Anda di halaman 1dari 14

“Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang Memperjuangkan RUU Keperawatan menjadi

UU

Posted on 2 Desember 2014 by albianabilkiss

BAB I

Latar belakang

Undang – undang praktik Keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi paraperawat. Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada kongres Nasional kedua di Surabaya tahun 1980 mulai
merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi
tenaga keperawatan. Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan
perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan.
Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat
lulusan pendidikan tinggi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan
kewenangannya.

Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya,tanpa
memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki. Kebijakan tentang UU keperawatan masih
dalam tahap formulasi. Belum disahkannya RUU keperawatan oleh DPR menjadi UU menjadi satu
fenomena yang menarik untuk dianalisis. Penulis menilai bahwa pihak-pihak terkait belum
mempunyai pemahaman yang sama tentang pentingnya UU keperawatan di Indonesia.

UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 63 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa;
pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu
keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Pada pasal 27 ayat (1) juga menyebutkan bahwa; tenaga kesehatan berhak
mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya. Sementara itu, PP No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan menempatkan tenaga
keperawatan dalam kategori tersendiri, maka mempunyai UU keperawatan sendiri berarti
menjalankan amanah UU.

Perawat bukan tenaga medis, sementara peraturan yang ada bernuansa medis sehingga peraturan
untuk keperawatan tidak dapat dititipkan. Misalnya, dalam UU Praktik Kedokteran tidak ada aturan
untuk tugas pelimpahan, padahal kenyataannya banyak tugas dokter yang dilimpahkan kepada
perawat seperti melakukan tindakan invasif pemasangan infus. Selain itu, kecenderungan tuntutan
klien semakin meningkat terhadap pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan. Dalam
beberapa kasus, tidak sedikit akhirnya perawat yang harus berurusan dengan hukum. Sejak tahun
2005 tercatat 33 kasus penangkapan perawat di 7 provinsi. Misalnya kontroversi kewajiban perawat
menolong tindakan gawat darurat yang dapat dipidana karena tidak boleh menyimpan obat, seperti
yang terjadi pada kasus Misran. Beberapa penyebab kejadian tersebut adalah belum adanya
undang-undang keperawatan. Hasil analisis menunjukkan kebijakan yang ada dirasa belum cukup
untuk menjadi payung hukum bagi perawat dalam memberikan pelayanan. Kebijakan yang mengatur
keperawatan baru setingkat Peraturan Menteri dengan dikeluarkannya Permenkes No.148 tahun
2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik keperawatan dan Permenkes No.1796 tahun 2011
tentang registrasi tenaga kesehatan. Konten dari peraturan tersebut masih bersifat parsial dalam
mengatur perawat. Tanggal 12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia,
momentum tersebut akan digunakan untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan
Undang-Undang Praktik keperawatan. PPNI menganggap bahwa keberadaan Undang-Undang akan
memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap pelayanan keperawatan dan profesi
perawat. Indonesia, Laos, Kamboja dan Vietnam adalah empat Negara Association of South East
Asian Nations (ASEAN) yang belum memiliki Undang-Undang Praktik Keperawatan. Padahal,
Indonesia memproduksi tenaga perawat dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal
dari negara-negara Asia, terutama lemahnya regulasi praktik keperawatan, yang berdampak pada
sulitnya menembus globalisasi. Perawat kita sulit memasuki dan mendapat pengakuan dari negara
lain, sementara mereka akan mudah masuk ke negara kita.

Rumusan masalah

Apa definisi dan tujuan praktik keperawatan?

Mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan?

Mengapa (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan?

Apa saja isi Undang-Undang yang ada di Indonesiayang berkaitan dengan praktik keperawatan?

Apa tugas pokok dan fungsi Keperawatan dalam RUU Keperawatan?

Tujuan Penulisan

Mengetahui masalah-masalah RUU praktik keperawatan.

Mengetahui definisi dan tujuan praktik keperawatan.

Mengetahui pentingnya Undang-undang Praktik Keperawatan terkait dengan profesi.


Mengetahui tugas pokok dan fungsi Keperawatan dalam RUU Keperawatan

Mengetahui isi Undang-Undang yang ada di Indonesiayang berkaitan dengan praktik keperawatan.

Mengetahui tugas pokok dan fungsi Keperawatan dalam RUU Keperawatan.

BAB II

Tinjauan Teori

Persatuan Perawat Nasional Indonesia

A.1 Sejarah singkat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia adalah perhimpunan seluruh perawat di Indonesia, yang
didirikan pada tanggal 17 maret 1974. sebagai fusi dari beberapa organisasi keperawatan yang ada
sebelumnya, PPNI mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan nama. Embrio PPNI adalah
Perkumpulan Kaum Verpleger Boemibatera (PKVB) tahun 1921. pada saat itu profesi perawat sangat
dihormati masyarakat berkenaan dengan tugas mulia yang dilakukan dalam merawat orang yang
sakit. Lahirnya Sumpah Pemuda 1928, mendorong perubahan nama PKVB menjadi Perkumpulan
Kaum Verpleger Indonesia (PKVI). Pergantian kata Boemibatera pada PKVB menjadi Indonesia tidak
lepas dari semangat nasionalisme Indonesia. PKVI bertahan sampai tahun 1942, berhubungan
dengan kemenangan tentara jepang terhadap sekutu dan dimulainya penjajahan jepang terhadap
Indonesia, perkembangan keperawatan di Indonesia mengalami kemunduran dan disebut zaman
gelap keperawatan di Indonesia. Pelayanan keperawatan mengalami kemunduran karena pekerjaan
perawat digantikan oleh mereka yang tidak memahami keperawatan. Demikian pula organisasi
profesi tidak jelas keberadaannya.

Bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945, telah tumbuh organisasi profesi
keperawatan. Setidaknya ada tiga organisasi profesi antara tahun 1945-1954 yaitu; Persatuan Djuru
Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam (Perjurais) dan Sarikat Buruh Kesehatan
(SBK). Pada tahun 1951 terjadi pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu terjadi fusi,
organisasi yang ada menjadi Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI) sebagai upaya konsolidasi
organisasi profesi tahap mengikutsertakan SBK karena terlibat pada pemberontakan PKI. Dalam
kurun waktu 1951-1959 diadakan kongres di Bandung dan mengubah nama PDKI menjadi Persatuan
Pegawai Dalam Kesehatan Indonesia (PDKI) dengan keanggotaannya tidak saja meliputi perawat.
Demikian pula pada tahun 1959-1974, terjadi pengelompokan organisasi keperawatan. Diantaranya;
Ikatan Perawat Wanita Indonesia (IPWI), Ikatan Guru Perawat Indonesia (IGPI) dan Ikatan Perawat
Indonesia (IPI). Pada tanggal 17 maret 1974 seluruh organisasi keperawatan terkecuali Serikat Buruh
Kesehatan bergabung menjadi satu organisasi profesi tingkat nasional dengan nama “Persatuan
Perawat Nasional Indonesia” (PPNI). Nama inilah yang resmi dipakai sebagai nama organisasi profesi
keperawatan di Indonesia hingga saat ini dan tgl 17 maret ditetapkan sebagai hari lahirnya PPNI.

A.2 Tujuan Organisasi

Adapun tujuan dari pendirian PPNI adalah : menciptakan persatuan dan kesatuan yang kokoh
sesama tenaga keperawatan, meningkatkan mutu pelayanan dan upaya kesehatan,
mengembangkan dan prestasi kerja tenaga keperawatan sejalan dengan peningkatan kesejahteraan
tenaga keperawatan, menjalin hubungan kerjasama dengan organisasi lain dan lembaga lain didalam
maupun diluar negeri.

A.3 Peran Organisasi

Peran PPNI sebagai organisasi profesi adalah :

Pembinaan anggota profesi

Peran ini dilakukan dengan cara menentukan kualifikasi anggota, menetapkan legislasi dan kode etik,
serta mengembangkan karir dan kesejahteraan anggota (Kelly, 1981). Kualifikasi anggota profesi
didasarkan pada keahlian, otonomi dan komitmen terhadap profesi serta tanggung jawab terhadap
masyarakat.

Legislasi berperan sebagai dasar hukum untuk melindungi masyrakat dan anggota profesi dari
praktek keperawatan yang tidak berkualitas . menurut Lieberman,1970 Legislasi adalah suatu
ketetapan atau ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan
erat dengan tindakan.

Pengembangan iptek keperawatan.

Pembinaan dan pengembangan kemampuan perawat dalam mengembangkan iptek keperawatan


ditumbuhkan dengan menciptakan iklim untuk memacu kegiatan riset,misalnya menambah
kemampuan perawat dalam melakukan riset, menggunakan hasil-hasil riset keperawatan dalam
praktek keperawatan.

Perkembangan iptek kesehatan/keperawatan dapat menyebabkan klien berada dalam lingkungan


yang bersifat high technology dengan pelayanan keperawatan yang high touch.

Menjamin pelayanan keperawatan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Peran ini meliputi : perumusan standar profesi, registrasi dan pemberian lisensi. Standar dalam
pelayanan keperawatan merupakan peraturan yang menjadi patokan boleh tidaknya dilakukan
praktek keperawatan, sedangkan standar dalam pendidikan berguna sebagai alat akreditasi mutu
pendidikan.

Registrasi merupakan pencatatan secara resmi nama seseorang berdasarkan hasil penilaian dari
aspek profesi dan hukum yang memungkinkannya melakukan praktek keprofesian.

A.4 Tugas pokok

PPNI mempunyai tugas-tugas pokok yang telah ditetapkan bersama, yaitu;

Di bidang Pembinaan Organisasi, PPNI bertugas membina kelembagaan, anggota dan kader
kepemimpinan.

Di bidang Pembinaan Profesi, PPNI bertugas meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan
latihan, pengabdian masyarakat, penghayatan dan pengamalan kode etik keperawatan,
mengupayakan terbentuknya peraturan perundang-undangan keperawatan serta mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.

Di bidang Pembinaan Kesejahteraan Anggota, PPNI bertugas membimbing, mengupayakan


kemudahan-kemudahan bagi tenaga keperawatan untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan
bathin.

Dibidang Pembinaan Kerjasama, PPNI bertugas membina hubungan dan kerjasama dengan
organisasi lain dan lembaga didalam dan luar negeri.
Issue

Masih adanya sebagian masyarakat keperawatan di Indonesia yang belum tahu apa itu organisasi
PPNI dan apa saja kontribusinya yang telah diberikan PPNI dalam memajukan dunia keperawatan di
Indonesia.

BAB III

3.1 Pembahasan

3.1.1. Definisi dan Tujuan Praktik Keperawatan

Perawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang
menyeluruh ditunjukkan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Pelayanan keperawatan diberikan akibat adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan, sertakurangnya kemauan untuk melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari. Kegiatan
dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan
serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama (PHC)
sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik keperawatan.

(Lokakarya Keperawatan 1983).

Tujuan praktik keperawatan sesuai yang dicanangkan WHO (1985) haru diupayakan pada
pencegahan primer, peningkatan kesehatan pasien, keluarga dan masyarakat, perawatan diri, dan
peningkatan kepercayaan diri.

Praktik keperawatan meliputi empat area yang terkait dengan kesehatan (kozier & Erb, 1999), yaitu :
Peningkatan kesehatan (Health Promotion)

Pencegahan penyakit

3. Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance)

4. Pemulihan kesehatan (Health Restoration), dan

5. Perawatan pasien menjelang ajal.

Peningkatan Kesehatan :

Peningkatan Kesehatan adalah kerangka aktivitas keperawatan. Kesadaran diri klien, kesadaran
kesehatan, keterampilan kesehatan dan penggunaan semua sumber yang dipertimbangkan sebagai
perawatan yang di berikan oleh perawat. Peningkatan kesehatan membantu masyarakat dalam
mengembangkan sumber untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
mereka. Tujuan kesehatan yang ingin diwujudkan adalah mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Fokus peningkatan kesehatan diarahkan untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan umum
individu keluarga dan komunitas.

Kegiatan yang berorientasi pada peningkatan kesehatan memerlukan :

1.Pendidikan untuk publik atau masyarakat dan individu

2.Perundang-undangan atau kebijakan yang mendukung

3.Hubungan interpersonal dengan klien secara langsung

Area keperawatan yang melibatkan perawat meliputi :

1.Mendorong dan mengadakan suatu latihan fisik secara periodik dan pemantauan terhadap proses
penyakit (mis.hipertensi, diabetes militus dan kanker).

2.Memimpin pelaksanaan pendidikan kesehatan masyarakat melalui pameran kesehatan dan


program kesehatan mental.

3.Mendukung undang-undang yang ditujukan untuk pemeliharaan kesehatan dan program


perlindungan anak dan.

4.Peningkatan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja, dll.


3.1.2 Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan

Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan.

Alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat
kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan
pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi
pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum,
bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap
rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil,
berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki
tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak
(masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang,
optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan
kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).

Alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan
membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU
Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan
atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53,
menyebutkan bahwatenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga
kesehatandalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan
menghormati hak pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.

Alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan


keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian
pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit
dan pengobatan, ke paradigmasehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai
informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat
membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang
bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum
kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan. Keperawatan merupakan salah
satu profesi dalam dunia kesehatan . Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus
professional, sehingga perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik
keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima
pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu. Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia
keprawatan di Indonesia sangat memprihatinkan .Fenomene “gray area” pada berbagai jenis dan
jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi kesehatan lainnya masih sulit dihindari.
Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunujukkan bahwa terdapat perawat yang
menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan
pengobatan didalam maupun diluar gedung puskesmas (97,1%), melakukan pemeriksaan kehamilan
(70,1%), melakukan pertolongan persalinan(57,7%), melaksanakan tugas petugas kebersihan
(78,8%), dan melakukan tugas administrasi seperti bendahara,dll (63,6%. Pada keadaan darurat
seperti ini yang disebut dengan “gray area” sering sulit dihindari. Sehingga perawat yang tugasnya
berada disamping klien selama 24 jam sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada
dokter yang bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan
merupakan wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan
petunjuk dari dokter, terutama di puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi
sebagai pengelola puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan
tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah sering kita jumpai di berbagai puskesmas
terutama di daerah-daerah tepencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi
perawat akan terbengkalai. Dan tentu saja ini tidak mendapat perlindungan hukum karena tidak
dipertanggungjawabkan secara professional. Kemudian fenomena melemahkan kepercayaan
masyarakat dan maraknya tuntunan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk
keperawatan, sering diidentikkan dengan kegagalan upaya pelayanan kesehatan. Hanya perawat
yang memeuhi persyaratan yang mendapat izin melakukan praktik keperawatan. Saat ini desakan
dari seluruh elemen keperawatan akan perlunya UU Keperawatan semakin tinggi . Uraian diatas
cukup menggambarkan betapa pentingnya UU Keperawatan tidak hanya bagi perawat sendiri,
melainkan juga bagi masyarakat selaku penerima asuhan keperawatan. Sejak dilaksanakan
Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 yang menetapkan bahwa keperawatan merupakan
profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi, berbagai cara telah dilakukan
dalam memajukan profesi Keperawatan. Pada tahun 1989, PPNI sebagai organisasi perawat di
Indonesia mulai memperjuangkan terbentuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa penting terjadi
dalam usaha mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun 1992 disahkanlah UU Kesehatan yang
didalamnya mengakui bahwa keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23, 1992).
Peristiwa ini penting artinya, karena sebelumnya pengakuan bahwa keperawatan merupakan profesi
hanya tertuang dalam peraturan pemerintah (PP No.32, 1996). Dan usulan UU Keperawatan baru
disahkan menjadi RUU Keperawatan pada tahun 2004. Perlu kita ketahui bahwa untuk membuat
suatu undang-undang dapat ditempuh dengan 2 cara yakni melalui pemerintah (UUD 1945 Pasal 5
ayat 1) dan melalui DPR (Badan Legislatif Negara). Selama hampir 20 tahun ini PPNI
memperjuangkan RUU Keperawtan melalui pemerintah, dalam hal ini Depkes RI. Dana yang
dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi kenyataannya hingga saat ini RUU Keperawatan berada pada
urutan 250-an pada program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang ada pada tahun 2007 berada pada
urutan 160 (PPNI, 2008). Tentunya pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan
mutlak diperlukan. Hal ini terkait status DPR yang merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat, sehingga
pembahasan-pembahasan yang dilakukan merupakan masalah yang sedang terjadi di masyarakat.
Oleh karena itu, pencerdasan kepada masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan pun masuk
dalam agenda DPR RI. Dalam UU Tentang praktik Keperawatan pada bab 1 pasal 1 yang ke-3
berbunyi: “Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien disarana dan tatanan kesehatan
lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah Keperawatan berdasarkan kode etik dan standar
pratik keperawatan”.
Dan pasal 2 berbunyi:

“Praktik keperawatan dilaksanakan berdasarkan pancasila dan berdasarkan pada nilai ilmiah, etika
dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan
penerima dan pemberi pelayanan Keperawatan”.

PPNI mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan

Profesi perawat merupakan tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak dan berada di garda
depan dalam pelayanan kesehatan, dimana perawat mendampingi pasien 24 jam selama perawatan,
hal tersebut didukung berdasarkan hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI mengenai
kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah
kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Perawat sebagai seorang tenaga kesehatan yang
langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dimana seorang perawat
melakukan tindakan keperawatan harus secara etis, serta harus memiliki etika keperawatan yang
sesuai dengan nilai-nilai keyakinan filosofi profesi dan masyarakat. Selain itu perawat juga berperan
dalam memberikan pelayanan keperawatan yang aman dan memastikan bahwa semua penolong
pasien mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman
dan bersih. Perawat dalam melakukan tindakan keperawatan berpedoman pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor HK.02.02 / MENKES / 148 / I / 2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, yang secara keseluruhan mengenai peraturan praktik
keperawatan terurai dalam VI Bab (16 Pasal) sampai dengan Pasal 20, yang garis besarnya adalah :
perawat dalam menjalankan prakteknya dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama, tingkat kedua dan tingkat ketiga, yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat melalui kegiatan (a) pelaksanaan asuhan keperawatan, (b) pelaksanaan upaya promotif,
preventif, pemulihan dan pemberdayaan masyarakat, serta (c) pelaksanaan tindakan keperawatan
komplementer, maka perawat harus senantiasa berpegang pada kode etik perawat yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia, PPNI lebih mendorong disahkannya Undang-Undang
Praktik Keperawatan. Hal ini karena:

Pertama, Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan
(body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan
praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi;
pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggun gugat terhadap tindakan
yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh
pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan
dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga,
kelompok dan komunitas.

Kedua, kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari
dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk
akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki
berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan
kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan
dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik
perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam
Undang Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji
kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi
perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi
dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik
keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.

Ketiga, perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat
berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta,
dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada
kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi
objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional,
semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang
teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas,
kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan
pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).

Indonesia menghasilkan demikian banyak tenaga perawat setiap tahun. Daya serap Dalam Negeri
rendah. Sementara peluang di negara lain sangat besar. Inggrismerekrut 20.000 perawat/tahun,
Amerika sekitar 1 juta RN sampai dengan tahun 2012, Kanada sekitar 78.000 RN sampai dengan
tahun 2011, Australia sekitar 40.000 sampai dengan tahun 2010. Belum termasuk Negara-negara
Timur Tengah yang menjadi langganan kita. Peluang ini sulit dipenuhi karena perawat kita tidak
memiliki kompetensi global. Oleh karena itu, keberadaan Konsil Keperawatan/Nursing Boardsangat
dibutuhkan.

Konsil ini yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengaturan, pengesahan, serta penetapan
kompetensi perawat yang menjalankan praktik dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. Konsil
bertujuan untuk melindungi masyarakat, menentukan siapa yang boleh menjadi anggota komunitas
profesi (mekanisme registrasi), menjaga kualitas pelayanan dan memberikan sangsi atas anggota
profesi yang melanggar norma profesi (mekanisme pendisiplinan). Konsil akan bertanggungjawab
langsung kepada presiden, sehingga keberadaan Konsil Keperawatan harus dilindungi oleh Undang-
Undang Praktik Keperawatan. Tentunya kita tidak ingin hanya untuk memperoleh pengakuan
Registered Nurse (RN) perawat kita harus meminta-minta kepada Malaysia, Singapura atau Australia.
Negara yang telah memiliki Nursing Board. Mekanisme, prosedur, sistem ujian dan biaya merupakan
hambatan. Belum lagi pengakua dunia internasional terhadap perawat Indonesia. Oleh karena itu,
sesuatu yang ironis ketika banyak negara membutuhkan perawat kita tetapi lembaga yang menjamin
kompetensinya tidak dikembangkan. Kepentingan besar itulah yang saat ini sedang diperjuangkan
oleh PPNI. Usaha yang telah dilakukan PPNI adalah beberapa kali melobi Pemerintah, khususnya
Departemen Kesehatan dan DPR untuk melolosan RUU Praktik Keperawatan menjadi Undang-
Undang. Tetapi upaya itu masih sulit ditembus karena mereka menganggap urgensi RUU ini masih
dipertanyakan. Sementara tuntutan arus bawah demikian kuat.

3.1.5 Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan:

UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan, Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara
lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan
hukum.

UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun
1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi
dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga
kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam
menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu
kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan
pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya
mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini
juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya.
Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini
dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri
karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.

UU Kesehatan No. 14 tahun 1964 tentang Wajib Kerja Paramedis, Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan
bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada
pemerintah selama 3 tahun.

Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud
pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai
negeri juga diberlakukan terhadapnya. UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan
pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam
UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya
bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU
ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis
termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari
kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.

SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979, membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu
paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu
hal yang perlu dicatat disini bahwa tenagabidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori
tenaga keperawatan.

Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, Pemerintah membuat suatu pernyataan


yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan
mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter
dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan
dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan.
Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak
perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit
dan mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi
terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak
diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk
benar-benar melakukannursing care.

SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November


1986 tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point, dalam sisitem ini
dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun
bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah :
Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat
Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini
menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada
pangkat/golongan atasannya

UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi
perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang
standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan
termasuk keperawatan. Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai
acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah: Pertama Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa
tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang
keahlian dan kewenangannya. Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar
profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah, Pasal 53 ayat 4 juga
menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

Tugas pokok dan fungsi Keperawatan dalam RUU Keperawatan

Fungsi Keperawatan

Pengaturan, pengesahan serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik


keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

Tugas Keperawatan

Melakukan uji kompetensi dalam registrasi keperwatan,

Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik keperwatan untuk melindungi masyarakat.

BAB IV

Kesimpulan

Menciptakan persatuan dan kesatuan yang kokoh sesama tenaga keperawatan, meningkatkan
mutu pelayanan dan upaya kesehatan, mengembangkan dan prestasi kerja tenaga keperawatan.

Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melaluikolaborasi dengan system klien dan
tenaga kesehatan lain dalam membrikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan
tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan
berkelompok .

PPNIsebagai organisasi perawat di Indonesia mulai memperjuangkan terbentuknya UU


Keperawatan.

RUU Praktik Perawat, selain mengatur kualifikasi dan kompetensi serta pengakuan profesi
perawat, kesejahteraan perawat, juga diharapkan dapat lebih menjamin perlindungan kepada
pemberi dan penerima layanan kesehatan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai