi colon ascendens (Moore,2002). Panjang

dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca

kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale (Widjaja,2009).

Appendix Vermiformis berupa pipa buntu yang berbentuk cacing dan

berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal peralihan ileosekal (Moore,2002).

Colon ascendens panjangnya kurang lebih 15 cm, dan terbentang dari

caecum sampai ke permukaan visceral dari lobus kanan hepar untuk membelok ke

15

Universitas Sumatera Utara


kiri pada flexura coli dextrauntuk beralih menjadi colon transversum

(Widjaja,2009). Pendarahan colon ascendens dan flexura coli dextra terjadi

melalui arteri ileocolica dan arteri colica dextra, cabang arteri mesenterica

superior. Vena ileocolica dan vena colica dextra, anak cabang mesenterika

superior, mengalirkan balik darah dari colon ascendens (Moore,2002).

Colon transversum merupakan bagian usus besar yang paling besar dan

paling dapat bergerak bebas karena bergantung pada mesocolon, yang ikut

membentuk omentum majus. Panjangnya antara 45- 50 cm (Widjaja,2009).

Pendarahan colon transversum terutama terjadi melalui arteria colica media,

cabang arteria mesenterica superior , tetapi memperoleh juga darah melalui arteri

colica dextradan arteri colica sinistra. Penyaluran balik darah dari colon

transversum terjadi melalui vena mesenterica superior (Moore,2002). Colon

descendens panjangnya kurang lebih 25 cm (Widjaja,2009). Colon descendens

melintas retroperitoneal dari flexura coli sinistrake fossa iliaca sinistra dan disini

beralih menjadi colon sigmoideum (Moore,2002).

Colon sigmoideum disebut juga colon pelvinum (Moore, 2002).

Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S. (Widjaja,

2009). Rectum adalah bagian akhir intestinum crassum yang terfiksasi. Ke arah

kaudal rectum beralih menjadi canalis analis (Moore, 2002) .

2.3.1 Fisiologi Usus Besar

Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk

membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat

dikeluarkan (Guyton,2008), kolon mengubah 1000-2000 ml kimus isotonik yang

16

Universitas Sumatera Utara


masuk setiap hari dari ileum menjadi tinja semipadat dengan volume sekitar 200-

250 ml (Ganong,2008).

Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan

proksimal kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi, sedangkan

kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses

sampai waktu yang tepat untuk ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon

penyimpanan. Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara

normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini mampu mencernakan

sejumlah kecil selulosa, dengan cara ini menyediakan beberapa kalori nutrisi

tambahan untuk tubuh (Guyton,2008).

2.3.2 Histologi Usus Besar

Dinding usus besar terdiri dari empat lapisan yaitu mukosa, submukosa,

muskularis eksterna dan serosa. Mukosa terdiri atas epitel selapis silindris,

kelenjar intestinal, lamina propiadan muskularis mukosa (Eroschenko,2003). Usus

besar tidak mempunyai plika dan vili, jadi mukosa tampak lebih rata daripada

yang ada pada usus kecil (Sudoyo, 2006). Submukosa di bawahnya mengandung

sel dan serat jaringan ikat, berbagai pembuluh darah dan saraf. Tampak kedua

lapisan otot di muskulus eksterna. Baik kolon tranversum maupun kolon sigmoid

melekat ke dinding tubuh oleh mesenterium, oleh karena itu, serosa menjadi

lapisan terluar pada kedua bagian kolon ini. Di dalam mesenterium terdapat

jaringan ikat longgar, sel-sel lemak, pembuluh darah dan saraf (Eroschenko,2003).

2.4 Otot Polos Usus Besar

17

Universitas Sumatera Utara


Otot polos terdiri dari sel-sel otot polos. Sel otot ini bentuknya seperti

gelendong di bagian tengah terbesar dan kedua ujungnya meruncing. Otot polos

memiliki serat yang arahnya searah dengan panjang sel disebut miofibril. Seratp

miofibril terdiri dari miofilamen dan masing-masing miofilamen terdiri dari

protein otot yaitu aktin dan miosin. Sel otot polos dilapisi oleh selaput yang

disebut sarkolema dan protoplasmanya disebut sarkoplasma. Otot polos memiliki

inti, letaknya ditengah dengan miofibril yang homogen, panjangnya 15-500

mikron dengan diameter 20 mikron. Otot polos merupakan otot tak sadar, karena

bekerja diluar kesadaran kita dan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom (Irianto,

2004).

2.4.1 Mekanisme Kontraksi Otot Usus Besar

Pada umumnya suatu neuron akan mengalami perubahan permeabilitas

membran terhadap elektrolit tertentu akibat suatu rangsangan mekanik, kimiawi

atau listrik pada neuron tersebut. Demikian pula neuron kolinergik akan

mengalami perubahan polarisasi akibat perubahan permeabilitas membran

terhadap ion Na+, K+, atau Cl-. Potensial istirahat suatu neuron = -70 Mv. Pada

suatu perangsangan yang menyebabkan depolarisasi, maka potensial mambran

naik menjadi +20 mV. Depolarisasi ini merambat dari badan sel ke tepi sepanjang

akson (propagasi) dengan kecepatan tertentu dan setelah tiba diujung akson akan

merangsang pembebasan ACh. ACh yang bebas di celah sinaps, lalu berikatan

dengan reseptor kolinergik pada prinsipnya juga melanjutkan aliran listrik ke arah

distal. Pengaktifan reseptor juga akan merubah pemeabilitas membran terhadap

ion Ca++ di samping mengaktifkan beberapa second messengers dari neuron

18

Universitas Sumatera Utara


pascasinaps atau sel efektor, seperti diaktifkannya sistem actin-miosin pada sel

otot oleh sambungan saraf-otot sehingga otot berkontraksi (Munaf, 1994).

2.5 Mediator Kontraksi Otot Polos Usus Besar

Kontraksi otot polos dapat di mediasi oleh beberapa jalur, seperti reseptor

muskarinik, reseptor histaminergik, nitrioksida (NO), prostaglandin E2 (PGE2),

cGMP.

2.5.1 Reseptor Muskarinik

Reseptor muskarinik terdistribusi luas diseluruh tubuh dan mendukung

berbagai fungsi vital, di otak, sistem saraf otonom terutama saraf parasimpatis.

Reseptor muskarinik merupakan reseptor yang terhubung dengan protein G,

terdiri dari 5 subtipe yaitu: M1, M2, M3, M4 dan M5. Resptor M1, M3 dan M5

terhubung dengan protein Gq. Sedangkan reseptor M2 dan M4 terhubung dengan

protein Gi dan dengan suatu kanal ion. Respons yang timbul dari aktivasi reeptor

muskarinik oleh ACh dapat berbeda, tergantung pada subtipe reseptor dan

lokasinya (Rahardjo, 2009).

Reseptor M1 ditemukan dalam sistem saraf pusat (SSP), sistem saraf

perifer dan sel perietal lambung. Reseptor ini memperantarai efek eksitatori

sehingga mampu meningkatkan eksitasi sistem saraf pusat (SSP) dan sekresi

lambung. Reseptor M2 terdapat di organ jantung. Reseptor M3 seperti M1 berefek

eksitatori, terdapat pada beberapa organ antara lain otot polos sistem pencernaan

dan mata, endotelium pembuluh darah, kelenjar eksokrin. Aktivasi pada reseptor

ini akan menstimulasi sekresi produk kelenjar eksokrin (keringat, saliva),

kontraksi otot saluran pencernaan dan pernapasan, pelepasan NO (nitric oxide)

19

Universitas Sumatera Utara


yang menghasilkan relaksasi otot pembuluh darah (Nugroho, 2012; Brunton, dkk.,

2011; Setiawati dan Gan, 2007).

2.5.2 Reseptor Histaminergik

Histamin adalah pembawa pesan (messenger) bahan kimia yang

memperantarai beragam respon seluler, termasuk alergik dan reaksi inflamasi,

sekresi asam lambung dan neurotransmisi pada bagian otak. Histamin pada

dasarnya muncul dalam semua jaringan, tetapi tidak didistribusikan secara rata,

dengan jumlah yang tinggi ditemukan dalam paru, kulit, dan saluran cerna.

Histamin yang dilepaskan sebagai respons terhadap berbagai rangsangan

mengeluarkan efeknya dengan cara berikatan kepada satu atau lebih dari empat

tipe reseptor-reseptor H1, H2, H3 dan H4. Beberapa efek farmakologik histamin

diperantarai oleh kedua reseptor H1 dan H2, sedangkan lainnya diperantarai hanya

oleh satu kelas. Sebagai contoh, reseptor H1 penting dalam kontraksi otot polos

dan peningkatan permeabilitas kapiler. Reseptor H2 memperantarai sekresi asam

lambung (Mycek dkk., 2001).

2.5.3 Prostaglandin E2 (PGE2)

Prostaglandin adalah turunan asam lemak komposisi 20 karbon yang

dapat ditemukan di semua jaringan dan organ. Prostaglandin disintesis dalam sel

dari prekusor asam lemak esensial, termasuk salah satunya adalah asam

arakhidonat dengan melibatkan enzim siklooksigenase (COX) (Calder, 2009).

Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu prostanoid terpenting yang

ditemukan di saluran pencernaan. Karena pada kenyataannya PDE2 mengatur

banyak fungsi fisiologis saluran pencernaan seperti proteksi mukosa, menghambat

sekresi lambung dan motilitas. Pada saluran pencernaan, PGE2 dan PGF2α

20

Universitas Sumatera Utara


berperan mengkontraksikan otot longitudinal pada usus. Pemberian PDE2 dan

PGF2α dapat menyebabkan kejang kolik (Katzung, 1998).

2.5.4 Nitrit Oksida (NO)

Nitrit Oksida berasal dari sintesis konversi enzim dari L-Arginine

menjadi L-Citrulline oleh nitrit oxide synthase (NOS). Elektron yang tidak

berikatan menyebabkan NO merupakan radikal bebas yang sangat reaktif dan

dapat menyebabkan kerusakan protein, karbohidrat, nukleotida dan lipid bersama-

sama dengan mediator inflamasi yang lain yang menyebabkan kerusakan sel. NO

berpotensi merelaksasi arteri dan vena otot polos dan secara kuat menghambat

agregasi dan adhesi. Asupan NO berperan sebagai agen vasodilator dan mungkin

berguna untuk terapi. NO juga berperan pada regulasi jaringan pada proses

fisiologi namun jika berlebihan dapat menyebabkan toksisitas. NO mengaktifkan

guanilil siklase yang membentuk guanosin monofosfat siklik (cyclic guanosine

monophosphate/cGMP) dari guanosine trifosfat. cGMP menghasilkan relaksasi

otot polos melalui reduksi konsentrasi Ca 2+ intraseluler (Mycek dkk., 2001).

2.6 Antagonis Muskarinik

Obat ini beraksi secara selektif menghambat aktvitas saraf parasimpatik,

sehingga disebut juga parasimpatolitik. Efek dari obat antagonis muskarinik

adalah berlawanan dengan efek agonis muskarinik. Efek antagonis muskarinik

pada organ usus yaitu penurunan motilitas. Contoh antagonis muskarinik dari

senyawa alami adalah atropin (Atropa belladona) dan hyosin (Datura

stramonium) (Nugroho, 2012). Hambatan oleh atropin bersifat reversibel dan

dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau

pemberian antikolinesterase (Zunilda, 2007).

21

Universitas Sumatera Utara


Pada reseptor muskarinik terdapat lima subtipe reseptor (M1, M2, M3,

M4, M5) dengan respon yang berbeda pada tiap jaringan tubuh manusia. Semua

subtipe reseptor muskarinik dapat diblok oleh atropin (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Subtipe reseptor muskarinik dengan antagonisnya

Subtipe Antagonis Jaringan Transd Efektor


ucer
M1 Atropin, Ganglion Gq Fosfolipase C (meningkatkan Ca2+
Pirenzefin otonom sitosol)
M2 Atropin, Miokardium, G1, Go Mengaktivasi saluran K+, inhibisi adenilil
AFDX 384 otot polos siklase
M3 Atropin Otot polos, Gq Fosfolipase C (meningkatkan Ca2+
kelenjar sitosol)
sekretori
M4 Atropin, G1, Go inhibisi adenilil siklase
AFDX 384
M5 Atropin Gq Fosfolipase C (meningkatkan Ca2+
sitosol)
(Harahap, dkk., 2015)

2.7 Organ Terisolasi

Organ terisolasi adalah suatu metode percobaan in vitro. Pada prinsipnya

penelitian ini menggunakan organ yang direndam dalam larutan fisiologis yang

sesuai, temperatur diatur atau dikondisikan pada kondisi yang sama dari mana

organ tersebut berasal serta pengaturan aliran oksigen. Percobaan organ terisolasi

ini menggunakan alat organ bath (Perry, 1980).

Percobaan dengan organ terisolasi mempunyai keuntungan tidak

dipengaruhi oleh faktor farmakokinetika, dengan demikian obat yang digunakan

relatif lebih sedikit dosisnya dibandingkan in vivo. Percobaan dengan organ

terisolasi lebih ditekankan untuk mengobservasi mekanisme pada sel target

sebagai tempat kerja. Hasil yang didapat dari percobaan organ terisolasi adalah

respon kontraktilitas terhadap rangsangan yang diberikan. Respon kontraktilitas

dapat direkam dan dapat diukur untuk selanjutnya dapat dibuat kurva dosis

22

Universitas Sumatera Utara


respon. Untuk mendapatkan hasil percobaan yang akurat, maka diperlukan

persiapan yang baik dan seluruh percobaan harus betul-betul terkontrol. Hewan

percobaan yang digunakan dibunuh tanpa anastesi sehingga tidak mempengaruhi

kontraktilitasnya. Organ yang diambil segera dimasukkan ke dalam cairan

fisiologis dan dikontrol oksigenasinya dan dihubungkan ke transducer dan

diteruskan ke alat pencatat misalnya, kymograph atau maclab computer

(Syamsudin dan Darmono, 2011).

2.8 Konstipasi

Konstipasi atau sembelit merupakan suatu keadaan yang dapat dialami

oleh siapa saja tanpa mengenal usia. Seseorang dapat dikatakan mengalami

konstipasi jika terjadi penurunan frekuensi buang air besar yang biasanya ditandai

dengan buang air besar yang susah dan feses yang keras. Konstipasi terjadi akibat

perlambatan gerakan feses melalui usus sehingga feses terakumulasi pada usus

bagian bawah. Tingkat keparahan konstipasi berbeda-beda pada setiap orang.

Pada umumnya penderita hanya mengalami konstipasi dalam jangka waktu yang

singkat, sementara pada penderita lainnya dapat menjadi kronis (jangka lama)

yang kemudian menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman sehingga

mempengaruhi kualitas hidup penderita (BPOM, 2013).

Konstipasi muncul akibat dua jenis gangguan motilitas usus. Gangguan

pertama adalah koloninersia atau slow-transit constipation yang mengacu pada

lambatnya perpindahan feses dari proksimal menuju kolon distal dan rektum..

Terdapat dua mekanisme yang menyebabkan lambatnya transit kolon, yaitu

penurunan kontraksi peristaltik dan aktivitas motorik yang tidak terkoordinasi

dalam kolon distal. Gangguan kedua adalah pelvic floor dysfungtion, kondisi ini

23

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan ketidakmampuan rektum untuk mengosongkan isi kolon.

Kombinasi dari kedua gangguan tersebut juga dapat terjadi pada konstipasi

dimana penderita mengalami kelambatan transit dan ketidakmampuan pada saat

pengosongan (Lin, 2006).

2.9 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, sistematika

tumbuhan, nama asing, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta

penggunaan tumbuhan.

2.9.1 Habitat Tumbuhan

Tumbuhan kecapi banyak tumbuh secara alami di dataran rendah sampai

daerah pegunungan dengan ketinggian 1200 meter atau lebih. Kecapi diperkirakan

berasal dari Indocina dan Semenanjung Malaya. Berabad-abad yang silam,

tumbuhan ini dibawa dan dimasukkan ke India, Indonesia (Borneo, Maluku),

Mauritius dan Filipina. Sekarang tanaman kecapi pada umumnya ditanam di

kebun atau pekarangan ( Verheij dan Coronel,1997 ).

2.9.2 Sistemetika Tumbuhan

Klasifikasi tumbuhan kecapi (MEDA, 2016) :

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Ordo : Rutales
Famili : Meliaceae
Genus : Sandoricum
Spesies : Sandoricum koetjape Merr.

24

Universitas Sumatera Utara


2.9.3 Nama Daerah

Di Indonesia, Sandoricum koetjape Merr. sering disebut dengan kecapi

mempunyai nama daerah yang berbeda-beda, Misalnya Pono, Setul, Seutoy

(Aceh), Hasapi, Sotul (Batak), Kasapi, Santu (Makasar), Sentul (Jawa) (Anonim 1,

2008).

2.9.4 Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan kecapi merupakan tumbuhan yang rimbun dan besar,

Batangnya tumbuh tegak dapat mencapai 30 m, diameternya 70-90 cm, bergetah

seperti susu. Daun majemuk berselang-seling, bertangkai sampai dengan 18 cm,

menyirip beranak daun tiga, bentuk jorong sampai bundar telur, membulat atau

agak runcing di pangkal, meruncing di ujung, hijau berkilat di sebelah atas, hijau

kusam di bawahnya. Anak daun ujung bertangkai panjang, jauh lebih panjang dari

tangkai anak daun sampingnya.Bunga berkelamin dua, bertangkai pendek;

kelopak bertaju 5, mahkota 5 helai, kuning hijau, samar-samar berbau harum.

(Verheij dan Coronel,1997).

Pohon kecapi berbunga dari bulan Juni sampai Oktober dan berbuah

masak dalam bulan Oktober-November. Perbanyakan biasanya dilakukan dengan

biji, tetapi dapat juga dengan sistem tempel atau okulasi (Sastrapradja dkk, 1977)

2.9.5 Kandungan Kimia

Kulit batang kecapi mengandung senyawa flavanoid, saponin, tanin,

glikosida dan steroid / triterpenoid, fenol dan polifenol ( Djumidi, 1997 ).

2.9.6 Penggunaan Tumbuhan

Daun kecapi berkhasiat sebagai antipiretik dan peluruh keringat (Perry,

1980) juga sebagai obat batuk, obat mulas dan keputihan (Anonim 1, 2008).

25

Universitas Sumatera Utara


Bagian tanaman lainnya juga sangat bermanfaat, kulit batangnya untuk

pengobatan cacing gelang dan kurap, akarnya untuk obat kembung, diare, sakit

pinggang serta untuk penguat tubuh wanita setelah melahirkan (Anonim 1, 2008).

2.10 Uraian Kandungan Kimia

2.10.1 Glikosida

Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai

menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Umumnya glikosida

mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim.Hidrolisis oleh asam

memerlukan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas.

Glikosida umumnya cukup larut dalam air dan alkohol tetapi sedikit larut dalam

eter. Ikatan glikosidik resisten terhadap hidrolisis oleh alkali tetapi mudah pecah

oleh asam mineral encer seperti asam sulfat encer (Supriyatna, dkk., 2010).

Menurut Farnsworth (1966) berdasarkan ikatan antara glikon dan

aglikonnya, glikosida dapat dibedakan menjadi :

a. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan

O. Mayoritas glikosida termasuk ke dalam kelompok ini. Contoh : kuarsetin.

b. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan

C, yakni gula melekat pada aglikon melalui ikatan karbon. Contoh : aloin.

c. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan

S. Contoh: sinigrin.

d. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui

jembatan N. Contoh: nikleosidin.

26

Universitas Sumatera Utara


2.10.2 Flavonoid

Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-

C6, artinya kerangka karbonya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzene

tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon. Flavonoid

mencangkup banyak pigmen yang banyak terdapat pada tumbuhan mulai dari

jamur sampai angiospermae. Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam

bagian vegetatif maupun dalam bunga. Fungsi flavonoid pada tumbuhan adalah

dapat menarik burung dan serangga yang membantu proses penyerbukan,

pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus

(Robinson, T., 1995).

2.10.3 Saponin

Saponin adalah sekelompok senyawa dengan struktur triterpenoid yang

mengikat satu atau lebih gula sehingga memiliki sisi hidrofil dan lipofil dengan

pengocokan akan menimbulkan buih (Harbone, 1996). Saponin mula-mula diberi

nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun (bahasa Latin sapo berarti

sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan

busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering

menyebabkan hemolisis sel darah merah.Dalam larutan yang sangat encer saponin

sangat beracun untuk ikan. Beberapa saponin bekerja sebagai

antimikroba.Saponin merupakan senyawa berasa pahit dan mengakibatkan iritasi

terhadap selaput lender (Robinson, T, 1995).

Uji saponin adalah dengan mengocok ekstrak alkohol air dari tumbuhan

dalam tabung reaksi, maka akan terbentuk busa yang bertahan lama pada

permukaan cairan (Harborne, 1996).

27

Universitas Sumatera Utara


2.11 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan penarikan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan

ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Cara ekstraksi yang tepat

tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang

diisolasi (Ditjen, POM., 1995). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh

dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi

baku yang telah ditetapkan (Depkes, RI, 2000).

Beberapa metode ekstraksi menurut Departemen Kesehatan RI (2000),

dengan menggunakan pelarut yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada suhu kamar.

Penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama

dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru

sampai terjadi penyarian sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur

kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, maserasi

antara dan perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus

menerus sampai diperoleh perkolat.

b. Cara panas

28

Universitas Sumatera Utara


1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya dan selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas

yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur

lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50oC.

3. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu

baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infudansi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 15 menit.

5. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 30 menit.

2.12 Oleum ricini

Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak berasal dari biji Ricinus

communis suatu trigleserida risenosolat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam

usus halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam

risenosolat. Asam risenosolat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai

pencahar. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak digunakan lagi karena banyak

obat yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan dehidrasi yang disertai

gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan induksi diare pada penelitian diare

secara ekperimental pada hewan percobaan. Oleum ricini (minyak kastor)

digunakan sebagai perangsang terjadinya diare. Penelitian antidiare ini

dikhususkan untuk diare non spesifik seperti diare akibat salah makan (makanan

29

Universitas Sumatera Utara


terlalu pedas sehingga mempercepat peristaltic usus), ketidakmampuan lambung

dan usus dalam memetabolisme laktosa (terdapat dalam susu hewani) disebut

lactose intolerance, ketidakmampuan memetabolisme buah atau sayuran tertentu

(kubis, kol, sawi, nangka, durian) (Goodman and Gilman, 2007).

Oleum ricini mengandung dua bahan berbahaya yaitu suatu protein yang

sangat toksik, risin, dan kaya akan kandungan trigliserida, asam risinoleat.

Trigliserida dalam minyak jarak di usus halus akan dihidrolisis oleh lipase

menjadi gliserol dan zat aktifnya yakni asam risinoleat, yang terutama bekerja di

usus halus untuk menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit serta mempercepat

transit di usus (Tjay dan Rahardja, 2007)

2.13 Loperamidi Hydochloridum

Loperamidi Hydochloridum atau Loperamid Hidroklorida (4 - (p-

Klorofenil) - 4–hidroksi- N, N- dimetil- α, α- difenil - 1 piperidina butiramida

monohidroklorida) mempunyai rumus kimia C29H33 ClN2O2.HCl dan berat

molekul 513,51. Pemerian berupa serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada

suhu lebih kurang 225° disertai peruraian. Mudah larut dalam methanol, dalam

isopropyl alkohol dan dalam kloroform, sukar larut dalam air dan asam encer (

DitJen POM, 1995).

Derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat

tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat, sehingga tidak mengakibatkan

ketergantungan. Lagi pula zat ini mampu menormalkan kembali keseimbangan

absorpsi dan sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada

dalam keadaan hipersekresi ke keadaan absorpsi normal. Mulai kerjanya lebih

cepat, juga bertahan lebih lama. Efek samping berupa rasa mengantuk, pusing dan

30

Universitas Sumatera Utara


mulut kering. Efek samping sangat jarang terjadi (Tjay dan Rahardja, 2007).

Loperamid tersedia dalam bentuk tablet 2 mg (Imodium ®) dan sirup 1 mg/5 ml

dan digunakan dengan dosis 4-8 mg per hari (Sardjono, 1995).

2.14 Bakteri Escherichia coli

Escherichia coli berbatang pendek. Habitat utamanya adalah usus

manusia dan hewan. Escherichia coli dipakai sebagai organisme indikator, karena

jika terdapat dalam jumlah yang banyak menunjukkan bahwa pangan atau air

telah mengalami pencemaran (Gaman, 1992).

Gambar 2.1 Koloni Escherichia coli (Gaman, 1992).

Berikut sistematika bakteri Escherichia coli (Dwidjoseputro, 1998):

Kingdom : Prokaryota
Divisi : Bacteriophyta
Kelas : Bacteria
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Bacteriaceae
Marga : Escherichia
Jenis : Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang

dengan panjang sekitar 2 mikrometer dan diamater 0,5 mikrometer, bersifat

anaerob fakultatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri

ini umumnya hidup pada rentang 20-400C, optimum pada 370C. Escherichia coli

merupakan bakteri yang secara normal terdapat di dalam usus dan berperan dalam

31

Universitas Sumatera Utara


proses pembusukan sisa-sisa makanan. Keberadaan bakteri ini merupakan

parameter ada tidaknya materi fekal di dalam suatu habitat khususnya air.

Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada dalam tinja manusia dan

dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare (Gaman, dkk. 1992).

Escherichia coli adalah anggota flora normal usus. Escherichia coli

berperan penting dalam sintesa vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu,

asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. Escherichia coli termasuk

kedalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat organic dari

lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organic yang di butuhkan.

Zat organic diperoleh dari sisa organism lain. Bakteri ini menguraikan zat organic

dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energy dan mineral.

Didalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan

penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995).

Escherichia coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran

pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Escherichia coli menghasilkan

enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. Escherichia coli

berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel

(Jawetz dkk., 1995).

Manifestasi klinik infeksi oleh Escherichia coli bergantung pada tempat

infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh

bakteri lain ( Jawetz dkk., 1995 ). Penyakit yang disebabkan oleh Escherichia coli

yaitu :

32

Universitas Sumatera Utara


1. Infeksi saluran kemih

Escherichia coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira

90% wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya anatara lain sering kencing,

disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dan infeksi dengan

infeksi saluran kemih bagian atas.

2. Diare

Escherichia coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan diseluruh dunia.

Escherichia coli diklarisifikasioleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap

kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada lima

kelompok galur Escherichia coli yang patogen, yaitu :

a. Escherichia coli Enteropatogenik ( EPEC )

EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di Negara berkembang.

EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di negara

maju.EPEC melekat pada mukosa usus kecil.

b. Escherichia coli Enterotoksigenik ( ETEC )

ETEC penyebab yang sering dari diare wisatawan dan penyebab diare pada

bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk

manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil.

c. Escherichia coli Enteroinvasif ( EIEC)

EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Penyakit

yang paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan wisatawan

yang menuju negara tersebut. Galur EIEC bersifat non-laktosa atau

melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak bergerak.

EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.

33

Universitas Sumatera Utara


d. Escherichia coli Enterohemoragik ( EHEK )

EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksisnya pada sel

vero, suatu ginjal dari monyet hijau Afrika.

e. Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC)

EAEC menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat dinegara

berkembang.

3. Sepsis

Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, Escherichia coli dapat

memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis.

4. Meningitis

Escherichia coli dan streptokokus adalah penyebab utama meningitis pada bayi.

Escherichia coli merupakan penyebab pada sekitar 40 % kasus meningitis

neonatal (Jawetz dkk., 1995).

2.15 Marmut Jantan

Marmut digolongkan sebagai hewan pengerat yang memakan tumbuh-

tumbuhan dan memiliki gigi pemotong seperti pahat yang berguna untuk

memotong dan mengerat. Membrana nictitans terdapat pada sudut mata. Lubang

telinga luar dilengkapi dengan daun telinga. Struktur kelenjar susu terletak di

lipatan paha, alat-alat kelamin luar dan tungkai terdapat pada badannya. Tungkai

depan berjari tiga dan tungkai belakang berjari empat (Pratigno, 1982).

Mamalia mempunyai tubuh berbentuk bilateral simetris dengan tulang

rangka yang mempunyai kendio okspital, pada rahangya terdapat gigi yang bentuk

dan besarnya berbeda untuk setiap individu. Kaki teradaptasi untuk berjalan,

memanjat, menggali tanah, serta berenang sehingga kakinya mempunyai cakar,

34

Universitas Sumatera Utara


kuku, dan telapak. Jantung mempunyai empat ruang dengan sekat yang sempurna,

aortanya hanya terdapat di sebelah kiri. Ukuran paru-paru relatif besar, kompak

dan kenyal yang terdapat pada rongga dada (Djuhanda, 1982).

Mamalia mempunyai glandula mamae yang menghasilkan kelenjar susu

untuk diberikan pada anaknya sebagai minuman pertama setelah lahir. Mamalia

dapat dibedakan bagian-bagiannya dengan nyata yaitu, kepala (caput), badan

(truncus), dan ekor (cauda) pada umumnya. Sistem pencernaan pada mamalia

dimulai dari rima oris, di dalam rima oris bermuara glandula salives diantaranya

yang terbesar adalah glandula parotis. Ventrikulus mempunyai kelenjar yang

menghasilkan HCl, dan pepsin. Intestinum dibagi menjadi intestinum tinue dan

intestinum crassum. Intestinum tinue dibagi lagi menjadi colon dan rectum, di

dalam duodenum bermuara dua kelenjar, yaitu hepar dan pankreas. Hepar sebagai

kelenjar empedu yang disimpan di dalam vesica felea. Fase setelah melalui hepar,

kemudian melewati ductus pancreaticus yang kemudian bersatu dengan ductus

systicus yang datang dari vesica felea dan menjadi ductus choleductus yang

bermuara bersama dengan ductus pancreaticus yang datang dari pankreas ke

dalam duodenum. Colon dimulai dari caecum dimana pada ujungnya bermuara

appendiks vermiformis (Radiopoetro, 1977). Cavia porcellus termasuk ordo

Rodentia yang merupakan anggota mamalia yang bagian caecumnya berkembang

lebih baik dari semua mamalia yang ada dalam satu spesies, jumlahnya kira-kira

mencapai tiga ribu jenis (Jasin, 1989).

35

Universitas Sumatera Utara


2.16 Kerangka Teori

Diare disebabkan oleh meingkatnya peristatik usus, sehingga perlintasan

chyumus dipercepat dan masih banyak mengandung air pada saat meninggalkan

tubuh sebagai tinja. Selain itu diare disebabkan karena bertumpuknya cairan di

usus akibat tergnggunya keseimbangan absorpsi dan sekresi. Terjadinya ganguan

keseimbangan ini,sering terjadi pada keadaan radang lambung usus yang

disebabkan oleh kuman atau toksinnya. ( Tjay dan Kirana, 2007).

Oleum ricini atau castor coil atau minyak jarak berasal dari biji Ricinus

communis suatu trigleserida risenosolat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam

usus halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam

risenosolat. Asam risenosolat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai

pencahar. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak digunakan lagi karena banyak

obat yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan dehidrasi yang disertai

gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan induksi diare pada penelitian diare

secara ekperimental pada hewan percobaan. Oleum ricini (minyak kastor)

digunakan sebagai perangsang terjadinya diare. Penelitian antidiare ini

dikhususkan untuk diare non spesifik seperti diare akibat salah makan (makanan

terlalu pedas sehingga mempercepat peristaltic usus), ketidakmampuan lambung

dan usus dalam memetabolisme laktosa (terdapat dalam susu hewani) disebut

lactose intolerance, ketidakmampuan memetabolisme buah atau sayuran tertentu

(kubis, kol, sawi, nangka, durian) (Goodman and Gilman, 2007).

Escherichia coli adalah anggota flora normal usus. Escherichia coli

berperan penting dalam sintesa vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu,

asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. Escherichia coli termasuk

36

Universitas Sumatera Utara


kedalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat organic dari

lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organic yang di butuhkan.

Zat organic diperoleh dari sisa organism lain. Bakteri ini menguraikan zat organic

dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energy dan mineral.

Didalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan

penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995).

Escherichia coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran

pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Escherichia coli menghasilkan

enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. Escherichia coli

berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel

(Jawetz dkk., 1995).

Beberapa senyawa turunan tannin dan flavanoid memiliki aktifitas

sebagai anti motilitas, antisekretori dan anti bakteri ( Otshudi, dkk., 2000).

Kandungan senyawa aktif yang diduga berkontribusi besar terhadap efek antidiare

ekstrak etanol kulit batang kecapi. Tannin dapat mengurangi intensitas diare

dengan cara menciutkan selaput lender usus dan mengecilkan pori sehingga akan

menghambat sekresi cairan dan elektrolit ( Tjay dan Rahardja, 2007 ). Selain itu,

sifat adstringen tannin akan membuat usus halus lebih tahan (resisten) terhadap

rangsangan senyawa kimia yang mengakibatkan diare, toksin bakteri dan induksi

diare oleh oleum ricini (Kumar, 1983). Tannin diklasifikasikan menjadi sua

kategori yaitu hydrolyzed tannin dan condense tannin. Hydrolyzed tannin

memiliki kemampuan adstringen lebih besar terhadap diare yang disebabkan oleh

infeksi. Protein tannat yang dipecah akan berikatan dengan hydrolyzed tannin

37

Universitas Sumatera Utara


yang melewati intestine dan menurunkan sekresi dari usus kecil sehingga

menyebabkan konstipasi (Clinton, 2009).

DIARE
(Gastroenteritis → Gangguan pada Saluran cerna)

Oleum Ricini {mengandung trigliserida dari asam Bakteri Escherichia Coli (termasuk
risinoleat} bakteri Heterotrof)
Hidrolisis oleh enzim lipase pankreas

Gliserin + asam risinoleat (surfaktan anionik) Dalam jumlah besar akan menjadi
patogen

Mengurangi absorpsi cairan dan elektrolit serta Melepaskan enterotoksin


menstimulasi peristaltik usus

DIARE

ANTI DIARE

Meningkatkan penghambaan efek Sebagai penghambat pertumbuhan dan perkembangan


Spasmogenik pada usus bakteri penyebab diare (Escherichia coli)

Mencegah iritasi usus Menurunkan gerakan peristaltik usus

Ekstrak kulit batang Kecapi Loperamid HCl. (analog dengan Meperidin → efeknya
seperti Opioid dalam usus)

Mengandung: Alkaloida, Flavonoid, Tanin, Interaksi dengan reseptor Opioid presinaptik→


Glikosida, Saponin dan Steroid/Triterpenoid menghambat pelepasan asetilkolin

senyawa aktif yang berkasiat sebagai antidiare


Menurunkan peristaltik
Flavonoid (quersetin → Tanin
turunan flavonoid) (bersifat spasmolitik)

Menghambat pelepasan Efek spasmolitik juga mengkerutkan


Neurotransmitter (Asetilkholin sebagai dinding sel bakteri→ gugus fenolat
Spasmogenik)

Menghentikan Diare
Gambar 2.2 Kerangka teori secara in vivo

38

Universitas Sumatera Utara


ACh disintesis dalam sitoplasma dari Acetyl-CoA dan Choline melalui

proses katalisis oleh enzim choline acetyltransferase (ChAT). Acetyl-CoA

disintesis di mitokondria yang terdapat dalam jumlah banyak pada ujung-ujung

saraf (nerve ending). Choline ditranspor dari cairan ekstraseluler ke neuron

terminal oleh Na-dependent carrier membrane. Carier ini dapat diblok oleh

kelompok obat yang bernama hemicholinium. Setelah disintesis, ACh ditranspor

dari sitoplasma ke vesikel-vesikel oleh antiporter yang memindahkan proton

(carrier B). Transporter ini dapat diblok oleh vesamicol. ACh diproduksi dalam

jumlah banyak, dalam satu vesikel dapat mencapai 1000-50000 molekul.

Pelepasan transmitter tergantung pada kadar Ca 2+ ekstraseluler dan terjadi pada

saat potensial aksi mencapai terminal dan merangsang influks sejumlah ion Ca2+.

Meningkatnya kadar Ca2+ mengubah stabilisasi vesikel melalui interaksi protein

khusus (vesicle associated membrane protein, VAMPs) seperti synaptotagmin dan

synaptobrevin dengan protein-protein dari terminal membrane (synaptosome

associated protein, SNAPs) seperti SNAP-2S dan syntaxin. Kemudian vesikel

berfusi dengan membrane dan menimbulkan ekspulsi eksositosis sejumlah ACh

ke celah sinaps. Proses pelepasan vesikel ACh diblok oleh toxin botullinum

melalui proses enzimatik dengan memindahkan dua asam amino dari satu atau

lebih protein yang berfusi Setelah keluar dari terminal presinaptik, molekul ACh

akan terikat pada reseptor dan mengaktifkan reseptor ACh (kolinoseptor). ACh

yang dilepaskan secara cepat akan dipecah oleh asetilkolinesterase (AChE)

menjadi kolin dan asetat, yang mengakhiri kerja ACh. Kebanyakan sinaps

kolinergik memiliki AChE dalam jumlah banyak, sehingga waktu paruh ACh

pada sinaps sangat pendek. AChE juga ditemukan di jaringan lain, seperti sel

39

Universitas Sumatera Utara


darah merah. Kolinesterase lain dengan spesifisitas lebih rendah yaitu

butylcholinesterase ditemukan di plasma, liver dan glia.

Antagonis muskarinik menyekat efek persarafan parasimpatis, oleh

karena itu sering disebut sebagai parasimpatolitik. Termasuk ke dalam golongan

obat-obatan ini yaitu :

(1) Alkaloid alam; atropine dan skopolamin

(2) Derivat semisintetis alkaloid, dan

(3) Derivat sintetis

Beberapa di antaranya memperlihatkan selektivitas terhadap reseptor

muskarinik subtipe tertentu. Antagonis reseptor muskarinik menyekat efek

asetilkolin dengan memblok ikatan ACh dan reseptor kolinergik muskarinik pada

neuroefektor yang terdapat pada otot polos, otot jantung dan sel kelenjar di

ganglia perifer dan juga pada sistem saraf pusat Mekanisme Kerja. Atropin dan

campuran lain yang satu golongan dengannya berkompetisi dengan asetilkolin

(juga agonis muskarinik lainnya) untuk berikatan dengan reseptor muskarinik.

Antagonis atropine yang bersifat kompetitif ini dapat diatasi bila konsentrasi

asetilkolin pada reseptor di organ efektor bertambah. Hambatan reseptor antagonis

muskarinik terhadap rangsang saraf post-ganglionik parasimpatik lebih lambat

daripada hambatannya terhadap injeksi choline esters. Hal ini disebabkan karena

pelepasan asetilkolin oleh ujung saraf kolinergik dekat dengan reseptor sehingga

konsentrasi transmitter yang tinggi menyebabkan peningkatan reseptor pada

neuroefektor(Harahap, 2015)

40

Universitas Sumatera Utara


Asetilkolin adalah Neurotransmitter yang sangat
berperan dalam fungsi system saraf otonom

Terbukanya pompa Ca2+ Potensial Aksi terjadi pada


membran sel

Ca2+ masuk ke dalam sel dan


berinteraksi dengan protein
Influks Na+ Efluks K+
khusus (VamPs)

Vesikel yang terbentuk berfusi Ion Cl– akan didistribusikan dalam


dengan membran membran sel

Timbul Ekspulsi eksositosis Terjadi sinaps elektrik sampai ke bagian


sejumlah Asetilkolin ke celah presinaptik
sinaps

Asetilkoln berineraksi dengan Pada ujung sel saraf (bagian presinaptik)


reseptor M → Cholinoceptor terjadi depolarisasi

Kontraksi Pelepasan Neurotransmitter (Asetilkolin) antara


celah sinaps

Atropin sulfat

Atropin akan menduduki reseptor


Asetilkolin

Relaksasi otot polos

Gambar 2.3 kerangka teori secara invitro

41

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Tujuan metode

eksperimental untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat. Penelitian meliputi pengumpulan tumbuhan, identifikasi tumbuhan,

pengolahan tumbuhan, karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, penyiapan

hewan percobaan, pengujian efek antidiare secara oral pada hewan percobaan dan

tahapan pengujian efek ekstrak etanol kulit batang kecapi pada kontraksi usus

besar menggunakan alat organ bath.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas

laboratorium, alat percolator, alumunium foil, blender (National), cawan porselin

berdasar rata, desikator, freeze dryer (Edward), kaca objek, kaca penutup (deg

glass), kertas saring , kandang marmot, lemari pengering, microskop (Olympus),

mortir dan stamper, neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Chyo JP2-600), neraca

hewan ( Presica Geniweigher GW-1500), oven listrik (Fisher Scientitic ), oral

sonde, plastic, Penguap vakum putar (Buchi), alat destilasi untuk penetapan kadar

air, stopwatch, spatula, spuit 1 ml, satu sdkkat preparasi organ (Germany), vortex

(Boeco Germany), pengaduk (Dell), empat set organ bath volume 50,0 ml

(ML0146/50, Panlab magnet (Bel-Art Products), transduser isometrik (MLT0201,

Panlab, ADInstruments, Spain), komputer, ADInstruments, Spain), pipet volume

mikro (Socorex, Switzerland), heating and magnetic stirrer (Velp Scientifica,

42

Universitas Sumatera Utara


Europe), termostat (ML0146/50, Panlab, ADInstruments, Spain), PowerLab 15T

(serial T15-0676, ADInstruments, Australia), Quad Bridge Amplifier (serial 224-

0448, ADInstruments, Australia).

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : marmut jantan,

ekstrak kecapi, obat imodium sebagai pembanding, aquabides, etanol teknis 96%,

karboksi metal selulosa (CMC), Oleum ricini dan bakteri Escherichia coli adalah

senyawa yang sering digunakan untuk membuat marmut diare, bahan kimia yang

digunakan adalah larutan tirode (terdiri dari NaCl, KCl, MgCl 2, NaH2PO4,

CaCl2, NaHCO3, dan D-Glukosa) (Merck), gas karbogen mengandung 95%

oksigen dan 5% karbondioksida (Tri Gases, Medan, Indonesia), asetilkolin klorida

(Sigma, Switzerland), atropin sulfat (Sigma , USA), dimetil sulfoksida (DMSO)

(Merck) dan akuades.

3.2 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah marmut jantan

yang sehat dengan berat badan ± 400 gram. Satu minggu sebelum penelitian

marmut diadaptasikan dengan lingkungan percobaan.

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan

3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Populasi kecapi yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari daerah

Porsea Kabupaten Toba Samosir , Provinsi Sumatra Utara. Sampel diambil dari

populasi secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan serupa di

43

Universitas Sumatera Utara


daerah lain, kemudian dibuat ekstrak daun dan kulit batang kecapi pada

November 2016.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium

Herbarium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)

Universitas Sumatera Utara.

3.3.3 Pengolahan Tumbuhan

Sebanyak 4,5 kg kulit batang kecapi dicuci dibawah air mengalir hingga bersih,

ditiriskan, ditimbang berat basah, diperoleh berat segar 4,0 kg, dikeringkan dalam

rak pengering selama 5 hari pada suhu 400C, disortasi kering, ditimbang berat

kering dan diperoleh berat 2,2 kg. Sampel kering kemudian diserbukan ( dengan

cara memblender). Kemudian serbuk diayak dan disimpan dalam wadah plastik.

3.4 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak etanol kulit batang kecapi dilakukan secara perkolasi

menggunakan penyari etanol teknis 96 % yang sudah didestilasi.

Cara Kerja :

Serbuk simplisia sebanyak 600 g bagian dibasahi dengan 300 ml bagian

cairan penyari, dimasukkan kedalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3

jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali

ditekan hati-hati, kemudian dituangi dengan cairan penyari secukupnya sampai

cairan mulai menetes dan diatas simplisia masi terdapat selapis cairan penyari,

perkolator ditutup, dibiarkan selama 24 jam. Kemudian dibuka kran perkolator,

dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml (20 tetes ) per menit,

ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat

44

Universitas Sumatera Utara


selapis cairan penyari diatas simplisia ( Anief., 2003). Perkolasi dihentikan jika

diperoleh 80 bagian perkolat. Massa diperas, campurkan cairan perasan kedalam

perkolat, cairan penyari ditambahkan secukupnya hingga diperoleh perkolat 100

bagian. perkolat dituangkan dalam bejana, lalu disaring dan terakhir diuapkan,

tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap

rotary evaporator tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari -400C hingga

diperoleh ekstrak kental. Kemudian dikeringkan dengan Freeze dryer selama ± 24

jam dan diperoleh ekstrak sebanyak 62,9201 gram ( DitJen POM, 1974 ).

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.5.1 Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling

hingga diperoleh larutan 100 ml (DepKes RI, 1995).

3.5.2 Pereaksi Besi (III) Klorida 1 %

Sebanyak 1 gram besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai

100 ml (DepKes RI., 1995).

3.5.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 gram Kalium Iodida ditimbang kemudian dilarutkan dalam

air suling secukupnya sampai KI larut dengan sempurna, lalu ditambahkan 2 gram

iodium sedikit demi sedikit. Setelah semuanya larut, dicukupkan dengan air suling

hingga volume 100 ml (DepKes RI., 1995).

3.5.4 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8,0 gram bismuth (II) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat

dan dilarutkan 27,2 gram kalium iodida dalam 50 ml air suling, lalu dicampurkan

45

Universitas Sumatera Utara


kedua larutan, diamkan sampai memisah sempurna. Ambil larutan jernih dan

dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml (DepKes RI., 1995).

3.5.5 Pereaksi Kloralhidrat

Pereaksi kloralhidrat dibuat dengan cara melarutkan kloralhidrat

sebanyak 50 gram dalam 20 ml air (DepKes RI., 1995).

3.5.6 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,358 gram raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling

hingga 60 ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 gram kalium iodida lalu

dilarutkan dalam 10 ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan

air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (DepKes RI, 1995).

3.5.7 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 gram alfa naftol dilarutkan dalam 15 ml etanol 95%

ditambahkan dengan asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh larutan 100

ml (Depkes, RI., 1995).

3.5.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 gram pelet natrium hidroksida ditimbang, kemudian

dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Depkes, RI., 1995).

3.5.9 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 9,5 gram dilarutkan dalam air yang baru

dididihkan hingga 100 ml (Depkes, RI., 1995).

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar,

ukuran, bau, rasa serta warna dari simplisia.

46

Universitas Sumatera Utara


3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan meletakkan sejumlah serbuk

simplisia diatas objek glass yang telah ditetesi larutan kloralhidrat, ditutupi

dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop.

3.6.3 Penetapan Kadar Air

1. Penjenuhan toluen

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasitoluen).

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat,

dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam.

Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air

dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml (WHO,1998).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 gram simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan

kedalam labu alas bulat berisi toluen jenuh, dipanaskan selama 15 menit, setelah

toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik hingga sebagian air

tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik.

Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen, setelah semua air tersuling.

Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan

mendingin sampai suhu kamar. Volume dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih

kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan

yang diperiksa (Depkes, RI., 1980).

3.6.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu

47

Universitas Sumatera Utara


bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18

jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan

penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan

pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dihitung terhadapbahan yang telah

dikeringkan (WHO, 1998).

3.6.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,

dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai

kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.

Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara. Krus dipijar

perlahan-lahan sampai arang habis. Pijaran dilakukan pada suhu 500-600°C

selama 3 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.

Kadar dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 1998).

3.6.7 Penetapan Kadar Abu Larut dalam Air

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25

ml air selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang tidak larut, disaring dengan

kertas bebas abu, dicuci dengan air panas dan dipijar pada suhu 450 oC sampai

bobot tetap. Kadar abu yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

48

Universitas Sumatera Utara


3.6.8 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam

25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan sampai bobot tetap,

didinginkan dan ditimbang. Kadar dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

di udara (Ditjen POM, 1995).

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining Fitokimia dari serbuk simplisia, ekstrak etanol meliputi

pemeriksaan golongan senyawa alkaloida, flavonoida, saponin, tanin, dan

glikosida.

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml

asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2

menit didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan sebagai berikut :

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, akan

terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat,

akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff,

akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Serbuk mengandung alkaloida jika sekurang-kurangnya terbentuk

endapan pada 2 golongan larutan percobaan yang digunakan (Depkes, RI., 1995).

49

Universitas Sumatera Utara


3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 20 ml air panas, didihkan

selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat

ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil

alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna

merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.7.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10 detik, jika

terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan

tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya

saponin (Depkes, RI., 1995).

3.7.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling kemudian

disaring. Filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna.Selanjutnya

larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi

(III) klorida 1%.Jika terjadi warna hijau, biru, atau kehitaman adanya tanin

(Farnsworth, 1966).

3.7.5 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95%

dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, lalu direfluks selama 1 jam,

kemudian didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air

suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0.4 M, lalu dikocok dan didiamkan 5 menit,

kemudian disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan

50

Universitas Sumatera Utara


kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan

dengan temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol.

Larutan sisa dipakai untuk percobaan berikut:

a. Larutan sisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di atas

penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi molish,

kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung

sehingga terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan yang menunjukkan

adanya glikosida.

b. Larutan percobaan diuapkan di atas penangas air, kemudian dilarutkan sisa

dalam 5 mL asam asetat anhidrat, lalu ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat.

Terbentuknya warna biru atau hijau menunjukkan adanya glikosida (Depkes,

RI., 1995).

3.8 Pembuatan Larutan Percobaan

3.8.1 Pembuatan Larutan Tirode

Larutan buffer fisiologis yang digunakan adalah larutan Tirode. Untuk

membuat 1 liter larutan Tirode ditimbang:

CaCl2 : 0,20 gram


MgCl2 : 0,10 gram
KCl : 0,20 gram
NaCl : 8,00 gram
NaH2PO4 : 0,05 gram
NaHCO3 : 1,00 gram
D-Glukosa : 1,00 gram

Bahan (NaCl, KCl, MgCl2, NaH2PO4, CaCl2) dilarutkan terpisah dengan

akuades sampai larut. NaHCO3 dan D-Glukosa ditambahkan terakhir setelah

51

Universitas Sumatera Utara


semua bahan tercampur agar tidak terjadi pengendapan garam kalsium yang

ditandai dengan kekeruhan. Setelah semua bahan tercampur, larutan diaerasi

dengan karbogen (O2 95%, CO2 5%). Selanjutnya larutan diatur pada pH 7,4.

Larutan tirode dapat bertahan selama 24 jam (Kitchen, 1984).

3.8.2 Pembuatan Larutan Asetilkolin Klorida

Dalam penelitian ini, agonis kolinergik yaitu asetilkolin klorida

digunakan sebagai penginduksi. Senyawa ini dapat menyebabkan kontraksi otot

polos pada ileum. Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan asetilkolin klorida

ke dalam akuades sehingga didapat konsentrasi 2 x 10-1 M. Kemudian dibuat

larutan yang lebih encer sampai kadar 2 x 10 -6 M dengan faktor pengenceran 5

kali.

i. Pembuatan larutan baku asetilkolin klorida

Timbang seksama asetilkolin klorida (BM 181,60 g/mol) seberat 181,60

mg kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml akuades. Diperoleh larutan asetilkolin

klorida 2x10-1 M.

ii. Pembuatan seri konsentrasi asetilkolin klorida

a. Asetilkolin klorida 2 x 10-2M Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10 -1

M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex

selama 3 menit.

b. Asetilkolin klorida 2 x 10-3M Dipipet 500 μl larutan asetilkolin 2 x 10 -2 M.

Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex

selama 3 menit.

52

Universitas Sumatera Utara


c. Asetilkolin klorida 2 x 10-4M Dipipet 500 μl larutan asetilkolin 2 x 10 -3 M.

Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex

selama 3 menit.

d. Asetilkolin klorida 2 x 10-5M Dipipet 500 μl larutan asetilkolin 2 x 10 -4 M.

Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex

selama 3 menit.

e. Asetilkolin klorida 2 x 10-6M Dipipet 500 μl larutan asetilkolin 2 x 10 -5 M.

Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex

selama 3 menit. (Sinaga., 2016)

3.8.3 Pembuatan Larutan Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi

Sejumlah 800 mg ekstrak etanol kulit batang kecapi dilarutkan dengan 1

ml DMSO (Dimethil sulfoxida), kemudian dicukupkan dengan larutan tirode

hingga 5 ml. Diperoleh konsentrasi ekstrak 160 mg/ml (larutan stock). DMSO

merupakan pelarut yang inert, non-toksik, dan dapat melarutkan hampir seluruh

senyawa dan merupakan pelarut yang semipolar, namun masih dapat bercampur

dengan media tirode. Batas penggunaan jumlah pelarut DMSO yang ditambahkan

ke dalam organ bath (40ml) adalah sebesar 400 μl atau 1% v/v (Husori, 2011).

3.8.4 Pembuatan Larutan Atropin Sulfat

Dalam penelitian ini atropin sulfat digunakan sebagai antagonis

kolinergik. Senyawa ini dapat menghambat kontraksi otot polos pada ileum.

Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan atropin sulfat ke dalam akuades

sehingga didapat konsentrasi 138,968 mg/ml. Kemudian dibuat larutan yang lebih

encer sampai kadar 0,00139 mg/ml dengan faktor pengenceran 5 kali.

53

Universitas Sumatera Utara


i. Pembuatan larutan baku atropin sulfat Timbang seksama atropin sulfat (BM

694,84 g/mol) seberat 694,84 mg kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml akuades.

Diperoleh larutan atropin sulfat 138,968 mg/ml .

ii. Pembuatan seri konsentrasi atropin sulfat

a. Atropin sulfat 13,8968 mg/ml Dipipet 500 μl larutan baku atropin sulfat

138,968 mg/ml. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl

akuades. Vortex selama 3 menit.

b. Atropin sulfat 1,3897 mg/ml Dipipet 500 μl larutan atropin sulfat 13,8968

mg/ml. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex

selama 3 menit.

c. Atropin sulfat 0,1389 mg/ml Dipipet 500 μl larutan atropin sulfat 1,3897

mg/ml. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex

selama 3 menit.

d. Atropin sulfat 0,0139 mg/ml Dipipet 500 μl larutan atropin sulfat 0,1389

mg/ml. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex

selama 3 menit.

e. Atropin sulfat 0,00139 mg/ml Dipipet 500 μl larutan atropin sulfat 0,0139

mg/ml. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex

selama 3 menit. ( Sinaga., 2016 )

3.9 Pembuatan Media

3.9.1 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Komposisi: Meat infusion 6,0 g/L


Casein Hydrolysate 17,5 g/L
Starch 1,5 g/L
Agar No. 1 10 g/L
Cara Pembuatan:

54

Universitas Sumatera Utara


Sebanyak 35 g media Mueller Hinton Agar ( MHA ) ditimbang dan

dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan air suling sebanyak

1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut. Media Mueller Hinton Agar disterilkan di

dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.9.2 Pembuatan Media nutrient broth (NB)

Komposisi: Lab lemco powder 1,0 gram


Yeast extract 2,0 gram
Peptone 5,0 gram
Sodium chloride 5,0 gram
Cara Pembuatan:

Sebanyak 13 gram media nutrient broth yang sudah jadi ditimbang dan

dilarutkan dengan air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna.

Media dimasukkan dalam erlenmeyer steril yang bertututp dan disterilkan dalam

autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.9.3 Pembuatan Agar Miring

Sebanyak 3 ml media Mueller Hinton Agar cair, dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, diletakkan pada sudut kemiringan 30-45oC dan dibiarkan memadat,

kemudian disimpan di lemari pendingin (Lay, 1994).

3.10 Pembiakan Bakteri

3.10.1 Peremajaan Bakteri Escherichia coli

Satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanam

pada media MHA miring dengan cara menggores. Kemudian diinkubasi dalam inkubator

pada suhu 36-37oC selama 18 jam. Peremajaan ini dilakukan sebanyak 3 kali (Depkes,

1995).

55

Universitas Sumatera Utara


3.10.2 Pembuatan Inokulum Bakteri Escherichia coli

Koloni bakteri Escherichia coli diambil dari stok kultur dengan jarum ose

steril, lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan nutrient

broth (NB), diinkubasi sampai didapat kekeruhan yang sama dengan larutan

Standar Mc.Farland berarti konsentrasi bakteri adalah 108 CFU/ml (Difco and

BBL Manual, 2009).

3.11 Pengujian Antidiare

Pengujian antidiare meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan

bahan uji, kontrol, obat pembanding, induktor diare dan pengujian efek antidiare.

3.11.2 Penyiapan Bahan

Penyiapan bahan-bahan meliputi suspensi CMC sebagai kontrol, suspensi

Loperamid HCl sebagai pembanding, suspensi ekstrak kulit batang kecapi sebagai

bahan uji dan oleum ricini sebagai induktor.

3.11.2.1 Pembuatan Suspensi CMC 1% (b/v)

Sebanyak 1 g CMC ditaburkan ke dalam lumpang berisi air suling panas

sebanyak 20 ml, ditutup dan dibiarkan selama 30 menit hingga diperoleh massa

yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Anief,

2003).

3.11.2.2 Pembuatan Suspensi Loperamid HCl Dosis 1 mg/kg bb

Tablet Imodium® mengandung 2 mg Loperamid HCl, ditimbang sebanyak

20 tablet. Tablet digerus dan diambil serbuk sebanyak 56,3 mg. Serbuk

dimasukkan kedalam lumpang, kemudian ditambahkan suspensi CMC 1% sedikit

demi sedikit sambil digerus homogen lalu diencerkan dengan suspensi CMC 1%

hingga 10 ml. (Holowacz.,dkk 2016).

56

Universitas Sumatera Utara


3.11.2.3 Pembuatan Suspensi Ekstrak Kulit Batang Kecapi Dosis 400 mg/kg
bb, 800 mg/kg bb, dan 1600 mg/kg bb.

Ekstrak etanol kulit batang kecapi masing-masing sebanyak 400 mg/kg

bb, 800 mg/kg bb, dan 1600 mg/kg bb digerus dalam lumpang, lalu ditambahkan

suspensi CMC 1% sedikit demi sedikit sambil digerus homogen lalu diencerkan

dengan suspensi CMC 1% hingga 25 ml. (Holowacz.,dkk 2016).

3.11.3 Uji Efek Antidiare Pada Marmut Jantan

Dosis ekstrak etanol kulit batang kecapi ditentukan berdasarkan orientasi

pada hewan percobaan terhadap parameternya. Parameter yang diamati yaitu saat

mulai terjadinya diare, konsistensi feses, frekuensi diare dan lama terjadinya diare.

Dosis yang digunakan yaitu dosis 400, 800 dan 1600 mg. Dosis I 400 mg, dosis II

800 mg dan dosis VI 600 mg/kg bb . Sebagai pembanding suspensi Loperamid

HCl dosis 1 mg/kg bb dan kontrol suspensi CMC dosis 1% bb. Urutan penelitian

sebagai berikut:

3.11.3.1 Pengujian Efek Diare Pada Marmut Jantan Yang Diinduksi Dengan
Oleum Ricini

a. Marmut diadaptasikan dengan lingkungan penelitian selama satu minggu.

b. Dua belas jam sebelum penelitian, marmut dipuasakan, selanjutnya

dikelompokkan menjadi 5 kelompok masing-masing 5 ekor.

c. Dua puluh lima ekor marmut diberikan oleum ricini berdasarkan berat badan

marmut secara oral.

d. Marmut sudah mengalami diare dan masing-masing kelompok diberi perlakuan,

yaitu :

 kelompok I diberikan suspensi CMC dosis 1% sebagai control negatif

57

Universitas Sumatera Utara


 kelompok II diberikan suspensi Loperamid HCl dosis 1 mg/kg bb sebagai

pembanding

 kelompok III masing-masing diberikan suspensi Ekstrak etanol kulit batang

kecapi dosis 400 mg/kg bb

 kelompok IV masing-masing diberikan suspensi Ekstrak etanol kulit

batang kecapi dosis 800 mg/ kg bb

 kelompok V masing-masing diberikan suspensi Ekstrak etanol kulit batang

kecapi dosis 1600 mg/kg bb. Semua perlakuan diberikan secara oral.

e. Dilakukan pengamatan meliputi saat mulai terjadinya diare, konsistensi feses

(berlendir/ berair, lembek, dan normal), diameter serapan air, berat feses,

frekuensi diare,lama terjadinya diare (Cahaya., 2016).

3.11.3.2 Pengujian Efek Diare Pada Marmut Jantan Yang Diinduksi Dengan
Bakteri Escherichia coli

a. Marmut diadaptasikan dengan lingkungan penelitian selama satu minggu.

b. 12 jam sebelum penelitian, marmut dipuasakan, selanjutnya dikelompokkan

menjadi 5 kelompok masing-masing 5 ekor.

c. Dua puluh lima ekor marmut diinduksi bakteri Escherichia coli 108 cfu/ml , dan

marmut sudah mengalami diare, masing-masing kelompok diberi perlakuan,

yaitu :

 kelompok I diberikan suspensi CMC dosis 1% sebagai control negatif

 kelompok II diberikan suspensi Loperamid HCl dosis 1 mg/kg bb sebagai

pembanding

 kelompok III masing-masing diberikan suspensi ekstrak etanol kulit batang

kecapi dosis 400 mg/kg bb

58

Universitas Sumatera Utara


 kelompok IV masing-masing diberikan suspensi ekstrak etanol kulit batang

kecapi dosis 800 mg/kg bb

 kelompok V masing-masing diberikan suspensi ekstrak etanol kulit batang

kecapi dosis 1600 mg/kg bb. Semua perlakuan diberikan secara oral.

d. Dilakukan pengamatan meliputi saat mulai terjadinya diare, konsistensi feses

(berlendir/ berair, lembek, dan normal), diameter serapan air, berat feses,

frekuensi diare,lama terjadinya diare. (Nurhalimah, dkk., 2015).

Cara pengamatan parameter:

a. Diare ditandai dengan buang air besar dimana frekuensinya meningkat dari

keadaan normal dan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair.

b. Saat mulai terjadinya diare, caranya dengan mancatat waktu mula- mula

terjadinya diare (dalam menit) setelah pemberian oleum ricini dan bakteri

Escherichia coli.

c. Konsistensi feses, caranya dengan melihat feses mencit apakah berdarah,

berlendir/ berair, lembek dan normal.

d. Berat feses, caranya dengan menimbang berat feses (dalam gram) setiap buang

air besar setelah pemberian oleum ricini.

e. Frekuensi diare, caranya dengan menghitung berapa kali terjadi diare selama

pengamatan.

f. Lama terjadinya diare, caranya dengan mencatat selisih waktu terakhir

terjadinya diare (saat konsistensi feses kembali normal) dengan waktu mula-

mula terjadinya diare (saat konsistensi berlendir atau berair) dalam

menit.(Adnyana. dkk, 2004)

59

Universitas Sumatera Utara


3.12 Tahapan Pengujian

3.12.1 Preparasi Organ

Marmut ditimbang dan kemudian marmut dikorbankan dengan cara

dislokasi tulang belakang kepala (cervix). Dilakukan pembedahan pada bagian

abdomen, kulit bagian abdomen dipotong dengan menggunakan gunting. Usus

dibersihkan dari lapisan mesenteric yang melindunginya dan usus dibersihkan dari

kotoran yang ada pada usus besar. Saat jaringan sudah rileks, dipotong segmen

usus bagian bawah sepanjang 2-3 cm. Dengan menggunakan jarum kedua ujung

potongan usus diikat dengan benang pada arah yang berlawanan. Benang bagian

bawah usus diikatkan pada batang penahan jaringan dan benang bagian atas usus

dihubungkan ke transduser daya. Jaringan usus besar dimasukkan kedalam organ

bath yang berisi larutan tirode, dengan suhu larutan dipertahankan 37 ºC sambil

diaerasi dengan karbogen secara terus menerus. Jaringan yang telah terisolasi

diinkubasi selama 30 menit dengan pergantian larutan tirode setiap 15 menit.

Dibiarkan beberapa saat sampai kondisi ritmik yang optimal (Vogel, dkk., 2002).

3.12.2 Pengujian Kontraksi Seri Konsentrasi Asetilkolin Terhadap Otot


Polos Usus Besar

Pengujian terhadap agonis muskarinik dilakukan untuk mengukur batas

maksimum yang dapat ditunjukkan terhadap kontraksi usus besar marmut, guna

untuk mendapatkan konsentrasi submaksimum atau Effective Concentration

(EC80) asetilkolin klorida. Pengukuran dilakukan secara bertingkat dengan

pemberian kumulatif asetilkolin sehingga diperoleh konsentrasi di dalam organ

bath 10-8 sampai 3 x 10-3 M (Tabel 3.1). usus besar marmut yang telah

diekuilibrasi selama 45 menit (dengan pergantian larutan tirode tiap 15 menit)

diberikan larutan asetilkolin dengan konsentrasi didalam organ bath 10-8 sampai 3

60

Universitas Sumatera Utara


x 10-3 M (otot polos usus besar marmut menunjukkan respons kontraksi

maksimum).

Tabel 3.1Pemberian asetilkolin secara kumulatif pada organ bath 40ml

Konsetrasi larutan Volume yang Konsentrasi Asetilkolin


baku asetilkolin ditambahkan kedalam Klorida dalam organ bath
(M) organ bath (μl) (M)
2 x 10−6 200 1 x 10−8
2 x 10−6 400 3 x 10−8
2 x 10−5 140 1 x 10−7
2 x 10−5 400 3 x 10−7
2 x 10−4 140 1 x 10−6
2 x 10−4 400 3 x 10−6
2 x 10−3 140 1 x 10−5
2 x 10−3 400 3 x 10−5
2 x 10−2 140 1 x 10−4
2 x 10−2 400 3 x 10−4
2 x 10−1 140 1 x 10−3

Dari larutan baku dipipet berturut-turut asetilkolin klorida kedalam satu

chamber pada organ bath volume 40 ml sehingga diperoleh konsentrasi yang

kumulatif:

i. Dipipet 200 μl asetilkolin klorida 2 x 10−6 M kedalam organ bath volume 40 ml

sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 1 x 10−8 M, kemudian

ii. Dipipet 400 μl asetilkolin klorida 2 x 10 −6 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 3 x 10 −8 M,

kemudian

iii. Dipipet 140 μl asetilkolin klorida 2 x 10 −5 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 1 x 10 −7 M,

kemudian

61

Universitas Sumatera Utara


iv. Dipipet 400 μl asetilkolin klorida 2 x 10 −5 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 3 x 10 −7 M,

kemudian

v. Dipipet 140 μl asetilkolin klorida 2 x 10 −4 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 1 x 10 −6 M,

kemudian

vi. Dipipet 400 μl asetilkolin klorida 2 x 10 −4 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 3 x 10−6 M,

kemudian

vii. Dipipet 140 μl asetilkolin klorida 2 x 10−3 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 1 x 10−5 M,

kemudian

viii. Dipipet 400 μl asetilkolin klorida 2 x 10−3 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 3 x 10−5 M,

kemudian

ix. Dipipet 140 μl asetilkolin klorida 2 x 10−2 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 1 x 10−4 M,

kemudian

x. Dipipet 400 μl asetilkolin klorida 2 x 10−2 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 3 x 10−4 M,

kemudian

xi. Dipipet 140 μl asetilkolin klorida 2 x 10−1 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 1 x 10−3 M,

kemudian

62

Universitas Sumatera Utara


xii. Dipipet 400 μl asetilkolin klorida 2 x 10−1 M kedalam organ bath volume 40

ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 1 x 10 −3 M.

xiii. Setelah diperoleh hasil kemudian dihitung % kontraksi usus besar yang

diinduksi dengan asetilkolin klorida. Tujuan perhitungannya adalah untuk

memperoleh effective concentration 80% dari asetilkolin yang mampu

membuat usus besar berkontraksi. Sehingga dari hasil perhitungan diperoleh

banyaknya asetilkolin klorida yang dibutuhkan untuk membuat usus besar

marmut terisolasi akan peningkatan kontraksi. ( Sinaga, 2016 )

3.12.3 Pengujian Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi pada
Otot Polos Usus Besar melalui Induksi Asetilkolin

Pengujian aktivitas ekstrak etanol kulit batang kecapi terhadap

peningkatan kontraksi usus besar marmot yang diinduksi asetilkolin klorida

dilakukan dengan penambahan ekstrak etanol kulit batang kecapi kedalam organ

bath. Pemberian ekstrak etanol kulit batang kecapi diberikan secara kumulatif

sehingga diperoleh konsentrasi bertingkat yaitu 0,5 – 4 mg/ml ekstrak etanol kulit

batang kecapi.

Usus besar marmut harus diekulibrasi selama 45 menit (dengan

pergantian larutan tirode tiap 15 menit) dengan tujuan agar kontraksi dan relaksasi

pada usus besar stabil. Setelah usus besar marmut mencapai kondisi yang stabil,

kemudian usus besar diinduksi dengan asetilkolin klorida. Setelah dilakukan

perhitungan effective concentration 80% maka diperoleh bahwa dengan

pemberian 113 μl larutan asetilkolin klorida 2x10-1 M akan diperoleh konsentrasi

sub maksimum asetilkolin klorida 5,659x10-4 M dalam organ bath. Sehingga

dengan pemberian asetilkolin klorida 5,659x10-4 M maka sudah membuat usus

besar marmut terisolasi mengalami peningkatan kontraksi .

63

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.2 Pemberian konsentrasi ekstrak etanol kulit batang kecapi secara
kumulatif pada organ bath volume 40 ml

Konsentrasi larutan Volume yang Konsentrasi Ekstrak


baku Ekstrak (mg/ml) ditambahkan kedalam dalam organ bath
organ bath (μl) (mg/ml)
160 125 0,5
160 125 1
160 125 1,5
160 125 2
160 125 2,5
160 125 3
160 125 3,5
160 125 4

Dari larutan baku dipipet berturut-turut ekstrak etanol kulit batang kecapi

kedalam satu chamber pada organ bath volume 40 ml sehingga diperoleh

konsentrasi yang kumulatif:

i. Dipipet 125 μl ekstrak etanol kulit batang kecapi 160 mg/ml kedalam organ bath

volume 40 ml sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 0,5 mg/ml,

kemudian

ii. Dipipet 125 μl ekstrak etanol kulit batang kecapi 160 mg/ml kedalam organ

bath volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 1

mg/ml, kemudian

iii. Dipipet 125 μl ekstrak etanol kulit batang kecapi 160 mg/ml kedalam organ

bath volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 1,5

mg/ml, kemudian

iv. Dipipet 125 μl ekstrak etanol kulit batang kecapi 160 mg/ml kedalam organ

bath volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 2

mg/ml, kemudian

64

Universitas Sumatera Utara


v. Dipipet 125 μl ekstrak etanol kulit batang kecapi 160 mg/ml kedalam organ

bath volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 2,5

mg/ml, kemudian

vi. Dipipet 125 μl ekstrak etanol kulit batang kecapi 160 mg/ml kedalam organ

bath volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 3

mg/ml, kemudian

vii. Dipipet 125 μl ekstrak etanol kulit batang kecapi 160 mg/ml kedalam organ

bath volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 3,5

mg/ml, kemudian

viii. Dipipet 125 μl ekstrak etanol kulit batang kecapi 160 mg/ml kedalam organ

bath volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 4

mg/ml.

ix. Setelah diperoleh hasil kemudian dilakukan perhitungan %relakasasi dari

ekstrak etanol kulit batang kecapi terhadap kontraksi usus besar dan

perhitungan % korelasi antara kumlatif ekstrak dengan % relaksasi yang

diberikan. Pengulangan percobaan yang dilakukan enam kali ( Sinaga, 2016 )

3.12.4 Pengujian Efek Relaksasi Atropin Sulfat Pada Kontraksi Otot Polos
Usus Besar Melalui Induksi Asetilkolin

Usus besar marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath

yang terhubung pada tranduser isometrik. Usus besar dikontraksi dengan

pemberian 113 μl larutan asetilkolin klorida 2x10-1 M sehingga akan diperoleh

konsentrasi sub maksimum asetilkolin klorida 5,659x10-4 M dalam organ bath.

Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil kemudian dilakukan

pemberian konsentrasi bertingkat atropin sulfat. Lihat Tabel 3.3.

65

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.3 Pemberian konsentrasi atropin sulfat secara kumulatif pada
organ bath

Konsentrasi larutan Volume yang Konsentrasi atropin


baku atropin sulfat ditambahkan kedalam sulfat dalam organ bath
(mg/ml) organ bath(μl) (mg/ml)
0,00139 200 6,95 x 10−6
0,00139 400 2,08 x 10−5
0,0139 140 6,95 x 10−5
0,0139 400 2,08 x 10−4
0,1389 140 6,95 x 10−4
0,1389 400 2,08 x 10−3
1,3896 140 6,95 x 10−3
1,3896 400 2,08 x 10−2

Dari larutan baku dipipet berturut-turut atropin sulfat kedalam satu

chamber pada organ bath volume 40 ml sehingga diperoleh konsentrasi yang

kumulatif :

i. Dipipet 200 μl larutan baku atropin sulfat 0,00139 mg/ml kedalam organ bath

volume 40 ml sehingga konsentrasi atropin sulfat yang diperoleh adalah 6,95 x

10−6 mg/ml, kemudian

ii. Dipipet 400 μl larutan baku atropin sulfat 0,00139 mg/ml kedalam organ bath

volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi atropin sulfat yang diperoleh

adalah 2,08 x 10−5 mg/ml, kemudian

iii. Dipipet 140 μl larutan baku atropin sulfat 0,0139 mg/ml kedalam organ bath

volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi atropin sulfat yang diperoleh

adalah 6,95 x 10−5 mg/ml, kemudian

iv. Dipipet 400 μl larutan baku atropin sulfat 0,0139 mg/ml kedalam organ bath

volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi atropin sulfat yang diperoleh

adalah 2,08 x 10−4mg/ml, kemudian

66

Universitas Sumatera Utara


v. Dipipet 140 μl larutan baku atropin sulfat 0,1389 mg/ml kedalam organ bath

volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi atropin sulfat yang diperoleh

adalah 6,95 x 10−4 mg/ml, kemudian

vi. Dipipet 400 μl larutan baku atropin sulfat 0,1389 mg/ml kedalam organ bath

volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi atropin sulfat yang diperoleh

adalah 2,08 x 10−3mg/ml, kemudian

vii. Dipipet 140 μl larutan baku atropin sulfat 1,3896 mg/ml kedalam organ bath

volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi atropin sulfat yang diperoleh

adalah 6,95 x 10−3 mg/ml, kemudian

viii. Dipipet 400 μl larutan baku atropin sulfat 1,3896 mg/ml kedalam organ bath

volume 40 ml yang sama sehingga konsentrasi atropin sulfat yang diperoleh

adalah 2,08 x 10−2mg/ml.

ix. Setelah diperoleh hasil kemudian dilakukan perhitungan % relakasasi dari

atropine sulfat terhadap kontraksi usus besar. Pengulangan percobaan yang

dilakukan enam kali. ( Sinaga, 2016 )

3.13 Data Dan Analisis Data

3.13.1 Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kontraksi otot polos

usus besar pada komputer (program komputer : LabChart® 7.02). Data yang

diperoleh dalam persentase (%) respons terhadap respons maksimum yang

dicapai. Selanjutnya, dibuat grafik hubungan antara konsentrasi terhadap %

respon.

67

Universitas Sumatera Utara


3.13.2 Analisis data

Nilai EC80 (konsentrasi agonis yang dapat menghasilkan respon sebesar

80% dari respons maksimum) agonis reseptor, dihitung berdasarkan grafik

hubungan konsentrasi terhadap %respon. EC80 dihitung berdasarkan persamaan

dibawah ini:

log EC80 [ ]

Keterangan:

X1 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di bawah 80%

X2 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di atas 80%

Y1 : %respons tepat di bawah 80%

Y2 : %respons tepat di atas 80%

Selanjutnya, data disajikan dalam bentuk tabel dan nilai rata-rata ± SEM

(Standar Error Mean) (Husori, 2011). Data dari hasil uji invivo dan invitro

dilakukan secara statistik dengan membuat data anova dan kolerasi dari percobaan

tersebut.

68

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di HERBARIUM

MEDANENSE USU, menunjukkan bahwa tumbuhan yang diteliti adalah

Sandoricum koetjape Merr., suku Meliaceae. Hasil Identifikasi dapat dilihat pada

Lampiran 1( halaman 100 )

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia kulit batang kecapi yaitu

berwarna coklat tua pada bagian belakang dan keabu-abuan pada bagian depan.

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbukkulit batang kecapi Kristal

kalsium oksalat bentuk druse,rambut penutup Stomata tipe parastitik, butiran pati,

jaringan parenkim. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 4 ( halaman

103)

4.2.3 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Serbuk Simplisia

Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia kulit batang kecapi dapat dilihat

pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia kulit batang kecapi


No Parameter Hasil (%)
1 Kadar air 5,98
2 Kadar sari larut air 15,35
3 Kadar sari larut etanol 14,82
4 Kadar abu total 6,42
5 Kadar abu tidak larut asam 1,56

69

Universitas Sumatera Utara


Monografi dari simplisia kulit batang kecapi tidak ditemukan di buku

Materia Medika Indonesia (MMI), sehingga tidak ada acuan untuk menentukan

parameter simplisia tersebut. Hasil penetapan kadar air simplisia kulit batang

kecapi adalah 5,98 % telah memenuhi standarisasi kadar air simplisia secara

umum yaitu tidak lebih dari 10% (Depkes RI, 1995). Kelebihan air dalam

simplisia akan menyebabkan pertumbuhan mikroba, jamur atau serangga, serta

mendorong kerusakan bahan aktif yang terkandung didalamnya karena dapat

terurai (hidrolisis) (WHO, 2013).

Hasil karakterisasi simplisia kulit batang kecapi diperoleh kadar sari larut

air sebesar 15,35 % dan kadar sari larut etanol sebesar 14,82 %. Tujuan

dilakukannya penetapan kadar sari yaitu untuk mengetahui kadar sari bahan yang

terlarut di dalam pelarut air dan etanol (Depkes RI, 2000).

Hasil penetapan kadar abu total pada simplisia kulit batang kecapi

sebesar 6,42 %dan kadar abu tak larut asam sebesar 1,56 %. Penentuan kadar abu

merupakan metode pengukuran kadar terhadap abu yang dipanaskan pada

temperatur tertentu, karena senyawa organik dan turunannya akan terdestruksi dan

menguap sehingga yang tertinggal hanya unsur mineral dan anorganik, hal ini ini

menunjukkan kandungan mineral internal dan eksternal yang terdapat pada suatu

simplisia (Depkes RI, 2000). Perhitungan karakterisasi simplisia kulit batang

kecapidapat dilihat pada Lampiran 8 ( halaman 107 )

4.3 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan metabolit

sekunder yang mempunyai aktivitas biologi yang terdapat dalam simplisia dan

ekstrak etanol kulit batang kecapi.Skrining fitokimia yang dilakukan adalah

70

Universitas Sumatera Utara


pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, glikosida, saponin dan

terpenoid.Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak dari daun pugun tanoh

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol kulit batang kecapi

Hasil
No. Pemeriksaan Kandungan
Simplisia Ekstrak
1. Alkaloid + +
2. Flavonoid + +
3. Tanin + +
4. Glikosida + +
5. Saponin + +
6. Terpenoid + +
Keterangan: (+) : ada () : tidak ada

Berdasarkan hasil skrining diketahui bahwa simplisia dan ekstrak etanol

Kulit batang kecapimengandung alkaloid, flavonoid, tanin, glikosida, saponin,

(Depkes RI, 1989).

4.4 Hasil Ekstraksi

Hasil ekstraksi 600 g serbuk simplisia dengan cara maserasi

menggunakan pelarut etanol 80 %, bertujuan untuk mengekstraksi senyawa yang

terdapat pada simplisia kulit batang kecapi, baik bersifat polar maupun non polar,

diperoleh ekstrak etanol kulit batang kecapi sebanyak 82,9201 g.

4.5 Pengujian Efek Antidiare Secara Invivo

Pengujian efek antidiare dari suspensi ektrak etanol kulit batang kecapi

diawali dengan orientasi dosis.Dosis orientasi yang digunakan yaitu dosis 200,

400, 800, 1600 mg/ kg bb.Dari keempat dosis yang diuji, dosis 400, 800, 1600

mg/kg bb dipilih untuk digunakan dalam penelitian, karena dosis tersebut

memberikan efek antidiare. Sedangkan dosis 200 mg/kg bb tidak dapat digunakan

71

Universitas Sumatera Utara


dalam penelitian karena efek antidiarenya melebihi waktu diare sampai

mendapatkan bentuk feses normal.

Masing-masing marmutdipuasakan ± 12 jam sebelum penelitian,

dikelompokkan menjadi 5 kelompok untuk penginduksi oleum ricini dan 5

kelompok untuk penginduksi bakteri Escherichia coli (masing-masing kelompok

dilakukan pengulangan lima kali). Pemberian penginduksi diberikan sesuai

dengan berat badan dari marmut.Hasil penentuan saat mulai terjadinya diare,

diperoleh nilai rata-rata dari masing-masing kelompok perlakuan yaitu: untuk

kelompok penginduksi oleum.ricini dan bakteri Escherichia coli dari kelompok

pembanding sampai ke variasi dosis ekstrak diperoleh waktu rata-rata dari kedua

penginduksi yatu 352,5 menit Lampiran 9 ( halaman 110). Hasil penelitian juga

menunjukkan berat feses pada awal diare yaitu rata-rata dari berat feses awal

terjadinya diare pada pemberian kedua penginduksi yaitu 0,84624 g Lampiran 10

( halaman 117).

Pemberian ekstrak etanol kulit batang kecapi dosis 400 ; 800; 1600

mg/kg bb dan Loperamid waktu diare sampai terbentuknya feses normal (padat)

lebih cepat pada pemberian kedua penginduksi dibandingkan kelompok Kontrol

CMC Na p < 0,05 yaitu sekitar 200 menit Lampiran 11( halaman 114). Setelah

pemberian penginduksi dan marmut mengalami diare lalu diberikan Loperamid

dan variasi dosis ekstrak etanol kulit batang kecapi pada setiap penginduksi oleum

ricini dan penginduksi bakteri Escherichia coli . Hasil variasi dosis ekstrak kulit

batang kecapi yang memberikan efek antidiaredalam pembentukan feses normal

(padat) adalah dosis400 mg/kg bb; 800 mg/kg bb dan 1600 mg/kg bb yang sama

dengan pemberian Loperamid (p > 0,05) dapat dilihat pada Lampiran 12 (halaman

72

Universitas Sumatera Utara


119).Hasil rata-rata waktu terjadinya diare sampai terbentuknya feses normal

(padat) dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Waktu rata-rata setelah diberikan ektrak etanol kulit kecapi pada
penginduksi oleum ricini dan bakteri Escherichia coli, sampai
terbentuk feses normal (padat)

Rata-rata Waktu ke feses Normal ± SD (menit)


Perlakuan
Penginduksi Bakteri Penginduksi Ol. Ricini
Kontrol CMC Na 1337,6 ± 16,211 1335,2± 14,856 *)
Loperamid 1115,4± 39,093 1129,0± 46,422**)
Ekstrak 400 mg/kgbb 1120,4± 36,617 1126,2± 29,970**)
Ekstrak 800 mg/kgbb 1115,2 ± 32,958 1123,4 ± 34,501**)
Ekstrak 1600 mg/kgbb 1104,0 ± 44,238 1115,8 ± 30,720**)
Keterangan : *) Berbeda secara bemakna antara kontrol dengan perlakuan
(p<0,05)
**) Tidak berbeda secara bermakna pada masing perlakuan
( p>0,05)

Hasil Penentuan konsistensi feses dilakukan dengan cara melihat bentuk

feses yang terjadi, dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok yaitu konsistensi

berlendir atau berair dengan diameter serapan air besar dari 1,5 cm, konsistensi

lembek dengan diameter serapan air antara 1 cm sampai 1,5 cm dan konsistensi

normal dengan diameter serapan air kecil dari 1 cm, selain mengamati diameter

serapan air dari feses yang terbentuk, juga diamati waktu terjadinya dan berat

feses yang terbentuk ( Enda, 2009 ). Dari hasil penentuan konsistensi feses pada

penginduksi oleum ricini dan bakteri Escherichia coli semua kelompok

mengalami feses cair pada awal terjadinya diare dan pada konsistensi fesesnormal

(padat) setelah diberikan perlakuan. Hasil analisis statistik pada berat fases normal

(padat) dari kedua penginduksi memberikan nilai tidak bermakna pada uji

ANAVA dua arah (Kondisi yaitu pemberian penginduksi bakteri Escherichia coli

dan oleum ricini adalah sama / p > 0,05). Uji ANAVA dua arah terhadp

perlakuan didapatkan hasil yang bermakna (p < 0,05) Melihat hasil uji ANAVA

73

Universitas Sumatera Utara


dua arah di atas pada uji beda rata antar perlakuan dengan uji Duncan pengaruh

penginduksi adalah sama, maka uji Duncan dilakukan dengan menggabungankan

data kedua penginduksi untuk uji beda rata-rata dengan uji Duncan dapat dilihat

pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Berat rata-rata feses normal setelah diberikan ektrak etanol kulit kecapi
Pada penginduksi oleum ricini dan bakteri Escherichia coli

Perlakuan Rata-rata beratfeses Normal ± SD ( g )


Penginduksi Bakteri Penginduksi Ol. Ricini
Kontrol CMC Na 0,88324 ± 4,415x10– 3 0,8841 ± 4,185x10– 3 *}
Loperamid 0,2946 ± 0,033 0,2848 ± 0,035 **)
Ekstrak 400 mg/kgbb 0,653 ± 0,089 0,6736 ± 0,061
Ekstrak 800 mg/kgbb 0,4058 ± 0,116 0,438 ± 0,091 **)
Ekstrak 1600 mg/kgbb 0,3004 ± 0,014 0,312 ± 0,027 **)
Keterangan : *) Berbeda secara bemakna antara kontrol dengan perlakuan
(p < 0,05)
**) Tidak berbeda secara bermakna pada masing perlakuan ( p >
0,05)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

1.0000
.9000
.8000
BERAT FESES (g)

.7000
.6000
.5000
.4000 Bakteri
.3000
.2000 Ol. Ricini
.1000
.0000
Kontrol CMC Loperamid Ekstrak 400 Ekstrak 800 Ekstrak 1600
Na mg/kgbb mg/kgbb mg/kgbb
PERLAKUAN

Gambar 4.1 Grafik perbandingan berat feses nomal dari penginduksi oleum ricini
dan baketeri Escherichia coli .

Hasil yang diperoleh dari setiap penginduksi dimana memiliki hasil yang

sama kuatnya dengan suspensi loperamid yaitu pada dosis ekstrak etanol kulit

batang kecapi 800 mg /kg bb dan 1600 g/kg bb (lihat Tabel 4.4 dan Lampiran 12

74

Universitas Sumatera Utara


pada hasil uji beda rata-rata dengan uji DUNCAN). Hal ini dikarenakan jumlah

dosis yang berbeda mempengaruhi kekuatan untuk menekan diare, semakin tinggi

dosis yang diberikan semakin besar efek antidiare yang dihasilkan oleh dosis obat

tersebut.Menurut Supandiman (1997) untuk mengurangi frekuensi diare sering

digunakan obat spasmolitik, tetapi hal ini tidak dianjurkan pada diare akibat

infeksi kuman.

Terbuktinya efek daun jambu biji sebagai anti diare sekaligus anti bakteri

terhadap kuman salmonella typhimurium memberikan gambaran bahwa daun ini

dipergunakan sebagai antidiare, baik diare noninfektif maupun diare infektif

(Ajizah, 2004 ). Dimana pada hasil penelitian ini terjadi hal sama pada kuman

Entherophatogenic Escherichia coli dan pada tumbuhan kulit batang kecapi .

Semakin tinggi konsentrasi semakin kecil pula perkembangan bakteri,

yang berarrti semakin sedikit jumlah bakteri yang mampu bertahan hidup. Ini

menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi semakin besar kadar

bahan aktif yang berfungsi sebagai antibakteri sehingga kemampuan didalamnya

menghambat pertumbuhan bakteri semakin kecil ( Ajizah, 2004 ).

Kemampuan suatu bahan antimikroba dalam meniadakan hidup

mikroorganisme tergantung pada konsentrasi bahan antimikroba itu

(Schlegel,1994). Artinya bahan antimikroba dalam suatu lingkungan kuman

sangat menentukan kehidupan kuman yang terpapar. Selain factor konsentrasi,

jenis bahan antimikroba juga menentukan kemampuan mengahambat

pertumbuhan kuman. Dimana dalam penelitian ini adanya kandungan kimiawi

yang bersifat antibakteri ( Ajizah, 2004 ).

75

Universitas Sumatera Utara


Alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik, diketahui memiliki

aktivitas antimikrobia. Secara in vivo menurut Karou (2006) senyawa alkaloid

dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif, namun

mekanisme penghambatan senyawa alkaloid terhadap bakteri belum jelas.

Menurut penelitian Wink dkk. (1998), senyawa ajmalin, berbamin, boldin,

sinkonin, sinkonodin, emetin, harmalin, harmin, lobelin, norharman, quinidin,

quinin dan sanguinarin yang tergolong ke dalam alkaloid menghambat DNA

polimerase. Senyawa-senyawa yang menghambat DNA polimerase tersebut juga

akan mampu menghambat biosintesis protein pada proses translasi. Menurut

Harborne (1987) menambahkan, alkaloid dapat mengganggu terbentuknya

komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga menyebabkan

hilangnya fungsi dinding sel sebagai protektor tekanan osmotik. Hal tersebut

menyebabkan sel bakteri menjadi peka terhadap tekanan osmotik, adanya tekanan

osmotik yang tinggi dalam sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis pada sel

bakteri tersebut ( Dhiah,dkk., 2013 ).

Flavonoid menurut Achmad (1986) merupakan kelompok senyawa fenol

terbesar di alam.menurut Masduki (1996); Winarno & Sundari, (1996);

Dzulkarnain (1996) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus. Diduga penghambatan pertumbuhan Salmonella typhimurium juga karena

ada efek fenolik dari flavonoid yang terdapat di dalam daun Psidium guajava(

Ajizah, 2004 ).Flavonoid juga memiliki efek sebagai antidiare dengan

menghambat motilitas usus sehingga mengurangi sekresi cairan dan elektrolit (Di

Carlo, G., dkk . 1993 ).Dimana dari hasil karakterisasi simplisia pada kulit batang

kecapi juga terdapat senyawa flavanoid sehingga kulit batang kecapi juga dapat

76

Universitas Sumatera Utara


menghambat pertumbuhan bakteri dan mengurangi sekresi cairan dan elektrolit

pada usus.

Tanin bekerja sebagai astringen dengan mengkerutkan permukaan

mukosa usus halus dan merangsang penyerapan balik air di lumen usus. Kondisi

ini pada akhirnya dapat mengurangi diare (Tjay and Rahardja, 2007; Oben, dkk,

2006; Kumar, dkk,2011). Tanin merusak protein menjadi protein tanat. Protein ini

membuat mukosa usus menjadi lebih resisten. Hal ini mengurangi eksresi air ke

lumen usus. Akibatnya reabsorpsi NaCl dan air menjadi lebih banyak (Chitme,

dkk, 2004). Senyawa lain, saponin, dapat mereabsorpsi sejumlah besar toksin

dengan aktivitas permukaan (Oben, dkk, 2006; Mohammed, dkk, 2009; Kumar,

dkk, 2011).

Hilangnya fungsi dinding sel sebagai protektor tekanan osmotic hal

tersebut menyebabkan sel bakteri menjadi peka terhadap tekanan osmotik, adanya

tekanan osmotik yang tinggi dalam sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis

pada sel bakteri tersebut senyawa tersebut untuk menonaktifkan adhesin bakteri

atau perlekatan bakteri pada inang, menonaktifkan enzim-enzim esensial,

transport protein membran sel, dan perampasan mineral yang dibutuhkan oleh

bakteri (Bell dkk., 1965, Scalbert, 1991, Min dkk., 2003). Penonaktifan adhesin

bakteri menyebabkan penghambatan atau penurunan daya perlekatan bakteri

terhadap sel inang, akibatnya terjadi penurunan patogenitas dari bakteri.

Penonaktifan enzim pada bakteri terjadi karena terbentuknya senyawa kompleks

antara tanin dengan enzim atau substrat enzim, hal tersebut mengakibatkan enzim

inaktif ( Scalbert, 1991), sedangkan menurut Scalbert, 1991. Perampasan atau

deprivation mineral terjadi dengan pembentukan ikatan kovalen antara gugus

77

Universitas Sumatera Utara


fungsi tanin dengan mineral esensial yang dibutuhkan oleh bakteri, sehingga

mengakibatkan metabolisme sel bakteri terganggu dengan tereduksinya mineral

esensial. Menurut Harborne, (1987) Senyawa fenolik merupakan senyawa yang

penting karena merupakan kelas besar diantara senyawa-senyawa penyusun

tanaman. Mekanisme antimikroba senyawa fenolik secara in vivo adalah dengan

mengganggu kerja membran sitoplasma bakteri, termasuk diantaranya

mengganggu transpor aktif dan kekuatan proton (Dhiah dkk., 2013).

4.6 Hasil Pengujian Kontraksi Seri Konsentrasi Asetilkolin Klorida


Terhadap Otot Usus Besar

Kontraksi yang dipicu oleh asetilkolin klorida dapat diamati melalui

pengamatan terhadap perubahan %respon kontraksi otot polos usus besar

terisolasi terhadap penambahan seri konsentrasi asetilkolin klorida (10 -8 – 3x10-3

M) pada organ usus besar. Persentase kontraksi maksimal otot polos usus besar

diperoleh pada konsentrasi asetilkolin klorida adalah 1 x 10 -3 M dan konsentrasi

submaksimal pada konsentrasi asetilkolin 5,659 x 10-4 M bertingkat dengan

asetilkolin dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi submaksimal atau Effective

Concentration (EC80) asetilkolin klorida.

Asetilkolin merupakan agonis kolinergik yang berarti obat yang memacu

atau meningkatkan aktivitas syaraf kolinergik. Asetilkolin akan berinteraksi

dengan reseptor asetilkolin muskarinik pada sel organ efektor syaraf kolinergik

misalnya sel perietal lambung, otot jantung, dan otot polos saluran pencernaan.

