Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PAI MI/SD

“ADAB MAKAN DAN MINUM DALAM ISLAM”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5 :

Justi (17 0205 004654)

Syela Rachmat (17 0205 0079)

Zulmita B (17 0205 0063)

DOSEN PEMBIMBING :

Drs. H. Alinurdin, M.Pd.I

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami

panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah guna

memenuhi tugas mata kuliah PAI MI/SD yang berjudul “Etika Makan dan Minum dalam

Islam”.

Makalah ilmiah ini telah kami susun semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat membuat makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak

terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan membantu kami dalam

pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik

dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka

kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah

ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Etika Makan dan Minum

dalam Islam” ini dapat memberikan manfaat berupa ilmu maupun inpirasi terhadap pembaca.

Palopo, 11 Maret 2019

Penyusun.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. Latar Belakang.......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah..................................................................................... 2

C. Tujuan....................................................................................................... 2

BAB II: ADAB MAKAN DAN MINUM DALAM ISLAM............................... 3

A. Memakan makanan yang halal dan baik................................................... 3

B. Tidak makan dan minum dari tempat yang terbuat dari emas dan perak.. 6

C. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan.................................................. 7

D. Membaca basmalah atau doa sebelum memulai makan............................ 8

E. Memakan makanan yang terdekat............................................................. 10

F. Segera makan ketika makanan sudah siap................................................. 10

G. Mendahulukan yang lebih tua.................................................................... 11

H. Menyantap makanan ketika dingin............................................................ 11

I. Makan dari pinggir piring.......................................................................... 12

J. Makan dengan tangan kanan...................................................................... 12

K. Posisi duduk saat makan dan minum......................................................... 13

L. Makan dengan tiga jari............................................................................... 15

M. Menjilati tangan setelah makan.................................................................. 15

N. Tidak bernafas didalam bejana/gelas dan meniup ketika minum............... 16

O. Meminum air dalam tiga tegukan............................................................... 16

ii
P. Mengambil makanan yang jatuh.................................................................. 17

Q. Tidak mencela makanan.............................................................................. 18

R. Makan dengan porsi yang cukup................................................................. 19

S. Mengucapkan Hamdalah dan doa setelah makan........................................ 19

BAB III: PENUTUP................................................................................................ 21

A. Kesimpulan.................................................................................................. 21

B. Saran............................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Makan dan minum merupakan kebutuhan primer setiap manusia, dengan makan dan

minum manusia dapat memenuhi kebutuhan energinya untuk bisa beraktifitas. Dalam islam,

makan dan minum bukan hanya sekadar aktifitas pemenuhan kebutuhan saja, namun

kegiatan makan dan minum dapat menjadi salah satu ladang pahala bagi seorang muslim

dengan cara mengikuti adab-adab makan dan minum dari sunnah dan petunjuk Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Namun pada dewasa ini tidak sedikit ditemui seorang muslim makan tidak sesuai

dengan kaidah sunnah, seperti makan berjalan, makan dengan tangan kiri, tanpa berdoa,

bahkan menyisakan makanan, hal ini seakan sudah menjadi pemandangan umum. Betapa

miris hati ini melihatnya, bila amal ibadah yang ringan saja sudah ditinggalkan dan

disepelekan. Maka perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut ini,

ِ ‫شدِيدُ ْال ِعقَا‬


‫ب‬ َّ ‫َّللاَ إِ َّن‬
َ َ‫َّللا‬ َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َها ُك ْم‬
َّ ‫ع ْنهُ فَا ْنت َ ُهوا َواتَّقُوا‬ َّ ‫َو َما آت َا ُك ُم‬
ُ ‫الر‬

“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya

bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras

hukuman-Nya.” (QS. Al-Hayr : 7)

Dan di antara perintah dan larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah

adab ketika makan dan minum. Maka cukuplah hal ini menjadi dalil agar kita senantiasa

melaksanakan sunnah yang dianjurkan.

1
B.Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah adab-adab makan dan minum dalam Islam?

C.Tujuan

1. Untuk mengetahui adab-adab makan dan minum dalam Islam.

2
BAB II

ADAB MAKAN DAN MINUM DALAM ISLAM

A. Memakan makanan yang halal dan baik

Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga

baik (Halalan Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Definisi halal di sinipun

tidak terbatas kepada zat atau benda yang ditujukan saja namun juga halal dalam

mendapatkannya. Bahkan perintah memakan mahal halal lagi ini disejajarkan dengan

bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini juga

ditegaskan dalam surah Al Baqarah : 168, yaitu:

َ ‫ط ِن ۚ إِنَّ ۥهُ لَ ُك ْم‬


‫عد ٌُّو ُّمبِين‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ت ٱل‬
ِ ‫ط َو‬ ۟ ُ‫طيِباا َو ََل تَتَّبِع‬
ُ ‫وا ُخ‬ َ ‫ض َحلَ اًل‬ ُ َّ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلن‬
۟ ُ‫اس ُكل‬
ِ ‫وا ِم َّما فِى ْٱْل َ ْر‬

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,

dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu

adalah musuh yang nyata bagimu.”

1. Kategori makanan yang dihalalkan.

a. Tidak termasuk najis dan bangkai

Allah subhanahu wa ta’ala telah mengharamkan darah yang mengalir, babi, dan bangkai

(kecuali ikan dan belalang) untuk dimakan oleh manusia, karena hal itu termasuk najis.

Dalam hal ini seluruh bentuk najis menjadi haram hukumnya untuk dimakan. Hal ini

sebagaimana yang ditegaskan Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Quran.

ْ ‫طا ِع ٍم ي‬
ٗ‫َّطعَ ُمهٗ إِ ََّل أ َ ْن يَّ ُك ْونَ َم ْيتَةا أ َ ْو دَ اما َّم ْسفُ ْو احا أ َ ْو لَحْ َم ِخ ْن ِزي ٍْر فَإِنَّه‬ ُ
َ ‫على‬ َ ‫قُ ْل ََّل أ َ ِجدُ فِ ْي َما أ ْو ِح‬
َّ َ‫ي ِإل‬
َ ‫ي ُم َح َّر اما‬

‫غفُ ْور َّر ِحيْم‬ َ ‫غي َْر بَاغٍ َّو ََل‬


َ َ‫عا ٍد فَإ ِ َّن َربَّك‬ ُ ‫ض‬
َ ‫ط َّر‬ ‫ِرجْ س أ َ ْو فِ ْسقاا أ ُ ِه َّل ِلغَي ِْر ه‬
ْ ‫َّللاِ ِب ۚه فَ َم ِن ا‬

“Katakanlah: ‘Tiadalah aku memperoleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,

sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali bangkai, atau darah

3
yang mengalir, atau daging babi karena semua itu najis, atau binatang yang disembelih atas

nama selain Allah’”. (QS Al An’am: 145)

Sesuatu bagian yang dipotong dari binatang yang masih hidup statusnya sama seperti

bangkai, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Apa yang

dipotong dari binatang selagi ia masih hidup adalah bangkai” (HR Abu Daud dan Ibnu

Majah).

Hewan yang telah dibunuh oleh hewan buas termasuk jenis bangkai, kecuali hewan

tersebut telah dilatih dan pada waktu melepaskannya untuk menangkap buruan kita

menyebutkan nama Allah subhanahu wa ta’ala maka hukumnya adalah halal untuk hasil

tangkapannya.

Ada dua jenis darah dan bangkai yang halal untuk dimakan, yaitu yang termasuk dua

bangkai adalah ikan dan belalang dan yang termasuk dua darah adalah hati dan limpa. Hal ini

didasarkan pada sebuah hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Dihalalkan untuk

dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah

yaitu hati dan limpa” (HR Ibnu majah dan Ahmad)

b. Tidak menimbulkan dharar (bahaya) bagi fisik

Yang termasuk makanan atau minuman yang memiliki efek bahaya bagi fisik manusia

adalah racun, golongan minuman yang memabukkan dan menghilangkan fikiran sehat, atau

yang lain yang juga termasuk jenis ini. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda

“Tidak dibolehkan melakukan sesuatu yang membahayakan (dharar) diri sendiri atau orang

lain (dhirar).” (HR Ibnu Majah dan Ahmad)

4
c. Tidak termasuk jenis hewan buas

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam bersabda “Setiap binatang buas yang bertaring haram di makan” (HR Muslim).

Dari hadist tersebut secara tegas bahwa hewan buas yang bertaring adalah haram dimakan,

juga termasuk hewan yang berkuku tajam, termasuk jenis burung yang berkuku tajam, dan

hewan yang menggunakan cakar dalam memakan mangsa.

d. Hewan yang berasal dari laut

Hewan-hewan buruan yang berasal dari laut dan semua makanan dari laut adalah halal,

yakni dari berbagai spesies ikan laut maupun makhluk hidup air. Karena laut itu

sesungguhnya suci airnya dan halal bangkainya. Hal ini sebagaimana firman Allah

subhanahu wa ta’ala dalam Al- Quran surah Al maidah ayat 96:

َ ‫ص ْيدُ ْالبَ ِر َما د ُْمت ُ ْم ُح ُر اما َواتَّقُواْ َّللاَ الَّذ‬


‫ِي إِلَ ْي ِه‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ‫َّارةِ َو ُح ِر َم‬
َ ‫سي‬ َّ ‫عا لَّ ُك ْم َو ِلل‬
‫طعَا ُمهُ َمت َا ا‬ َ ‫أ ُ ِح َّل لَ ُك ْم‬
َ ‫ص ْيدُ ْالبَحْ ِر َو‬

َ‫تُحْ ش َُرون‬

“Dihalalkan bagimu binatang buruan dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai

makanan yang lezat bagimu.”

e. Hewan halal yang mati karena di sembelih atas nama Allah subhanahu wa

ta’ala

Hewan yang dasar hukumnya atau hakikatnya halal menjadi sah kehalalannya jika hewan

tersebut disembelih dengan menyebut nama Allah ketika menyembelihnya. Hal ini

sebagaimana ada dalam firman Allah,

‫علَ ْي ِه إِ ْن ُك ْنت ُ ْم بِآيَاتِ ِه ُمؤْ ِمنِين‬ َّ ‫فَ ُكلُوا ِم َّما ذُ ِك َر ا ْس ُم‬


َ ِ‫َّللا‬

5
ُ ‫ض‬
‫ط ِر ْرت ُ ْم إِلَ ْي ِه َوإِ َّن َكثِ ا‬
‫يرا‬ ْ ‫علَ ْي ُك ْم إَِلَّ َما ا‬
َ ‫ص َل لَ ُكم َّما َح َّر َم‬ َّ َ‫علَ ْي ِه َوقَ ْد ف‬ َ ِ‫َو َما لَ ُك ْم أََلَّ ت َأ ْ ُكلُواْ ِم َّما ذُ ِك َر ا ْس ُم َّللا‬
َ‫ُضلُّونَ ِبأ َ ْه َوائِ ِهم ِبغَي ِْر ِع ْل ٍم إِ َّن َربَّكَ ُه َو أ َ ْعلَ ُم ِب ْال ُم ْعتَدِين‬ ِ ‫لَّي‬
“Maka makanlah binatang-binatang yang halal yang disebut nama Allah ketika

menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatnya. Mengapa kamu tidak mau

memakan (binatang-binatang) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal

Allah telah menjelaskan kepada kamu apa-apa yang di haramkan-Nya atas kamu” (QS Al

Anam: 118-119).

2. Kategori makanan yang baik

Selain halal, makanan juga harus baik. Meski halal tapi jika tidak baik, hendaknya tidak

kita makan. Di antara kriteria makanan yang baik adalah:

1. Bergizi tinggi

2. Makanan lengkap dan berimbang.

3. Tidak mengandung zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan kita.

4. Alami. Tidak mengandung berbagai zat kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia,

pengawet kimia (misalnya formalin), pewarna kimia, perasa kimia (misalnya biang

gula/aspartame, MSG, dsb)

5. Masih segar. Tidak membusuk atau basi sehingga warna, bau, dan rasanya berubah

6. Tidak berlebihan. Makanan sebaik apa pun jika berlebihan, tidak baik.

B. Tidak makan dan minum dari tempat yang terbuat dari emas dan perak

Wadah-wadah yang terbuat dari emas dan perak diharamkan berdasarkan nash dan ijma’.

Terdapat riwayat shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda

“Janganlah kalian minum dari wadah emas dan perak, dan janganlah kalian makan dari

piringnya, karena benda-benda itu untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kalian

(orang beriman) di akhirat.” (Muttafaq alaih, dari hadits Huzaifah radhiallahu anhu).

6
Begitu pula terdapat riwayat shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau

bersabda“Orang yang minum dari wadah emas dan perak, sesungguhnya dia sedang

menyalakan api jahannam di perutnya.” (Muttafaq alaih, dari hadits Ummu Salamah

radhiallahu anha).

C. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan

Tentang cuci tangan sebelum makan, Imam Ahmad memiliki dua pendapat: pertama

menyatakan makruh. Sedangkan yang kedua menyatakan dianjurkan. Imam Malik lebih

merinci hal ini, beliau berpendapat, dianjurkan cuci tangan sebelum makan jika terdapat

kotoran di tangan. Ibnu Muflih mengisyaratkan, bahwa cuci tangan sebelum makan itu

tetap dianjurkan, dan ini merupakan pendapat beberapa ulama. Dalam hal ini ada

kelapangan. Artinya jika dirasa perlu cuci tangan, jika dirasa tidak perlu tidak mengapa.

Sebab tidak ditemukan satupun hadist berstatus shahih sebagai dalil, namun hanya berstatus

hasan dan dhaif.

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada

kami Qais dari Abu Hasyim dari Zadzan dari Salman ia berkata, "Aku membaca dalam

Taurat bahwa berkah makanan adalah dengan berwudlu sebelum makan. Lalu aku ceritakan

hal tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau bersabda: "Berkah

makanan adalah dengan berwudlu sebelum makan dan setelah makan." Sedangkan Sufyan

tidak menyukai wudlu sebelum makan.” (HR Abu Daud)

Sedangkan, mengenai cuci tangan sesudah makan, Abu Hurairah radhiyallahu

‘anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang

siapa yang tidur dalam keadaan tangannya masih bau daging kambing dan belum dicuci,

7
lalu terjadi sesuatu, maka janganlah dia menyalahkan kecuali dirinya sendiri.”(HR.

Ahmad, Abu Dawud).

D. Membaca Basmalah atau Do’a sebelum memulai makan

Membaca bismillah di awal makan adalah perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata, “Waktu aku masih kecil dan berada di bawah

asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanganku bersileweran di nampan saat

makan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Ghulam, bacalah

“bismilillah”, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di

hadapanmu.” Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, keutamaan lainnya yakni setan tidak akan menghalalkan makanan yang

disebut dengan bismillah dan tidak akan ikut makan bersama penyebutnya. Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sungguh, setan menghalalkan makanan yang tidak

disebutkan nama Allah padanya.” (HR Abu Daud)

Seseorang yang membaca basmalah saat akan memulai makan juga akan mudah kenyang

dan membawa berkah pada makanannya. Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya

bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Rasulullah,

sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda: “Kemungkinan

kalian makan sendiri-sendiri.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda: “Hendaklah

kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi

berkah padanya.” (HR. Abu Daud)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Jika seseorang meninggalkan membaca

“bismillah” di awal karena sengaja, lupa, dipaksa, tidak mampu mengucapkannya karena

8
suatu alasan, lalu ia bisa mengucapkan di tengah-tengah makannya, maka ia dianjurkan

mengucapkan “Bismillaah awwalahu wa aakhirohu”.

Ada beberapa hadits yang membicarakan masalah ini, Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian

makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama

Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaah awwalahu wa

aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”.” (HR. Abu Daud dan At

Tirmidzi).

Dalam lafazh lain disebutkan, “Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka

hendaknya ia ucapkan “Bismillah”. Jika ia lupa untuk menyebutnya, hendaklah ia

mengucapkan: Bismillaah fii awwalihi wa aakhirihi (dengan nama Allah pada awal dan

akhirnya)”. (HR. Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Lalu untuk doa sebelum makan disampaikan melalui hadist riwayat An Nawawi dalam

kitabnya Al adzkar, Telah diriwayatkan dalam kitab Ibnus Sunni dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin

Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ketika

makanan didekatkan kepadanya, beliau biasa mengucapkan “Allahumma baarik lanaa fii maa

rozaqtanaa wa qinaa ‘adzaaban naar, bismillah”. Namun, terjadi beberapa perbedaan

pendapat dikalangan ulama tentang dibolehkannya mengambil dalil dan mengamalkan hadist

tersebut dari karenakan hadist ini berstatus dhaif (lemah).

9
E. Memakan makanan yang terdekat

Umar bin Abi Salamah meriwayatkan, “Suatu hari aku makan bersama

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku mengambil daging yang berada di pinggir

nampan, lantas Nabi bersabda, “Makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR.

Muslim). Hikmah dari larangan mengambil makanan yang berada di hadapan orang lain,

adalah perbuatan kurang sopan, bahkan boleh jadi orang lain merasa jijik dengan perbuatan

itu.

Anas bin Malik meriwayatkan, “Ada seorang penjahit yang mengundang

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikmati makanan yang ia buat. Aku ikut pergi

menemani Nabi. Orang tersebut menyuguhkan roti yang terbuat dari gandum kasar dan

kuah yang mengandung labu dan dendeng. Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam selalu mengambil labu yang berada di pinggir nampan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

F. Segera makan ketika makanan sudah siap

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika

makan malam sudah disajikan dan Iqamah shalat dikumandangkan, maka dahulukanlah

makan malam.” (HR Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan dari Nafi’, beliau mengatakan terkadang Ibnu Umar mengutusnya untuk

satu keperluan, padahal beliau sedang berpuasa. Kemudian makan malam disajikan kepada

Ibnu Umar, sedangkan shalat Magrib sudah dikumandangkan. Bahkan beliau mendengar

suara bacaan imam (shalat) yang sudah mulai shalat, tetapi beliau tidak meninggalkan

makan malamnya, tidak pula tergesa-gesa, sehingga menyelesaikan makan malamnya.

Setelah itu beliau baru keluar dan melaksanakan shalat. Ibnu Umar menyatakan bahwa

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian tergesa-gesa

10
menyelesaikan makan malam kalian jika sudah disajikan.” (HR. Ahmad). Hikmah dari

larangan dalam hadits di ini adalah supaya kita tidak melaksanakan shalat dalam keadaan

sangat ingin makan, sehingga hal tersebut mengganggu shalat kita dan menghilangkan

kekhusyukannya.

G. Mendahulukan yang lebih tua

Diantara akhlak yang mulia adalah tidak mendahului orang yang lebih tua dalam

perkara-perkara mubah atau perkara duniawi tidak terkecuali saat makan dan minum . Tidak

mendahului maksudnya ialah mengutamakan mereka dan memberi kesempatan kepada

mereka lebih dahulu. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Jibril

memerintahkan aku untuk mengutamakan orang-orang tua” (HR. Al Baihaqi).

H. Menyantap makanan ketika dingin

Dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha, jika beliau membuat roti Tsarid maka

beliau tutupi roti tersebut dengan sesuatu sampai panasnya hilang. Kemudian beliau

berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda, “Sesungguhnya hal tersebut lebih besar berkahnya.” (HR. Darimi dan

Ahmad). Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Makanan itu tidak boleh

disantap kecuali jika asap makanan yang panas sudah hilang.” (HR. Baihaqi)

Dalam Zaadul Ma’ad 4/223 Imam Ibnul Qoyyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi

wa sallam tidak pernah menyantap makanan dalam keadaan masih panas.” Yang dimaksud

berkah dalam hadits dari Asma’ di atas adalah gizi yang didapatkan sesudah menyantapnya,

makanan tersebut tidak menyebabkan gangguan dalam tubuh, membantu untuk melakukan

ketaatan dan lain-lain. demikian yang dinyatakan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Shahih

Muslim, 13/172)

11
I. Makan dari pinggir piring

Diriwayatkan dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi bersabda, “Jika kalian

makan, maka janganlah makan dari bagian tengah piring, akan tetapi hendaknya makan

dari pinggir piring. Karena keberkahan makanan itu turun dibagian tengah

makanan.” (HR Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Hikmah larangan makan dari bagian tengah piring adalah, agar kita mendapatkan

keberkahan yang berada di tengah-tengah makanan. Jika sedang makan bersama terdapat

hikmah yang lain, yaitu semua orang akan mengambil berkah yang berada ditengah piring.

J. Makan dan minum dengan tangan kanan

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam Menyukai Menggunakan Tangan Kanan Untuk

Perkara-Perkara Baik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh bagi

umatnya agar mendahulukan tangan kanan (bagian anggota tubuh sebelah kanan) dalam

perkara-perkara baik atau penting.

Menggunakan tangan kiri untuk makan dan minum termasuk kebiasaan makhluk

terlaknat, setan. Dan kaum Muslimin diperintahkan menjauhi perilaku dan langkah-langkah

makhluk sumber keburukan itu. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, “Jika

salah seorang dari kalian akan makan, hendaknya makan dengan tangan kanan. Dan apabila

ingin minum, hendaknya minum dengan tangan kanan. Sesungguhnya setan makan dengan

tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya” (HR Muslim)

Dari Salamah bin Akwa radhiyallahu ‘anhu beliau bercerita bahwa ada seorang yang

makan dengan menggunakan tangan kiri di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Melihat hal tersebut Nabi bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu.” “Aku tidak bisa

12
makan dengan tangan kanan,” sahut orang tersebut. Nabi lantas bersabda, “Engkau

memang tidak biasa menggunakan tangan kananmu.” Tidak ada yang menghalangi orang

tersebut untuk menuruti perintah Nabi kecuali kesombongan. Oleh karena itu orang tersebut

tidak bisa lagi mengangkat tangan kanannya ke mulutnya.” (HR Muslim)

Dari Ibnu Umar rhadiallahu anhu, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Hendaklah setiap orang di antara kalian makan dengan menggunakan tangan kanannya,

minum dengan menggunakan tangan kanan, mengambil dengan menggunakan tangan kanan,

dan memberi dengan menggunakan tangan kanan, karena sesungguhnya setan makan

dengan menggunakan tangan kiri, minum dengan menggunakan tangan kiri, memberi dengan

menggunakan tangan kiri dan mengambil dengan menggunakan tangan kiri.”

K. duduk saat makan dan minum

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

sungguh melarang dari minum sambil berdiri.” (HR. Muslim). Lalu dari Anas radhiyallahu

‘anhu pula, ia berkata, “Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau melarang

seseorang minum sambil berdiri.” Qotadah berkata bahwa mereka kala itu bertanya (pada

Anas), “Bagaimana dengan makan (sambil berdiri)?” Anas menjawab, “Itu lebih parah dan

lebih jelek.” (HR. Muslim). Para ulama menjelaskan, dikatakan makan dengan berdiri lebih

jelek karena makan itu membutuhkan waktu yang lebih lama daripada minum.

Kemudian jika telah terlanjur meminumnya dalam kedaan berdiri maka, Nabi shallallahu

alaihi wa sallam bersabda, Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian minum

sambil berdiri. Apabila dia lupa maka hendaknya dia muntahkan.” (HR. Muslim)

Namun, minum sambil berdiri boleh dan didispensasi untuk kasus meminum air zam-

zam ketika berdiri. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas rhadiallahu anha, dia berkata “saya pernah

13
mengambilkan minuman untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dari sumur zam-zam,

lalu beliau minum sambil berdiri. Beliau meminta minum ketika berada di sisi Baitullah (HR

Muslim dan Bukhari).

Cara duduk Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika makan adalah dengan tidak

bersandar. Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits, Abu Juhaifah mengatakan, bahwa

dia berada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah berkata

kepada seseorang yang berada di dekat beliau, “Aku tidak makan dalam keadaan

bersandar.” (HR Bukhari). Posisi duduk lainnya yang dilarang Rasulullah shallallahu alaihi

wa sallam ialah tidak makan sambil tengkurap, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam melarang dua jenis makanan: yaitu duduk dalam jamuan makan yang menyuguhkan

minum-minuman keras dan makan sambil tengkurap.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majjah)

Selain itu, rasulullah juga pernah makan dengan posisi bersimpuh atau menegakkan

kedua betis dan paha ketika duduk atau duduk tawarruk. Dari Abdullan bin Bisr rhadiallahu

anhu , ia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam diberi hadiah daging kambing,

saat memakan daging tersebut, beliau duduk bersimpuh. Seorang Badui berkata, ‘Duduk

(pertemuan) apa ini? Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah menjadikanku hamba yang

mulia, tidak menjadikanku sebagai orang yang diktator dan pembangkang.” Syaikh Ibnu

Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Duduk iq’a yaitu menegakkan kedua telapak kaki lalu

duduk diatas kedua tumitnya. Maksud beliau shallallahu’alaihi wasallam makan seperti ini

agar beliau tidak tenang saat duduk dan tidak makan banyak. Karena umumnya orang yang

duduk iq’a tidak bisa tenang sehingga tidak banyak makan. Sebaliknya jika seseorang duduk

tenang, santai maka umumnya akan banyak makan.” (Syarh Riyadhush Shalihin)

14
Sedangkan, Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menegaskan, “Posisi duduk yang

disunnahkan saat makan yaitu duduk dengan bertumpu pada kedua lutut dan kedua

punggung telapak kaki atau duduk dengan menegakkan kaki kanan dan menduduki kaki kiri.”

L. Makan dengan tiga jari

Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah makan dengan

menggunakan tiga jari. Dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya beliau mengatakan,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu makan dengan menggunakan tiga jari dan

menjilati jari-jari tersebut sebelum dibersihkan.” (HR Muslim).

Berkenaan dengan hadits ini Ibnu Utsaimin mengatakan, “Dianjurkan untuk makan

dengan tiga jari, yaitu jari tengah, jari telunjuk, dan jempol, karena hal tersebut

menunjukkan tidak rakus dan ketawadhu’an. Akan tetapi hal ini berlaku untuk makanan

yang bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari. Adapun makanan yang tidak bisa

dimakan dengan menggunakan tiga jari, maka diperbolehkan untuk menggunakan lebih dari

tiga jari. Namun, makanan yang bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari maka

hendaknya kita hanya menggunakan tiga jari saja, karena hal itu merupakan sunnah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Syarah Riyadhus shalihin)

M. Menjilati tangan setelah makan

Hadist yang memaparkan sunnar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang

menjilati tangan setelah makan masih satu hadist dengan hadist yang menyatakan

disunnahkan makan dengan tiga jari yakni, Dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya beliau

mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu makan dengan menggunakan

tiga jari dan menjilati jari-jari tersebut sebelum dibersihkan.” (HR Muslim). Dalam riwayat

15
Ahmad dan Abu Dawud dinyatakan, “Maka janganlah dia bersihkan tangannya dengan

sapu tangan sehingga dia jilati atau dia minta orang lain untuk menjilatinya.”

Jabir rhadiallahu anhu juga pernah meriwayatkan hadist bermakna serupa, bahwasanya

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan menjilati jari-jari dan piring setelah

makan. Beliau bersabda, “Kalian tidak tahu makanan yang mana yang mengandung

berkah” (HR Muslim)

N. Tidak bernafas didalam bejana/ gelas dan meniup air minum

Anjuran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah agar tidak bernafas dan meniup

air ke dalam gelas atau wadah air. Dalam hal ini, terdapat beberapa hadits, Dari Abu

Qatadah rhadiallahu anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian

minum maka janganlah mengambil nafas dalam wadah air minumnya.” (HR. Bukhari dan

Muslim). Dari Ibnu Abbas rhadiallahu anhu, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam melarang untuk mengambil nafas atau meniup wadah air minum.” (HR. Tirmidzi

dan Abu Dawud).

Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi mengatakan, “Larangan bernafas dalam

wadah air minum adalah termasuk etika karena dikhawatirkan hal tersebut mengotori air

minum atau menimbulkan bau yang tidak enak atau dikhawatirkan ada sesuatu dari mulut

dan hidung yang jatuh ke dalamnya dan hal-hal semacam itu.”

O. Meminum air dalam tiga tegukan atau tiga kali nafas

Anas bin malik radhiallahu’anhu menceritakan, “biasanya

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bernafas tiga kali ketika minum. Dan beliau

bersabda: ‘Sesungguhnya dengan begini haus lebih hilang, lebih lepas dan lebih enak‘”

(HR. Al Bukhari, Muslim).

16
Namun perlu dicatat, bahwa bernafas yang dimaksud di sini bukanlah bernafas atau

mengeluarkan nafas di dalam gelas atau tempat minum. Namun yang dimaksud adalah di

luar gelas.

Meskipun demikian, diperbolehkan minum satu teguk sekaligus. Dalilnya dari Abu

Said al-Khudry, ketika beliau menemui Khalifah Marwan bin Hakam, khalifah bertanya,

“Apakah engkau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang meniup air

minum?” Abu Said mengatakan, “Benar” lalu ada seorang yang berkata kepada

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku merasa

lebih segar jika minum dengan sekali teguk.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bertanya kepadanya, “Jauhkan gelas dari mulutmu kemudian bernafaslah”, Orang

tersebut kembali berkata, “Ternyata kulihat ada kotoran di dalamnya?” Nabi bersabda,

“Jika demikian, buanglah air minum tersebut.” (HR. Tirmidzi)

P. Mengambil makanan yang jatuh

Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika

makanan salah satu kalian jatuh maka hendaklah diambil dan disingkirkan kotoran yang

melekat padanya, kemudian hendaknya di makan dan jangan dibiarkan untuk

setan” Dalam riwayat yang lain dinyatakan, “sesungguhnya setan bersama kalian dalam

segala keadaan, sampai-sampai setan bersama kalian pada saat makan. Oleh karena itu

jika makanan kalian jatuh ke lantai maka kotorannya hendaknya dibersihkan kemudian di

makan dan jangan dibiarkan untuk setan. Jika sudah selesai makan maka hendaknya jari

jemari dijilati karena tidak diketahui di bagian manakah makanan tersebut terdapat

berkah.” (HR Muslim dan Ahmad)

Terdapat banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari hadits di atas di antaranya setan

itu selalu mengintai manusia dan menyertainya serta berusaha untuk mendapatkan bagian

17
dari apa yang dilakukan oleh manusia. Setan menyertai manusia sampai-sampai pada saat

makan dan minum. Dalam hadits di atas Nabi memerintahkan untuk menghilangkan

kotoran yang menempel pada makanan yang jatuh ke lantai baik berupa tanah atau yang

lainnya. Kemudian memakannya dan tidak membiarkan makanan tersebut untuk dinikmati

oleh setan karena setan adalah musuh manusia, seorang musuh sepantasnya menghalangi

musuhnya untuk mendapatkan kesenangan. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa

keberkahan makanan itu terletak dalam makanan yang jatuh ke lantai, oleh karena itu kita

tidak boleh menyepelekannya.

Q. Tidak mencela makanan

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Jika beliau menyukai satu

makanan, maka beliau memakannya. Jika beliau tidak suka, maka beliau

meninggalkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syekh Muhammad Sholeh al-Utsaimin mengatakan, “Tha’am (yang sering diartikan

dengan makanan) adalah segala sesuatu yang dinikmati rasanya, baik berupa makanan

ataupun minuman. Sepantasnya jika kita diberi suguhan berupa makanan, hendaknya kita

menyadari betapa besar nikmat yang telah Allah berikan dengan mempermudah kita untuk

mendapatkannya, bersyukur kepada Allah karena mendapatkan nikmat tersebut dan tidak

mencelanya. Jika makanan tersebut enak dan terasa menggiurkan, maka hendaklah kita

makan. Namun jika tidak demikian, maka tidak perlu kita makan dan kita tidak perlu

mencelanya. Dalil mengenai hal ini adalah hadits dari Abu Hurairah. Abu Hurairah

mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan. Jika

beliau menyukainya, maka beliau memakannya. Jika beliau tidak menyukainya, maka

beliau meninggalkannya dan tidak mencela makanan tersebut.

18
R. Makan dengan porsi yang cukup

Dari Miqdam bin Ma’di Karib beliau menegaskan bahwasanya beliau mendengar

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang manusia memenuhi

satu wadah yang lebih berbahaya dibandingkan perutnya sendiri. Sebenarnya seorang

manusia itu cukup dengan beberapa suap makanan yang bisa menegakkan tulang

punggungnya. Namun jika tidak ada pilihan lain, maka hendaknya sepertiga perut itu untuk

makanan, sepertiga yang lain untuk minuman dan sepertiga terakhir untuk nafas.” (HR.

Ibnu Majah) Dari Ibnu Umar r.a, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang kafir

makan dengan tujuh usus, sedangkan orang mukmin makan dengan satu usus.”

S. Mengucapkan hamdalah dan doa setelah makan

Ada beberapa doa setelah makan yang diajarkan Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam,

Dari Abu Umamah, ia berkata bahwasanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika

mengangkat hidangannya (artinya: selesai makan), beliau berdo’a: Alhamdulillahi kastiron

thoyyiban mubarokan fiih, ghoiro makfiyyin wa laa muwadda’in wa laa mustaghnan ‘anhu

robbanaa (segala puji hanyalah milik Allah, yang Allah tidak butuh pada makanan dari

makhluk-Nya, yang Allah tidak mungkin ditinggalkan, dan semua tidak lepas dari butuh pada

Allah, wahai Rabb kami) (HR. Bukhari).

Doa kedua yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ialah, Dari Mu’adz bin

Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang

siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii

haadzaa wa rozaqoniihi min ghoiri haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah

yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan

dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Abu Daud , Tirmidzi, Ibnu Majah

dan Ahmad).

19
Namun jika mencukupkan dengan ucapan “alhamdulillah” setelah makan juga

dibolehkan berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid

(alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734). Imam Nawawi

rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang mencukupkan dengan bacaan “alhamdulillah”

saja, maka itu sudah dikatakan menjalankan sunnah.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 46)

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada beberapa sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallan

terkait adab-adab makan seorang muslim, sunnah tersebut antara lain:

A. Memakan makanan yang halal dan baik

B. Tidak makan dan minum dari tempat yang terbuat dari emas dan perak

C. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan

D. Membaca basmalah atau doa sebelum memulai makan

E. Memakan makanan yang terdekat

F. Segera makan ketika makanan sudah

G. Mendahulukan yang lebih tua

H. Menyantap makanan ketika dingin

I. Makan dari pinggir piring

J. Makan dengan tangan kanan

K. Posisi duduk saat makan dan minum

L. Makan dengan tiga jari

M. Menjilati tangan setelah makan

N. Tidak bernafas didalam bejana/gelas dan meniup ketika minum

O. Meminum air dalam tiga tegukan

P. Mengambil makanan yang jatuh

Q. Tidak mencela makanan

R. Makan dengan porsi yang cukup

S. Mengucapkan Hamdalah dan doa setelah makan

21
B. Saran

Sejauh ini pengamalan adab-adab makan yang sesuai dengan sunnah Rasulullah

shallallahu alaihi wa sallam msih cukup jarang untuk di implementasikan dikehidupan

sehari-hari. Maka dari itu dengan adanya makalah ini, kami menyarankan sebagai penulis

untuk seanantiasa mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

mengingat keutamaan dan manfaatnya yang sungguh sangat banyak.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://muslimah.or.id/5532-adab-makan-dan-minum.html Diakses pada 12 Maret 2019.

https://www.syahida.com/2016/03/31/4570/24-adab-makan-dan-minum-sesuai-sunnah-

rasul-agar-berkah-sehat-dan-tidak-makan-minum-bersama-setan/amp/ Diakses pada 12

Maret 2019.

https://media-islam.or.id/2012/05/14/makanan-yang-halal-dan-baik-halalan-thoyyiban/

Diakses pada 12 Maret 2019.

https://islamqa.info/id/answers/13733/pengharaman-wadah-yang-terbuat-dari-emas-dan-

perak Diakses pada 12 Maret 2019.

https://rumaysho.com/3712-lupa-membaca-bismillah-di-awal-makan.html Diakses pada 12

Maret 2019.

http://lembaran-islam.blogspot.com/2015/01/doa-sebelum-makan-dan-haditsnya.html

Diakses pada 12 Maret 2019.

http://wanitasalihah.com/3-posisi-duduk-yang-dianjurkan-ketika-makan Diakses pada 12

Maret 2019.

https://almanhaj.or.id/3044-etika-makan-dalam-perspektif-al-quran-as-sunnah.html Diakses

pada 12 Maret 2019.

https://muslim.or.id/42-adab-makan-seorang-muslim-1.html Diakses pada 12 Maret 2019.

https://muslim.or.id/43-adab-makan-seorang-muslim-2.html Diakses pada 12 Maret 2019.

https://muslim.or.id/44-adab-makan-seorang-muslim-3.html Diakses pada 12 Maret 2019.

https://muslim.or.id/45-adab-makan-seorang-muslim-4.html Diakses pada 12 Maret 2019.

https://muslim.or.id/48-adab-adab-makan-seorang-muslim-5.html Diakses pada 12 Maret

2019.

https://muslim.or.id/49-adab-adab-makan-seorang-muslim-6.html Diakses pada 12 Maret

2019.

23
24

Anda mungkin juga menyukai