Anda di halaman 1dari 6

Raja Panukkunan Sagala (1632082)

Fery Rian David Sinaga (1632135)

Management Operasi

Pendekatan Persediaan ABC

Analisis ABC adalah metode dalam manajemen persediaan (inventory management)


untuk mengendalikan sejumlah kecil barang, tetapi mempunyai nilai investasi yang tinggi.

Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan nama Hukum
Pareto (Leyde Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia, Vilfredo Pareto (1848-1923).
Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki persentase terkecil (20%) yang
bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Pada tahun 1940-an, Ford Dickie dari General
Electric mengembangkan konsep Pareto ini untuk menciptakan konsep ABC dalam klasikasi
barang persediaan.

Berdasarkan hukum Pareto, analisis ABC dapat menggolongkan barang berdasarkan


peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan kemudian dibagi menjadi kelas-kelas
besar terprioritas; biasanya kelas dinamai A, B, C, dan seterusnya secara berurutan dari
peringkat nilai tertinggi hingga terendah, oleh karena itu analisis ini dinamakan “Analisis
ABC”. Umumnya kelas A memiliki jumlah jenis barang yang sedikit, namun memiliki nilai
yang sangat tinggi.

Dalam hal ini, saya akan menggunakan tiga kelas, yaitu: A, B, dan C, di mana besaran
masing-masing kelas ditentukan sebagai berikut (Sutarman, 2003, pp. 144–145):

Kelas A, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 15-20% dari total seluruh
barang, tetapi merepresentasikan 75-80% dari total nilai uang.

Kelas B, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 20-25% dari total seluruh
barang, tetapi merepresentasikan 10-15% dari total nilai uang.

Kelas C, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 60-65% dari total seluruh
barang, tetapi merepresentasikan 5-10% dari total nilai uang.
Besaran masing-masing kelas di atas akan membentuk suatu kurva sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 di bawah ini.

Analisis ABC dalam Pengendalian Persediaan

Dalam sebagian besar situasi nyata, manajemen persediaan biasanya melibatkan


sejumlah besar barang dengan harga yang bervariasi dari yang relatif tidak mahal sampai
barang-barang yang sangat mahal. Karena persediaan pada kenyataannya mewakili modal
yang menganggur, maka adalah logis jika pengendaliaannya harus dilakukan utamanya
terhadap persediaan barang-barang yang secara berarti bertanggung jawab atas kenaikan biaya
modal. Jadi barang-barang rutin seperti baut dan sekrup, memiliki arti yang lebih kecil dalam
hal biaya modal ketika dibandingkan dengan barang-barang yang melibatkan suku cadang yang
mahal. Karena itu, menurut Moore dan Hendrick (1989:230), menyediakan secukupnya
barang-barang yang murah seperti itu dan memperkenankan karyawan yang memerlukannya
untuk mengambil sendiri dipandang lebih baik.

Dalam sistem ini perusahaan menganalisis setiap barang persediaan berdasarkan


biayanya, frekuensi penggunaan, parahnya masalah yang diakibatkan oleh habisnya
persediaan, waktu tunggu pesanan, dan kriteria lainnya. Barang-barang mahal, yang seringkali
digunakan, dan mempunyai waktu tunggu pesanan yang panjang dimasukkan dalam kategori
A; barang-barang yang kurang penting dimasukkan dalam kategori B dan barang-barang yang
paling kurang penting dimasukkan dalam kategori C. Peninjauan atas persediaan kategori A
cukup sering harus dilakukan, misalnya sekali sebulan. Hal-hal yang ditinjau bisa berupa
tingkat penggunaan terakhir, posisi persediaan, dan situasi pada waktu pengiriman, dan
selanjutnya EOQ akan disesuaikan kalau diperlukan. Persediaan kategori B ditinjau dan
disesuaikan dalam tempo yang relatif lebih lama (misal setiap 3 bulan), dan kategori C
diperiksa mungkin secara tahunan.

Metode analisis atau klasifikasi ABC adalah umum digunakan dalam pengendalian
persedian (inventory control) bagi perusahaan-perusahaan yang mempunyai berbagai
jenis/macam bahan dalam persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang berbeda-beda.
(Gaspersz, 2001:273 ; Assauri, 1999:204).

Analisis ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum pareto dimana sekitar 80% dari nilai total
persediaan material diwakili oleh 20% material persediaan.

Penggunaan analisis ABC adalah untuk menetapkan (Gaspersz, Ibid.) :

 Frekensi perhitungan inventory (cycle counting), di mana material-material kelas A harus


ditinjau lebih sering dalam hal akurasi catatan inventory dibandingkan dengan material-
material kelas B dan C.

 Perioritas rekayasa (engineering), di mana material-material kelas A dan B memberikan


petunjuk pada bagian rekayasa dalam meningkatkan program reduksi biaya ketika mencari

material-material tertentu yang perlu difokuskan.


 Perioritas pembelian (perolehan), di mana aktivitas pembelian seharusnya difokuskan pada
bahan-bahan bernilai tinggi (high cost) dan penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage).
Fokus pada material-material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi.
 Keamanan; meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan
nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari
material-material mana (Kelas A dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan
terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan atau pencurian.
 Sistem pengisian kembali (replenishment systems), dimana klasifikasi ABC akan membantu
mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan. Akan lebih ekonomis apabila
pengendalian material-material kelas C dengan simple two-bin system of replenishment, dan
metode-metode yang lebih canggih untuk material-material kelas A dan B.
 Keputusan investasi; karena material-material kelas A menggambarkan investasi yang lebih
besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang
kuantitas pesanan dan stok pengaman terhadap material-material kelas A, dibandingkan
dengan material-material kelas B dan C.
Adapun teknik prosedur untuk mengelompokkan material-material persediaan ke dalam kelas
A, B, dan C, yaitu antara lain (Gaspersz, Ibid.:274) :

 Tentukan volume penggunaan per periode waktu (biasanya per tahun) dari material-material
persediaan yang ingin diklasifikasikan.

 Perkalian volume penggunaan per periode waktu (per tahun) dari setiap material persediaan
dengan biaya per unitnya untuk memperoleh nilai total penggunaan biaya per periode waktu
(per tahun) untuk setiap material persediaan itu.

 Jumlahkan nilai total penggunaan biaya dari semua material persediaan itu untuk memperoleh

nilai total penggunaan biaya agregat (keseluruhan).

 Bagi nilai total penggunaan biaya dari semua material itu dengan nilai total penggunaan biaya

agregat, untuk menentukan persentase nilai total penggunaan biaya dari setiap material
inventori itu.

 Daftarkan material-material itu dalam bentuk ranking persentase nilai total penggunaan biaya

dengan urutan menurun dari terbesar sampai terkecil.

 Klasifikasikan material-material persediaan itu ke dalam kelas A, B, dan C dengan kriteria:


20% dari jenis material diklasifikasikan ke dalam kelas A, 30% dari jenis material
diklasifikasikan ke dalam kelas B, dan 50% dari jenis material diklasifikasikan ke dalam kelas
C.
Contoh Kasus :

Pengambilan contoh kasus diambil dari departemen purchasing pada Universitas


Advent Indonesia dimana tujuan persediaan barang ditujukan kepada department dinning.
Dimana dalam persediaan yang akan disalurkan kepada departemen dinning memiliki
persentase harga dan persetase unit barang yang berbeda-beda. Maka akan dibuat
pengelompokan persediaan dengan metode persediaan ABC yang dijelaskan dibawah :

No. Kelas A Qty Harga Satuan


1. Coklat 3 Tong Rp. 465.000
2. Ketan 3 Dus Rp. 150.000
3. Tabung Gas 50Kg 16 Tabung Rp. 583.000
4. Bawang Bombay 2 Kg Rp. 275.000
5. Tomat Merah 3 Dus Rp. 123.500

No. Kelas B Qty Harga Satuan


1 Panada 300 Biji Rp. 1.500
2 Lapet 300 Biji Rp. 1.750
3 Telor 150 Kg Rp. 20.000
4 Kentarng 134 Biji Rp. 12.500
5 Pisang Ambon 150 Kg Rp. 8.000

No. Kelas C Qty Harga Satuan


1. Tahu 600 Biji Rp. 300
2. Tahu Bulat 1500 Biji Rp. 350
3. Beras 2000 Kg Rp. 10.800
4. Tahu Kuning 1650 Biji Rp. 300
5.

Kesimpulan :

Analisis ABC adalah metode dalam manajemen persediaan (inventory management)


untuk mengendalikan sejumlah kecil barang, tetapi mempunyai nilai investasi yang tinggi.
Berdasarkan hukum Pareto, analisis ABC dapat menggolongkan barang berdasarkan
peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan kemudian dibagi menjadi kelas-kelas
besar terprioritas, biasanya kelas dinamai A, B, C, dan seterusnya secara berurutan dari
peringkat nilai tertinggi hingga terendah, oleh karena itu analisis ini dinamakan “Analisis
ABC”.

Dalam kasuss dapat dilihat pembagian-pembagian kelas yang disediakan oleh


departemen purchasing yang akan disalurkan ke departemen dinning.

Anda mungkin juga menyukai