Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH

5 TEORI KEPEMIMPINAN DALAM KAITANYA DENGAN

BERFIKIR SISTEM KESMAS

MK : ANTI KORUPSI

DOSEN : Abdul Rahman Tuasikal., M.SI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VI

1. Yuni Salma Launuru 6. Yurniati Kolaki


2. Yuniarti Maasily 7. Nurlulu Ely
3. Anggreny Unbekna 8. Wati Rahayaan
4. Carolina Souripet 9. Hamyana Wanci
5. Siti Amelia

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN

STIKES MALUKU HUSADA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya,
saya dapat menyelesaikan tugas besar makalah yang berjudul “5 teori kepemimpinan dalam
kaitannya dengan berfikir kesmas” di mata kuliah anti korupsi.

Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen yang telah memberikan materi
selama kuliah berlangsung. Kami juga berterima kasih kepada teman-teman yang memberikan
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung.

Tentunya kami berharap dapat memenuhi apa yang menjadi tugas kami melalui makalah
ini, juga telah bermanfaat bagi kami sendiri karena menambah ilmu pengetahuan kami.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu
kami berharap kritik dan saran yang membangun dari dosen terkait, guna menyempurnakan
tugas makalah yang kami buat ini.

Ambon, 3 Juli 2019


Penulis

Kelompok VI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepemimpinan memainkan peranan yang penting dalam organisasi. Berhasil
tidaknya suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh sumber daya yang ada dalam
organisasi tersebut. Di samping itu faktor yang sangat berperan penting adalah faktor
kepemimpinan. Peran utama kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapka. Pengembangan organisasi merupakan suatu kegiatan
mengadakan perubahan secara berencana yang mencakup suatu diagnosa secara sistematis
terhadap organisasi. Seorang pemim pin harus ikut aktif dalam mengatur pelaksanaan
kegiatan usaha pengembangan organisasi. Keberhasilan kegiatan usaha pengembangan
organisasi sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinannya atau pengelola dan
komitmen pimpinan pucuk organisasi. Kepemimpinan merupakan suatu hal yang
seharusnya dimiliki oleh pemimpin organisasi. Efektivitas seorang pemimpin ditentukan
oleh kepiawaiannya mempengaruhi dan mengarahkan para anggotanya. tentunya pihak
pimpinan harus mempunyai kemampuan dalam mengelola, mengarahkan, mempengaruhi,
memerintah dan memotivasi bawahannya untuk memperoleh tujuan yang diinginkan oleh
perusahaan.Di dalam mengelola karyawan yang ada dalam perusahaan harus diciptakan
suatu komunikasi kerja yang baik antara atasan dan bawahan agar tercipta hubungan kerja
yang serasi dan selaras. Dengan meningkatnya semangat dan kegairahan kerja para
karyawan tersebut diharapkan akan mencapai prestasi yang tinggi di bidang pekerjaan
mereka masing-masing sehingga tujuan perusahaan akan tercapai dengan hasil yang
memuaskan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja teori kepemimpinan itu ?
2. Bagaimana teori kepemimpinan dalam kaitannya dengan berfikir sistemkesmas?
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Teori Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok
untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang
tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya1
Banyak ahli mengemukakan pendapat dan teorinya tentang kepemimpinan. Teori
yang mereka kemukakan berneka ragam. Keragaman itu disebabkan antara lain oleh tiga hal.
Pertama, teori dirumuskan berdasarkan bukti empiris atau hasil penelitian. Kedua,
perbedaan sudut pandang para ahli mengenai manusia organisasi. Ketiga, hakikat dan
substansi tugas yang dilaukan dan kerangka praktek kepemimpinan itu. Berikut ini disajikan
beberapa pendapat tentang teori kepemimpinan2.

1. Teori Sifat (Traits Theory)


Pendekatan ini menekankan pada sifat pemimpin seperti kepribadian, motivasi,
nilai, dan keterampilan. Yang mendasari pendekatan ini adalah asumsi bahwa beberapa
orang mempunyai bakat memimpin yang memiliki ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh
orang lain. Teori kepemimpinan yang paling awal menyatakan bahwa kenerhasilan
manajerial disebabkan oleh kemampuan luar biasa seperti memiliki energi yang tidakk
kenal lelah, intuisi kepengelolaan, pandangan masa depan, dan kekuatan untuk
membujuk yang tidak dapat ditolak3.
Teori ini mempercayai bahwa pemimpin memiliki cara yang bervariasi karena
mereka memiliki karakteristik atau disposisi yang sudah melekat dalam dirinya. Teori
tentang analisis kepemimpinan berdasarkan ciri yang dalam bahasa inggris dikenal
dengan "traits theory" memberi petunjuk bahwa ciri-ciri ideal tersebut ialah:
a. Pengetahuan umum yang luas

1
Sudarwan Danim. 2012. Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta. hlm 55-56
2
Sudarwan Danim. 2012,... hlm 68
3
Gary Yukl. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Indeks. hlm 13-14
b. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang
c. Sifat inkuisitif
d. Kemampuan analitik
e. Daya ingat yang kuat
f. Kapasitas integratif
g. Keterampilan berkomunikasi secara efektif
h. Keterampilan mendidik
i. Rasionalitas
j. Objektivitas
k. Pragmatisme
l. Kemampuan menentukan skala prioritas
m. Kemampuan membedakan yang urgen dan yang penting
n. Rasa tepat waktu
o. Rasa kohesi yang tinggi
p. Naluri relevansi
q. Keteladanan
r. Kesediaan menjadi pendengar yang baik
s. Adaptabilitas
t. Fleksibilitas
u. Ketegasan
v. Keberanian
w. Orientasi masa depan
x. Sikap yang antisipatif4.

Teori kepemimpinan berdasarkan ciri-ciri ternyata tidak bebas dari kelemahan


tertentu, yang terpenting di antaranya ialah adanya asumsi bahwa jika seseorang
pemimpin memiliki ciri-ciri tersebut, ia dengan sendirinya akan menjadi pemimpin
yang efektif. Tidak demikian halnya dengan teori kepemimpinan berdasarkan ciri-ciri
terlalu menekankan pandangan bahwa bakat yang dibawa sejak lahir merupakan
jaminan keberhasilan seseorang menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannya.

4
Sondang P. Siagian. 2003. Teori Dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta, hlm 75-76
Kelemahan lain dari teori kepemimpinan berdasarkan ciri-ciri ialah adanya
anggapan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dialihkan in toto dari satu
situasi organisasional ke situasi organisasional yang lain dengan tingkat keberhasilan
yang sama. Dengan kata lain, terdapat pandangan bahwa keberhasilan seseorang
memimpin satu organisasi sudah merupakan jaminan mutlak untuk keberhasilannya
memimpin organisasi yang lain, meski pun tujuan, misi, fungsi, sasaran, dan
kegiatannya berbeda5.

2. Teori Perilaku (Behaviors Theory)

Teori perilaku berusaha untuk mengidentifikasi perilaku-perilaku pemimpin.


Bila perilaku pemimpin ada perbedaan yang berarti jika dibandingkan dengan perilaku
yang dipimpin, maka kepemimpinan akan dapat diajarkan. Bila kepemimpinan bisa
diajarkan, maka pasokan pemimpin bisa diperbesar. Pendekatan ini menekankan bahwa
pemimpin dan manager secara nyata bekerja untuk pekerjaan dan hubungan keefektifan
managerial6.

Perbedaan yang paling mendasar antara teori karakter dan teori perilaku adalah
terletak pada asumsi yang mendasarinya. Jika teori karakter yang benar, maka pada
dasarnya kepemimpinan dibawa dari lahir. Sedangkan jika teori perilaku yang benar,
maka kepemimpinan bisa diajarkan atau ditanamkan7.

3. Teori Situasional (Situasional/Contingency Theory)

Salah satu model kepemimpinan yang paling banyak digunakan dewasa ini
adalah yang berdasarkan teori situasional yang dikembangkan oleh paul harsey dan ken
blanchard. Teori ini terkadang disebut "teori kontijensi" kepemimpinan. Teori ini
sangat menarik untuk didalami karena paling sedikit tiga alasan, yaitu: penggunaannya

5
Sondang P. Siagian. 2003,... hlm 118-119

6
Gary Yukl. 1989. Managerial Leadership: A Review of Theory and Research. Journal of Management Vol 15 No 2
7
Fridayana Yudiaatmaja. 2013. Kepemimpinan: Konsep, Teori Dan Karakternya. Universitas Pendidikan Ganesha.
Jurnal Media Komunikasi Fis Vol 12, No 2
yang meluas, daya tariknya secara intuitif dan karena tampaknya didukung oleh
pengalaman didunia nyata.

Pendekatan situasional menekankan pentingnya faktor kontekstual yang


mempengaruhi proses kepemimpinan8. Berbagai faktor situasional yang ditemukan
berpengaruh pada gaya kepemimpinan tertentu, antara lain ialah:

a. Kompleksitas tugas yang harus diselenggarakan,


b. Jenis pekerjaan, misalnya apakah bersifat rutin atau inovatif,
c. Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan,
d. Persepsi, sikap dan gaya yang digunakan oleh para pejabat pemimpin yang
menduduki hirarki jabatan yang lebih tinggi,
e. Norma-norma yang dianut oleh kelompok kerja yang berada di bawah pimpinan
yang bersangkutan,
f. Rentang kendali yang paling tepat untuk diterapkan,
g. Ancaman yang datang dari luar organisasi yang mesti dihadapi, misalnya dalam
bentuk persaingan bagi suatu organisasi niaga,
h. Tingkat stress yang mungkin timbul sebagai akibat beban tugas, tingkat tanggung
jawab, desakan waktu dan faktor-faktor lainnya yang dapat menimbulkan
ketegangan,
i. Iklim yang terdapat dalam organisasi9.

Pada intinya teori ini menekankan bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang


tergantung pada dua hal, yaitu pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk
menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa (kedewasaan) para bawahan
yang dipimpin. Dua dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam teori ini ialah
perilaku seorang pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan
hubungan atasan-bawahan. Tergantung pada orientasi tugas kepemimpinan dan sifat
hubungan atasan dan bawahan yang digunakan, gaya kepemimpinan yang timbul apat
mengambil empat bentuk, yaitu:

8
Gary Yukl. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Indeks, hlm 15
9
Sondang P. Siagian. 2003. Teori Dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta, hlm 129
a. Memberitahukan

Jika seorang pemimpin berperilaku memberitahukan, hal ini berarti bahwa


orientasi tugasnya dapat dikatakan tinggi dan digabung dengan hubungan atasan-
bawahan yang tidak dapat digolongkan sebagai akrab, meskipun tidak pula
digolongkan sebagai hubungan yang tidak bersahabat. Dengan kata lain, perilaku
pemimpin terwujud dalam gaya yang bersifat direktif.

b. "Menjual,"

Jika seorang pemimpin berperilaku "menjual" berarti bertitik tolak dari


orientasi perumusan tugasnya secara tegas digabung dengan hubungan atasan-
bawahan yang bersifat intensif.

c. Mengajak bawahan berperan serta

Perilaku pimpinan dalam hal demikian ialah orientasi tugas yang rendah
digabung dengan hubungan atasan-bawahan yang intensif. Artinya, pimpinan hanya
memainkan peranan selaku fasilitator untuk memperlancar tugas para bawahan yang
antara lain dilakukannya dengan menggunakan saluran komunikasi yang ada secara
efektif.

d. Melakukan pendelegasian.

Seorang pemimpin dalam menghadapi situasi tertentu dapat pula


menggunakan perilaku berdasarkan orientasi tugas yang rendah digabung dengan
intensitas hubungan atasan-bawahan yang rendah pula10.