Pada ileum, asetilkolin akan berinteraksi dengan reseptor muskarinik yang akan

menimbulkan peningkatan motilitas otot polos (Nugroho, 2012).Hasil yang

78

Universitas Sumatera Utara


diperoleh sesuai dengan teori yang diperoleh (Gambar 4.3), dengan adanya

peningkatan konsentrasi asetilkolin, maka motilitas usus akan meningkat.

Tabel 4.5 Data uji kontraksi seri konsentrasi asetilkolin klorida terhadap otot
polos usus besar

Log % Kontraksi Rerata-rata


Kosentrasi I II III IV V % Kontraksi
Ach
8,00 15,384 5,2631 21,2765 29,2682 17,6470 17,7676
7,52 16,923 5,2631 17,0212 45,1219 19,1176 20,689
7,00 20 15,7894 17,0212 43,9024 23,5294 24, 0482
6,52 23,076 5,2631 19,1489 39,0243 26,4705 22,5962
6,00 26,153 21,0526 19,1489 43,9024 19,1176 25,8744
5,52 27,692 18,4210 23,4042 48,7804 29,4117 29,5416
5,00 36,923 47,3684 29,7872 58,5365 45,5882 43,6404
4,52 46,153 52,6315 42,553 60,9756 50 50,4624
4,00 66,153 68,4210 63,8297 70,7317 82,3529 70,2972
3,52 80 81,5789 83,3617 80,4878 91,1764 83,3204
3,00 100 100 100 100 100 100
2,52 90,769 47,3684 93,6170 86,5853 70,3703 81,903
Keterangan: Ach = asetilkolin
% kontraksi = dihitung dari kontraksi maksimum yang dicapai
oleh asetilkolin

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.2.

120
100
% Kontraksi

80
60
40
20
0
- 8,00 - 7,52 - 7,00 - 6,52 - 6,00 - 5,52 - 5,00 - 4,52 - 4,00 - 3,52 - 3,00
log Konsentrasi M

Gambar 4.2Grafik kontraksi otot polos organ usus besar terisolasi dengan
pemberian seri konsentrasi asetilkolin . Data yang disajikan
adalah nilai rata-rata ± SEM, n=5.

79

Universitas Sumatera Utara


Penambahan seri konsentrasi asetilkolin menyebabkan kontraksi otot

polos usus besar terisolasi.Kontraksi otot polos usus besar meningkat dengan

meningkatnya konsentrasi asetilkolin. Respons kontraksi maksimal otot polos

usus besar diperoleh pada konsentrasi asetilkolin -3,52 x10-4 M, karena

peningkatan konsentrasi asetilkolin yang lebih tinggi tidak lagi menunjukkan

peningkatan kontraksi. Jumlah reseptor membatasi efek yang ditimbulkan,

sehingga walaupun konsentrasi ditingkatkan, respon tidak bertambah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kontraksi otot polos

terjadi karena stimulasi reseptor muskarinik oleh agonis, dalam penelitian ini

digunakan asetilkolin sebagai penginduksi (Oenema, 2013).

Pada saluran cerna terdapat RM1 dan RM3, keduanya menginduksi

motilitas saluran cerna. Reseptor M3 yang terdapat pada spinkter saluran cerna

menginduksi relaksasi, sedangkanpada kelenjar saluran cerna akan menginduksi

skret. RM1 dan RM3berkontribusisecara signifikan atas sekresi kelenjar, karena

kedua sub tipe ini membangkitkan pembentukan IP3 dan menyebabkan rilis ca2+

dari endoplasma reticulum sehingga menginduksi proses sekresi.( Harahap, 2015)

Efek kontraksi asetilkolin diregulasi terutama melalui stimulus reseptor

muskarinik M3 pada saluran pernapasan (Karyono, 2006). Aktivasi reseptor

muskarinik M3 selanjutnya akan mengaktifkan phospholipase C (PLC) melalui

penggabungan dengan protein Gq, yang menghasilkan dua second messenger

yaitu inositol 1,4,5-trisphosphate (IP3) dan diacylglycerol (DAG) sebagai hasil

hidrolisis phospatidylinositol 4,5-biphosphat (PIP2). IP3 menduduki reseptor IP3

sehingga menginduksi pelepasan Ca2+ dari sarcoplasmatic reticulum (SR)

(Harahap, 2015). Sedangkan DAG akan menyebabkan influks Ca 2+ ekstraseluler

80

Universitas Sumatera Utara


(Harahap, 2015). Pelepasan Ca2+ dari SR dan influks Ca2+akan meningkatkan

jumlah Ca2+ di dalam sitosol (Harahap, 2015). Peningkatan Ca 2+ di sitosol akan

membentuk kompleks Ca2+-kalmodulin yang mengaktifkan myosin light chain

kinase (MLCK) yang akan memfosforilasi myosin light chain (MLC), akibatnya

terjadi interaksi miosin dengan aktin yang menghasilkan kontraksi otot polos

saluran pernapasan (Oenema, 2013).

4.6.1 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi
Pada Kontraksi Otot Polos Usus Besar Melalui Induksi Asetilkolin
Klorida

Pengujian efek relaksasi ekstrak etanol kulit batang kecapi terhadap otot

polos usus besar terisolasi dilakukan dengan cara mengkontraksi otot polos usus

besar dengan asetilkolin klorida 5,659 x 10-4 M, dilanjutkan dengan pemberian

seri konsentrasi ekstrak 0,5 – 4 mg/ml. Efek relaksasi ekstrak diamati melalui

pengamatan terhadap perubahan %efek relaksasi ekstrak pada organ usus besar.

Pemberian seri konsentrasi ekstrak etanol kulit batang kecapi menghasilkan efek

relaksasi terhadap kontraksi yang diinduksi oleh asetilkolin 5,659 x 10 -4 M

(Gambar 4.4) .

Tabel 4.6 Data rata-rata % relaksasi ekstrak etanol kulit batang kecapi.

Dosis Ekstrak (M) Rata-rata % relaksasi ekstrak ± SD


0,5 29,3996 ± 15.55398
1 47,023 ± 12.69777
1,5 57,5797 ± 14.72264
2 56,5797 ± 13.34936
2,5 62,3064 ± 21.77416
3 64,5093 ± 21.63552
3,5 63,5093 ± 26.57965
4 68,1286 ± 14.79056

81

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.3 dapat lebih lanjut untuk menejlaskan data dari Tabel 4.7.

80
% konsentrasi ekstrak 70
60
50
40
30
20
10
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
konsentrasi ekstrak (M)

Gambar 4.3Grafik %relaksasi setelah pemberian dosis ekstrak etanol kulit batang
kecapi pada otot polos usus besar terisolasi yang dikontraksi dengan
asetilkolin 5,6289 x 10-4 M. Data yang disajikan adalah nilai rata-
rata ± SEM, n = 5.

Mekanisme flavonoid golongan kuersetin sebagai antidiare adalah

dengan menghambat pelepasan asetilkolin pada saluran cerna ( Lutterodt, 1989).

Reseptor asetilkolin nikotinik memperantai terjadinya kontraksi pada otot polos,

sedangkan reseptor asetilkolin muskarinik tipe M3 mengatur kontraksi otot polos

dan motilitas usus. Apabila pelepasan asetilkolin dihambat, maka akan

menyebabkan berkurangnya kadar asetilkolin yang berikatandengan reseptor

asetilkolin nikotinik dan reseptor muskarinik ( reseptor asetilkolin muskarinik

tipe M3 ) sehingga motilitas usus juga akan dihambat( Ikawati 2008 ). Flavonoid

mampu menghambat motilitas usus, mengurangi sekresi air dan elektrolit akibat

pemberian oleum ricini ( Dicarlo,et.al., 1993 ) serta memperlama waktu transit

usus. Penelitian secara invitro mengungkapkan bahwa flavanoid dapat

menghambat sekresi cairan usus akibat induksi prostaglandin ( Medina dkk., 1997

). Tanin memiliki efek antidiare karena merupakan adstringens yang efeknya

82

Universitas Sumatera Utara


dapat mengendapkan protein pada permukaan usus (Kumar, 1983). Keadaan

tersebut dapat membentuk lapisan (barrier) pada permukaan saluran

gastrointestinal (Thripati, 2008). Lapisan (barrier) tersebut juga menyebabkan

perapatan sel terluar sehingga menghambat sekresi cairan dan elektrolit yang

dikeluarkan ke dalam usus (Mutschler, 1991). Tanin memiliki efek sebagai

antiiritan dan antisekretori (Westendarp, 2006). Tanin mampu menghambat

motilitas sehingga memperlama waktu transit usus (Galvezdkk., 1991). Sementara

itu, senyawa aktif golongan saponin juga memiliki efek antidiare dengan

menghambat pelepasan histamin secara in vitro (Rao dan Gurfinkel, 2000). Hasil

skrining simplisia adanya kandungan alkaloid, flavonoid, tannin, saponin,

terpenoid , karena adanya metabolit tersebut terjadi relaksasi otot polos usus besar

pada marmut. Dari hasil uji statistik ekstrak memberikan efek relaksasi dari

konsentrasi 0,5-4 M dimana 0,5 M sudah bisa merelaksasikan kontraksi usus, data

statistik dapat dilihat di lampiran 14.

4.6.2 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Atropin Sulfat Pada Kontraksi Otot
Polos Usus Besar Melalui Induksi Asetilkolin Klorida

Pengujian efek relaksasi atropin sulfat terhadap otot polos usus besar

terisolasi dilakukan dengan cara mengkontraksi otot polos usus besar dengan

asetilkolin klorida5,659 x 10-4 M, dilanjutkan dengan pemberian seri konsentrasi

atropin sulfat 6,95x10-6, 2,08 x 10-5, 6,95x10-5, 2,08 x 10-4, 6,95x10-4, 2,08 x 10-
3
,6,95x10-2, 2,08 x 10-2, M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian

Atropin Sulfat konsentrasi 6,95x10-5 M memilikisignifikan (p>0,05) dengan

konsentrasi yang lain, artinya pemberian Atropin Sulfatkonsentrasi 6,95.10-5

Mdapat memberikan persentase relaksasi usus yang efektif dibandingkan dengan

konsentrasi yang lainnya, dengan kata lain pemberian Atropin Sulfat konsentrasi

83

Universitas Sumatera Utara


lainnya memberikan efek sebagai antidiare.Hasil uji statistik juga menunjukkan

bahwa pemberian Atropin Sulfatkonsentrasi 6,95.10-5merupakan konsentrasi

yang efektif dalam memperkecil persentase relaksasi usus. Efek relaksasi atropin

sulfat diamati melalui pengamatan terhadap perubahan %efek relaksasi ekstrak

pada organ usus besar. (Gambar 4.5).

Tabel 4.7 Data rata-rata % relaksasi atropin sulfat .

konsentrasi atropin Rata-rata % relaksasi atropin ± SD


6,95.10-6 14,13162 ± 14.4918668
2,08.10-5 26,30742 ± 9.4153191
6,95.10-5 50,32008 ± 25.9835502
2,08.10-4 67,92896 ± 16.5511073
6,95.10-4 88,13882 ± 5.7708689
2,08.10-3 103,02602 ±15.0259490
6,95.10-3 105,26558 ±13.1008266
2,08.10-2 108,97096 ±18.5066113

Untuk lebih memperjelas Tabel di atas dapt dilihat pada Gambar 4.4

120
% relaksasi Atropin sulfal

100
%
80 konsentrasi
60 atropin
40
20
0
-8 -7.52 -7 -6.52 -5 -5.52 -4 -4.52
Log Konsentrasi Atropin

Gambar 4.4Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi atropin sulfat (-


8=6,95x10-6; -7.52=2,08x10-5; -7=6,95x10-5; -6.52=2,08x10-4; -
6=6,95x10-4; -5.52=2,08x10-3; -5=6,95x10-3; -4,52 = 2,08 x10- 2
mg/ml) pada otot polos usus besar terisolasi yang dikontraksi dengan
asetilkolin 5,6289 x 10-4 M. Data yang disajikan adalah nilai rata-
rata ± SEM, n=5.

Mekanisme kerja atropin dan campuran lain yang satu golongan

dengannya berkompetisi dengan asetilkolin (juga agonis muskarinik lainnya)

84

Universitas Sumatera Utara


untuk berikatan dengan reseptor muskarinik. Antagonis atropine yang bersifat

kompetitif ini dapat diatasi bila konsentrasi asetilkolin pada reseptor di organ

efektor bertambah. Hambatan reseptor antagonis muskarinik terhadap rangsang

saraf post-ganglionik parasimpatik lebih lambat daripada hambatannya terhadap

injeksi choline esters. Hal ini disebabkan karena pelepasan asetilkolin oleh ujung

saraf kolinergik dekat dengan reseptor sehingga konsentrasi transmitter yang

tinggi menyebabkan peningkatan reseptor pada neuroefektor (Sukohar., 2014 )

Kerja farmakologis Atropin dan skopolamin berbeda secara kuantitatif

dalam kerja antimuskarinik, terutama pada kemampuannya menimbulkan efek

pada sistem saraf pusat. Efek atropin pada susunan saraf pusat hampir tidak dapat

ditemukan pada dosis yang lazim digunakan secara klinis (Sukohar., 2014 ).

Kerja antagonis reseptor muskarinik di lambung dan usus digunakan

sebagai antispasme pada gangguan gastrointestinal dan ulkus peptikum. Sekresi

saliva diperantarai oleh reseptor M3 dan sangat sensitive terhadap antagonis

reseptor muskarinik, akibatnya mulut menjadi kering dan mengalami kesulitan

menelan dan berbicara(Sukohar., 2014 ).

4.6.3 Perbandingan % Relaksasi Atropin Sulfat dan Ekstrak Etanol Kulit


Batang Kecapi pada Kontraksi Otot Polos Usus Besar Melalui Induksi
Asetilkolin

Pengujian efek relaksasi atropin sulfat terhadap otot polos usus besar

dilakukan dengan cara mengkontraksi otot polos usus besar dengan asetilkolin

5,659 x 10-4 M, dilanjutkan dengan pemberian seri konsentrasi atropin sulfat

6,95x10-6 – 2,08x10-2 mg/ml. Efek relaksasi atropin sulfat diamati melalui

pengamatan terhadap perubahan %efek relaksasi ekstrak pada organ usus besar.

Pemberian seri konsentrasi atropin sulfat menghasilkan efek relaksasi terhadap

85

Universitas Sumatera Utara


kontraksi yang diinduksi oleh asetilkolin 5,659 x 10-4 M. Persentase efek relaksasi

atropin sulfat pada otot polos usus besar meningkat sejalan dengan peningkatan

konsentrasi. Ekstrak etanol kulit batang kecapi juga memiliki pola efek relaksasi

yang sama dengan atropin sulfat. Grafik perbandingan %relaksasi dari ekstrak

etanol kulit batang kecapi dan atropin sulfat dapat dilihat di Gambar 4.6.

Tabel 4.8 . Data rata-rata % relaksasi ekstrak dan atropin sulfat.

Rata-rata % ekstrak Etanol Kulit Rata-rata % relaksasi atropin


Kelompok Batang Kecapi ± SD ± SD
1 29,3996 ± 15.55398 14,13162 ± 14.4918668
2 47,023 ± 12.69777 26,30742 ± 9.4153191
3 57,5797 ± 14.72264 50,32008 ± 25.9835502
4 56,5797 ± 13.34936 67,92896 ± 16.5511073
5 62,3064 ± 21.77416 88,13882 ± 5.7708689
6 64,5093 ± 21.63552 103,02602 ± 15.0259490
7 63,5093 ± 26.57965 105,26558 ± 13.1008266
8 68,1286 ± 14.79056 108,97096 ± 18.5066113

Pada Gambar 4.5 diindikasikan bahwa ekstrak etanol kulit batang kecapi

konsentrasi 0,5 mg/mlmemiliki kemampuan yang sama dengan atropin sulfat

konsentrasi 6.95x10-5 mg/ml dalam menurunkan kontraksi yang diinduksi dengan

asetilkolin 5,659x10-4M.Dimana dalam penelitian ini di dapat nilai AUC

120
100
% relaksasi

80
60
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8
%Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi konsentrasi
% konsentrasi atropin

Gambar 4.5 Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi (A) Ekstrak
Etanol Kulit batang Kecapi (1=0,5; 2=1; 3=1,5; 4=2; 5=2,5; 6=3;
7=3,5; 8=4 mg/ml) dan (B) atropin sulfat (1=6.95x10-6; 2=2.08x10-
5
; 3=6.95x10-5; 4=2.08x10-4;5=6.95x10-4; 6=2.08x10-3; 7=6.95x10-

86

Universitas Sumatera Utara


3
; 8=2.08x102 mg/ml) dan pada otot polos usus besar yang
dikontraksi dengan asetilkolin 5,6289 x 10-4M. Data yang disajikan
adalah nilai rata-rata ± SEM, n = 5.

Tabel 4.9 AUC ekstrak dan atropin sulfat

AUC ekstrak AUC Atropin sulfat


30,41406 15,53162
47,02304 26,30742
57,57972 50,32008
56,57972 67,92896
62,30642 88,13882
64,5093 103,02602
63,5093 105,26558
68,12835 108,97096
Rata-rata 56,1295 Rata – rata 70,511182

80
70
60 AUC
atropin
50
AUC
AUC

40
70.511182 ekstrak
30 56.1295
20
10
0

Gambar 4.6Grafik AUC %relaksasi Ekstrak Etanol Kulit batang Kecapidan


atropin pada otot polos usus besar yang dikontraksi dengan
asetilkolin 5,6289 x 10-4M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata
± SEM, n = 5

Adanya kemampuan efek relaksasi dikarenakan adanya metabolit

sekunder yang berperan. Metabolit sekunder dari alkaloid, glikosida,

steroid/terpenoid, flavonoid dan tannin (Malinda, 2015)..Oleh sebab itu

dibutuhkan penelititan lebih lanjut terhadap pengaruh metabolit sekunder yang

selektif terhadap relaksasi otot polos usus besar dan mekanisme kerjanya pada

usus besar.

87

Universitas Sumatera Utara


4.7 Korelasi Antara Hasil Uji invivo dengan invitro.

Uji korelasi untuk data di atas antar perlakuan invivo dengan invtro

dilkukan denan Korelasi Ganda 2 variabel (Lampiran 15, halaman 126). Hasil uji

adalah terdapat korelasi antara kedua variabel yaitu invivo dan invitro. Dengan

demikian maka dapat dikatakan bahwa berhentinya diare sama dengan waktu

relaksasi dari usus besar.

88

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian efek ekstrak etanol kuit batang kecapi

(Sandoricum koetjape Merr.) sebagai antidiare yang diinduksi dengan oleum ricini

dan bakteri Escherichia coli pada marmut jantan, maka dapat disimpulkan :

1. Ekstrak etanol kulit batang kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) memiliki efek

antidiare pada marmut jantan pada dosis 800 mg/ kg bb dan dosis1600 mg/kg

BB yang telah diinduksi oleum ricini. Yang lebih efektif untuk antidiare ada di

dosis 800 mg/kg bb.

2. Ekstrak etanol kulit batang kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) memiliki efek

antidiare pada marmut jantan pada dosis 800 mg/kg bb dan dosis 1600 mg/kg

bb yang telah diinduksi bakteri Escherechia coli. Yang lebih efektif dalam

memberikan efek anti diare adalah dosis 800 mg/kg bb.

3. Ekstrak etanol kulit batang kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) memiliki efek

relaksasi pada dosis 0,5 - 4 mg/ml terhadap kontraksi otot polos usus marmut

terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin klorida 5,659 x 10-4 M. Yang lebih

efektif untuk memeberikan relaksasi pada dosis 0,5 mg/ml

89

Universitas Sumatera Utara


5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan maka disarankan untuk melakukan :

1. Penelitian lebih lanjut tentang pengujian senyawa kimia ekstrak kulit batang

kecapi sebagai antidiare secara spektrofotometri.

2. Pemisahan ekstrak senyawa kulit batang kecapi sebagai antidiare dengan

senyawa kimia lainnya

90

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2008). Kecapi Identitas Flora Kota Bekasi. Diakses tgl 28/10/2016.

Abdoe. (2007). Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pp. 283-4.

Adnyana. (2004). Efek Ekstrak Daun Jambu Biji Daging Buah Putih Dan Jambu
Biji Daging Buah Merah Sebagai Antidiare.Act Pharmaceutica
Indonesia.Vol XXIX. No 1. Hal 18-20.

Anief, M. (2003) , Ilmu Meracik Obat, Edisi Kesepuluh, Gadjah adaUniversity


Press, Yogyakarta. Hal 167-182.

Anwar. (2000). Obat-obat saluran cerna. Dalam S. G. Ganiswarna, R. Setiabudy,


F.D. Suyatna, Purwantyastuti, Nafrialdi : Farmakologi dan terapi.
Jakarta: Hipokrates. Hal 61.

Ajizah. (2004). Sensitivitas Salmonella Thyphimurium Terhadap Ekstrak Daun


Psidiium Guajava L. Bioscientiae volume 1. Hal 31-38.

Bell TA, John L, Smart WWG. (1965). Pectinase and cellulose enzyme inhibitor
from sericea and certain other plants.Botanical Gazette. 126:40-45.

Brunton, L.L., Robinson, J., dan Stevenson, D.E. (1963). A note on the toxicity
and solvent properties of dimethyl sulphoxide. J. Pharm. Pharmacol.
15(1): 688-692.

BPOM. (2013). Seri Swamedikasi 4; Konstipasi. InfoPOM. 14(4):9. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI.

Cahaya.N., Izma.H., Sari. D., (2016). Pengaruh Sirup Ekstrak Daun Dan Batang
Kajajahi ( Leucosyke capitellata Wedd.) Terhadap Diare Pada Mencit.
Prosiding seminar dan workshop.padang. 252

Calder, P.C. (2009). Polyunsaturated fatty acids and inflammatory processes: New
twist in an old tale. Biochimie. 91. 791-795.

Chitme. H.R., Chandra. R., and Kaushik, S. (2004), Studies on Anti-Diarrheal of


Calotropis gigantea in Experimental Animals. J. Pharm Pharmaceut
Sci. 7, 1, 70-75.

Clinton, C. ( 2009 ) Plant Tannis A Novel Apprach to the Treatment of Ulcerative


colitis. USA. Natural medicine journal. Vol 2. Hal 1-3

91

Universitas Sumatera Utara


Corner, R., dan Watanabe, H.C. (1969). Collection of Illustrated Tropical Plant.
Vol VI. Kyoto. Hal. 975.

Depkes RI. (1980), Materia Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta. Hal 63-67

Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 549-553.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Hal.323-324, 334, 336, 337.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1, 9-10.
Dhiah. N.,Sugiyarto., Ari.S., (2013).AktivitasAntibakteri EkstrakDaun Carica
pubescens Dari Dataran Tinggi DiengTerhadap Bakteri Penyebab
Penyakit Diare.Jurnal.pasca.uns.ac.id. Vol.1, No.1, 2013 (hal1–12).
Difco and BBL Manual. (2009). Manual of Microbiological Culture Media.
Second edition. Sparks: Becton, Dickinson and Company 7 Loveton
Circle. Halaman 398,402.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 9,12, 33.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 896-898, 1194, 1201, 1216.
Di Carlo, G., Autore, G., Izzo, A.A., Maiolino, P., Mascolo, N., Viola, P.,Diurno,
M.V., & Capasso, F.(1993).Inhibition of Intestinal Motility
andSecretory by Flavonoids in Mice andRats: Structure Activity
Relationships,Journal of Pharmacy and Pharmacology,45 (12) : 1054-
1059.

Djumidi, H. (1997), Invertaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid IV, Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan dan
kesejahteraan Sosial RI, Jakarta.

Djuhanda., Tatang. (1982). Pengantar Anatomi Perbandingan 1. Amrico,


Bandung.

Dzulkarnain B, Sundari D Chozin A, (1996). Tanaman Obat Bersifat Antibakteri


Di Indonesia.Cermin Dunia Kedokteran, 110:35-48.

Duryatmo, S.(2003). Aneka Ramuan Berkhasiat Dari Temu-Temuan, Cetakan


1,Puspa Swara. Jakarta.
Dwidjoseputro. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.

92

Universitas Sumatera Utara


Enda.W.G. ( 2009 ). Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam
( Syzygium polyanthum (Wight) Walp) Terhadap Mencit Jantan. Skripsi
Universitas Sumatera Utara.
Eroschenko, VP. (2003). Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.
Edisi 9. Jakarta: EGC.Hlm.202-204.
Farnsworth, N.R. (1966). Biologycal and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Science. 55(3) : 225-276.
Galvez, J., Zarzuelo, A., Crespo, M.E., Utrilla, M.P., Jiménez, J., Spiessens, C.
and Witte, P.D., (1991).Antidiarrhoeic Activity of Sclerocarya birrea
Bark Extract and Its Active Tannin Constituent in Rats, Phytother. Res.
5, 6, 276-278.
Gaman, P.M. (1992). Ilmu Pangan. Edisi Kedua. Yogyakarta : University Gajah
Mada Press.
Ganiswarna, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, BagianFarmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Ed. IV. Jakarta. 271-288 dan 800-
810
Ganong, WF. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 22. Jakarta: EGC.
Hlm. 928.
Goodman dan Gilman. (2007). Dasar Farmakologi Terapi, Editor Joel G
Hardman, Lee E. Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman,
Alih bahasa Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Edisi 10, Volume
1, EGC, Jakarta.
Guyton and Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC.Hlm. 858.

Harborne, J.B. (1996). Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB Bandung.


Halaman 155.

Harahap,urip.(2015).Sistem Saraf Perifer dan Kontribusi Bahan Alam Untuk


Memahami Fungsi Dan Mekanismenya. USU Press. Hal 102-116

Hernani. (2004). Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) tumbuhan obat


Indonesia. Penggunaan dan khasiatnya. Pustaka Populer Obor,
Jakarta.hal. 130-132.

Herman, R.B. (2004). Fisiologi Pencernaan. Padang. Andalas University Press.

Holowacz.S, Blondeau.c, Guinobert.I, Guilbot.A, Hidalgo-Lucas.S, et al. (2016).


Antidiarrheal and Antinociceptive Effects of a Probiotic Mixture in
Rats. J Prob Health 4:155. Doi 10.4172/2329-8901.1000155.

93

Universitas Sumatera Utara


Hubrecht, R. and Kirkwood, J. (2010). The UFAW Handbook of The Care and
Management of Laboratory and Other Research Animals. Edisi ke-8.
Universities Federation for Animal Welfare. p. 311-324.

Husori, D.I. (2011). Peranan Epitelial Terhadap Efek Relaksasi Senyawa Marmin
dari Agle marmelosCorrea pada Otot Polos Trakea Marmut Terisolasi.
Tesis. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

Ikawati, Z. (2008). Pengantar Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada University


Press, Yogyakarta. 50, 78-81

Irianto, K. (2004). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis.


Bandung: Yrama Widya. Hal. 66-67,187.

Jasin, M. (1989). Sistematika Hewan Vertebrata dan Invertebrata. Sinar Jaya,


Surabaya.

Juliantina, F. R. (2008). Manfaat sirih merah (piper crocatum) sebagai agen anti
bakterial terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. JKKI – Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.

Karou, D. (2006). Antibacterial activity of alkaloids from Sida acuta. African J. of


Biotechnology. 5 (2): 195-200.

Katzung, B.G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Editor: H. Azwar


Agoes.Edisi VI. Jakarta: EGC. Hal. 305-319.

Katzung, B.G. ( 2004 ). Farmakologi dasar dan klinik, diterjemahkan oleh staf
dosen farmakologi dan fakultas kedokteran Universitas Airlangga, Edisi
VIII, Salemba Medika, Jakarta.

Kumar, R., ( 1983 ). Chemical dan Biochemical Nature of Fodder Tree tannins.
Journalof agricultural an food chemistry. Hal 31:1364-1366

Kumar, N.R., Vijayasankar, G.R., Prema, R., Jeevanandham, S., Murthy, G.L. and
Sekar, M. (2011),Prelude Studies of Anti Diarrheal Activity of Ethyl
Acetate Extract of Areial Part ofIndigofera purpurea on Isolated Rabbit
Ileum. Asian J. Pharm. Clin. Research. 4, 2, 85-87.

Kitchen, I. (1984). Textbook of in vitro Practical Pharmacology.London:


Blackwell Scientific Publications. Halaman 4.

Lay, B.W.(1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada. Halaman 34, 61-67,72-73.

Lin, C. (2006). Pathophysiology of Chronic Constipation and Irritable Bowel


Syndrome. Stud Med. 6(4A): 232-236.

94

Universitas Sumatera Utara


Lutterodt, G.D., (1989), Inhibition of Gastrointestinal Release of The Acetylcoline
by Quercetin as A Possible Mode of Action of Psidium guajava Leaf
Extracts in The Treatment of Acute Diarrhoeal Disease,
JEthnopharmacol, 3, 25, 235-247.

Mabberley, D.J., Pannell, C.M. and Sing, A.M. (1995). Meliaceae. Flora
Malesiana Series 1, 12: 1-407.

Masduki I, (1996). Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) terhadap
S. aureus dan E. coli. Cermin Dunia Kedokteran109 : 21-24.

Mansjoer, A, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Cetakan II, Media
Aesculapius, Jakarta.

Medina, F.S.D., Gálvez, J., González, M., Zarzuelo, A. and Barret,


K.E.(1997).Effects of Quercetin on Epithelial Chloride Secretion.Life
Sci, 61, 20, 2049-2055.

Min BR, Barry TN, Attwood GT, McNabb WC. (2003). The effect of condensed
tannins on the nutrition and health of ruminants fed fresh temperate
forages: a review. Anim. Feed Sci. Technol. 106: 3-19

Moore, KL. (2002).Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates.hlm. 109-111.

Mohammed, A., Ahmed, H., Goji, A.D.T., Okpanachi, A.O., Ezekiel, I and
Tanko, Y. (2009), Preliminary Anti Diarreal Activity of
Hydromethanolic Extract of Aerial part of Indigofera pulchra in
Rodents. Asian J. Med. Sc.1, 2, 22-25.

Mutschler, E. (1986). Dinamika Obat. Edisi Kelima, Diterjemahkan oleh


Widianto, M.B., dan Ranti, A.S., 539, Penerbit Institut Teknologi
Bandung, Bandung.

Munaf ST; Syamsul. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Staf
Pengajar Laboratorium Farmakologi-FK UNSRI. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal 214.

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe C.C. (2001). Farmakologi Ulasan
Bergambar. Lippincottt’s Illustrated Reviews: Farmacology.
Penerjemah Azwar Agoes. Edisi II. Jakarta. Widya Medika. Hal.259.

Nassar, Z. D dan Majid, A.M.S.A. (2010). The Phamacological Properties of


Terpenoid from Sandoricum Koetjape.Journal Medcentral. Hal 1-11.

95

Universitas Sumatera Utara


Nugroho, A.E. (2012). Farmakologi Obat-Obat Penting dalam Pembelajaran
Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.
16, 22-23, 26-35,183.

Nurhalimah.H., Wijayanti.N., Widayaningsih.T.D., (2015). Efek Antidiare


Ekstrak Daun Beluntas ( Pluchea indica L.) Terhadap Mencit Jantan
Yang Diinduksi Bakteri Salmonella Thypimurium. Jurnal Pangan dan
Agroindustri vol. 3 N0 3 p.1083-1094.

Oben, J.E., Assi, S.E., Agbor, G.A., and Musoro, D.F. (2006), Effect of
Eremomastax peciosa on Experimental Diarrhea. Afr. J. Trad. CAM, 3,
1, 95-100.

Oxoid. (1982). The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and Other
Laboratory Service.Fifth edition. Basingstoke: Oxoid Ltd. Halaman 20.
Oenema, T.A. (2013). Muscarinic Receptors in Airway Smooth Muscle: Roles in
inflammation and remodeling. Dissertation. University of Groningen –
Netherlands. Hal. 15
Perry, Lily M. (1980). Medical Plant of Cast and Southeast Asia.
Cambridge,Massachusetts, London England: 291-292.
Perry, W.L.M. (2009). Pharmacological Experiments on Isolated Preparations.
Edisi II. Edinburgh: Churcill Livingstone. Hal. 25.
Pratigno, S. (1982). Makhluk Hidup II. Intan Pariwara, Jakarta.
Rahardjo, R. (2009). Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku kedokteran EGC. Hal. 52-53.
Rao, V.S., Santos, F.A., Sobreira, T.T., Souza, M.F., Melo, C.L. and Silveira,
E.R., (1997).Investigations on The Gastroprotective and Antidiarrhoeal
Properties of Ternatin, A Tetramethoxyflavone fromEgletes viscosa,
Planta Med, 63, 2, 146-149.

Riswiyanti, A. (2002), Uji Aktivitas Antimikroba dan Profile KLT Fraksi Metanol Kulit
Batang Kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr.)
TerhadapStaphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922,
Shigella disenteriae dan Candida albicansi.Skripsi.Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Robinson, T. (1995). Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan Kosasih


Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB hal 4, 90, 139, 161,196, 281.

Sardjono, Santoso, Dewoto. (1995). Analgesik Opioiod dan Antagonis. Dalam


Farmakologi dan TerapiEdisi 4 . FK.UI. Jakarta

Sastrapraja, S., Niniek W.S., Sarkat D., Rukmini S. (1977). Ubi-ubian. LembagaBiologi
Nasional.LIPI. PN Balai Pustaka.

96

Universitas Sumatera Utara


Sanchez, M., Marcia, M., Maria, J.V., Lucia, R.F., Gaston, S., Lydia, P., et all. (2010).
Cytotoxic terpenoid from nardophyllum bryoides. Phytochemistry. 71:1395-
1399.

Schlegel, G. (1993), General microbiology. Seventh Edition. Cambridge University


Press,. England.

Scalbert A.(1991).Antimicrobialproperties oftannin.Phytochem. 30: 3875-3883.

Setiawati, A., dan Gan, S. (2007). Obat Otonom. Dalam: Gunawan, S.G.
(Ed).Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: FKUI. Hal. 36, 44.

Sinaga, E. (2016). Uji AktivitasAntikejang Ekstrak Etanol Daun Titanus (Leea aequata
L.) Terhadap Ileum Marmut (Cavia cobaya) Terisolasi secara Invitro. Skripsi
Universitas Sumatera Utara.

Smith, J. B., dan Mangkoewidjojo, S. (1988). Pemeliharaan, Pembiakan dan


Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI Press), hal: 30 – 32 , 43-44, 54,57.

Sukohar, A. (2014). Buku Ajar Farmakologi Neufarmakologi-Asetilkolin Dan Nore


Efinefrin. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung . Hal 13-20

Supriyatna., Mulyono.M.W., Yoppi. I., dan Maya F.R. (2010). Prinsip Obat Herbal :
Sebuah Pengantar untuk Fitoterapi. Yogyakarta : Deepublish. Hal 31.

Supandiman I, (1997). Uji Klinik Sediaan Fitofarmaka yang Mengandung Psidiifolium


extractum, Curcuma domestica rhizoma extractum danAttapulgite pada
Penderita Diare Akut Non-spesifik. Maj.Kedokt.Indon47: 157-161.

Shiferie, F. dan W. Shibeshi. (2013). In-vivo Antidiarrheal and Ex-vivo Spasmolytic


Activities of The Aqueous Extract of The Roots of Echinops kebericho Mesfin
(asteraceae) in Rodents and Isolated Guinea-pig Ileum. International Journal
of Pharmacy and Pharmacology. 2(7) : 110-16.

Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. (2006). Buku Ajar Ilmu
Penyakit dalam. Jilid 1. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit dalam FKUI. Hlm. 366-368.

Sule, M.I., Njinga, N.S., Musa, A.M., Magaji, M.G. and Abdullahi, A. (2009),
Phytochemical andAntidiarrheal Studies of the Stem Bark of Cieba pentandra
(Bombacaceae).. 8, 1, 143-148

Swantara, Dira dan Yenni. (2009). Identifikasi Senyawa Antibakteri Pada Daun Kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.)).Jurnal Kimia(3) : 61-68, http://ejournal.
unud.ac.id/abstrak/j%20kim%20vol%203 %20no%202%20-1.pdf.

Syamsudin., dan Darmono. (2011). Buku Ajar Farmakologi Eksperimental. Jakarta: UI-
Press. Hal 76

Tripathi, K.D. (2008).Essential of Medical Pharmacology. Six Edition. Jaypee Brothers


Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi. 847

97

Universitas Sumatera Utara


Tjay,T.H. dan Rahardja, K. (2007).Obat-obat Penting: Khasiat Penggunaan dan
Efek Sampingnya. Edisi VI, Gramedia. Jakarta. Hal 262, 269-279

Tjitrosoepomo, G. (2004). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta:


GMU Press.hal 150-154

Verheij, E.W.M. dan Coronel, R.E. (1997). Sumber Daya Hayati Asia Tenggara
2.Prosea. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Vogel, H.G., Bernward, A.S., Jurgen, S.,Gunter, M., dan Wolfgang, F.V.(2002),
Drug Discovery and Evaluation Pharmacologycal Assays,Springer-
Verley Berlin, Deidelbarg, Germany

Walsh, D dan C, O’Shaughnessy. (1997). Diare dalam Kapita Selekta Penyakit


dan Terapi, diterjemahkan oleh dr. Caroline Wijaya, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Wastendarp, H., (2006).Effect of Tannin in Animal Nutrition, Dtsch Tierarztl


Wochenschr., 113, 7, 264-268

Wells, B.G., J.T. Dipiro., T.L. Schwinghammer. dan C.V. Dipiro. (2009).
Pharmacotherapy Handbook. New York: McGraw-Hill Companies. p.
256.

Widjaja, H. (2009).Anatomi Abdomen. Jakarta: EGC.hal 128

Wink, M., T. Schmeler and B. Latz-Bruning. 1998. Modes of Action of


Allelochemical Alcaloids: Interaction with Neuroreceptors, DNA and
Other Molecular Targets. Jour. Chem. Ecol. 24 (11): 1881-1936.

Winda, G.E.(2010). Uji Efek Antidiare Ekstra Etanol Kulit Batang Salam (
Syzygium polyanthum (weight) Walp.) Terhadap Mencit Jantan. Skripsi
Universitas Sumatera Utara.

WHO. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant Material.


Switzerland; WHO. Hal. 35-39

WHO. Diarrhoeal Disease. (2013). diambil dari:


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/, diakses tanggal
24 Juli 2014.

Zunilda, D.S. (2007). Agonis dan Antagonis Muskarinik . Dalam: Gunawan, S.G.
(Ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: FKUI. Hal. 56-57.

98

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan Kulit Batang Kecapi

99

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan

100

Universitas Sumatera Utara


101

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Gambar pohon dan batang kecapi(Sandoricum koetjape
(Burm.f.)Merr.)

Gambar pohon kecapi

Gambar batang kecapi

102

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4 Gambar Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Kulit Batang Kecapi

Keterangan Gambar :

1. Kristal kalsium oksalat bentuk druse


2. Rambut penutup
3. Stomata tipe paristitik
4. Butiran pati
5. Jaringan parenkim

103

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Gambar Feses cair, Feses Lembek, Feses Normal

Gambar Feses Cair

Gambar Feses Lembek

Gambar Feses normal

104

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. GambarUsus Besar Marmut

105

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7. Gambar Alat Organ Bath

Bejana organ

106

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8. Hasil Karakteristik Simplisia
1. Penetapan Kadar air

% Kadar air simplisia = x 100%

No. Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml)
1. 5,032 1,90 2,10
2. 5,0180 2,60 3,00
3. 5,0031 3,00 3,30

% Kadar air = x 100%

2,10  1,90
1. % Kadar air = x 100% = 3,97%
5,032

2,60  3,00
2. % Kadar air = x 100% = 7,97%
5,0180

3,00  3,30
3. % Kadar air = x 100% = 5,99%
5,0031

3,97% 7,97% 5,99%


% rata-rata kadar air = = 5,98%
3

2. Penetapan Kadar Sari Larut Air

% Kadar sari larut dalam air = x x 100%

No. Berat sampel (g) Berat sari (g)


1. 5,0004 0,158
2. 5,0008 0,152
3. 5,0012 0,151

1. % Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 15,79%

2. % Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 15,19%

3. % Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 15,09%

107

Universitas Sumatera Utara


15,79% 15,19% 15,09%
% rata-rata kadar sari larut dalam air = = 15,35%
3

3. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

% Kadar sari larut dalam etanol = x x 100%

No. Berat sampel (g) Berat sari (g)


1. 5,0004 0,152
2. 5,0012 0,124
3. 5,0002 0,169

1. % Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 15,19%

2. % Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 12,39%

3. % Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 16,89%

15,19% 12,39% 16,89%


% rata-rata kadar sari larut dalam air = = 14,82%
3

4. Penetapan Kadar Abu Total

% Kadar abu total = x 100%

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 2,0031 0,1273
2. 2,0160 0,1362
3. 2,0070 0,1240

1. % Kadar abu total = x 100% = 6,35%

2. % Kadar abu total = x 100% = 6,75%

3. % Kadar abu total = x 100% = 6,17%

% rata-rata kadar abu total = = 6,42%


3

108

Universitas Sumatera Utara


5. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

% Kadar abu total = x 100%

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 2,0031 0,0350
2. 2,0061 0,0292
3. 2,0072 0,0302

1. % Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 1,74%

2. % Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 1,45%

3. % Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 1,50%

% rata-rata kadar abu tidak larut asam = = 1,56%


3

109

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. Data Waktu Awal Terjadinya Diare

PERLAKUAN ( menit )
Rata-
KONTR
KONDISI rata
OL LOPERAMID 400 mg/kg bb 800 mg/kg bb 1600 mg/kg bb
TOTAL
CMC Na
BAKTERI 320 300 340 350 320
350 360 360 380 360
360 350 300 300 300
320 360 340 320 320
340 300 350 350 340
Rata-rata 338 334 338 340 328 335,6
± ± ± ± ± ± ±
S.D. 17,889 31,305 22,804 30,822 22,803 4,775

OLEUM 360 355 360 390 395


RICINI 365 390 365 375 360
390 360 360 390 375
370 350 340 360 380
360 360 390 375 360
Rata-rata 369 363 363 378 374 369,4
± ± ± ± ± ± ±
S.D 12,450 15,652 17,889 12,550 14,748 6,656

Dilakukan uji beda antar dua rata-rata dari nilai rata-rata kedua kondisi (induksi

dengan bakteri dan oleum ricini)

BAKTERI OLEUM RICINI


338 369
334 363
338 363
340 378
328 374
335,6 ± 4,775 369,4 ± 6.656

Nilai variansi untuk kondisi (induksi bakteri) adalah 4,775 2 = 22,800625,

Nilai variansi untuk kondisi (induksi oleum ricini) adalah 6,6562 = 44,302336

Lakukan uji beda dua variansi :

H0 : S21 = S22
HA : S21 ≠ S22
S2L 44,302336
f = -------- = ---------------- = 1,943
S2S 22,800625

ftabel = f0,05 ; ʋ1 ; ʋ2 = f0,05 ; 4 ; 4 = 6,39

110

Universitas Sumatera Utara


Kesimpulan : fhitung< ftabel selanjutnya dilakukan uji dengan student’s t pada taraf

kepercayaan ( α ) 95 % :

H0 : µ1 = µ2

HA : µ1 ≠ µ2

Rumus untuk Student’s t :


___________
t = ( y1 – y2 ) / S Ѵ 1/r1 + 1/r2

ttabel = tα/2 ; (r1 – r2) = t0,025 ; 8 = 2,304

Untuk jumlah pengulangan yang sama

Nilai S2 = ( S21 – S22 ) / 2 = ( 22,800625 + 44,302336 ) / 2 = 33,551


____ __________
S Ѵ S2 Ѵ 33,5514805 5,792
________
t = (369,4 – 335,6) / 33,551 Ѵ 1/5 1/5 = 33,8 / 21,219= 1,593

Kesimpulan :Nilai thitung < ttabel dan H0 diterima, yang artinya perbedaan dua rata-

rata pada kondisi (pemberian induksi Bakteri dan Oleum Ricini)

adalah sama, sehingga waktu awal terjadinya diare diambil dari nilai

rata-ratanya, yaitu (369,4 +335,6) / 2 = 352,5 menit

111

Universitas Sumatera Utara


Lampian 10.Data Berat Feses Awal Diare

PERLAKUAN (g ) Rata-
KONDISI KONTROL LOPERAMI rata
400 mg/kg bb 800 mg/kg bb 1600 mg/ kg bb
CMC Na D TOTAL
BAKTER 0,923 0,907 0,858 0,813 0,913
I 0,900 0,805 0,806 0,915 0,831
0,834 0,907 0,816 0,807 0,891
0,856 0,804 0,861 0,798 1,001
0,806 0,816 0,881 0,864 0,835
0,8638 0,8478 0,8444 0,8394 0,8942 0,85792
Rata-rata ± ± ± ± ± ±
± 0,048 0,054 0,032 0,049 0,069 0,022
S.D.
0,937 0,817 0,916 0,800 0,908
OLEUM 0,836 0,917 0,869 0,916 0,819
RICINI 0,807 0,801 0,851 0,936 0,828
0,937 0,899 0,783 0,707 0,917
0,891 0,806 0,693 0,878 0,900
0,8816 0,848 0,8224 0,8474 0,8744 0,85476
Rata-rata ± ± ± ± ± ±
± 0,059 0,055 0,087 0,094 0,047 0,024
S.D.

Dilakukan uji beda antar dua rata-rata dari nilai rata-rata kedua kondisi (induksi

dengan bakteri dan oleum ricini)

BAKTERI OLEUM RICINI


0,8638 0,8816
0,8478 0,8480
0,8444 0,8224
0,8394 0,8474
0,8942 0,8744
0,85792 ± 0,022 0,85476 ± 0.024

Nilai variansi untuk kondisi (induksi bakteri) adalah 0,022 2 = 4,84x10– 4,

Nilai variansi untuk kondisi (induksi oleum ricini) adalah 0,024 2 = 5,76x10– 4

Lakukan uji beda dua variansi :

H0 : S21 = S22
HA : S21 ≠ S22
S2L 5,76x10– 4
f = -------- = ---------------- = 1,190
S2S 4,84x10– 4

ftabel = f0,05 ; ʋ1 ; ʋ2 = f0,05 ; 4 ; 4 = 6,39

112

Universitas Sumatera Utara


Kesimpulan : fhitung< ftabel selanjutnya dilakukan uji dengan student’s t pada taraf

kepercayaan ( α ) 95 % :

H0 : µ1 = µ2

HA : µ1 ≠ µ2

Rumus untuk Student’s t :


________
t = ( y1 – y2 ) / S Ѵ 1/r1 + 1/r2

ttabel = tα/2 ; (r1 – r2) = t0,025 ; 8 = 2,304

Untuk jumlah pengulangan yang sama

Nilai S2 = ( S21 – S22 ) / 2 = (4,84x10– 4 + 5,76x10– 4 ) / 2 = 5,3x10– 4


___ _________
S ѴS 2
Ѵ 5,3x10– 4 = 0,023
________
t = (0,85792– 0,85476) / 0,023 Ѵ 1/5 1/5 3,16x10– 3 / 0,0145
=0,218

Kesimpulan : Nilai thitung < ttabel dan H0 diterima, yang artinya perbedaan dua rata-

rata padakondisi (pemberian induksi Bakteri dan Oleum Ricini)

adalah sama, sehinggaberat awal feses terjadinya diare diambil dari

nilai rata-ratanya, yaitu (0,85792 +0,85476) / 2 = 0,85634g

113

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 11. Data Proses Dari Feses Diare Sampai Membentuk Feses Padat
(dalam menit)

PERLAKUAN (menit)
KONTRO TOTA
KONDISI LOPERAM 400 mg/kg 800 mg/kg 1600 mg/ kg
L L
ID bb bb bb
CMC Na
BAKTERI 1340 1080 1080 1080 1040
1348 1105 1105 1105 1103
1354 1132 1137 1117 1107
1334 1085 1105 1105 1105
1312 1175 1175 1169 1165
Sub total 6688 5577 5602 5576 5520 28963

OLEUM 1335 1085 1110 1100 1080


RICINI 1343 1140 1109 1125 1105
1352 1150 1137 1132 1127
1334 1190 1103 1085 1105
1312 1080 1175 1175 1162
Sub total 6676 5645 5634 5617 5579 29151

Total 13364 11222 11236 11193 11099 58114

Penentuan homogenitas data dengan Uji Cohran.

H0 : S12 = S22 = S32 = S42 = S52

HA : Ada perbedaan variansi

Mencari nilai vaiansi dengan rumus :

n.Σ x2 – (Σ x)2
2
S = --------------------
n(n – 1)
S2besar
Uji Cohran : G = ------------ Gtabel = G0,05;5;5 = 0,6329
S2total

A. Penginduksi Bakteri :
5x8946920 – (6688)2 44734600 – 4472934 4
2
1. S = ---------------------------- = ------------------------------ = 262,8
5(5 – 1) 20

5x6226699 – (5577)2 31133495 – 31102929


2
2. S = ---------------------------- = ------------------------------ = 1528,3
5(5 – 1) 20

5x6281844 – (5602)2 31409220 – 31382404


2
3. S = ---------------------------- = ------------------------------ = 1340,8
5(5 – 1) 20
5x6222700 – (5576)2 31113500 – 31091776
4. S2 = ---------------------------- = ------------------------------ = 1086,2
5(5 – 1) 20

114

Universitas Sumatera Utara


5x6101908 – (5520)2 30509540 – 30470400
2
5. S = ---------------------------- = ------------------------------ = 1957,0
5(5 – 1) 20
-------------
S2total = 6175,1
S2besar 1957,0
Uji Cohran : G = ---------- = ----------- = 0,3169
S2total 6175,1
Gtabel = 0,6329
Kesimpulan : H0 diterima, data proses dari feses diare sampai membentuk feses padat

dengancpenginduksi Bakteri adalah Homogen

B. Penginduksi Oleum Ricini :

5x8914678 – (6676)2 44573390 – 44568976


1. S2 = ---------------------------- = ------------------------------ = 220,7
5(5 – 1) 20
5x6381825 – (5645) 2
31909125 – 31866025
2
2. S = ---------------------------- = ------------------------------ = 2155,0
5(5 – 1) 20
5x6351984 – (5634)2 31759920 – 31741956
3. S2 = ---------------------------- = ------------------------------ = 898,2
5(5 – 1) 20

5x6314899 – (5617)2 31574495 – 31550689


4. S2 = ---------------------------- = ------------------------------ = 1190,4
5(5 – 1) 20
5x6228823 – (5579) 2
31144115 – 31125241
2
5. S = ---------------------------- = ------------------------------ = 943,7
5(5 – 1) 20
-------------
2
S total = 5408,0
2
S besar 2155,0
Uji Cohran : G = ---------- = ----------- = 0,3985
S2total 5408,0
Gtabel = 0,6329
Kesimpulan : H0 diterima, data proses dari feses diare sampai membentuk feses

padat denganpenginduksi Oleum Ricini adalah Homogen

Melihat hasil uji di atas data tersebut adalah homogen selanjutnya dilakukan

dengan ANAVA dua arah’Rumus untuk uji ANAVA dua arah adalah :

∑ ∑ ∑ – ∑ ∑ ∑

115

Universitas Sumatera Utara


∑ ⁄ ∑ ∑ ∑ MSA = SSA / a -1

∑ ⁄ ∑ ∑ ∑ MSB = SSB / b -1

∑ ∑ ⁄ – ∑ ∑ ∑ -SSA-SSB

MSAB = SSAB /( a-1) (b-1 )

SSE = SSY –SSA – SSB –SSAB MSE = SSE /ab ( r-1 )

MSA MSB MSAB


fA = -------- fB = ------------- fAB = -----------
MSE MSE MSE

Uji ANAVA Dua Arah data proses dari feses diare sampai membentuk feses padat

SSY = (13402 + 13482 + ...................................... + 11052 + 11622) – (581142) /50

= 67972280 – 67544739,92

= 427540,08

SSA = (189632 + 291512)/25 – (581142)/50

= 67545446,8 – 67544739,92

= 706,88

SSB = (133642 + 112222 + 112362 + 111932 + 110992)/10 – (581142)/50

= 67924852,6 – 67544739,92

= 380112,68

SSAB = (66882 + 55772 + ................. + 55792)/5 – (581142)/50 – 706,88 – 380112,68

= 67925940 – 67544739,92 – 706,88 – 380112,68

= 388,52

SSE = 427540,08 – 706,88 – 380112,68 – 388,52

= 46382

116

Universitas Sumatera Utara


Analisis variansi pengaruh induksi Bakteri dan Oleum Ricini :

Sumber Variasi Df SS MS fhitung ftabel

Kondisi ( A ) 1 706,88 706,88 0,6096 4,08

Perlakuan ( B ) 4 380112,68 95028,17 81,9286 2,62

Interaksi ( AB ) 4 388,52 97,13 0,0838 2,62

Galat ( Error ) 40 46832 1159,55

Kesimpulan : Karena pemberian kedua penginduksi (Kondisi A) tidak

memberikanperbedaan,sehingga dapat dikatakan bahwa kedua

penginduksi sama efeknyadalam induksi diare pada hewan uji

marmot. Pada pengujian antar perlakuan (B) menunjukkan

perbedaan yang sangat bermakna. Pengujian interaksi antara kondisi

( A ) dengan perlakuan ( B ) tidak menunjukkan perbedaan.

Selanjutnya dilakukan uji beda rata-rata antar perlakuan tanpa

membedakan kondisi penginduksidengan uji Duncan.

Hasil uji beda rata-rata antar pelakuan dengan uji Duncan :

Beda rata-rata antar perlakuan menurut Duncan bila nilainya lebih besar dari :

_______ _____________
ѴMSE / r x q0,05 ; t ; (n – t)→Ѵ1159,55/10 x 4,02 43,288

Dinyatakan berbeda bermakna.


_ _ _ --- _ -- ---___
y1 = 1336,4 y2 = 1122,2 y3 = 1123,6 y4= 1119,3 y5 = 1109,9
--------------- -------------- --------------- --------------- ---------------
A B C D E

A terhadap B : 1336,4 – 1122,2 = 214,2

A terhadap C : 1336,4 – 1123,6 = 212,8

A terhadap D : 1336,4 – 1119,3 = 217,1

A terhadap E ; 1336,4 – 1109,9 = 226,5

117

Universitas Sumatera Utara


B terhadap C: 1122,2 – 1123,6 = – 1,4

B terhadap D : 1122,2 – 1119,3 = 3,9

B terhadap E : 1122,2 – 1109,9 = 12,3

C terhadap D : 1123,6 – 1119,3 = 4,3

C terhadap E: 1123,6 – 1109,9 = 13.7

D terhadap E : 1119,3 – 1109 = 9,4

Duncan :

Taraf Kepercayaan ( α ) 0,05


Perlakuan N
A B C D E
CMC Na 15 1336,4
Loperamid 1 1122,2
Ekstrak 400 mg/kg BB 50 1123,6 1123,6
Ekstrak 800 mg/kg BB 10 1119,3 1119,3 1119,3
Ekstrak 1600 mg/kg BB 10 1109,9 1109,9 1109,9 1109,9

118

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 12. Data Berat Feses Padat

PERLAKUAN ( g )
KONDISI KONTROL LOPERAMI TOTAL
400 mg/kg bb 800 mg/kg bb 1600 mg/ kg bb
CMC Na D
BAKTER 0,8852 0,301 0,610 0,498 0,310
I 0,8827 0,327 0,681 0,530 0,312
0,8759 0,307 0,798 0,239 0,298
0,8873 0,238 0,590 0,398 0,305
0,8851 0,300 0,586 0,364 0,277
Sub total 4,4162 1,473 3,265 2,029 1.502 12,6852

OLEUM 0,8831 0,286 0,753 0,510 0,297


RICINI 0,8807 0,321 0,693 0,501 0,357
0,8799 0,227 0,697 0,494 0,312
0,8896 0,302 0,604 0,307 0,307
0,8872 0,288 0,621 0,378 0,287
Sub total 4,4205 1,424 3.368 2,190 1,560 12,9625
Total
8,8367 2,897 6,633 4,219 3,062 25,6477

Penentuan homogenitas data dengan Uji Cohran.

H0 : S12 = S22 = S32 = S42 = S52

HA : Ada perbedaan variansi

Mencari nilai vaiansi dengan rumus :

n.Σ x2 – (Σ x)2
2
S = --------------------
n(n – 1)

S2besar
Uji Cohran : G = ------------ Gtabel = G0,05;5;5 = 0,6329
S2total

A. Penginduksi Bakteri :

5x3,90064244 – (4,4162)2 19,5032212 – 19,5028224


1. S = ---------------------------------- = ---------------------------------- = 1,994x10– 5
2

5(5 – 1) 20

5x0,438423 – (1,473)2 2,192115 – 2,169729


2. S = ----------------------------- = ------------------------------ = 1,1193x10– 3
2

5(5 – 1) 20

5x2,164161 – (3,265)2 10,820805 – 10,660225


3. S = ------------------------------ = ------------------------------ = 8,029x10– 3
2

5(5 – 1) 20

119

Universitas Sumatera Utara


5x0,876925 – (2,029)2 4,384625 – 4,116841
2
4. S = ------------------------------ = ------------------------------ = 0,0133892
5(5 – 1) 20

5x0,452002 – (1,502)2 2,26001 – 2,256004


5. S = ---------------------------- = ------------------------------ = 2,003x10– 4
2

5(5 – 1) 20
------------------
S2total = 0,02275774

S2besar 0,0133892
Uji Cohran : G = ---------- = ------------------ = 0,5883361
S2total 0,02275774

Gtabel = 0,6329

Kesimpulan : H0 diterima, data berat feses normal (padat) denganpenginduksi

Bakteri adalah Homogen

B. Penginduksi Oleum Ricini :

5x3,90823411 – (4,4205)2 19,54117055 – 19,54082025


1. S = ---------------------------------- = ------------------------------------- = 1,7515x10– 5
2

5(5 – 1) 20

5x0,410514 –(1,424)2 2,05257 – 2,027776


2. S = ---------------------------- = ------------------------------ = 1,2397x10– 3
2

5(5 – 1) 20

5x2,283524 – (3,368)2 11,41762 – 11,343424


3. S = ------------------------------ = ------------------------------ = 3,7098x10– 3
2

5(5 – 1) 20

5x0,99227 – (2,190)2 4,96135 – 4,796100


4. S = ---------------------------- = ------------------------------ = 8,2625x 10– 3
2

5(5 – 1) 20

5x0,48962 – (1,560)2 2,4461 – 2,4336


5. S = ---------------------------- = ------------------------- = 7,25x10– 4
2

5(5 – 1) 20
------------------
S2total = 0,013954515

S2besar 8,2625x10– 3

120

Universitas Sumatera Utara


Uji Cohran : G = ---------- = ------------------ = 0,5921
S2total 0,013954515

Gtabel = 0,6329

Kesimpulan : H0 diterima, data berat feses normal (padat) dengan penginduksi

Oleum Ricini adalah Homogen

Melihat hasil uji di atas data tersebut adalah homogen selanjutnya dilakukan

dengan ANAVA dua arah’Rumus untuk uji ANAVA dua arah adalah :

∑ ∑ ∑ – ∑ ∑ ∑

∑ ⁄ ∑ ∑ ∑ MSA = SSA / a -1

∑ ⁄ ∑ ∑ ∑ MSB = SSB / b -1

∑ ∑ ⁄ – ∑ ∑ ∑ -SSA-SSB

MSAB = SSAB /( a-1) (b-1 )

SSE = SSY –SSA – SSB –SSAB MSE = SSE /ab ( r-1 )


MSA MSB MSAB
fA = -------- fB = ------------- fAB = -----------
MSE MSE MSE

Uji ANAVA Dua Arah data berat feses normal (padat) :

SSY = (0,88522 + 0,88272 + ...................................... + 0,307 2 + 0,2872) – (25,64772) /50

= 15,91631555 – 13,15609031

= 2,76022524

SSA = (12,68522 + 12,96252)/25 – (25,64772)/50

= 13,15762821 – 13,15609031

= 1,5379016x10– 3

SSB = (8,83672 + 2,8972 + 6,6332 + 4,2192 + 3,0622)/10 – (25,64772)/50

= 15,76523699 – 13,15609031

= 2,609146679

SSAB=(4,41622+1,4732+.....+1,5682)/5–(25,64772)/50 –1,5379016x10–3- 2,609146679

121

Universitas Sumatera Utara


= 15,76946834 – 13,15609031 – 1,5379016x10– 3 – 2,609146679

= 2,6934474x10– 3

SSE = 2,76022524 – 1,5379016x10– 3 – 2,609146679 – 2,6934474x10– 3

= 0,686847212

Analisis variansi pengaruh induksi Bakteri dan Oleum Ricini

Sumber Variasi Df SS MS fhitung ftabel

Kondisi ( A ) 1 1,5379016x10– 3 1,5379016x10– 3 0,0896 4,08

Perlakuan ( B ) 4 2,609146679 0,652286669 37,9859 2,62

Interaksi ( AB ) 4 2,6934474x10– 3 6,7336185x10– 4 0,0392 2,62

Galat ( Error ) 40 0,686847212 0,017171803

Kesimpulan : Karena pemberian kedua penginduksi (Kondisi A) tidak

memberikanperbedaan, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua

penginduksi sama efeknyadalam induksi diare pada hewan uji

marmot. Pada pengujian antar perlakuan(B) menunjukkan

perbedaan yang sangat bermakna. Pengujian interaksiantara kondisi

( A ) dengan perlakuan ( B ) tidak menunjukkan perbedaan.

Selanjutnya dilakukan uji beda rata-rata antar perlakuan tanpa membedakan

kondisi penginduksi dengan uji Duncan.Hasil uji beda rata-rata antar pelakuan

dengan uji Duncan :

Beda rata-rata antar perlakuan menurut Duncan bila nilainya lebih besar dari :

_________ ______________________
ѴMSE / r x q0,05 ; t ; (n – t) → Ѵ 0,017171803/10 x 4.02 0,1666

Dinyatakan berbeda bermakna.

_ _ _ _ _

122

Universitas Sumatera Utara


y1 = 0,88367 y2 = 0,2897 y3 = 0,6633 y4 = 0,4219 y5 = 0,3062
-------------------------------- ---------------- ---------------- ---------------
A B C D E

A terhadap B : 0,88367 – 0,2897 = 0,59397

A terhadap C : 0,88367 – 0,6633 = 0,22037

A terhadap D : 0,88367 – 0,4219 = 0,46177

A terhadap E ; 0,88367 – 0,3062 = 0,57747

B terhadap C: 0,2897 – 0,6633 = – 0,3736

B terhadap D : 0,2897 – 0,4219 = – 0,1322

B terhadap E : 0,2897 – 0,3062 = – 0,0165

C terhadap D : 0,6633 – 0,4219 = 0,2414

C terhadap E : 0,6633 – 0,3062 = 0.3571

D terhadap E : 0,4219 – 0,3062 = 0,1157

Duncan
Taraf Kepercayaan ( α ) 0,05
Perlakuan N
A B C D E
CMC Na 10 0,88367
Loperamid 10 0,2897
Ekstrak 400mg/kg BB 10 0,6633
Ekstrak 800 mg/kg BB 10 0,4219 0,4219 0,4219
Ekstrak 1600 mg/kg BB 10 0,3062 0,3062

Lampiran 13. Perhitungan effective concentration (EC80) asetilkolin terhadap


otot polos usus besar

123

Universitas Sumatera Utara


Konsentrasi Log % Konsentrasi Rerata-
Ach konsentrasi I II III IV V rata
Ach
1.10-8 - 8,00 15,384 5,263 21,276 29,268 17,647 17,7676
3.10-8 - 7,52 16,923 5,263 17,021 42,121 19,117 20,689
1.10-7 - 7,00 20 15,789 17,021 43,902 23,529 24,0482
3.107 - 6,52 23,076 5,263 19,148 39,024 26,470 22,5962
-6
1.10 - 6,00 26,153 21,052 19,148 43,902 19,117 25,8744
3.10-6 - 5,52 27,692 18,421 23,404 48,780 29,411 29,5416
1.10-5 - 5,00 36,923 47,3684 29,787 58,536 45,588 43,6404
3.10-5 - 4,52 46,153 52,631 42,553 60,975 50 50,4624
-4
1.10 - 4,00 66,153 68,421 63,829 70,731 82,352 70,2972
3.10-4 - 3,52 80 81,578 83,361 80,487 91,176 83,3204
1.10-3 - 3,00 100 100 100 100 100 100


Log EC80 [ ]

Keterangan:
X1 : Log. konsentrasi dengan respon tepat di bawah 80%
X2 : Log. konsentrasi dengan respon tepat di atas 80%
Y1 : % respon tepat di bawah 80%
Y2 : % respon tepat di atas 80%


1. Log EC80 [ ]

= -3,5908
EC80 = 0,25656x10-3 M


2. Log EC80 [ ]

= -3,0976
EC80 = 0,7987x10-3 M

3. Log EC80 [ ]

= -3,2160

124

Universitas Sumatera Utara


EC80 = 0,6081x10-3 M


4. Log EC80 [ ]

= -3,6639

EC80 = 0,8629 x10-3 M


5.Log EC80 [ ]

= -3,5179

EC80 = 0,3034 x10-3 M

EC80 rata-rata = x 10-3 M


5

= 0,5659x10-3 M

Lampiran 14. Gambar Data seri konsentrasi Asetilkolin, Efek Relaksasi


Ekstrak , Efek relaksasi Atropin

125

Universitas Sumatera Utara


Gambar seri konsentrasi asetilkolin

Gambar Relaksasi Ekstrak Etanol Kulit Batang Kecapi

Gambar Relaksasi Atropin

Lampiran 15. Data Perhitungan Kolerasai Invivo dan Invitro

126

Universitas Sumatera Utara


Rumus yang dipakai :

ry. x12 + ry. x22 – 2 ry. x1 ry. x2 rx1. x2


Ry. x1. x2 = -------------------------------------------------
1 – r x1. x22
Ѵ

Keterangan :
Ry. x1. x2 = korelasi variabel x1 dan x2 dengan y
ry. x1 = korelasi prouct moment x1 dan y
ry. x2 = korelasi prouct moment x2 dan y
rx1. x2 = korelasi prouct moment x1 dan x2

R1

R3 R y ( Invitro)
R2

Untuk uji statistik dilakukan :


R2 / k
F= --------------------------
(1 – R2) / (n – k – 1)

R = Koefisien korelasi ganda


n = jumlah anggota sampel
k = jumlah variabel independen
Ujinya adalah:

Hipotesis :H0: terdapat hubungan antara perlakuan invivo dan invitro


HA: tidak terdapat hubungan antara perlakuan invivo dan invitro

Dalam penentuan niai korelasi perlakuan invivo terhadap invitro

Oleum ricini Vs relaksasi(x1terhadap y )

X Y X2 Y2 X.Y
1100 51,5218 1210000 2654,4958 56673,98
1109 16,6666 1229881 277,7755 18483,2594
1137 50 1292769 2500 56850
1103 23,8095 1216609 566,8922 26261,8785
1175 25 1380625 625 29375
∑ 5624 ∑ 166,9979 ∑ 6329884 ∑ 6624,1635 ∑ 187957,8147
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑

127

Universitas Sumatera Utara


Bakteri Vs % Relaksasi(x2terhadap y )

X Y X2 Y2 X.Y
1080 51,5218 1166400 2654,4958 55643,544
1105 16,6666 1221025 277,7755 18416,593
1117 50 1247689 2500 55850
1105 23,8095 1221025 566,8922 26309,4975
1169 25 1366561 625 29225
∑ 5576 ∑ 166,9979 ∑ 6222700 ∑ 6624,1635 ∑ 185444,6345
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑

Bakteri Vs Oleum ricini ( x2 terhadap x1 )

X Y X2 Y2 X.Y
1100 1080 1210000 1166400 1188000
1109 1105 1229881 1221025 1225445
1137 1117 1292769 1247689 1270029
1103 1105 1216609 1221025 1218815
1175 1169 1380625 1366561 1373575
∑ 5624 ∑ 5576 ∑ 6329884 ∑ 6222700 ∑ 6275864

∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑

Ry. X1. x2 = √

128

Universitas Sumatera Utara


Ry. X1. x2=√

= 1,2383

R2 / k
F = --------------------------
(1 – R2)/ (n – k – 1)

1,23832 / 2
= -------------------------------
(1 – 1,23832)/ (5 – 2 – 1)

Fhitung= 3,2858

Ftab (F0,05,2,2 ) = 19

Kesimpulan : Fhit<Ftabberarti H0 diterima, terdapat hubungan antara invivo dan

invitro

Lampiran 16. Data efek relaksasi atropine sulfat pada kontraksi usus besar
melalui induksi Ach 5,6592 x 10-4

% relaksasi usus Rerata-rata


Konsentrasi I II III IV V

129

Universitas Sumatera Utara


Atp ( M )
6,95.10-6 33,3154 6,4517 9,091 20 7,5 14,13162
2,08.10-5 51,5062 27,4194 21,8182 26,6667 15 26,30742
6,95.10-5 69,3908 86,6452 29,891 33,3334 32,5 50,32008
2,08.10-4 81,6154 85,4839 54,5455 80 50 67,92896
6,95.10-4 85,3316 88,7097 87,1728 80 112,5 88,13882
2,08.10-3 119,2307 104,8387 92,7273 83,3334 115 103,0206
6,95.10-3 115,3846 108,0645 104,5454 83,3334 115 105,2655
2,08.10-2 134,6153 106,4516 105,4545 83,3334 115 108,9709

Lampiran 17.Data efek relaksasi ekstrak kulit batang kecapi pada kontraksi usus
besar melalui induksi Ach 5,6592 x 10-4

Konsentrasi % relaksasi usus Rerata-


ekstrak (M) I II III IV V rata

130

Universitas Sumatera Utara


0,5 51,5218 16,6666 50 23,8095 25 29,3996
1 60,8696 33,3333 60 38,0952 428171 47,0230
1,5 69,5653 43,3334 75 42,8571 57,1428 57,5797
2 68,5653 43,3334 70 42,8571 57,1428 56,5797
2,5 73,9131 50 90 33,3333 64,2857 62,3064
3 78,2609 56,6666 90 33,3333 64,2857 64,5093
3,5 78,2609 63,3333 95 23,8095 57,1428 63,5093
4 78,2609 70,2666 85 28,5714 64,2857 68,1286

Lampiran 18 . Data AUC Ekstrak Dan Atropin Sulfat

1. Data AUC Ekstrak

131

Universitas Sumatera Utara


1 2 3 4 5 Rata-rata
1 25,8659 12,4999 27,5 15,6261 16,9542 19,6892
2 34,1087 19,1666 33,75 20,3880 24,9898 26,4806
3 35,0507 21,6667 36,25 21,4285 28,5714 28,5934
4 35,8115 23,3333 40 19,0475 30,3571 29,7098
5 38,0434 26,6666 45 16,6666 32,4285 31,7610
6 39,1304 29,9999 46,25 14,2857 28,5714 31,6474
7 39,1304 32,4999 45 17,5594 32,1425 33,2664

2. Data AUC Atropin Sulfat

1 2 3 4 5 Rata-rata
1 18,812 8,4677 7,7272 11,6666 5,625 10,4597
2 27,4659 28,5161 12,9272 14,9999 11,875 19,1568
3 38,9615 43,0322 21,1090 24,5833 20,625 29,6622
4 43,7692 43,5483 35,4545 35,25 36,5625 39,0544
5 51,9230 48,3870 45 40,8333 52,8125 47,7911
6 58,6537 53,2257 49,3181 41,6667 57,5 52,0728
7 33,6538 53,6741 52,4999 41,6667 57,5 47,7989

Lampiran 19. Data Hasil Penelitian

Dosis Waktu terjadinya fases diare Waktu terjadinya fases normal

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

132

Universitas Sumatera Utara


Loperamid 355 390 360 350 360me 1085 1140 1150 1190 1080
menit menit menit menit nit menit menit menit menit menit
300 360 350 360 300 1080 1105 1132 1085 1175
menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit
CMC 1 % 360 365 390 370 360m 1335 1343 1352 1334 1312
menit menit menit menit enit menit menit menit menit menit
320 350 360 320 340 1340 1348 1354 1334 1312
menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit
Ekstrak 400 355 390m 360 350 360m 1110 1109m 1137 1103m 1175
mg menit enit menit menit enit menit enit menit enit menit

300 360 350 360 300 1080 1105 1137 1105 1175
menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit
Ekstrak 800 355 390m 360 350 360m 1100 1125m 1132 1085m 1175
mg menit enit menit menit enit menit enit menit enit menit

300 360 350 360 300 1080 1105 1117 1105 1169
menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit
Ekstrak 1600 395 360 375 380 395 1080 1105m 1127 1105m 1162
mg menit menit menit menit menit menit enit menit enit menit
320 360 300 320 320 1040 1103 1107 1105 1165
menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit

Dosis Berat fases diare Berat fases normal

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Loperamid 0,916 0,869 0,851 0,783 0,693 0,286 0,321 0,277 0,302 0,288
0,858 0,806 0,816 0,861 0,881 0,301 0,327 0,307 0,238 0,300
CMC 1 % 0,800 0,916 0,936 0,707 0,878 0,883 0,880 0,879 0,889 0,887
0,813 0,915 0,807 0,798 0,864 0,885 0,882 0,875 0,887 0,885
Ekstrak 400 0,908 0,819 0,828 0,917 0,900 0,753 0,693 0,697 0,604 0,621
mg 0,913 0,831 0,801 1,001 0,835 0,610 0,681 0,798 0,590 0,586
Ekstrak 800 0,937 0,836 0,807 0,937 0,891 0,510 0,500 0,494 0,307 0,378
mg 0,923 0,900 0,834 0,856 0,806 0,498 0,530 0,239 0,398 0,364
Ekstrak 1600 0,817 0,917 0,801 0,899 0,806 0,297 0,357 0,312 0,307 0,287
mg 0,907 0,805 0,907 0,804 0,816 0,310 0,312 0,298 0,305 0,277

Keterangan : Oleum Ricini


Bakteri Escherichia coli

Lampiran 20. Data Statistik

1. Data Relaksasi Ekstrak Secara Invitro

Case Processing Summary

133

Universitas Sumatera Utara


Cases

Valid Missing Total


Konsent
rasi N Percent N Percent N Percent
Persen_Relaksasi_Usus 0,5 M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

1M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%


1,5 M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
2M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
2,5 M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
3M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
3,5 M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
4M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Descriptives
Konsentrasi Statistic Std. Error
Persen_Relaksasi_U 0,5 M Mean 29.3996 6.95595
sus
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 10.0868
Upper Bound 48.7124
5% Trimmed Mean 28.6002
Median 25.0000
Variance 241.926
Std. Deviation 15.55398
Minimum 16.67
Maximum 56.52
Range 39.86
Interquartile Range 20.52
Skewness 1.942 .913
Kurtosis 4.155 2.000
1M Mean 47.0230 5.67862
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 31.2567
Upper Bound 62.7894
5% Trimmed Mean 47.0143
Median 42.8171
Variance 161.233
Std. Deviation 12.69777
Minimum 33.33
Maximum 60.87
Range 27.54
Interquartile Range 24.72
Skewness .303 .913
Kurtosis -2.860 2.000
1,5 M Mean 57.5797 6.58416
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 39.2991
Upper Bound 75.8603
5% Trimmed Mean 57.4299
Median 57.1428

134

Universitas Sumatera Utara


Variance 216.756
Std. Deviation 14.72264
Minimum 42.86
Maximum 75.00
Range 32.14
Interquartile Range 29.19
Skewness .121 .913
Kurtosis -2.655 2.000
2M Mean 56.5797 5.97001
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 40.0043
Upper Bound 73.1551
5% Trimmed Mean 56.5965
Median 57.1428
Variance 178.205
Std. Deviation 13.34936
Minimum 42.86
Maximum 70.00
Range 27.14
Interquartile Range 26.69
Skewness -.053 .913
Kurtosis -2.996 2.000
2,5 M Mean 62.3064 9.73770
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 35.2702
Upper Bound 89.3426
5% Trimmed Mean 62.3775
Median 64.2857
Variance 474.114
Std. Deviation 21.77416
Minimum 33.33
Maximum 90.00
Range 56.67
Interquartile Range 40.29
Skewness -.136 .913
Kurtosis -.582 2.000
3M Mean 64.5093 9.67570
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 37.6453
Upper Bound 91.3733
5% Trimmed Mean 64.8252
Median 64.2857
Variance 468.096
Std. Deviation 21.63552
Minimum 33.33
Maximum 90.00
Range 56.67
Interquartile Range 39.13
Skewness -.478 .913
Kurtosis .023 2.000

135

Universitas Sumatera Utara


3,5 M Mean 63.5093 11.88678
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 30.5063
Upper Bound 96.5123
5% Trimmed Mean 63.9654
Median 63.3333
Variance 706.478
Std. Deviation 26.57965
Minimum 23.81
Maximum 95.00
Range 71.19
Interquartile Range 46.15
Skewness -.630 .913
Kurtosis .807 2.000
4M Mean 68.1286 6.61454
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 49.7637
Upper Bound 86.4935
5% Trimmed Mean 68.3968
Median 66.6666
Variance 218.761
Std. Deviation 14.79056
Minimum 46.43
Maximum 85.00
Range 38.57
Interquartile Range 26.27
Skewness -.571 .913
Kurtosis .188 2.000

Descriptives

Persen_Relaksasi_Usus
95% Confidence Interval for
Mean

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
0,5 M 5 29.3996 15.55398 6.95595 10.0868 48.7124 16.67 56.52

1M 5 47.0230 12.69777 5.67862 31.2567 62.7894 33.33 60.87

1,5 M 5 57.5797 14.72264 6.58416 39.2991 75.8603 42.86 75.00

2M 5 56.5797 13.34936 5.97001 40.0043 73.1551 42.86 70.00

2,5 M 5 62.3064 21.77416 9.73770 35.2702 89.3426 33.33 90.00

3M 5 64.5093 21.63552 9.67570 37.6453 91.3733 33.33 90.00

3,5 M 5 63.5093 26.57965 11.88678 30.5063 96.5123 23.81 95.00

4M 5 68.1286 14.79056 6.61454 49.7637 86.4935 46.43 85.00

Total 40 56.1295 20.37782 3.22202 49.6123 62.6466 16.67 95.00

136

Universitas Sumatera Utara


ANOVA

Persen_Relaksasi_Usus

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 5532.691 7 790.384 2.372 .045

Within Groups 10662.278 32 333.196

Total 16194.970 39

Homogeneus subset

Persen_Relaksasi_Usus
Subset for alpha = 0.05
Konsentra
si N 1 2
Tukey HSDa 0,5 M 5 29.3996
1M 5 47.0230 47.0230
2M 5 56.5797 56.5797
1,5 M 5 57.5797 57.5797
2,5 M 5 62.3064 62.3064
3,5 M 5 63.5093 63.5093
3M 5 64.5093 64.5093
4M 5 68.1286
Sig. .078 .607
Duncana 0,5 M 5 29.3996
1M 5 47.0230 47.0230
2M 5 56.5797
1,5 M 5 57.5797
2,5 M 5 62.3064
3,5 M 5 63.5093
3M 5 64.5093
4M 5 68.1286
Sig. .137 .121
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

2. Data Persen Relaksasi Usus Pada Atropin Sulfat


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
konsentrasi Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Persenrelaksasiusus 6,95.10-6 .276 5 .200* .903 5 .428

137

Universitas Sumatera Utara


2,08.10-5 .253 5 .200* .954 5 .763
6,95.10-5 .343 5 .054 .804 5 .087
*
2,08.10-4 .243 5 .200 .868 5 .259
6,95.10-4 .261 5 .200* .933 5 .616
*
2,08.10-3 .187 5 .200 .946 5 .711
6,95.10-3 .278 5 .200* .827 5 .132
*
2,08.10-2 .225 5 .200 .966 5 .852
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Descriptives
Persenrelaksasiusus
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
6,95.10 5 14.131620 14.4918668 6.4809599 -3.862409 32.125649 .0910 36.6154
-6
2,08.10 5 26.307420 9.4153191 4.2106587 14.616757 37.998083 15.0000 40.6328
-5
6,95.10 5 50.320080 25.9835502 11.6201969 18.057241 82.582919 29.8910 86.6452
-5
2,08.10 5 67.928960 16.5511073 7.4018802 47.378046 88.479874 50.0000 85.4839
-4
6,95.10 5 88.138820 5.7708689 2.5808111 80.973340 95.304300 80.0000 96.2500
-4
2,08.10 5 103.026020 15.0259490 6.7198087 84.368840 121.683200 83.3334 119.2307
-3
6,95.10 5 105.265580 13.1008266 5.8588678 88.998755 121.532405 83.3334 115.3846
-3
2,08.10 5 108.970960 18.5066113 8.2764082 85.991967 131.949953 83.3334 134.6153
-2
Total 40 70.511182 37.9248768 5.9964495 58.382218 82.640147 .0910 134.6153
Test of Homogeneity of Variances
Persenrelaksasiusus
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.619 7 32 .029

ANOVA
Persenrelaksasiusus
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 48009.735 7 6858.534 27.150 .000
Within Groups 8083.819 32 252.619
Total 56093.555 39

Homogeneous Subsets
Persenrelaksasiusus
Subset for alpha = 0.05
konsentrasi N 1 2 3 4 5
Tukey 6,95.10-6 5 14.131620

138

Universitas Sumatera Utara


HSDa 2,08.10-5 5 26.307420 26.307420
6,95.10-5 5 50.320080 50.320080
2,08.10-4 5 67.928960 67.928960
6,95.10-4 5 88.138820 88.138820
2,08.10-3 5 103.026020
6,95.10-3 5 105.265580
2,08.10-2 5 108.970960
Sig. .923 .281 .655 .491 .453
a
Duncan 6,95.10-6 5 14.131620
2,08.10-5 5 26.307420
6,95.10-5 5 50.320080
2,08.10-4 5 67.928960 67.928960
6,95.10-4 5 88.138820 88.138820
2,08.10-3 5 103.026020
6,95.10-3 5 105.265580
2,08.10-2 5 108.970960
Sig. .235 .089 .053 .065
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

3. Data Statistik Relaksasi Atropin dan Ekstrak


Case Processing Summary
Cases
Kelompok Valid Missing Total

139

Universitas Sumatera Utara


N Percent N Percent N Percent
PersenRelaksasi Ekstrak0,5M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Ekstrak1M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Ekstrak1,5M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Ekstrak2M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Ekstrak2,5M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Ekstrak3M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Ekstrak3,5M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Ekstrak4M 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Atropin6,95.10-6 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Atropin2,08.10-5 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Atropin6,95.10-5 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Atropin2,08.10-4 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Atropin6,95.10-4 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Atropin2,08.10-3 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Atropin6,95.10-3 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Atropin2,08.10-2 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Descriptives
PersenRelaksasi
95% Confidence Interval for
Mean
Std.
N Mean Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Ekstrak0,5M 5 30.414060 13.0740974 5.8469141 14.180424 46.647696 16.6666 50.0000
Ekstrak1M 5 47.023040 12.6977749 5.6786176 31.256670 62.789410 33.3333 60.8696
Ekstrak1,5M 5 57.579720 14.7226387 6.5841642 39.299150 75.860290 42.8571 75.0000
Ekstrak2M 5 56.579720 13.3493591 5.9700149 40.004301 73.155139 42.8571 70.0000
Ekstrak2,5M 5 62.306420 21.7741624 9.7377015 35.270226 89.342614 33.3333 90.0000
Ekstrak3M 5 64.509300 21.6355217 9.6756995 37.645252 91.373348 33.3333 90.0000
Ekstrak3,5M 5 63.509300 26.5796506 11.8867811 30.506305 96.512295 23.8095 95.0000
Ekstrak4M 5 68.128350 14.7910880 6.6147756 49.762789 86.493911 46.4286 85.0000
Atropin6,95.10 5 15.531620 11.9644320 5.3506567 .675816 30.387424 6.4517 34.6154
-6
Atropin2,08.10 5 26.307420 9.4153191 4.2106587 14.616757 37.998083 15.0000 40.6328
-5
Atropin6,95.10 5 50.320080 25.9835502 11.6201969 18.057241 82.582919 29.8910 86.6452
-5
Atropin2,08.10 5 67.928960 16.5511073 7.4018802 47.378046 88.479874 50.0000 85.4839
-4
Atropin6,95.10 5 88.138820 5.7708689 2.5808111 80.973340 95.304300 80.0000 96.2500
-4
Atropin2,08.10 5 103.026020 15.0259490 6.7198087 84.368840 121.683200 83.3334 119.2307
-3
Atropin6,95.10 5 105.265580 13.1008266 5.8588678 88.998755 121.532405 83.3334 115.3846
-3
Atropin2,08.10 5 108.970960 18.5066113 8.2764082 85.991967 131.949953 83.3334 134.6153
-2
Total 80 63.471211 30.7818312 3.4415134 56.621050 70.321372 6.4517 134.6153

Test of Homogeneity of Variances

PersenRelaksasi

Levene Statistic df1 df2 Sig.

140

Universitas Sumatera Utara


Test of Homogeneity of Variances

PersenRelaksasi

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.334 15 64 .209

ANOVA
PersenRelaksasi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 56659.452 15 3777.297 13.287 .000
Within Groups 18194.717 64 284.292
Total 74854.170 79

PersenRelaksasi

Subset for alpha = 0.05

Kelompok N 1 2 3 4 5 6
a
Tukey HSD Atropin6,95.10 5 15.531620
-6M
Atropin2,08.10 5 26.307420 26.307420
-5M
Ekstrak0,5M 5 30.414060 30.414060 30.414060

Ekstrak1M 5 47.023040 47.023040 47.023040

Atropin6,95.10 5 50.320080 50.320080 50.320080 50.320080


-5M
Ekstrak2M 5 56.579720 56.579720 56.579720

Ekstrak1,5M 5 57.579720 57.579720 57.579720

Ekstrak2,5M 5 62.306420 62.306420 62.306420

Ekstrak3,5M 5 63.509300 63.509300 63.509300

Ekstrak3M 5 64.509300 64.509300

Atropin2,08.10 5 67.928960 67.928960 67.928960


-4M
Ekstrak4M 5 68.128350 68.128350 68.128350

Atropin6,95.10 5 88.138820 88.138820 88.138820


-4M
Atropin2,08.10 5 103.026020 103.026020
-3M
Atropin6,95.10 5 105.265580 105.265580
-3M
Atropin2,08.10 5 108.970960
-2M
Sig. .109 .061 .054 .053 .059 .840
a
Duncan Atropin6,95.10 5 15.531620
-6M

Atropin2,08.10 5 26.307420 26.307420


-5M
Ekstrak0,5M 5 30.414060 30.414060 30.414060

Ekstrak1M 5 47.023040 47.023040 47.023040

141

Universitas Sumatera Utara


Atropin6,95.10 5 50.320080 50.320080
-5M
Ekstrak2M 5 56.579720

Ekstrak1,5M 5 57.579720

Ekstrak2,5M 5 62.306420

Ekstrak3,5M 5 63.509300

Ekstrak3M 5 64.509300

Atropin2,08.10 5 67.928960 67.928960


-4M
Ekstrak4M 5 68.128350 68.128350

Atropin6,95.10 5 88.138820 88.138820


-4M
Atropin2,08.10 5 103.026020
-3M
Atropin6,95.10 5 105.265580
-3M
Atropin2,08.10 5 108.970960
-2M
Sig. .193 .070 .082 .098 .077 .078

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

4. Data AUC Relaksasi Atropin dan Ekstrak


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

Kelompok N Percent N Percent N Percent

NilaiAUC Ekstrak1 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Ekstrak2 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Ekstrak3 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Ekstrak4 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Ekstrak5 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Ekstrak6 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Ekstrak7 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Atropin1 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Atropin2 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Atropin3 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Atropin4 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Atropin5 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Atropin6 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Atropin7 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.

142

Universitas Sumatera Utara


NilaiAUC Ekstrak1 .260 5 .200* .885 5 .334
*
Ekstrak2 .246 5 .200 .848 5 .188
*
Ekstrak3 .237 5 .200 .857 5 .218
Ekstrak4 .170 5 .200* .963 5 .829
*
Ekstrak5 .125 5 .200 .993 5 .988
Ekstrak6 .199 5 .200* .971 5 .884
*
Ekstrak7 .256 5 .200 .944 5 .693
Atropin1 .251 5 .200* .890 5 .358
Atropin2 .295 5 .179 .799 5 .079
Atropin3 .285 5 .200* .827 5 .132
Atropin4 .330 5 .079 .765 5 .041
Atropin5 .197 5 .200* .939 5 .657
*
Atropin6 .185 5 .200 .926 5 .571
*
Atropin7 .283 5 .200 .905 5 .437
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Descriptives

NilaiAUC
95% Confidence Interval for
Mean

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Ekstrak1 5 19.689220 6.6112643 2.9566473 11.480251 27.898189 12.4999 27.5000

Ekstrak2 5 26.470630 7.1498160 3.1974949 17.592961 35.348299 19.1667 34.1087

Ekstrak3 5 28.593460 7.0646248 3.1593963 19.821570 37.365350 21.4285 36.2500

Ekstrak4 5 29.709880 8.6296343 3.8592898 18.994774 40.424986 19.0475 40.0000

Ekstrak5 5 31.761020 10.8279621 4.8424118 18.316329 45.205711 16.6666 45.0000

Ekstrak6 5 31.647480 12.0709970 5.3983140 16.659358 46.635602 14.2857 46.2500

Ekstrak7 5 33.266440 10.2545647 4.5859807 20.533716 45.999164 17.5594 45.0000

Atropin1 5 10.459700 5.1484577 2.3024603 4.067045 16.852355 5.6250 18.8120

Atropin2 5 19.156820 8.1509200 3.6452022 9.036116 29.277524 11.8750 28.5161

Atropin3 5 29.662220 10.5576719 4.7215344 16.553139 42.771301 20.6250 43.0322

Atropin4 5 39.116900 4.1664868 1.8633096 33.943523 44.290277 35.4545 43.7692

Atropin5 5 47.791170 4.9709827 2.2230911 41.618880 53.963460 40.8334 52.8125

Atropin6 5 52.072840 6.8914297 3.0819410 43.516000 60.629680 41.6667 58.6537

Atropin7 5 47.798900 9.8541419 4.4069062 35.563367 60.034433 33.6538 57.5000

143

Universitas Sumatera Utara


Descriptives

NilaiAUC
95% Confidence Interval for
Mean

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Ekstrak1 5 19.689220 6.6112643 2.9566473 11.480251 27.898189 12.4999 27.5000

Ekstrak2 5 26.470630 7.1498160 3.1974949 17.592961 35.348299 19.1667 34.1087

Ekstrak3 5 28.593460 7.0646248 3.1593963 19.821570 37.365350 21.4285 36.2500

Ekstrak4 5 29.709880 8.6296343 3.8592898 18.994774 40.424986 19.0475 40.0000

Ekstrak5 5 31.761020 10.8279621 4.8424118 18.316329 45.205711 16.6666 45.0000

Ekstrak6 5 31.647480 12.0709970 5.3983140 16.659358 46.635602 14.2857 46.2500

Ekstrak7 5 33.266440 10.2545647 4.5859807 20.533716 45.999164 17.5594 45.0000

Atropin1 5 10.459700 5.1484577 2.3024603 4.067045 16.852355 5.6250 18.8120

Atropin2 5 19.156820 8.1509200 3.6452022 9.036116 29.277524 11.8750 28.5161

Atropin3 5 29.662220 10.5576719 4.7215344 16.553139 42.771301 20.6250 43.0322

Atropin4 5 39.116900 4.1664868 1.8633096 33.943523 44.290277 35.4545 43.7692

Atropin5 5 47.791170 4.9709827 2.2230911 41.618880 53.963460 40.8334 52.8125

Atropin6 5 52.072840 6.8914297 3.0819410 43.516000 60.629680 41.6667 58.6537

Atropin7 5 47.798900 9.8541419 4.4069062 35.563367 60.034433 33.6538 57.5000


Total 70 31.942620 13.6476474 1.6312059 28.688453 35.196787 5.6250 58.6537

Test of Homogeneity of Variances


NilaiAUC
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.053 13 56 .418

ANOVA
NilaiAUC
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 8938.250 13 687.558 9.838 .000
Within Groups 3913.571 56 69.885
Total 12851.821 69

NilaiAUC

Subset for alpha = 0.05


Kelompo
k N 1 2 3 4 5 6 7
Tukey HSDa Atropin1 5 10.459700

Atropin2 5 19.156820 19.156820

Ekstrak1 5 19.689220 19.689220

Ekstrak2 5 26.470630 26.470630 26.470630

144

Universitas Sumatera Utara


Ekstrak3 5 28.593460 28.593460 28.593460

Atropin3 5 29.662220 29.662220 29.662220

Ekstrak4 5 29.709880 29.709880 29.709880

Ekstrak6 5 31.647480 31.647480 31.647480

Ekstrak5 5 31.761020 31.761020 31.761020

Ekstrak7 5 33.266440 33.266440 33.266440

Atropin4 5 39.116900 39.116900 39.116900

Atropin5 5 47.791170 47.791170

Atropin7 5 47.798900 47.798900

Atropin6 5 52.072840

Sig. .061 .324 .499 .061 .459


a
Duncan Atropin1 5 10.459700

Atropin2 5 19.156820 19.156820


Ekstrak1 5 19.689220 19.689220 19.689220
Ekstrak2 5 26.470630 26.470630 26.470630
Ekstrak3 5 28.593460 28.593460 28.593460 28.593460
Atropin3 5 29.662220 29.662220 29.662220 29.662220
Ekstrak4 5 29.709880 29.709880 29.709880 29.709880
Ekstrak6 5 31.647480 31.647480 31.647480
Ekstrak5 5 31.761020 31.761020 31.761020
Ekstrak7 5 33.266440 33.266440
Atropin4 5 39.116900 39.116900
Atropin5 5 47.791170 47.791170
Atropin7 5 47.798900 47.798900
Atropin6 5 52.072840
Sig. .104 .085 .051 .276 .090 .126 .451
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

145

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai