Anda di halaman 1dari 13

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pioderma Superfisialis

PS adalah infeksi pada kulit yang terjadi dibawah stratum korneum sampai

dermis atau pada folikel rambut.5,6,7 Pada anak-anak PS pada kulit dan aneksa

yang sering dijumpai antara lain impetigo, folikulitis, furunkulosis dan karbunkel.

Pada PS ini jika diagnosis ditegakkan sejak awal dan diberikan terapi adekuat,

infeksi hampir selalu dapat disembuhkan, namun jika diagnosis terlambat dan atau

terapi tidak adekuat, beberapa infeksi mempunyai potensi untuk terjadinya

komplikasi yang serius.8

2.2 Etiologi

Penyebab utama PS adalah kuman Gram positif, yaitu stafilokokus dan

streptokokus, sedangkan sebagian kecil kasus disebabkan oleh kuman Gram

negatif. Beberapa galur kuman yang dianggap penting pada penyakit ini, antara

lain Stafilokokus aureus yang digolongkan ke dalam 3 grup faga utama, yaitu

grup I, II, dan III. Kuman ini merupakan penyebab tersering PS. Genus

streptokokus yang tersering menyebabkan infeksi pada manusia adalah

Streptokokus β-hemolitikus grup A (SBHA). Kuman penyebab Gram negatif

jarang dijumpai, yaitu Pseudomonas aeroginosa, Proteus vulgaris, Proteus

mirabilis, Escherichia, dan Klebsiella.5

5
Universitas Sumatera Utara
6

2.3 Patogenesis

Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan penyakit pioderma: 1,2,5,8

1. Higiene yang buruk dan kondisi iklim yang lembab

2. Penurunan daya tahan tubuh, misalnya karena penyakit menahun, kurang

gizi, penyakit keganasan, penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

3. Adanya penyakit lain di kulit yang menyebabkan terganggunya faktor

perlindungan kulit, misalnya dermatitis, gigitan serangga, trauma kulit,

ulserasi, infeksi jamur dan abrasi kulit minor

Proses kolonisasi kuman pada kulit melibatkan reseptor spesifik terhadap

kuman pada sel pejamu yang akan berikatan dengan adesin, yaitu antigen pada

dinding sel kuman. Komponen utama adesin pada streptokokus dan stafilokokus

adalah techoic acid, sedangkan pada reseptor hospes berupa fibronektin.1,5,11,12

Beberapa keadaan yang berhubungan dengan ketidak utuhan kulit seperti

pada kulit bayi prematur (imaturitas kulit bayi) merupakan salah satu faktor risiko

terjadinya infeksi pada kulit. Selain itu keadaan seperti berat badan lahir rendah,

maserasi, ekskoriasi dan ketidak utuhan sawar epidermal juga merupakan faktor

risiko terjadinya infeksi pada kulit. Apabila terjadi infeksi pada kulit umpamanya

pada penyakit pioderma biasanya tempat masuknya bakteri akan muncul gejala

atau tanda inflamasi.13

2.4 Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Pioderma menggambarkan infeksi di kulit dan folikel rambut. Pioderma

dibedakan menjadi pioderma superfisialis dan profunda. PS oleh stafilokokus

maupun streptokokus terdiri pioderma primer yang terdiri atas beberapa bentuk

klinis, yaitu impetigo, ektima, folikulitis, furunkel dan karbunkel, serta pioderma

Universitas Sumatera Utara


7

sekunder. Sedangkan bentuk profunda terdiri atas limfadenitis, erisepelas,

selulitis, dan ganggren.5

2.4.1 Impetigo

Impetigo merupakan pioderma yang tersering dijumpai, mencapai 50-60%

dari seluruh kasus infeksi kuman kulit pada anak. Impetigo merupakan infeksi

superfisial yang terbatas pada subkorneal epidermis.1,2,5 Terdapat 2 bentuk klinis

impetigo, yaitu bulosa (vesikobulosa) dan nonbulosa (krustosa, kontangiosa).

Impetigo bulosa (IB) disebabkan oleh kuman Stafilokokus aureus. Sedangkan

impetigo nonbulosa biasanya disebabkan oleh Streptokokus β-hemolitikus.1,2,14

IB sering terjadi pada bayi baru lahir, meskipun dapat terjadi juga pada semua

umur. Sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa insiden tahunan dari

impetigo adalah 2.8 % terjadi pada anak-anak usia di bawah 4 tahun dan 1,6%

pada anak - anak usia 5 sampai 15 tahun.2 Impetigo nonbulosa atau impetigo

krustosa meliputi kira-kira 70% dari semua kasus impetigo 1,15

Impetigo nonbulosa terjadi pada anak - anak dari segala usia dan juga pada

orang dewasa. Kulit utuh biasanya resisten terhadap kolonisasi atau

impetiginisasi, mungkin disebabkan ketiadaan reseptor fibronektin untuk gugus

techoic acid pada Stafilokokus aureus dan Streptokokus grup A. Dalam rangkaian

tipikal, Stafilokokus aureus menyebar dari hidung ke kulit normal (kira - kira 11

hari kemudian) dan kemudian berkembang kedalam lesi kulit. Lesi umumnya

muncul pada kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau pada ekstremitas

setelah trauma. Karier Stafilokokus aureus nasal bisa muncul dengan tipe

impetigo sangat terlokalisasi yang terbatas pada lubang hidung anterior dan

daerah bibir didekatnya dimana pruritus atau perih di daerah tersebut merupakan

Universitas Sumatera Utara


8

keluhan umum. Kondisi yang mengganggu integritas epidermis memberikan

jalan masuk impetiginisasi, meliputi gigitan serangga, dermatofitosis epidermal,

herpes simpleks, varisela, abrasi, laserasi dan luka bakar panas.2,16

Lesi awal pada impetigo nonbulosa adalah vesikel atau pustul bersifat

sementara yang dengan cepat berkembang menjadi plak berkrusta berwarna madu

yang bisa berukuran hingga berdiameter lebih besar dari 2 cm. Jika dilepaskan

tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke daerah perifer dan sembuh

di bagian tengahnya. Bisa muncul eritema di sekeliling lesinya. Pada impetigo

nonbulosa tidak dijumpai gejala - gejala konstitusional. Limfadenopati regional

bisa ada hingga pada 90% pasien dengan infeksi berkepanjangan yang tidak

diobati. Bila tidak diobati, lesi bisa membesar secara perlahan-lahan dan dapat

melibatkan tempat - tempat yang baru dalam beberapa minggu. Pada sebagian

pasien, lesi dapat berkembang secara spontan. Pada yang lainnya, lesi bisa

menyebar ke dermis dan dapat membentuk ulkus.1,2,5 Penyakit impetigo non

bulosa dapat didiagnosis banding dengan beberapa penyakit antara lain dermatitis

seboroik, dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, infeksi dermatofita epidermal

dan juga herpes simpleks.2

Pada IB terdapat 3 tipe erupsi kulit yang bisa dihasilkan oleh Stafilokokus

aureus grup faga II terutama strain 77 dan 55, yaitu (1) impetigo bulosa,

(2) penyakit eksfoliasi SSSS, dan (3) erupsi skarlatiniformis non streptokokal

(demam skarlet). Ketiganya merupakan reaksi kulit terhadap toksin eksfoliatif

(eksfoliatin) tipe A dan tipe B yang diproduksi oleh stafilokokus. Toksin

eksfoliatif A bertindak sebagai serin protease dari desmoglein 1, kadherin

desmosomal yang juga merupakan target autoantibodi pada pemfigus foliaseus.2

Universitas Sumatera Utara


9

Dalam sebuah penelitian tentang IB, 51% pasien mempunyai Stafilokokus

aureus secara bersamaan yang dikultur dari hidung atau tenggorokan, dan 79 %

kultur menumbuhkan strain yang sama dari kedua tempat. IB lebih umum terjadi

pada bayi baru lahir dan pada bayi yang lebih besar, dan dicirikan oleh

perkembangan yang cepat vesikel menjadi bula yang lunak. Pada puluhan tahun

silam, IB yang ekstensif ( istilah kuno: pemfigus neonatorum atau penyakit Ritter)

terjadi epidemik di lingkungan ruangan neonatus. Bula biasanya muncul di bagian

kulit yang tampak normal dan tidak dijumpai tanda Nikolsky.1,2

Bula pada awalnya mengandung cairan kuning bening yang selanjutnya

berubah menjadi kuning pekat dan terlihat keruh. Bula ini sifatnya superfisial, dan

dalam satu atau dua hari, bula akan ruptur yang kadang-kadang membentuk krusta

tipis berwarna coklat muda hingga kuning keemasan. Masa inkubasi atau waktu

terkena penyakit ini sampai tampak gejalanya memakan waktu 1 sampai 3 hari.

Hal ini tergantung pada kondisi tubuh pasien. Insiden impetigo ini terjadi hampir

di seluruh dunia dan pada umumnya menyebar melalui kontak langsung. Tempat

predileksi IB ini bisa di ketiak, dada dan punggung, sering bersama - sama dengan

miliaria. Kelainan kulit dapat berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang-

kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga

yang tampak hanya kolaret dan dasarnya masih terlihat eritematosa.1,2,16

Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pewarnaan Gram dari eksudat IB

menunjukkan bentuk kokus Gram-positif dalam kelompok - kelompok

Stafilokokus aureus, termasuk kedalam grup phaga II bisa dikultur dari isi bula

yang utuh. Dari pemeriksaan histologi, pada lesi IB menunjukkan adanya

pembentukan vesikel di daerah subkorneal atau granular, kadang - kadang

Universitas Sumatera Utara


10

dijumpai sel akantolitik didalam lepuh, spongiosis, edema papila dermis, dan

infiltrat yang mengandung campuran limfosit dan neutrofil di sekitar

pembuluh - pembuluh darah pleksus superfisial.1,2 Penyakit IB dapat didiagnosis

banding terhadap beberapa penyakit antara lain dermatitis kontak, pemfigus

vulgaris, pemfigoid bulosa dan eritema multiforme.2,17

Prognosis penyakit IB ini, bila tidak diobati, infeksi invasif dapat

menyebabkan komplikasi impetigo Stafilokokus aureus dengan selulitis,

limfangitis, dan bakteremia, yang bisa menyebabkan osteomilitis, artritis septik,

pneumonitis, dan septikemia. Produksi eksfoliatin bisa menyebabkan SSSS pada

bayi dan pada orang dewasa yang sedang dalam keadaan imunodefisiensi ataupun

pada gangguan fungsi ginjal.2,18,19

A B C D

Gambar 2.1. (A), (B) dan (C) impetigo bulosa, (D) impetigo non

bulosa *Dikutip sesuai dengan kepustakaan nomor 2,8

2.4.2 Folikulitis

Folikulitis adalah pioderma yang berawal di dalam folikel rambut, dan

diklasifikasikan menurut kedalaman invasinya ( superfisial dan dalam). Folikulitis

Universitas Sumatera Utara


11

superfisialis juga disebut impetigo Bockhart, merupakan peradangan yang terbatas

pada muara rambut. Lesi berupa pustul kecil seperti kubah pada lubang muara

rambut, sehingga pada pustulnya sering disertai rambut di tengahnya dan kulit di

sekitarnya tampak kemerahan, tidak mengganggu pertumbuhan rambut dan

rambut tidak mudah dicabut. Penyakit ini cepat meluas ke folikel lain disertai rasa

gatal dan kadang - kadang agak sakit. Tempat-tempat yang sering dikenai adalah

daerah ekstremitas terutama ekstensor, bokong, muka terutama perioral dan kulit

kepala.2,5,17,20

Folikulitis profunda gambaran klinisnya sama seperti folikulitis

superfisialis, hanya saja teraba infiltrat di subkutan dan letaknya lebih dalam.

Contohnya “sikosis barbae” yang berlokasi di bibir atas dan dagu. Jika tidak

diobati, lesi bisa menjadi lebih dalam letaknya dan kronis.5,14,18 Faktor pemicu

folikulitis ini meliputi lingkungan yang lembab, higiene yang buruk, maserasi,

drainase dari luka dan abses. Folikulitis bisa menjadi kronis dimana

folikel - folikel rambut banyak dan letaknya dalam pada kulit. Pada Pewarnaan

Gram dan kultur pus biasanya dapat mengidentifikasi organisme penyebab.

Organisme penyebab paling umum adalah Stafilokokus aureus.1,2,4,21

2.4.3 Furunkel dan Karbunkel

Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih daripada

satu disebut furunkulosis. Furunkel relatif jarang ditemukan pada awal kanak-

kanak tetapi insidensnya meningkat pada dewasa, terutama yang tinggal di

lingkungan padat dengan higiene yang buruk. Furunkel dimulai dengan nodul

kecil berwarna kemerahan, keras dan sakit, kemudian dalam beberapa hari akan

bertambah besar terjadi fluktuasi, pustul dan nekrosis di bagian tengahnya.

Furunkel muncul sebagai papul dan papulonodul perifolikuler akut dan terasa

Universitas Sumatera Utara


12

nyeri, paling sering ditemukan di leher, wajah, bokong, ketiak dan pada lipat paha.

Rasa nyeri bervariasi, makin akut dan besar makin terasa nyeri, rasa nyeri lebih

hebat apabila terjadi pada hidung atau pada liang telinga luar.5,9,19 Lesi dapat

tunggal atau multipel dan cenderung berkelompok, kadang - kadang dapat disertai

demam dan gejala konstitusi ringan. Selanjutnya sering terjadi ruptur pada mata

bisul dan mengeluarkan pus, setelah itu tanda peradangan akan berkurang dalam

beberapa hari sampai beberapa minggu. Kemudian akan menyembuh

meninggalkan bercak berwarna violet dan akhirnya dapat menjadi jaringan parut

yang permanen.1,2,22 Faktor pemicu yang dapat menyebabkan furunkulosis antara

lain higiene yang buruk, hiperhidrosis, obesitas, diabetes, seboroik, anemia, gizi

buruk dan keadaan imunodefisiensi. Furunkulosis dapat di diagnosis banding

terhadap beberapa penyakit diantaranya dengan akne kistik, kerion, dan

hidradenitis supurativa.2,23

Karbunkel adalah kumpulan dari dua atau lebih furunkel, merupakan nodul

yang kemerahan, nyeri tekan, pada awalnya keras, lebih dalam dan lebih nyeri

dibanding furunkel. Di tengah lesi timbul kawah ireguler berwarna abu-abu

kekuningan yang dapat sembuh perlahan dengan membentuk jaringan granulasi.

Sering tampak jaringan parut permanen pada penyembuhan. Dapat dijumpai lebih

dari satu mata, tempat bermuaranya abses. Lokasi yang sering terkena ialah di

tengkuk, pundak, bokong dan paha. Tidak jarang disertai keluhan demam dan

malaise.1,5,9,24 Karbunkel umumnya terjadi pada kelompok umur yang lebih tua

daripada furunkel.2,25,26

Universitas Sumatera Utara


13

Gambar 2.2. Klasifikasi penyakit infeksi bakteri pada folikel rambut

*Dikutip sesuai dengan kepustakaan nomor 6

2.4.4 Ektima

Ektima ialah ulkus superfisial dengan krusta di atasnya yang disebabkan

infeksi oleh infeksi streptokokus. Ektima biasanya terjadi pada impetigo yang

dibiarkan tidak diobati sehingga menjadi lebih dalam melewati epidermis,

membentuk ulkus dangkal yang berkrusta. Ektima biasanya terdapat pada

ekstremitas bawah.1,5,6 Ulkus mempunyai gambaran ‘punch out” saat krusta kotor

kuning keabuan dan bahan purulen dibersihkan. Tepi ulkus berindurasi, meninggi,

dan keunguan dengan dasar jaringan granulasi yang meluas sampai ke dermis.

Ektima yang tidak diobati dapat meluas dalam beberapa minggu sampai beberapa

bulan mencapai diameter 2 - 3 cm atau lebih, lesi menyembuh secara lambat dan

memerlukan pengobatan antibiotik selama beberapa minggu.5,9,22,27

Lesi ektima bisa berkembang dari pioderma primer atau didalam

dermatosis yang sudah ada sebelumnya. Ektima ganggrenosum adalah ulkus yang

disebabkan Pseudomonas aeruginosa dan mirip dengan ektima stafilokous atau

streptokokus.1,23,24 Ektima paling umum terjadi pada ekstremitas bawah anak-

anak, atau pasien lansia yang diabaikan, atau pada penderita diabetes melitus.

Higiene yang buruk dan kelalaian merupakan unsur-unsur pokok dalam

patogenesisnya.2,21,25,28

Universitas Sumatera Utara


14

Laporan dari beberapa penelitian menyatakan hampir 85% kasus ektima

diakibatkan oleh streptokokus grup A, peneliti lain mendapatkan Stafilokokus

aureus 66%, dan peneliti lain menemukan infeksi campuran oleh keduanya.

Gambar 2.3. Penyakit infeksi kulit ektima


*Dikutip sesuai dengan kepustakaan nomor 8

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan diagnosis klinis dapat dilakukan pemeriksaan

pewarnaan Gram serta biakan dan kepekaan kuman terhadap antibiotika.

Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan karena diagnosis dapat ditegakkan dengan

gambaran klinis. Pemeriksaan biakan dan kepekaan kuman dilakukan untuk

mendapatkan pilihan obat pada kasus yang tidak responsif terhadap terapi

konvensional. Bahan pemeriksaan diambil dari apusan (swab) lesi atau eksudat.

Pada pewarnaan Gram akan dijumpai kokus Gram - positif, tersususn berbentuk

rantai atau berkelompok seperti anggur (cluster).5,27,28 Pemeriksaan uji kepekaan

antibiotika menjadi sangat penting untuk pengobatan penyakit infeksi.

Pemeriksaan ini berguna sebagai pedoman klinisi untuk memilih antibiotika yang

tepat dan data epidemiologi resistensi kuman di suatu daerah. Pemilihan

antibiotika yang digunakan bergantung penggunaan di tiap daerah.5,26,29

Universitas Sumatera Utara


15

2.6 Pengobatan

Tujuan pengobatan pioderma adalah menghilangkan kuman penyebab

sehingga dapat sembuh dengan cepat dan mencegah penyebaran penyakit.

Pemilihan terapi antibiotika oral atau topikal bergantung pada pengalaman dokter,

cara yang lebih disukai pasien, dan pola resistensi kuman. Perawatan kulit

meliputi membersihkan, mengangkat krusta, dan melakukan kompres basah

sebelum pengolesan antibiotika akan mempercepat penyembuhan.5,6,21,30

Secara umum untuk lesi yang terbatas tanpa komplikasi diberikan terapi

topikal. Antibiotika topikal pilihan pertama yang sering digunakan adalah

golongan asam fusidat, mupirosin, dan neomisin-basitrasin, atau antiseptik

topikal. Pada anak umumnya pemberian obat topikal lebih nyaman dibandingkan

pemberian secara oral. Sebaiknya dihindari pemakaian antibiotika topikal yang

bersamaan dengan sistemik untuk mencegah resistensi dan sensitisasi. Pada kasus

tertentu dan untuk dapat membunuh kuman dapat diberikan antibiotika sistemik

golongan penisilin, eritromisin, dan sefalosporin.1,5,28,31

Pengobatan untuk impetigo non bulosa jika krusta sedikit, dilepaskan dan

diberi salap antibiotika. Kalau banyak diberikan juga antibiotika sistemik.

Pengobatan IB jika terdapat hanya beberapa vesikel/bula, dipecahkan lalu diberi

salap antibiotika atau cairan antiseptik. Jika banyak dapat diberikan juga

antibiotika sistemik.24 Pengobatan topikal untuk penyakit impetigo sebagai lini

pertama dapat diberikan mupirosin dan asam fusidat. Pengobatan sistemik sebagai

lini pertama dapat diberikan diklosasilin, gabungan asam klavulanat dan

amoksisilin dan juga dapat diberikan antibiotika sephaleksin, sedangkan sebagai

lini kedua (alergi penisilin) dapat diberikan azitromisin, klindamisin dan

Universitas Sumatera Utara


16

eritromisin. Pengobatan terhadap folikulitis dapat diberikan antibiotika sistemik

dan topikal, juga harus diatasi yang menjadi faktor predisposisinya.2,7,23,32

Pengobatan untuk furunkel, karbunkel jika sedikit cukup dengan antibiotika

topikal saja. Jika banyak dapat digabung dengan antibiotika sistemik. Jika

berulang-ulang terjadi furunkulosis atau karbunkel harus dicarikan yang menjadi

faktor predisposisinya tersebut.4,6,24,33 Sedangkan untuk ektima jika terdapat

sedikit, krusta dapat diangkat lalu diolesi dengan salap antibiotika dan jika banyak

dapat juga diobati dengan antibiotika sistemik.2,7,22,26,34

Universitas Sumatera Utara


17

2.7 Kerangka Teori

Kulit yang
normal

Faktor endogen Faktor eksogen

• Malnutrisi dan • Infeksi oleh Stafilokokus

PS pada dan Streptokokus


immunodifisiensi
Bayi dan • Dermatitis
• Penyakit menahun Anak • Hiegine yang buruk

• Penyakit keganasan • Kondisi iklim yang lembab

• Gigitan serangga
• Penggunaan
• Trauma kulit
kortikosteroid
• Ulserasi
jangka panjang
• Infeksi jamur dan virus
• Imaturitas kulit bayi • Abrasi kulit minor

• Keadaan pruritus yang

disertai garukan

Gambar 2.4. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai