Anda di halaman 1dari 8

Penugasan Blok Imunopatologi (2.

1)

Journal Reading

Urtikaria : Evaluasi dan Perawatan (Urticaria : Evaluation and


Treatment)

Disusun oleh :

Nama : Nonni Dwi Amarita (17711048)

Alfan Faidilla Dharma (17711105)

Kelompok : Tutorial 10

PRODI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018
Abstrak

Urticaria merupakan suatu penyakit yang dibawa oleh cacing yang


menimbulkan rasa gatal, timbul, dan dengan atau tanpa adanya edema pada kulit.
Urticarial biasanya tidak membahayakan namun bisa juga menjadi suatu penyakit
kronis. Terkadang, penyakit ini dapat menjadi penyakit sistemik serius yang dapat
mengancam nyawa. Urticarial disebabkan oleh IgE, non-IgE mediated mast cell,
basophil, histamine, dan pelepasan mediator inflamasi lainnya. Terapi untuk
urticarial akut maupun kronis adalah antihistamin generasi kedua (antihistamin H1),
sedangkan antihistamin generasi pertama (antihistamin H2) dapat digunakan
sebagai terapi tambahan.

Introduksi

Ciri-ciri urticarial ditandai dengan adanya bintil-bintil yang sangat gatal dan
menonjol biasanya berdiameter 1-2 cm meskipun biasanya menyatu dan ukurannya
bervariasi, dan biasanya tampak pucat hingga berwarna eritematosa. Urticarial
dapat timbul dengan atau tanpa adanya angioedema yang lokal dari subkutan,
biasanya terasa hangat dan nyeri. Meskipun tidak membahayakan, urticarial dan
angioedema dapat menjadi tanda gejala anafilaksis atau bahkan menunjukan
keadaan darurat medis.

Lesi dapat terjadi pada bagian kulit manapun, berbentuk bulat hingga
polimorfik, dan dapat cepat tumbuh serta menyatu. Angioedema dapat muncul
dibagian-bagian wajah seperti bibir, mulut, saluran nafas bagian atas, dan lokasi
lain seperti ekstremitas. Kondisi ini muncul dengan cepat dalam waktu hitungan
menit. Lesi urticarial biasanya sembuh dalam waktu 24 jam tanpa perlu pengobatan,
meskipun lesi angioedema memakan waktu hingga 72 jam.
Pada urticarial akut, bengkak dapat sembuh dalam beberapa jam, namun
dapat kambuh hingga enam minggu. Pada urticarial kronis rasa nyeri dan
kemerahan lebih sering kambuh hingga enam minggu. Seringkali tidak jelas
manakah yang akan menjadi urticarial kronis. Urticarial terjadi disemua rentang
usia dengan persebaran hingga 20 persen, 1 persennya merupakan urticarial kronis.

Etiologi/Penyebab

Urticarial dan angioedema dianggap memiliki mekanisme dasar yang sama,


yang membedakan adalah lokasi sel mast di dermis supefisial akan menimbulkan
urticarial atau pada jaringan dermis dan subkutan yang lebih dalam yang
menimbulkan angioedema. Kedua hal ini dapat ditimbulkan dari IgE, dan aktivasi
sel mast non IgE. Urticarial dapat disebabkan oleh beberapa faktor pemicu
Perbedaan Diagnosis

Secara umum mungkin masyarakat menyebut urticarial dengan sebutan


gatal-gatal, namun banyak hal lain yang dapat menimbulkan rasa gatal.

Beberapa keadaan menandai gejala terjadinya urticarial seperti mastositosis


kulit (urticaria pigmentosa), vaskulitis urtikaria, cryoglobulinemia, dan beberapa
gangguan langka. Mastositosis kulit dikenal dengan hiperpigmentasi orange hingga
coklat, urticarial memiliki diameter yang lebih kecil, dan terdapat tanda darier.
Demikian pula denga vaskulitis urticaria klasik pada penderita urticarial didapati
bengkak yang timbul selama lebih dari 24 jam, terasa nyeri, dan meninggalkan
residu hiperpigmentasi atau purpura, namun terkadang memiliki sensitivitas
rendah.

Evaluasi

Pemeriksaan awal dari urtikaria dan angioedema dengan pemeriksaan fisik


untuk menentukan penyebabnya. Pasien ditanya menyenai onset gejala, pemicu,
obat-obatan dan suplemen, infeksi terbaru dan riwayat perjalanan. Tinjauan
dilakukan secara lengkap dengan mengidentifikasi lesi apapun dengan pengujian
dermatograf dan memeriksa tanda-tanda penyakit sistemik.
Belum ditemukan adanya pemeriksaan laboratorium yang menunjang
diagnosis penyebab urtikaria. Tidak ada pemeriksaan fisik yang direkomendasikan
kecuali riwayat atau pemeriksaan fisik menunjukan penyakit yang mendasari atau
penyebab spesifik yang perlu dikonfirmasi. Pada urticarial kronis
direkomendasikan melakukan pengecekan darah lengkap untuk mengecek tingkat
sedimentasi eritrosit atau tingkat protein C-reaktif untuk menguji infeksi, atopi dan
penyakit sistemik, selain itu pengukuran kadar hormon thyroid-stimulating , tes
fungsi hati, dan urinalysis sangat direkomendasikan. Pemeriksaan tersebut
seringkali dipesan setelah gejala yang muncul berlangsung selama enam minggu.

Pengobatan

Inti dari penanganan urtikaria adalah dengan menghindarkan pasien dari


pemicunya, pasien juga disarankan untuk tidak mengkonsumsi aspirin, alkohol, dan
mungkin penggunaan obat anti-inflamasi nonsteroid karena dapat memperburuk
gejalanya. Ketika tidak diketahui pemicu secara pasti, antihistamin dapat digunakan
sebagai farmakoterapi lini pertama.

Gejala akut

Berdasarkan data, pengobatan urtikaria akut sangat jarang diketahui


dibanding urtikaria kronis. Pada urtikaria akut, pemblokir histamin H1 adalah terapi
lini yang pertama. Ini termasuk agen generasi kedua seperti loratadine (Claritin),
desloratadine (Clarinex), fexofenadine (Allegra), cetirizine (Zyrtex), dan
levocetirizine (Xyzal), yang sifatnya nonsedasi jika dikonsumsi sesuai dosis rata-
rata harian. Antihistamin generasi pertama seperti diphenhydramine (Benadryl),
hydroxyzine (Vistaril), chlorpheniramine (Chlor-Trimeton), and cyproheptadine
dapat bekerja dengan cepat dan beberapa diantaranya diberikan secara intravena,
tetapi dosis yang digunakan akan menghasilkan efek merugikan, seperti
mengantuk, penurunnya waktu reaksi, bingung, pusing, terganggunya konsentrasi,
dan penurunan kinerja psikomotor yang lebih rentan pada pasien lanjut usia.
Sebaiknya berdiskusi dengan pasien terlebih dahulu mengenai efek psikomotor
merugikan yang akan terjadi sebelum melakukan terapi.

Karena menunjukkan efek dan waktu paruh agen antihistaminergik yang


baik, antihistamin generasi kedua disarankan sebagai terapi farmakokinetik awal.
Berdasarkan pengujian klinis masih belum jelas mengenai antihistamin apa yang
paling unggul memberikan respon. Dengan gejala yang lebih berat, antihistamin
generasi satu pemblokir H1 dapat digunakan untuk onset aksi atau bentuk parenteral
yang lebih cepat.

Penambahan pemblokir histamine H2 dalam terapi dengan pemblokir H1


sangat berguna untuk gejala akut. Pemblokir H2 terdiri dari cimetidine (Tagamet),
famotidine (Pepcid), dan ranitidine (Zantac). Penambahan kortikosteroid ke
antihistamin juga sudah diteliti namun datanya sangat terbatas, penambahan ini
diperkirakan menghasilkan perbaikan cepat dan perubahan gejala, seperti
prednisone atau prednisolone (0,5 sampai 1 mg per kg per hari) mungkin
ditambahkan pada tiga sampai tujuh hari, biasanya dengan dosis runcing,
khususnya pada pasien dengan gejala berat.

Pengobatan angioedema akut sama halnya dengan pengobatan urtikaria,


meskipun kortikosteroid lebih direkomendasikan. Angioedema pada laring dan
angioedema besar pada lidah menjadi kondisi yang sangat darurat karena memiliki
resiko terjadinya sumbatan jalan nafas, yang membutuhkan epinefrin
instramuskular dan pengelolaan saluran pernafasan. Pasien dengan angioedema
yang mengalami sumbatan saluran pernafasan harus diberikan autoinjeksi epinefrin
dengan jumlah sewajarnya.

Urticaria Kronis

Antihistamin generasi kedua dianggap terapi lini pertama. Untuk kontrol


gejala yang lebih baik, obat harus diberikan setiap hari, bukan pada dasar yang
dibutuhkan. Pedoman pengobatan menunjukkan bahwa jika dosis normal tidak
berhasil, titrasi hingga dua hingga empat kali dosis biasa adalah langkah berikutnya.
Dengan dosis yang lebih tinggi, ada kemungkinan efek samping yang lebih besar,
yang harus didiskusikan dengan pasien.

Jika gejala tetap tidak terkendali akan ada beberapa pilihan. Pasien bisa
mengubahnya menjadi generasi kedua H1 blocker yang berbeda dan dapat dititrasi
sesuai kebutuhan pasien. Antihistamin generasi pertama mungkin ditambahkan,
khususnya saat malam hari, H2 blocker dapat ditambahkan dan menunjukkan
manfaat yang lebih ketika digunakan secara bersamaan dengan H1 blocker.
Pemberian kortikosteroid secara oral dalam tiga hingga sepuluh hari (prednisone
atau prednisolone, hingga 1 mg kg perhari) biasanya digunakan untuk mengontrol
gejala, meskipun kortikosteroid tidak secara langsung mencegah degranulasi sel
mast, dan jika digunakan dalam jangka panjang akan menimbulkan efek yang
merugikan.

Ada data tentang efektivitas antagonis reseptor leukotrien seperti


montelukast (Singulair) dan zafirlukast (Accolate) dalam pengobatan urtikaria
idiopatik kronis, terutama pada pasien dengan urtikaria dingin atau intoleransi
terhadap obat anti-inflamasi nonsteroid, dan antagonis reseptor leukotrien mungkin
ditambahkan jika agen lini pertama tidak mencukupi. Doxepin antidepresan
trisiklik memiliki sifat antihistaminergik H1 yang signifikan dan telah terbukti
efektif untuk urtikaria dalam beberapa uji coba terkontrol secara acak, tetapi juga
menimbulkan efek mengantuk dan antikolinergik, serta kemungkinan efek samping
aritmia jantung. Berbagai pilihan farmakoterapi ini dapat ditambahkan sendiri-
sendiri atau berlapis secara berurutan untuk mengontrol gejala.

Jika kontrol yang cukup masih tidak tercapai, agen lini kedua termasuk
siklosporin (Sandimmune), sulfasalazine (Azulfidine), hydroxychloroquine
(Plaquenil), tacrolimus (Prograf), dan dapson telah menunjukkan beberapa
manfaat. Tetapi, rujukan ke subspesialis untuk meresepkan pengobatan masih
tergantung pengobatan mana yang lebih disukai pasien dan lebih membuat pasien
nyaman. Setelah gejala dikendalikan secara adekuat, pasien harus dipelihara dengan
regimen (tidak termasuk kortikosteroid) setidaknya selama tiga bulan sebelum
mempertimbangkan pemberian titrasi dan penghentian pengobatan.
Prognosa

Sebuah penelitian kohort prospektif menemukan bahwa 35% pasien dengan


urtikaria kronis akan bebas gejala dalam satu tahun, dengan 29% lainnya
mengalami beberapa pengurangan gejala. Remisi spontan terjadi dalam tiga tahun
di 48% pasien dengan urtikaria kronik idiopatik, tetapi hanya 16% dari mereka yang
memiliki urtikaria fisik.

Anda mungkin juga menyukai