4. Teori Otokratis dan Pemimpin Otokratis


Kepemimpinan dalam teori ini didasarkan atas perintah-perintah, paksaan, dan
tindakan-tindakan yang abitter (sebagai wasit). Pemimpin selalu melakukan pengawasaa
pengawasan yang ketat agar semua pekerjaan berlangsung secara efesien. Pemimpin

10
Sondang P. Siagian. 2003. Teori Dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta, hlm 139-140
pada teori ini disebut otoktar keras karena mempunya sifat tepat, seksama,sesuai dengan
prinsip namun keras dan kaku. Pemimpin tersebut tidak akan mendelegasikan otoritas.

5. Teori Psikologis
Teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan dan
mengembangkan sistem motivasi terbaik untuk merangsang kesediaan bekerja para
anak buahnya guna mencapai sasaran-sasaran organisatoris maupun untuk memenuhi
tujuan-tujuan pribadi. Pemimpin pada teori ini mementingkan aspek-aspek psikis
manusia seperti pengakuan, martabat, status sosial, kepastian emosional, dan lain-lain11.
Penganut teori ini merumuskan tesis leader are made, pemimpin itu dapat
diciptakan atau dipersiapkan secara khusus, musalnya melalui pendidikan dan
pelatihan12.

6. Teori Sosiologis
Kepemimpinan dianggap sebagai usaha untuk melancarkan antar relasi dalam
organisasi dan sebagai usaha untuk menyelesaikan setiap konflik organisatoris antara
para pengikutnya agar tercapai kerja sama yang baik. Pemimpin menetapkan tujuan-
tujuan dengan menyertakan para pengikutnya dalam pengembilan keputusan terakhir.
Selanjutnya, pemimpinjuga mengidentifikasi tujuan, dan kerap kali memberikan
petunjuk yang diperlukan bagi para pengikut untuk melakukan setiap tindakan yang
berkaitan dengan kepentingan kelompoknya.

7. Teori Suportif
Menurut teori ini, para pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja
dengan penuh gairah, sedangkan pemimpin akan membimbing dengan sebaik-baiknya
melalui kebijakan tertentu. Teori suportif ini biasa dikenal dengan teori partisipatif atau
teori kepemimpinan demokratis.

11
Kartini Kartono. 2008. Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah kepemimpinan abnormal itu?. Jakarta: Rajawali
Press, hlm 71-79
12
Sudarwan Danim. 2012. Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta, hlm 57
8. Teori Laissez Faire
Pemimpin pada teori ini sebenarnya tidak mampu mengurus, dan menyerahkan
tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahannya. Pada teori ini, pemimpin adalah
seorang ketua yang bertindak sebagai simbol, dan biasanya tidakmemiliki ketarampilan
teknis.

9. Teori Kelakuan Pribadi


Kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau
pola kelakuan para pemimpinnya. Pemimpin dalam kategori ini harus mampu
mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk suatu masalah. Masalah sosial itu
tidak akan pernah identik sama didalamruntunan waktu yang berbeda.

10. Teori Sifat Orang-Orang Besar


Cikal bakal seorang pemimpin dapat diprediksi dan dilihat dengan melihat sifat,
karakter, dan perilaku orang-orang besar yang tersebut sudah sukses dalam menjalankan
kepemimpinannya. Dengan demikian, ada beberapaciri-ciri unggul sebagai predisposisi
yang diharapkan akan dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memiliki inteligensi,
memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif, memiliki kepercayaan diri,
peka, kreatif, mau memberikan partisipasi sosial yang tinggi dan lain-lain.

11. Teori Humanistik / Populistik


Fungsi kepemimpinan manurut teori ini yaitu merealisasi kebebasan manusia
dan memenuhi setiap kebutuhan insani yang dicapai melalui interaksi pemimpin dengan
rakyat. Untuk melakukan hal ini, perlu adanya organisasi yang baik dan pemimpin mau
memperhatikan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Organisasi tersebut berperan sebagai
sarana untuk melakukan kontrol sosial agar pemerintahan melakukan fungsinya dengan
baik, serta memerhatikan lemampuan dan potensi rakyat13.

13
Kartini Kartono. 2008. Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah kepemimpinan abnormal itu?. Jakarta: Rajawali
Press, hlm 71-79
12. Kepemimpinan Transaksional
Moos dan Huber (2007) menyatakan bahwa istilah “kepemimpinan
transaksional” telah dilaksanakan untuk konsep kepemimpinan alam semesta.
Kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan serta
ditetapkan dengan jelas peran dan tugas-tugasnya. Kepemimpinan transaksional
digambarkan sebagai mempertukarkan sesuatu yang berharga untuk yang lain antara
pemimpin dan karyawan (Contingen Riward), intervensi yang dilakukan oleh pemimpin
dalam proses organisasional dimaksudkan untuk mengendalikan dan memperbaiki
kesalahan yang melibatkan interaksi antara pemimpin dan kakitanganya bersifat pro
aktif.
Prinsip utama dari kepemimpinan transaksional adalah mengkaitkan kebutuhan
individu dengan yang diinginkan kemimpin untuk semua penghargaan yang diinginkan
dari bawahannya sehingga memungkinkan adanya peningkatan motivasi staf. Karena
itu, dapat disimpulkan bahwa pemimpin transaksi hakikatnya adalah menekankan
bahwa perlunya seseorang pemimpin menentukan apa yang harus dilakukan karyawan
untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin transaksional juga cenderung
memfokuskan diri pada solusi tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar staf
melakukan tanggung jawab mereka, para pemimpin transaksional sangat tergantung
pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman pada bawahannya.

13. Kepemimpinan Transformasional


Proses begitu cepat dan luas menuntut perubahan bahwa “perubahan dan
perbaikan” dilakukan sebagai sebuah proses yang berkelanjutan, sehingga konsep
kepemimpinan yang berbeda diperlukan. Kepemimpinan transformasional dianggap
menunjukkan jalan. Pemimpin transformasional tidak hanya mengelola struktur dan
tugas, tetapi berfokus pada orang-orang yang membawa mereka kerjasama dan
berkomitmen. Mereka mencoba untuk secara aktif mempengaruhi “budaya” dari sekolah
sehingga memungkinkan untuk lebih merangsang kerjasama, koherensi dalam belajar dan
bekerja lebih bebas.
Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa pemimpin transformasional merupakan
pemimpin yang kharismatik dan memiliki peran sentral dan strategis dalam membawa
organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional ini harus memiliki
kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan kakitanganya, serta
mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang
mereka butuhkan.
Bass dan Avolio, mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional
memiliki empat dimensi yang disebutnya sebagai “The Four Is”:
a. Perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati
sekaligus mempercayai (pengaruh ideal).
b. Pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu
mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi karyawan (motivasi-
inspirasi)
c. Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan
solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi staf (stimulasi
intelektual).
d. Pemimpin transformasional dilihat sebagai seorang pemimpin yang mau
mendengarkan dengan penuh perhatian masukkan-masukkan staf dan secara khusus
memperhatikan kebutuhan- kebutuhan staf akan pengembangan karir (konsederasi
individu).
Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah kemampuan
seorang pemimpin untuk memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang
individukan dan yang memiliki kharisma14.

B. Hubungan Teori Kepemimpinan Dalam Kaitanya dengan berfikir kesmas

Peran kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam menjalankan suatu tugas sebagai


tenaga kesehatan di bidang kesehatan masyarakat. Peran yang pertama yaitu sebagai peran
antar pribadi (interpersonal) di mana seorang pimpinan dan anggota sebuah tim di
lingkungan masyarakat harus lebih banyak melakukan komunikasi kepada masyarakat di
daerah yang dituju agar keberadaanya dapat diterima di lingkungan masyarakat tersebut.

14
Subarino, kk. 2011. Kepemimpinan Integratif: Sebuah Kajian Teori. Jurnal Manajemen Pendidikan No. 01/Th VII
Sebagai contoh peran antarpribadi di pedalaman desa yang sebelumnya kurang
mendapat perhatian kesehatan di bidang medis seperti kurangnya tenaga kesehatan terlatih
dan terdidik di lingkungannya selama ini. Maka akan sangat sulit bagi suatu kelompok
masyarakat tersebut untuk menerima kedatangan tim kesehatan yang berasal dari
pendidikan formal kesehatan utnuk mensosialisasikan upaya pengarahan mengenai
kesehatan masyarakat kepada kelompok di desa tersebut untuk meningkatkan kualitas
hidupnya.
Hal itu terjadi karena proses masuknya tim kesehatan ini akan mulai merubah
budaya di lingkungan masyarakat tersebut. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan keberadaan
pimpinan dan anggota dengan peran interpersonal di dalam tim kesehatan tersebut untuk
mengupayakan komunikasi yang baik antara tim kesehatan dengan masyarakat desa untuk
mewujudkan tujuan bersama.
Setelah masyarakat desa tersebut dapat menerima keberadaan tim kesehatan
beserta tujuan mereka untuk diimplikasikan di dalam kehidupan masyarakat desa maka
seluruh anggota di tim tersebut dapat memerankan diri sebagai sosok informational dalam
mengupayakan pemberian informasi kesehatan secara optimal kepada masyarakat yang
sesuai dengan kebiasaan di desa tersebut. Hal itu dapat memudahkan tim kesehatan dalam
menerapkan kebiasan baru yang mengubah kebiasaan asli masyarakat desa tersebut di
bidang kesehatan masyarakat di dalam, sehingga upaya pencapaian peningkatan kualitas
hidup di kelompok tersebut dapat dengan mudah tercapai. Terutama pimpinan yang berada
di fase ini memiliki peran penting dalam upaya pemberian informasi hingga penerapannya
di dalam masyarakat tersebut.
Hal itu diwujudkan dalam pentingnya menjaga hubungan yang baik antara
masyarakat desa dengan tim kesehatan agar penyaluran informasi dan pengubahan
kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan dapat berjalan dengan lancar serta
menjadi penghubung antara masyarakat desa dengan tim kesehatan dalam menyampaikan
informasi yang bersifat personal agar meminimalisasikan terjadinya kesalahan dalam
komunikasi (miss communication) yang dapat berdampak pada kegagalan dalam
perwujudan peningkatan kualitas hidup masyarakt di desa tersebut.
Pimpinan dan anggota dalam tim juga berperan sebagai orang-orang yang
bermusyawarah dengan pimpinan sebagai sosok yang berperan dalam pengambil
keputusan dan sebagai pemecah masalah dalam setiap kegiatannya sejak awal masuk ke
dalam lingkungan masyarakat tersebut hingga perlahan mulai keluar dari lingkungan
masyarakat dan memantau secara tidak langsung terhadap kemajuan perkembangan
kesehatan masarakat di desa tersebut.
Pengambilan keputusan ini juga sudah mulai diwujudkan saat seseorang di dalam
suatu tim kesehatan memutuskan untuk menjadi seorang pimpinan didalamnya.
Keputusan-keputusan dengan disadari maupun tidak selalu berada di pemikiran tiap
anggota tim kesehatan termasuk pada pimpinan tim tersebut.
Pengambilan keputusan merupakan proses yang melibatkan logika dan akal
pikiran. Pendekatan dapat digunakan sebagai metode logika dalam pengambilan keputusan.
Terdapat dua pendekatan yang dapat membantu pemimpin kesehatan masyarakat dalam
pengambilan keputusan.
Pendekatan Pertama, dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dan
mengidentifikasi isu kesehatan. Mengidentifikasi masalah adalah hal penting untuk
memahami masalah dengan jelas. Mengetahui isu dan mampu memprioritaskan mana yang
penting untuk terlebih dahulu dipecahkan adalah hal yang perlu diketahui dalam
pengambilan keputusan. Bagian dari proses identifikasi masalah adalah untuk
mengevaluasi informasi dan membedakan antara informasi faktual, informasi dapat
disimpulkan, spekulasi, dan asumsi.
Pendekatan Kedua, seorang pemimpin dapat memahami konteks keputusan atau
kekuatan eksternal yang mempengaruhi seluruh aspek kesehatan masyarakat. Aspek
tersebut mencakup politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya, teknologi, kompetitif, serta
isu kesehatan. Pemimpin dalam kesehatan masyarakat harus memahami aspek tersebut
secara menyeluruh dan menganalisis dengan obyektif kekuatan maupun kelemahan internal
organisasi. Selain itu pemahaman juga diperlukan dalam memahami budaya dari
organisasi, termasuk misi dan tujuan.
Kesehatan masyarakat merupakan upaya terorganisir untuk membuat orang sehat
dalam masyarakat yang sehat. Hal itu diupayakan melalui organisasi dan kepemimpinan
untuk membuat perubahan dalam kesehatan masyarakat. Dengan demikian penting untuk
mengidentifikasi peran pengambilan keputusan (analisis kasus) dalam sebuah kasus. Proses
logis yang perlu dilibatkan dalam analisis kasus adalah:
1. Pemahaman organisasi dan konteks keputusan.
2. Penjelasan definisi masalah dan peluang.
3. Penghasilan dari program alternatif tindakan.
4. Penyusunan analisis, evaluasi, dan rekomendasi program.
5. Perumusan kegiatan untuk melaksanakan rekomendasi.
Dalam manajemen kesehatan, seorang manajer harus menerapkan ciri
kepemimpinan, karena dalam kesehatan, fokus utama adalah melakukan pembangunan
kesehatan yang berkaitan dengan perilaku hidup sehat. Dalam membangun perilaku hidup
sehat, melibatkan perilaku individu dan keseluruhan masyarakat. Panutan diperlukan untuk
mengubah perilaku hidup seseorang menuju perilaku hidup sehat sehingga pembangunan
kesehaan dapat terwujud. Panutan adalah seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan,
sehingga dapat mempengaruhi orang lain untuk menerapkan perilaku hidup sehat. Sebagai
seorang pemimpin yang bisa menjadi panutan, sebaiknya bisa menerapkan program yang
disusun pada dirinya sendiri, kemudian akan menjadi panutan atau teladan bagi
pengikutnya (follower), dan pada akhirnya akan berkembang dalam kehidupan masyarakat
luas. Begitu pula yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin kesehatan masyarakat
dalam menyikapi isu kesehatan.
Ada banyak isu kesehatan dalam kehidupan sehari-hari yang menerapkan
relevansi teori kepemimpinan di dalam bidang kesehatan. Contoh pertama, penerapan 10
pokok perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Jawa Timur. Jawa Timur dikategorikan
sebagai provinsi yang sudah tinggi kualitas kesehatan di dalamnya. Namun masih saja
dapat dijumpai di beberapa kecamatan yang berada di kabupaten dalam provinsi Jawa
Timur yang masih belum mengerti mengenai 10 poin pokok PHBS. Salah satunya yaitu
ketersediaan jamban. Pada kelurahan X kabupaten Pasuruan, Jawa Timur masih terdapat
masyarakat yang belum memahami arti penting dari ketersediaan MCK di rumah dengan
standar yang sesuai seperti ketersediaan air bersih sebagai penunjangnya. Sehingga
masyarakat di kecamatan tersebut cenderung masih memanfaatkan keberadaan saluran air
di depan rumah yang lebar sebagai tempat untuk melakukan aktivitas mandi dan
menjadikan tempat tersebut sebagai kakus. Saluran air tersebut memiliki kedalaman sekitar
2 meter dengan pemberian selambu dari sarung yang dibentuk menyerupai bilik dengan
bagian atas terbuka sebagai tempat mereka untuk melakukan kegiatan membersihkan diri
dan membuang kotoran (buang air besar atau buang air kecil). Bukan hanya itu, air yang
mereka manfaatkan yaitu air saluran tersebut yang notabene kotor dan merupakan air sisa
pembuangan dari tetangga-tetangga yang melakukan aktivitas yang sama. Padahal
masyarakat di kecamatan tersebut rata-rata memiliki jamban di rumah mereka masing-
masing namun mereka tidak memiliki ketersediaan air bersih di dalamnya dikarenakan
faktor susahnya mendapat air bersih di lingkungan tersebut sehingga kebiasaan dalam
pemanfaatan saluran air di depan rumah mereka sebagai MCK menjadi suatu hal yang
wajar dan layak dilakukan tanpa memedulikan aspek kebersihan dan kesehatannya.
Isu kesehatan yang masih menjadi beban masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia selanjutnya adalah merokok. Merokok merupakan salah satu hal yang sangat
disorot dalam 10 poin PHBS Masih banyak penduduk Indonesia yang merokok, baik itu
laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Bahaya merokok bukan hanya mengintai
perokok aktif, akan tetapi juga memiliki dampak yang besar kepada perokok pasif. Banyak
peraturan yang dibuat untuk melindungi perokok pasif, tetapi peraturan itu hanya seperti
angin lalu karena masih banyak perokok aktif yang melanggar peraturan tersebut. Telah
banyak aturan untuk tidak merokok di tempat-tempat umum seperti contoh di kampus, di
rumah sakit, maupun di tempat perbelanjaan. Namun masih dapat kita lihat banyak orang-
orang hampir dari segala usia tetap merokok tanpa memedulikan larangan tersebut.
Kebiasaan seorang ayah dalam menyuruh anaknya untuk membelikan rokok di warung dan
juga kebiasaan masyarakat merokok di tempat umum yang dapat disaksikan oleh anak-
anak dapat menjadi salah satu faktor penyebab angka kejadian masyarakat Indonesia yang
merokok relatif tinggi.
Teori kepemimpinan sangat diperlukan dalam berusaha untuk mengatasi
permasalahan mengenai PHBS terutama mengenai ketersediaan jamban dan kegiatan
merokok seperti yang sudah dibahas di atas. Kebijakan pemerintah mengenai larangan
merokok yang tidak disertai dengan pengawasan yang tepat dan hukuman yang diberikan
kepada perokok menjadikan masyarakat tidak peduli pada peraturan-peraturan yang
melarang rokok. Pemerintah yang tidak dapat menerapkan teori kepemimpinan tidak akan
mampu mengatasi permasalahan tersebut. Begitu juga dengan dinas kesehatan dan seluruh
institusi pelayanan kesehatan yang lain di mana kurang memberikan informasi pada
seluruh lapisan masyarakat. Terkadang informasi mengenai ketersediaan jamban sudah
diberikan namun petugas pelayanan kesehatan masyarakat tersebut tidak melakukan
follow-up dengan tenaga medis di daerah tersebut yang dapat bekerja sama untuk
memantau keberhasilan penyuluhan sehingga masyarakat dapat dengan mudah dan dalam
waktu singkat kembali ke kebiasaan awal. Tidak adanya peran pemimpin sebagai
informational yang mengakibatkan kegagalan dalam pemenuhan tujuan untuk masyarakat
tersebut. Penyuluhan mengenai kebutuhan jamban yang baik juga harus disertai dengan
kerjasama dengan pihak lain untuk pemenuhan kebutuhan air bersih agar menunjang
terwujudnya perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih baik dan sehat. Kunci konsep
kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk berpindah dari pemahaman pribadi dan
kepemilikan sebuah isu sosial kepada tindakan kolektif untuk menyelesaikan masalah itu.
Dari penjelasan di atas mengenai efektivitas kepemimpinan dalam bidang kesehatan dapat
disimpulkan bahwa konsep kepemimpinan yang paling utama adalah dapat menjadi
panutan atau role player bagi orang sekelilingnya. Sebelum menjadi seorang panutan,
seorang pemimpin harus mengetahui isu (isu kesehatan) yang berkembang di masyarakat,
sehingga pemimpin dapat mengambil keputusan yang tepat, memberi informasi yang baik,
dan menjaga hubungan komunikasi untuk menyelesaikan masalah.
Demikian pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu
organisasi (organisasi kesehatan). Kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi, sebagian
besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang yang diserahi tugas
memimpin dalam organisasi. Tugas tersebut meliputi menggerakkan sumber dan alat
organisasi sehingga penggunannya berjalan dengan efektif dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai