Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Pada saat ini, penyakit infeksi saluran napas terutama pada saluran napas
bagian atas merupakan kasus terbanyak di Indonesia. Jika kondisi infeksi
saluran napas tidak ditangani secara tepat dan berkelanjutan maka dapat
berpeluang terjadinya pneumonia. Hal ini disebabkan karena bakteri penyebab
infeksi saluran napas menyebar ke area paru-paru.
Bakteri penyebab infeksi saluran napas paling banyak menyerang anak-
anak, dan jika tidak diobati bakteri tersebut akan menyebar ke area paru-paru
sehingga terjadi inflamasi pada jaringan paru-paru (pneumonia).
Pada usia dewasa, pola hidup yang jelek seperti kebiasan merokok dan
minum alkohol dapat menjadi pencetus terjadinya pneumonia. Kandungan
rokok yang banyak karbondioksida atau karbonmonoksida dan nikotin dapat
menyebabkan terjadinya inflamasi pada jaringan paru-paru (pneumonia). Hal ini
dipengaruhi oleh adanya penurunan daya tahan tubuh yang disertai penurunan
sistem kekebalan tubuh. Begitu pula pada orang yang memiliki kebiasaan
minum alkohol. Penurunan sistem kekebalan tubuh akan memudahkan bakteri
penyebab pneumonia (Streptococcus pneumonia) masuk kedalam jaringan
paru-paru melalui saluran pernapasan.
Selain itu, penderita diabetes, penderita penyakit jantung, penyakit COPD
menahun, dan penderita AIDS memiliki peluang besar terjadinya pneumonia.
Bagi penderita AIDS dimana kuman AIDS menyerang sistem kekebalan tubuh
sehingga sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan (tidak berfungsi), akan
memudahkan bakteri penyebab pneumonia masuk kedalam jaringan paru-paru
melalui saluran pernapasan. Begitu pula, pada pasien pasca operasi yang lama
baring dimana sistem kekebalan tubuh mengalami penurunan akan
memudahkan bakteri penyebab pneumonia bertransmisi ke jaringan paru-paru.
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI RESPIRASI


Sistem respiratory terdiri dari jalan udara dan jaringan paru-paru, dan
dapat dibagi kedalam upper tractus dan lower tractus.
Upper respiratory tractus terdiri dari jalan udara nasal (hidung),
pharynx, larynx, dan bagian atas trachea. Lower respiratory tractus terdiri
dari bagian bawah trachea, pohon bronchialis dan alveoli.
1. Upper Respiratory Tractus, terdiri dari :
a. Jalan udara nasal (hidung)
b. Pharynx
c. Larynx
d. Trachea
2. Lower Respiratory Tractus, terdiri dari :
a. Pohon bronchialis
Pohon bronchialis mulai dari bifurcation trachea. Bronchus kanan
lebih kearah vertikal, lebih lebar dan lebih pendek daripada bronchus
kiri. Setiap bronchus utama terbagi kedalam lobar bronchi yang
terbagi lagi kedalam segmental bronchi. Segmental bronchus bersama-
sama dengan jaringan paru-paru membentuk yang dinamakan dengan
istilah segmen bronchopulmonary.
Setiap bronchus bercabang menjadi cabang-cabang dengan lumen
yang kecil sampai terbentuk bronchiolus terminal yang tidak memiliki
cartilago didalam dindingnya. Bronchiolus terminal berlanjut menjadi
bronchiolus respiratory yang masuk kedalam alveoli. Suatu acinus
merupakan bronchiolus respiratory, ductus alveolar dan alveoli yang
berasal dari salah satu cabang bronchiolus terminal.
Pertukaran gas terjadi didalam membran alveolus yang tipis yang
berhubungan langsung dengan pembuluh-pembuluh kapiler.

b. Membran alveolar
Membran alveolar terdiri dari lapisan epithelial, serabut elastik
dan serabut collagen serta kapiler-kapiler darah. Lapisan epithelial
tersusun dari membran dasar dan pneumocytes (sel paru-paru). Sel-
sel yang paling umum adalah tipe I pneumocytes yang merupakan
lintasan terjadinya difusi gas. Tipe II pneumocytes menghasilkan
surfactan pulmonary yaitu suatu cairan (phospholipid) yang
mengurangi ketegangan permukaan pada dinding alveolar sehingga
menurunkan tekanan (menjadi kurang negatif) didalam alveoli yang
kosong, dengan demikian menurunkan kecenderungan alveoli untuk
collaps. Penurunan tekanan tersebut juga membuat kerja expansi
paru-paru menjadi lebih mudah.

c. Paru-Paru
Paru-paru terdiri dari paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-
paru kanan memiliki 3 lobus yaitu upper lobus, middle lobus dan
lower lobus. Paru-paru kanan juga memiliki 10 segmen
bronchopulmonal.
Paru-paru kiri memiliki 2 lobus yaitu upper lobus dan lower lobus.
Sedangkan segmen paru-paru kiri memiliki jumlah yang lebih sedikit
daripada segmen paru-paru kanan karena adanya struktur jantung
pada sisi kiri. Segmen pada paru-paru kiri memiliki 8 segmen
bronchopulmonal.
d. Pleural
Pleural terdiri dari 2 lapisan yaitu visceral pleural dan parietal
pleural. Visceral pleural merupakan membran yang membungkus
langsung jaringan paru-paru, sedangkan parietal pleural adalah
membran yang melapisi dinding thoraks.
Diantara kedua lapisan pleural terdapat rongga pleural yang berisi
cairan pleural dan cairan tersebut berperan sebagai lubrikasi pada
saat pleural saling slide satu sama lain selama ventilasi. Adanya
tekanan negatif per menit pada ruang tersebut dapat berperan
memelihara inflasi paru-paru.

B. PATOLOGI
1. Definisi
Pneumonia adalah suatu kondisi inflamasi atau radang atau infeksi
pada jaringan paru-paru yaitu pada alveoli dan jalan napas didekatnya,
yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun jamur.
Ditinjau dari gambaran radiologis, pneumonia terdiri dari pneumonia
tipikal dan pneumonia atipikal. Pneumonia tipikal adalah infeksi paru-
paru pada kantung udara (alveoli), yaitu cairan (infiltrat) yang
berkumpul di dalam alveoli dan mengganggu pertukaran oksigen.
Gambaran rontgen menunjukkan gambaran berupa bayangan jernih
dengan batas yang jelas. Sedangkan pneumonia atipikal adalah infeksi
paru-paru yang menyebabkan radang pada jaringan di sekitar alveoli
dengan akibat lebih lanjut adalah mengempisnya alveoli, berkurangnya
suplai darah ke alveoli, dan mengganggu proses pertukaran udara.
Gambaran rontgen menunjukkan bayangan tidak jelas dengan batas yang
kabur.
Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan
nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru yaitu
menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi
terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan
segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh
bakteri lain.

2. Etiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang umumnya menyerang semua
kelompok usia dan fatal pada usia remaja dan orangtua.
a. Faktor Predisposisi/Pencetus
Berbagai faktor pencetus pneumonia yaitu musim dingin atau
musim semi (cuaca), kondisi penuh sesak/padat yang memudahkan
transmisi (berpindah) bakteri dan virus masuk kedalam paru-paru,
meminum alkohol, merokok, polusi atmosfir, dan kelompok sosial-
ekonomi yang rendah.
Penyakit ini juga dapat terjadi secara sekunder akibat dari :
gangguan kesadaran, malnutrisi, obstruksi jalan napas karena adanya
benda asing atau tumor, influenza, bronchitis kronik, dan cacar air.
Beberapa orang yang rentan (mudah terkena) pneumonia adalah :
peminum alkohol, perokok, penderita diabetes, penderita gagal
jantung, penderita penyakit paru obstruktif menahun, gangguan sistem
kekebalan karena obat tertentu, dan gangguan sistem kekebalan
karena penyakit (penyakit AIDS).

b. Penyebab
Penyebab yang paling umum terjadi adalah infeksi oleh bakteri
seperti Streptococcus pneumonia atau pyogenes, Staphylococcus
pyogens dan Klebsiella pneumonia, Mycoplasmal pneumonia, dan
Hemophilus influenzae. Legionella pneumophia yang menyebabkan
pneumonia dikenal sebagai penyakit “Legionnaires”.
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama
pembedahan perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai
akibat dari dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap kemampuan
batuk dan lendir yang tertahan. Yang sering menjadi penyebabnya
adalah Staphylococcus aureus, pneumokokus, Hemophilus influenzae
atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh
bakteri, yang paling sering adalah bakteri Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus). Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan
oleh virus pernafasan, dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun.
Pada usia sekolah, pneumonia paling sering disebabkan oleh bakteri
Mycoplasma pneumoniae.

3. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi yang terkena atau terlibat maka pneumonia
dibagi atas : Pneumonia lobular, Pneumonia lobar atau segmental.
Pneumonia lobular bilateral dinamakan dengan bronchopneumonia.
Berdasarkan jenis kuman yang menyerang, pneumonia terdiri atas :
Pneumonia Bakterial, Pneumonia Viral, dan Pneumonia SARS.
a. Pneumonia Bakterial
Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat
kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi
hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien
yang keterbelakangan mental, pasien pascaoperasi, orang yang
menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus lain adalah
orang yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi
sangat rentan terhadap penyakit itu.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-
paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau
pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru
(tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri
tersebut.
b. Pneumonia Viral
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan
dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit
influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga).
Kekerapan penyakit ini pada setiap golongan usia adalah berbeda,
bergantung pada virus penyebabnya. Respiratory syncytial virus (RSV)
adalah terbanyak pada anak balita. Sebaliknya virus varicella yang
menyerang paru-paru hanya bisa diderita oleh orang dewasa. Virus
influenza tipe A sendiri bisa menyerang kedua kelompok usia, namun
orang dewasa lebih sering terserang virus tersebut.
Konsentrasi penduduk, terutama mereka yang tinggal di asrama
lebih memungkinkan penyebaran pneumonia secara cepat, apalagi
kalau hubungan dengan dunia luar terbatas seperti pada tempat
latihan angkatan bersenjata.
Infeksi oleh virus influenza dapat menjadi berat dan kadang-
kadang berakibat fatal. Penyakit itu sering ditemukan pada penderita
penyakit jantung, paru-paru, atau mereka yang sedang hamil.
c. Pneumonia SARS
Pneumonia SARS menjadi terkenal dan "dianak emaskan"
(mengutip ungkapan dari salah seorang penanya) karena beberapa
hal. Pertama, meskipun diketahui penyebabnya sampai saat ini adalah
virus (virus corona), namun kefatalannya melebihi pneumonia virus
yang lain. Itulah yang membedakan SARS dengan pneumonia akibat
virus yang biasanya "ringan-ringan" saja. Belum lagi, jika penderita
SARS ditumpangi bakteri pseudomonas. Penyakit inipun menjadi berat
layaknya pneumonia akibat bakteri.
Yang kedua mengenai virus corona tipe baru yang diduga
menyebabkan SARS. Virus itu sangat ganas, bahkan bisa menyerang
mereka yang rata-rata tidak akan menjadi sakit. Itulah sebabnya
menjadi ketakutan yang luar biasa.
Yang ketiga, adalah penanganan pasti virus ini belum ditemukan,
misalnya vaksin ataupun obatnya.

4. Proses Terjadinya
Mikroorganisme menyerang jaringan paru-paru melalui :
a. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar.
b. Aliran darah, dari infeksi organ tubuh yang lain.
c. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-
paru.
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit
(mikroorganisme) di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke
paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain,
misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang
masuk akan dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia.
Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan
lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk
mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua
tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
Jangan menganggap kita berada di lingkungan steril tanpa bibit
penyakit (mikroorganisme). Udara sekitar kita penuh dengan bibit-bibit
penyakit. Seseorang tidak jatuh sakit karena ada keseimbangan antara
sistem pertahanan tubuh kita, serta jumlah maupun keganasan bibit
penyakit. Yang termasuk kedalam sistem pertahanan tubuh adalah
struktur kulit, proses batuk, hingga sel-sel pembunuh yang berada dalam
darah maupun cairan limfe kita (sistem antibodi). Untuk itu penting
selalu menjaga kondisi tubuh agar tetap fit menghadapi serangan
penyakit. Kondisi tubuh yang lemah mudah diserang oleh
mikroorganisme dari luar.
Serangan mikroorganisme menyebabkan inflamasi pada bronchiolus
dan alveoli. Inflamasi tersebut menghasilkan eksudat yang akan
menyebar kedalam alveoli-alveoli didekatnya sehingga menghasilkan
medium untuk penyebaran bakteri yang cepat. Alveoli menjadi terisi
dengan sel-sel darah merah, leukosit, makrofag dan fibrin, sehingga
terjadi kongesti (kegagalan) diseluruh lobus. Resolusi terjadi ketika
leukosit menelan/membunuh bakteri dan makrofag membersihkan sisa-
sisanya oleh phagocytosis. Inflamasi dapat menyebar ke pleural dan
menyebabkan “fibrinous pleurisy”. Pada lobular pneumonia atau
bronchopneumonia, inflamasi menyebar dimana-mana secara tidak
beraturan didalam paru-paru sedangkan pada lobar pneumonia inflamasi
menyebar diseluruh paru-paru tetapi terisi cairan pada satu paru-paru
dengan seluruh lobus.

5. Gambaran Klinis
a. Serangan
Serangan ini bisa tiba-tiba (lobar pneumonia) atau secara
bertahap (broncho-pneumonia atau lobular pneumonia) dan berkaitan
dengan :
1) Perasaan tidak enak pada badan
2) Demam tinggi (temperatur 38o – 40oC)
3) Terasa kaku
4) Muntah
5) Perasaan bingung akibat hipoxemia khususnya pada orang tua
6) Tachycardia
b. Batuk
Awalnya adalah batuk kering tetapi setelah beberapa hari
menghasilkan batuk berdahak dengan sputum purulent.
c. Sesak napas
Aliran darah yang masuk kedalam membran alveoli yang
terserang menjadi kekurangan oksigen sehingga terjadi kegagalan
tekanan PaO2. Hiperventilasi tidak dapat memberikan kompensasi
terhadap hipoxemia pada jaringan karena aliran darah yang masuk ke
jaringan paru-paru normal hampir terpenuhi. Inflamasi juga
menyebabkan paru-paru menjadi kaku dan penurunan compliance
paru-paru sehingga terjadi usaha pernapasan yang lebih besar. Oleh
karena itu respirasi menjadi cepat dan dangkal.
d. Nyeri
Jika inflamasi menyebar ke pleural maka nyeri yang tajam dapat
diperberat oleh napas yang dalam atau batuk.
e. Radiography
Konsolidasi dapat terlihat dengan jelas didalam lobar pneumonia.
Pada pneumonia tipikal menunjukkan gambaran rontgen berupa
bayangan jernih dengan batas yang jelas. Pada pneumonia atipikal
menunjukkan gambaran rontgen berupa bayangan tidak jelas dengan
batas yang kabur.
f. Auskultasi
Pernapasan bronchial dapat terdengar jelas (khususnya pada
lobar pneumonia) karena jaringan paru-paru yang terkonsolidasi akan
menghasilkan bunyi pada jalan udara didalam trachea. Bunyi vocal
resonance dapat terdengar dengan auskultasi.
BAB III
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

1. Anamnesis :

 Nama : Ny. Mn
 Umur : 60 Th
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Pekerjaan : IRT
 Alamat : Jl. Kerukunan Raya

 Keluhan Utama : Adanya Sesak nafas, Batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan
 Tempat keluhan : Pada dada kiri pasien
 Berapa Lama : 8 bln

 Ada Sputum, kental, berwarna kuning kehijauan

 Faktor yang memperberat atau memperingan keluhan :

 Faktor yang memperberat, saat pasien melakukan aktivitas yang berat seperti
mengangkat barang dan jalan jauh.
 Faktor yang memperingan, saat diistirahatkan pasien merasakan nyaman.
2. PemeriksaanUmum

3. Suhu Badan : 35,9 c

1. Tekanan darah : 120/ 80 mmHg


2. Denyut nadi : 80 x / menit

4. Pernafasan : 27 x / menit

3. Pemeriksaan Khusus

 Inspeksi Statis : Wajah pasien sedikit pucat


Pasien tampak cemas

Pasien tampak lesu

Terdapat cyanosis sentral (pada bibir)

Elevasi Shoulder

Lean Forward postur

 Dynamis : Pasien bernafas dengan pola pursed-lip


Eksiparasi melalui mulut

 Palpasi : Spasme pada otot assesoris pernafasan , terutama sterno cleido


mastoideus, upper trapezius, pectoralis mayor dan minor
M. Sternocleidomastoideus M. Upper Trapezius
M. Pectoralis major M. Pectoralis Minor
Pola napas
Yang diperiksa adalah :
a. Frekuensi, regularitas, dan lokasi respirasi saat istirahat dan beraktivitas.
Normalnya rasio inspirasi ke ekspirasi saat istirahat adalah 1 : 2 dan saat
aktivitas 1 : 1.
b. Otot-otot leher (otot asesoris inspirasi) yang secara normal hanya bekerja
selama deep breathing
c. Pola napas yang abnormal : dyspnea, tachypnea, bradypnea, hiperventilasi,
orthopnea, apnea, apneusis, cheyne-stokes
Temuan pemeriksaan adalah rasio pola napas 1 : 4 saat istirahat, dan pola
napas yang abnormal yaitu tachypnea (respirasi cepat dan dangkal).
Derajat Sesak Nafas Dengan Skala Borg
Sesak Nafas Keterangan
0 Tidak ada
0,5 Sangat sangat ringan
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Sedang
4 Sedikit berat
5 Berat
6 Sangat berat
7 Sangat-sangat berat
8 Maksimal

16
 Auskultasi

Auskultasi merupakan suatu teknik pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop


untuk mendengarkan suara khusus nafas. Bunyi nafas normal dan abnormal terjadi akibat
gerakan udara di airway seama inspirasi dan ekspirasi.
Prosedur :
Posisi pasien duduk comfortable dan rileks, stetoskop diletakkan sejajar dengan T-
2, T-6, T-10 dinding dada kiri dan kanan bagian anterior dan posterior thoraks lalu
anjurkan pasien deep inspirasi dan ekspirasi dengan perlahan.
Hasil pemeriksaan :
terdengar bunyi vocal resonance pada lobus yang terganggu

 Tes Khusus

a) Pemeriksaan Expansi Toraks


 Upper Chest Expansion
Pasien berdiri rileks, lalu lingkarkan meteran pada dada pasien tepat pada axilla
pasien. Instruksikan pasien untuk menghembuskan nafas/mengosongkan paru-paru,
lalu sesuaikan meteran dengan ukuran pasien, catatlah hasilnya setelah itu
instruksikan pasien untuk menarik nafas dan hitung perubahan ukuran yang terjadi.
Inspirasi : 53 cm
Ekspirasi : 52 cm

17
 Middle Chest Exspansi
Pasien berdiri rileks lalu lingkarkan meteran pada dada pasien tepat sejajar dengan
proc. Xyphoid pasien.
Instruksikan pasien untuk menghembuskan nafas/mengosongkan paru-paru , lalu
sesuaikan meteran dengan ukuran pasien. Catatlah hasilnya setelah itu instruksikan
pasien untuk menarik nafas dan hitung perubahan ukuran yang terjadi.
Inspirasi : 55 cm
Ekspirasi : 53 cm

 Lower Chest Expansion


Pasien berdiri rileks, lalu lingkarkan meteran pada dada pasien tepat sejajar dengan
subcotal pasien. Instruksikan pasien untuk menghembuskan/mengosongkan paru-
paru, lalu sesuaikan meteran dengan ukuran pasien. Catatlah hasilnya setelah itu
istruksikan pasien untuk menarik nafas dan hitung perubahan ukuran yang terjadi.
Inspirasi : 54 cm
Ekspirasi : 52 cm

18
b) Fremitus
Fremitus merupakan getaran pada dinding dada pasien yang dihasilkan oleh pita
suara melalui system broncho pulmonal
Posisi terapis : Dibelakang pasien
Posisi pasien : Duduk
Prosedur : Letakkan kedua telapak tangan terapis secara simetris pada
dinding dada bagian belakang pasien. Instruksikan pasien untuk Tarik nafas dan
tahan sebentar lalu mengucapkan “99” beberapa kali
Hasil pemeriksaan:
Fremitus melemah khususnya pada bagian lower thoracal

c). Batuk dan Sputum

Ditemukan batuk yang produktif dan sputum yang berwarna kuning


kehijauan.

19
Problematik Fisioterapi

A. Diagnosa Fisioterapi
 Impairment
a) Perubahan Struktur
i. Bronkus dan bronkiolus ; terdapat spasme otot bronchial serta penumpukan
cairan eksudat disertai konsolidasi
ii. Sangkar toraks ; penurunan ekspansi toraks
iii.Otot bantu pernapasan ; spasme otot bantu pernapasan karena berkontraksi
berlebih saat frekuensi pernapasan terlalu cepat
iv. Diafragma ; pengembangan terbatas
b) Gangguan Fungsi
i. Tingkat pernapasan ; frekuensi pernapasan cepat
ii. Ritme pernapasan ; tidak teratur
iii. Kedalaman respirasi ; ekspirasi lebih panjang dari inspirasi
iv. Fungsi otot pernapasan toraks ; penurunan kemampuan berkontraksi
v. Fungsi diafragma ; pengembangan terbatas

 Functional Limitation
a) Terhambat dalam merubah posisi baring ke duduk akibat sesak yang dirasakan
setelah lama berbaring
b) Tidak mampu berkeliling di sekitar rumah karena mudah merasa sesak

 Participation Restriction
Belum dapat menjalankan aktivitas sebagai ibu rumah tangga, seperti menyiapkan
makanan untuk keluarga, menyapu dan mencuci pakaian.

20
B. Perencanaan Fisioterapi
 Tujuan Jangka Panjang
 Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa hambatan
 Tujuan Jangka Pendek
 Meningkatkan kekuatan otot pernafasan
 Merilekskan otot bantu pernafasan dan memperbaiki postur
 Meningkatkan mobilitas thoraks
 Memobilisasi sekresi didalam paru-paru serta batuk menjadi produktif.

C. Intervensi

 Infra Red Rays (IRR)


Infra Red (IRR) aktif dalam mengurangi nyeri dada akibat spasme pada otot bantu
pernapasan pada penderita pneumonia.Karena Infra Red) (IR) mempengarui suhu
jaringan untuk mengurangi nyeri, peradangan dan memungkinkan merilekskan
pergerakan otot. Efek biologis yang menggunakan cahaya infra merah bergelombang
panjang dikaitkan dengan peningkatan suhu jaringan oleh energi kinetik dari molekul,
sedangkan cahaya infra merah bergelombang pendek dikaitkan untuk pemanasan selektif
lapisan kulit yang lebih dalam dan jaringan subkutan, dengan demikian menyebabkan
efek teraputik positif

 Breathing Exercise
1. Diafragma Breathing

Persiapan Pasien : pasien berbaring terlentang di atas bed

21
Pelaksanaan : Pasien diinstruksikan untuk menarik nafas panjang melalui
hidung dan mengeluarkannya secara pelan- pelan melalui
mulut pengulangan 2-5 kali.

Prosedurnya :
1) Bernafas dengan perut.
2) Dada dan bahu harus rileks.
3) Saat inspirasi, kembungkan perut.
4) Saat ekspirasi, kempiskan perut.
5) Terapis mengontrol dengan memegang perut dan dada pasien. Yang harus
bergerak hanya perut, dada harus diam.
Diafragma breathing secara lokal pada area paru-paru yang terlibat
dengan tujuan untuk memperbaiki ventilasi alveolar dan ventilasi pulmonal,
serta meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan.

2. Pursed Lip Breathing


Persiapan Pasien : pasien duduk dengan rileks
Pelaksanaan : Pasien diinstruksikan untuk menarik nafas melalui hidung selama
2 detik dan menghembuskan napas melalui mulut selama 4 detik

22
3. Segmental Breathing
Mekanisme latihan segmental breathing yaitu pada saat inspirasi yang dalam mengarah
ke fasilitasi kontraksi otot intercostalis yang menyebabkan peregangan. Kontraksi otot
tersebut membantu inspirasi mengarah ke ekspansi dada dan terjadi peningkatan
ekspansi paru. Tujuan dilakukan segmental breathing untuk meningkatkan
pengembangan ekspansi thoraks dan meningkatkan fungsi paru.
Prosedurnya : Saat ingin memberikan pengembangan segmen paru tertentu, maka
terapis memberikan tekanan saat inspirasi dan ekspirasi pada segmen paru yang
dimaksud. Jadi tangan terapis bertindak sebagai “guiden” (pemberi stimulus dan
penunjuk arah gerakan).

 Mobilisasi Sangkar Torak


Persiapan Pasien : Pasien tidur telentang
Pelaksanaan : Pasien diberi contoh oleh Terapis kemudian
disuruh untuk mengulanginya, pasien disuruh ambil nafas panjang melalui
hidung bersamaan dengan itu pasien menggerakkan kedua lengannya
keatas, kemudian disuruh untuk menghembuskannya secara pelan-pelan
melalui mulut sambil kedua tangannya diturunkan. Ulangi 1-8 kali.

 Postural Drinage dan Tapotemen


Persiapan Pasien : Pasien pada posisi gravitasi untuk memudahkan pengeluaran
sekret yaitu miring kekanan sedikit diganjal bantal bagian samping perut.
Pelaksanaan : Terapis melakukan tapotement pada daerah lateral costa kiri pasien
dengan posisi tangan membentuk arcus gerakan fleksi ekstensi. Latihan dihentikan bila
ada keluhan dari pasien seperti nyeri dada dan jantung berdebar.

23
 Batuk Efektif
Persiapan Pasien : Posisi pasien duduk ditepi bed
Pelaksanaan : Tarik nafas pelan & dalam dengan pernafasan diafragma,
Tahan nafas 2 detik atau hitung sampai 2 hitungan Batukkan 2 kali dengan mulut
sedikit terbuka. Batuk pertama akan melepaskan secretatau mucus dari tempatnya dan
batuk kedua akan mendorong keluar mucus tersebut. Batuk yang efektif adalah yang
bersuara“hollow “. Sebagian penderita harus didorong untuk berani batuk. Sugesti
dapat diberikan dengan cara terapis batuk mendahului penderita.

24
25
D. Evaluasi
 Expansi Sangkar Thorax Dengan Antopometri

Titik pengukuran Inspirasi Exspirasi Selisih


Axilla 53 cm 52 Cm 1 cm
Costa 4-5 55 cm 53 Cm 2 cm
Xyphoideus 56 cm 54 Cm 2 cm

2. Derajat Sesak Nafas Dengan Skala Borg


SesakNafas Keterangan
0 Tidak ada
0,5 Sangat sangat ringan
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Sedang
4 Sedikit berat
5 Berat
6 Sangat berat
7 Sangat-sangat berat
8 Maksimal

3. Auskultasi dengan Stethoscope ( Bunyi Whezing berkurang )

 Hasil terapi sesaat :


1. Sesak nafas sedikit berkurang
2. Sputum sudah dapat dikeluarkan
3. Spasme otot pernafasan sudah berkurang dan pasien merasa nyaman dari keadaan
sebelumnya
4. Peningkatan ekspansi sangkar thorax yang di dukung dengan mobilisasis angkar
thoraks

26
BAB IV
PENUTUP

Pneumonia adalah kondisi inflamasi atau radang atau infeksi pada jaringan
paru-paru (pada alveoli atau bronchopulmonal disegmen paru-paru). Pneumonia
umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun jamur. Ada beberapa faktor
pencetus sehingga memudahkan bakteri/virus bertransmisi dan masuk kedalam
jaringan paru-paru, antara lain : faktor cuaca, perokok, peminum alkohol, menderita
diabetes, penyakit jantung, penyakit obstruktif paru yang menahun, dan penyakit
AIDS.
Penyebab paling umum dari pneumonia adalah infeksi oleh bakteri yaitu
Streptococcus pneumonia atau pyogens, Staphylococcus pyogens dan Klebsiella
pneumonia, Mycoplasmal pneumonia, dan Hemophilus influenza. Pneumonia juga
bisa terjadi setelah operasi/pembedahan (terutama operasi perut) atau cedera pada
dada. Berdasarkan penyebab tersebut diatas, maka Pneumonia terdiri atas
pneumonia bakterial, pneumonia viral, dan pneumonia SARS.
Gambaran klinis dari pneumonia adalah demam yang tinggi pada saat serangan,
batuk berdahak dengan sputum purulent, sesak napas (tachypnea), nyeri pada dada,
terdengar bunyi vocal resonance melalui auskultasi (stetoskop), dan tachicardia. Dari
hasil pemeriksaan fisioterapi ditemukan problematik fisioterapi yaitu kelemahan
otot-otot utama pernapasan, ketegangan otot-otot asesoris pernapasan, penurunan
ventilasi pulmonal, penurunan ekspansi thoraks, dan akumulasi sekresi pada lobus
yang terserang.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ann Thomson et.al, 1991. Tidy’s Physiotheraphy, Twelfth edition, Butterworth-


Heinemann, Oxford.

Carolyn Kisner, Lynn Allen Colby, 1996. Therapeutic Exercise Foundations And
Techniques, Third Edition, F.A. Davis Company, Philadelphia

Ria Faridawati, 1995. Penatalaksanaan Pneumonia Bakteri Pada Usia Lanjut,


Cermin Dunia Kedokteran No.101, (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files
/06PenatalaksaanPneumona101.html, diakses 01 Juli 2008).

Suara Pembaruan, 27 April, 2003. Radang Paru-Paru,


(http://www.suarapembaruan.com/News/2003/04/27/Kesehata/kes1.htm,
diakses 03 Juni 2008).

Yayasan Orang Tua Peduli, 22 Januari, 2007. Pneumonia 1,


(http://www.sehatgroup.web.id/articles, diakses 03 Juni 2008).

28

Anda mungkin juga menyukai