PAI MI/SD
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5 :
DOSEN PEMBIMBING :
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah guna
memenuhi tugas mata kuliah PAI MI/SD yang berjudul “Etika Makan dan Minum dalam
Islam”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat membuat makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan membantu kami dalam
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Etika Makan dan Minum
dalam Islam” ini dapat memberikan manfaat berupa ilmu maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan....................................................................................................... 2
B. Tidak makan dan minum dari tempat yang terbuat dari emas dan perak.. 6
ii
P. Mengambil makanan yang jatuh.................................................................. 17
A. Kesimpulan.................................................................................................. 21
B. Saran............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Makan dan minum merupakan kebutuhan primer setiap manusia, dengan makan dan
minum manusia dapat memenuhi kebutuhan energinya untuk bisa beraktifitas. Dalam islam,
makan dan minum bukan hanya sekadar aktifitas pemenuhan kebutuhan saja, namun
kegiatan makan dan minum dapat menjadi salah satu ladang pahala bagi seorang muslim
dengan cara mengikuti adab-adab makan dan minum dari sunnah dan petunjuk Rasulullah
Namun pada dewasa ini tidak sedikit ditemui seorang muslim makan tidak sesuai
dengan kaidah sunnah, seperti makan berjalan, makan dengan tangan kiri, tanpa berdoa,
bahkan menyisakan makanan, hal ini seakan sudah menjadi pemandangan umum. Betapa
miris hati ini melihatnya, bila amal ibadah yang ringan saja sudah ditinggalkan dan
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras
Dan di antara perintah dan larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
adab ketika makan dan minum. Maka cukuplah hal ini menjadi dalil agar kita senantiasa
1
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan
2
BAB II
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga
baik (Halalan Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Definisi halal di sinipun
tidak terbatas kepada zat atau benda yang ditujukan saja namun juga halal dalam
mendapatkannya. Bahkan perintah memakan mahal halal lagi ini disejajarkan dengan
bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini juga
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengharamkan darah yang mengalir, babi, dan bangkai
(kecuali ikan dan belalang) untuk dimakan oleh manusia, karena hal itu termasuk najis.
Dalam hal ini seluruh bentuk najis menjadi haram hukumnya untuk dimakan. Hal ini
ْ طا ِع ٍم ي
َّٗطعَ ُمهٗ إِ ََّل أ َ ْن يَّ ُك ْونَ َم ْيتَةا أ َ ْو دَ اما َّم ْسفُ ْو احا أ َ ْو لَحْ َم ِخ ْن ِزي ٍْر فَإِنَّه ُ
َ على َ قُ ْل ََّل أ َ ِجدُ فِ ْي َما أ ْو ِح
َّ َي ِإل
َ ي ُم َح َّر اما
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali bangkai, atau darah
3
yang mengalir, atau daging babi karena semua itu najis, atau binatang yang disembelih atas
Sesuatu bagian yang dipotong dari binatang yang masih hidup statusnya sama seperti
bangkai, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Apa yang
dipotong dari binatang selagi ia masih hidup adalah bangkai” (HR Abu Daud dan Ibnu
Majah).
Hewan yang telah dibunuh oleh hewan buas termasuk jenis bangkai, kecuali hewan
tersebut telah dilatih dan pada waktu melepaskannya untuk menangkap buruan kita
menyebutkan nama Allah subhanahu wa ta’ala maka hukumnya adalah halal untuk hasil
tangkapannya.
Ada dua jenis darah dan bangkai yang halal untuk dimakan, yaitu yang termasuk dua
bangkai adalah ikan dan belalang dan yang termasuk dua darah adalah hati dan limpa. Hal ini
didasarkan pada sebuah hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Dihalalkan untuk
dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah
Yang termasuk makanan atau minuman yang memiliki efek bahaya bagi fisik manusia
adalah racun, golongan minuman yang memabukkan dan menghilangkan fikiran sehat, atau
yang lain yang juga termasuk jenis ini. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda
“Tidak dibolehkan melakukan sesuatu yang membahayakan (dharar) diri sendiri atau orang
4
c. Tidak termasuk jenis hewan buas
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda “Setiap binatang buas yang bertaring haram di makan” (HR Muslim).
Dari hadist tersebut secara tegas bahwa hewan buas yang bertaring adalah haram dimakan,
juga termasuk hewan yang berkuku tajam, termasuk jenis burung yang berkuku tajam, dan
Hewan-hewan buruan yang berasal dari laut dan semua makanan dari laut adalah halal,
yakni dari berbagai spesies ikan laut maupun makhluk hidup air. Karena laut itu
sesungguhnya suci airnya dan halal bangkainya. Hal ini sebagaimana firman Allah
َتُحْ ش َُرون
“Dihalalkan bagimu binatang buruan dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai
e. Hewan halal yang mati karena di sembelih atas nama Allah subhanahu wa
ta’ala
Hewan yang dasar hukumnya atau hakikatnya halal menjadi sah kehalalannya jika hewan
tersebut disembelih dengan menyebut nama Allah ketika menyembelihnya. Hal ini
5
ُ ض
ط ِر ْرت ُ ْم إِلَ ْي ِه َوإِ َّن َكثِ ا
يرا ْ علَ ْي ُك ْم إَِلَّ َما ا
َ ص َل لَ ُكم َّما َح َّر َم َّ َعلَ ْي ِه َوقَ ْد ف َ َِو َما لَ ُك ْم أََلَّ ت َأ ْ ُكلُواْ ِم َّما ذُ ِك َر ا ْس ُم َّللا
َُضلُّونَ ِبأ َ ْه َوائِ ِهم ِبغَي ِْر ِع ْل ٍم إِ َّن َربَّكَ ُه َو أ َ ْعلَ ُم ِب ْال ُم ْعتَدِين ِ لَّي
“Maka makanlah binatang-binatang yang halal yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatnya. Mengapa kamu tidak mau
Allah telah menjelaskan kepada kamu apa-apa yang di haramkan-Nya atas kamu” (QS Al
Anam: 118-119).
Selain halal, makanan juga harus baik. Meski halal tapi jika tidak baik, hendaknya tidak
1. Bergizi tinggi
4. Alami. Tidak mengandung berbagai zat kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia,
pengawet kimia (misalnya formalin), pewarna kimia, perasa kimia (misalnya biang
5. Masih segar. Tidak membusuk atau basi sehingga warna, bau, dan rasanya berubah
6. Tidak berlebihan. Makanan sebaik apa pun jika berlebihan, tidak baik.
B. Tidak makan dan minum dari tempat yang terbuat dari emas dan perak
Wadah-wadah yang terbuat dari emas dan perak diharamkan berdasarkan nash dan ijma’.
Terdapat riwayat shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda
“Janganlah kalian minum dari wadah emas dan perak, dan janganlah kalian makan dari
piringnya, karena benda-benda itu untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kalian
(orang beriman) di akhirat.” (Muttafaq alaih, dari hadits Huzaifah radhiallahu anhu).
6
Begitu pula terdapat riwayat shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau
bersabda“Orang yang minum dari wadah emas dan perak, sesungguhnya dia sedang
menyalakan api jahannam di perutnya.” (Muttafaq alaih, dari hadits Ummu Salamah
radhiallahu anha).
Tentang cuci tangan sebelum makan, Imam Ahmad memiliki dua pendapat: pertama
menyatakan makruh. Sedangkan yang kedua menyatakan dianjurkan. Imam Malik lebih
merinci hal ini, beliau berpendapat, dianjurkan cuci tangan sebelum makan jika terdapat
kotoran di tangan. Ibnu Muflih mengisyaratkan, bahwa cuci tangan sebelum makan itu
tetap dianjurkan, dan ini merupakan pendapat beberapa ulama. Dalam hal ini ada
kelapangan. Artinya jika dirasa perlu cuci tangan, jika dirasa tidak perlu tidak mengapa.
Sebab tidak ditemukan satupun hadist berstatus shahih sebagai dalil, namun hanya berstatus
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada
kami Qais dari Abu Hasyim dari Zadzan dari Salman ia berkata, "Aku membaca dalam
Taurat bahwa berkah makanan adalah dengan berwudlu sebelum makan. Lalu aku ceritakan
hal tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau bersabda: "Berkah
makanan adalah dengan berwudlu sebelum makan dan setelah makan." Sedangkan Sufyan
siapa yang tidur dalam keadaan tangannya masih bau daging kambing dan belum dicuci,
7
lalu terjadi sesuatu, maka janganlah dia menyalahkan kecuali dirinya sendiri.”(HR.
Membaca bismillah di awal makan adalah perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata, “Waktu aku masih kecil dan berada di bawah
makan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Ghulam, bacalah
“bismilillah”, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di
hadapanmu.” Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu, keutamaan lainnya yakni setan tidak akan menghalalkan makanan yang
disebut dengan bismillah dan tidak akan ikut makan bersama penyebutnya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sungguh, setan menghalalkan makanan yang tidak
Seseorang yang membaca basmalah saat akan memulai makan juga akan mudah kenyang
dan membawa berkah pada makanannya. Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya
bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda: “Kemungkinan
kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi
“bismillah” di awal karena sengaja, lupa, dipaksa, tidak mampu mengucapkannya karena
8
suatu alasan, lalu ia bisa mengucapkan di tengah-tengah makannya, maka ia dianjurkan
Ada beberapa hadits yang membicarakan masalah ini, Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian
makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama
aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”.” (HR. Abu Daud dan At
Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan, “Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka
mengucapkan: Bismillaah fii awwalihi wa aakhirihi (dengan nama Allah pada awal dan
Lalu untuk doa sebelum makan disampaikan melalui hadist riwayat An Nawawi dalam
kitabnya Al adzkar, Telah diriwayatkan dalam kitab Ibnus Sunni dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin
Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ketika
makanan didekatkan kepadanya, beliau biasa mengucapkan “Allahumma baarik lanaa fii maa
pendapat dikalangan ulama tentang dibolehkannya mengambil dalil dan mengamalkan hadist
9
E. Memakan makanan yang terdekat
Umar bin Abi Salamah meriwayatkan, “Suatu hari aku makan bersama
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku mengambil daging yang berada di pinggir
nampan, lantas Nabi bersabda, “Makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR.
Muslim). Hikmah dari larangan mengambil makanan yang berada di hadapan orang lain,
adalah perbuatan kurang sopan, bahkan boleh jadi orang lain merasa jijik dengan perbuatan
itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikmati makanan yang ia buat. Aku ikut pergi
menemani Nabi. Orang tersebut menyuguhkan roti yang terbuat dari gandum kasar dan
kuah yang mengandung labu dan dendeng. Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam selalu mengambil labu yang berada di pinggir nampan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika
makan malam sudah disajikan dan Iqamah shalat dikumandangkan, maka dahulukanlah
Diriwayatkan dari Nafi’, beliau mengatakan terkadang Ibnu Umar mengutusnya untuk
satu keperluan, padahal beliau sedang berpuasa. Kemudian makan malam disajikan kepada
Ibnu Umar, sedangkan shalat Magrib sudah dikumandangkan. Bahkan beliau mendengar
suara bacaan imam (shalat) yang sudah mulai shalat, tetapi beliau tidak meninggalkan
Setelah itu beliau baru keluar dan melaksanakan shalat. Ibnu Umar menyatakan bahwa
10
menyelesaikan makan malam kalian jika sudah disajikan.” (HR. Ahmad). Hikmah dari
larangan dalam hadits di ini adalah supaya kita tidak melaksanakan shalat dalam keadaan
sangat ingin makan, sehingga hal tersebut mengganggu shalat kita dan menghilangkan
kekhusyukannya.
Diantara akhlak yang mulia adalah tidak mendahului orang yang lebih tua dalam
perkara-perkara mubah atau perkara duniawi tidak terkecuali saat makan dan minum . Tidak
Dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha, jika beliau membuat roti Tsarid maka
beliau tutupi roti tersebut dengan sesuatu sampai panasnya hilang. Kemudian beliau
sallam bersabda, “Sesungguhnya hal tersebut lebih besar berkahnya.” (HR. Darimi dan
Ahmad). Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Makanan itu tidak boleh
disantap kecuali jika asap makanan yang panas sudah hilang.” (HR. Baihaqi)
Dalam Zaadul Ma’ad 4/223 Imam Ibnul Qoyyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak pernah menyantap makanan dalam keadaan masih panas.” Yang dimaksud
berkah dalam hadits dari Asma’ di atas adalah gizi yang didapatkan sesudah menyantapnya,
makanan tersebut tidak menyebabkan gangguan dalam tubuh, membantu untuk melakukan
ketaatan dan lain-lain. demikian yang dinyatakan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Shahih
Muslim, 13/172)
11
I. Makan dari pinggir piring
Diriwayatkan dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi bersabda, “Jika kalian
makan, maka janganlah makan dari bagian tengah piring, akan tetapi hendaknya makan
dari pinggir piring. Karena keberkahan makanan itu turun dibagian tengah
Hikmah larangan makan dari bagian tengah piring adalah, agar kita mendapatkan
keberkahan yang berada di tengah-tengah makanan. Jika sedang makan bersama terdapat
hikmah yang lain, yaitu semua orang akan mengambil berkah yang berada ditengah piring.
Perkara-Perkara Baik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh bagi
umatnya agar mendahulukan tangan kanan (bagian anggota tubuh sebelah kanan) dalam
Menggunakan tangan kiri untuk makan dan minum termasuk kebiasaan makhluk
terlaknat, setan. Dan kaum Muslimin diperintahkan menjauhi perilaku dan langkah-langkah
makhluk sumber keburukan itu. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, “Jika
salah seorang dari kalian akan makan, hendaknya makan dengan tangan kanan. Dan apabila
ingin minum, hendaknya minum dengan tangan kanan. Sesungguhnya setan makan dengan
Dari Salamah bin Akwa radhiyallahu ‘anhu beliau bercerita bahwa ada seorang yang
makan dengan menggunakan tangan kiri di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Melihat hal tersebut Nabi bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu.” “Aku tidak bisa
12
makan dengan tangan kanan,” sahut orang tersebut. Nabi lantas bersabda, “Engkau
memang tidak biasa menggunakan tangan kananmu.” Tidak ada yang menghalangi orang
tersebut untuk menuruti perintah Nabi kecuali kesombongan. Oleh karena itu orang tersebut
Dari Ibnu Umar rhadiallahu anhu, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Hendaklah setiap orang di antara kalian makan dengan menggunakan tangan kanannya,
minum dengan menggunakan tangan kanan, mengambil dengan menggunakan tangan kanan,
dan memberi dengan menggunakan tangan kanan, karena sesungguhnya setan makan
dengan menggunakan tangan kiri, minum dengan menggunakan tangan kiri, memberi dengan
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sungguh melarang dari minum sambil berdiri.” (HR. Muslim). Lalu dari Anas radhiyallahu
‘anhu pula, ia berkata, “Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau melarang
seseorang minum sambil berdiri.” Qotadah berkata bahwa mereka kala itu bertanya (pada
Anas), “Bagaimana dengan makan (sambil berdiri)?” Anas menjawab, “Itu lebih parah dan
lebih jelek.” (HR. Muslim). Para ulama menjelaskan, dikatakan makan dengan berdiri lebih
jelek karena makan itu membutuhkan waktu yang lebih lama daripada minum.
Kemudian jika telah terlanjur meminumnya dalam kedaan berdiri maka, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian minum
sambil berdiri. Apabila dia lupa maka hendaknya dia muntahkan.” (HR. Muslim)
Namun, minum sambil berdiri boleh dan didispensasi untuk kasus meminum air zam-
zam ketika berdiri. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas rhadiallahu anha, dia berkata “saya pernah
13
mengambilkan minuman untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dari sumur zam-zam,
lalu beliau minum sambil berdiri. Beliau meminta minum ketika berada di sisi Baitullah (HR
Cara duduk Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika makan adalah dengan tidak
bersandar. Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits, Abu Juhaifah mengatakan, bahwa
dia berada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah berkata
kepada seseorang yang berada di dekat beliau, “Aku tidak makan dalam keadaan
bersandar.” (HR Bukhari). Posisi duduk lainnya yang dilarang Rasulullah shallallahu alaihi
sallam melarang dua jenis makanan: yaitu duduk dalam jamuan makan yang menyuguhkan
minum-minuman keras dan makan sambil tengkurap.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majjah)
Selain itu, rasulullah juga pernah makan dengan posisi bersimpuh atau menegakkan
kedua betis dan paha ketika duduk atau duduk tawarruk. Dari Abdullan bin Bisr rhadiallahu
anhu , ia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam diberi hadiah daging kambing,
saat memakan daging tersebut, beliau duduk bersimpuh. Seorang Badui berkata, ‘Duduk
(pertemuan) apa ini? Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah menjadikanku hamba yang
mulia, tidak menjadikanku sebagai orang yang diktator dan pembangkang.” Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Duduk iq’a yaitu menegakkan kedua telapak kaki lalu
duduk diatas kedua tumitnya. Maksud beliau shallallahu’alaihi wasallam makan seperti ini
agar beliau tidak tenang saat duduk dan tidak makan banyak. Karena umumnya orang yang
duduk iq’a tidak bisa tenang sehingga tidak banyak makan. Sebaliknya jika seseorang duduk
tenang, santai maka umumnya akan banyak makan.” (Syarh Riyadhush Shalihin)
14
Sedangkan, Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menegaskan, “Posisi duduk yang
disunnahkan saat makan yaitu duduk dengan bertumpu pada kedua lutut dan kedua
punggung telapak kaki atau duduk dengan menegakkan kaki kanan dan menduduki kaki kiri.”
menggunakan tiga jari. Dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu makan dengan menggunakan tiga jari dan
Berkenaan dengan hadits ini Ibnu Utsaimin mengatakan, “Dianjurkan untuk makan
dengan tiga jari, yaitu jari tengah, jari telunjuk, dan jempol, karena hal tersebut
menunjukkan tidak rakus dan ketawadhu’an. Akan tetapi hal ini berlaku untuk makanan
yang bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari. Adapun makanan yang tidak bisa
dimakan dengan menggunakan tiga jari, maka diperbolehkan untuk menggunakan lebih dari
tiga jari. Namun, makanan yang bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari maka
hendaknya kita hanya menggunakan tiga jari saja, karena hal itu merupakan sunnah
menjilati tangan setelah makan masih satu hadist dengan hadist yang menyatakan
disunnahkan makan dengan tiga jari yakni, Dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya beliau
tiga jari dan menjilati jari-jari tersebut sebelum dibersihkan.” (HR Muslim). Dalam riwayat
15
Ahmad dan Abu Dawud dinyatakan, “Maka janganlah dia bersihkan tangannya dengan
sapu tangan sehingga dia jilati atau dia minta orang lain untuk menjilatinya.”
Jabir rhadiallahu anhu juga pernah meriwayatkan hadist bermakna serupa, bahwasanya
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan menjilati jari-jari dan piring setelah
makan. Beliau bersabda, “Kalian tidak tahu makanan yang mana yang mengandung
Anjuran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah agar tidak bernafas dan meniup
air ke dalam gelas atau wadah air. Dalam hal ini, terdapat beberapa hadits, Dari Abu
Qatadah rhadiallahu anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian
minum maka janganlah mengambil nafas dalam wadah air minumnya.” (HR. Bukhari dan
Muslim). Dari Ibnu Abbas rhadiallahu anhu, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang untuk mengambil nafas atau meniup wadah air minum.” (HR. Tirmidzi
Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi mengatakan, “Larangan bernafas dalam
wadah air minum adalah termasuk etika karena dikhawatirkan hal tersebut mengotori air
minum atau menimbulkan bau yang tidak enak atau dikhawatirkan ada sesuatu dari mulut
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bernafas tiga kali ketika minum. Dan beliau
bersabda: ‘Sesungguhnya dengan begini haus lebih hilang, lebih lepas dan lebih enak‘”
16
Namun perlu dicatat, bahwa bernafas yang dimaksud di sini bukanlah bernafas atau
mengeluarkan nafas di dalam gelas atau tempat minum. Namun yang dimaksud adalah di
luar gelas.
Meskipun demikian, diperbolehkan minum satu teguk sekaligus. Dalilnya dari Abu
Said al-Khudry, ketika beliau menemui Khalifah Marwan bin Hakam, khalifah bertanya,
“Apakah engkau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang meniup air
minum?” Abu Said mengatakan, “Benar” lalu ada seorang yang berkata kepada
lebih segar jika minum dengan sekali teguk.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya kepadanya, “Jauhkan gelas dari mulutmu kemudian bernafaslah”, Orang
tersebut kembali berkata, “Ternyata kulihat ada kotoran di dalamnya?” Nabi bersabda,
Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika
makanan salah satu kalian jatuh maka hendaklah diambil dan disingkirkan kotoran yang
setan” Dalam riwayat yang lain dinyatakan, “sesungguhnya setan bersama kalian dalam
segala keadaan, sampai-sampai setan bersama kalian pada saat makan. Oleh karena itu
jika makanan kalian jatuh ke lantai maka kotorannya hendaknya dibersihkan kemudian di
makan dan jangan dibiarkan untuk setan. Jika sudah selesai makan maka hendaknya jari
jemari dijilati karena tidak diketahui di bagian manakah makanan tersebut terdapat
Terdapat banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari hadits di atas di antaranya setan
itu selalu mengintai manusia dan menyertainya serta berusaha untuk mendapatkan bagian
17
dari apa yang dilakukan oleh manusia. Setan menyertai manusia sampai-sampai pada saat
makan dan minum. Dalam hadits di atas Nabi memerintahkan untuk menghilangkan
kotoran yang menempel pada makanan yang jatuh ke lantai baik berupa tanah atau yang
lainnya. Kemudian memakannya dan tidak membiarkan makanan tersebut untuk dinikmati
oleh setan karena setan adalah musuh manusia, seorang musuh sepantasnya menghalangi
keberkahan makanan itu terletak dalam makanan yang jatuh ke lantai, oleh karena itu kita
‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Jika beliau menyukai satu
makanan, maka beliau memakannya. Jika beliau tidak suka, maka beliau
dengan makanan) adalah segala sesuatu yang dinikmati rasanya, baik berupa makanan
ataupun minuman. Sepantasnya jika kita diberi suguhan berupa makanan, hendaknya kita
menyadari betapa besar nikmat yang telah Allah berikan dengan mempermudah kita untuk
mendapatkannya, bersyukur kepada Allah karena mendapatkan nikmat tersebut dan tidak
mencelanya. Jika makanan tersebut enak dan terasa menggiurkan, maka hendaklah kita
makan. Namun jika tidak demikian, maka tidak perlu kita makan dan kita tidak perlu
mencelanya. Dalil mengenai hal ini adalah hadits dari Abu Hurairah. Abu Hurairah
mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan. Jika
beliau menyukainya, maka beliau memakannya. Jika beliau tidak menyukainya, maka
18
R. Makan dengan porsi yang cukup
Dari Miqdam bin Ma’di Karib beliau menegaskan bahwasanya beliau mendengar
satu wadah yang lebih berbahaya dibandingkan perutnya sendiri. Sebenarnya seorang
manusia itu cukup dengan beberapa suap makanan yang bisa menegakkan tulang
punggungnya. Namun jika tidak ada pilihan lain, maka hendaknya sepertiga perut itu untuk
makanan, sepertiga yang lain untuk minuman dan sepertiga terakhir untuk nafas.” (HR.
Ibnu Majah) Dari Ibnu Umar r.a, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang kafir
makan dengan tujuh usus, sedangkan orang mukmin makan dengan satu usus.”
Ada beberapa doa setelah makan yang diajarkan Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam,
Dari Abu Umamah, ia berkata bahwasanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
thoyyiban mubarokan fiih, ghoiro makfiyyin wa laa muwadda’in wa laa mustaghnan ‘anhu
robbanaa (segala puji hanyalah milik Allah, yang Allah tidak butuh pada makanan dari
makhluk-Nya, yang Allah tidak mungkin ditinggalkan, dan semua tidak lepas dari butuh pada
Doa kedua yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ialah, Dari Mu’adz bin
Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang
haadzaa wa rozaqoniihi min ghoiri haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah
yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan
dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Abu Daud , Tirmidzi, Ibnu Majah
dan Ahmad).
19
Namun jika mencukupkan dengan ucapan “alhamdulillah” setelah makan juga
dibolehkan berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid
(alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734). Imam Nawawi
saja, maka itu sudah dikatakan menjalankan sunnah.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 46)
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada beberapa sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallan
B. Tidak makan dan minum dari tempat yang terbuat dari emas dan perak
21
B. Saran
Sejauh ini pengamalan adab-adab makan yang sesuai dengan sunnah Rasulullah
sehari-hari. Maka dari itu dengan adanya makalah ini, kami menyarankan sebagai penulis
22
DAFTAR PUSTAKA
https://www.syahida.com/2016/03/31/4570/24-adab-makan-dan-minum-sesuai-sunnah-
Maret 2019.
https://media-islam.or.id/2012/05/14/makanan-yang-halal-dan-baik-halalan-thoyyiban/
https://islamqa.info/id/answers/13733/pengharaman-wadah-yang-terbuat-dari-emas-dan-
Maret 2019.
http://lembaran-islam.blogspot.com/2015/01/doa-sebelum-makan-dan-haditsnya.html
Maret 2019.
https://almanhaj.or.id/3044-etika-makan-dalam-perspektif-al-quran-as-sunnah.html Diakses
2019.
2019.
23
24