Anda di halaman 1dari 22

ssssMAKALAH

“Ras-Ras dan Spesies Manusia Serta Masalah Asal-Usul Homo


Sapiens”

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Evolusi Organik Yang Dibina Oleh Bapak
Dr. Lud Waluyo M. Kes

Disusun Oleh :

Eko Prasetyo Utomo (201410070311038)

Yasinta Putri Y. (201410070311038)

Putri Yuli Setyawati (201410070311038)

Desi Anggraini (201410070311038)

Rista Dewi Anggraini (201410070311038)

Eka Ayu Mulyasari (201410070311038)

Kelompok VI – Biologi 5A

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Desember, 2016

i
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok dalam mata kuliah
Evolusi Organik ini tepat pada waktunya. Melalui tugas kelompok ini kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Lud Waluyo, Drs, M.kes. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Evolusi Organik yang telah memberi pengarahan, motivasi, serta ilmunya
yang sangat berarti bagi kami.
2. Teman-teman semester  yang telah membantu serta menjadi motivasi bagi
kami.
Kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat kami
harapkan. Dan semoga dengan selesainya tugas kelompok ini dapat bermanfaat
bagi calon guru khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Malang, 09 Desember 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................i
Kata Pengantar.............................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN..............................................................................3
2.1 Pengertian Ras.................................................................................3
2.2 Variasi Gen &Fenotip Sebagai Dasar Pembagian Ras....................3
2.3 Spesies Manusia...........................................................................10
2.4 Masalah Asal Usul homo sapiens..................................................13
BAB III. PENUTUP....................................................................................19
3.1 Kesimpulan ...................................................................................19
3.2 Saran..............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam Biologi, manusia biasanya dipelajari sebagai salah satu dari
berbagai spesies di muka Bumi. Pembelajaran evolusi organik juga diperluas ke
aspek psikologis serta ragawinya, tetapi biasanya tidak ke kerohanian atau
keagamaan. Secara Biologi, manusia diartikan sebagai hominid dari spesies Homo
sapiens. Satu-satunya sub spesies yang tersisa dari Homo sapiens ini adalah
Homo sapiens sapiens. Mereka biasanya dianggap sebagai satu-satunya spesies
yang dapat bertahan hidup dalam genus Homo Hasan, 2014).
Ras pada hakekatnya merupakan populasi yang berkembang baik menurut
hukum-hukum genetika, oleh karena itu ras dapat berubah terus menerus. Ada
“ras” yang berubah cepat, ada yang lambat, tetapi semua “change is time” atau
berubah dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian ciri-ciri fisik merupakan
landasan untuk pembagian rasiologik ini, dimasa lampau tidak berlaku, dan
dimana yang akan datang perlu direvisi, tergantung kecepatan perubahan genetik.
Berbicara mengenai evolusi manusia dan primata, tidaklah berarti bahwa
manusia berasal dari kera. Dalam menjelaskan mengenai evolusi, terutama
mengenai evolusi manusia kita harus berhati-hati dan dapat bersikap netral. Hal
ini berarti apapun keyakinan kita mengenai asal usul manusia, kita harus bisa
mengemukakan bagaimana pendapat sekelompok orang dan bagaimana mengenai
pendapat dari kelompok yang lain dan bukan hanya pendapat kita sendiri. Apabila
memang manusia berasal dari kera sekalipun, para ahli evolusi tidak akan dapat
membuktikannya. Metode demikian kita kenal dengan metode pendekatan. Jadi
dalam membuktikan evolusi kita tidak menggunakan metode pendekatan
pembuktian Hasan, 2014).

1
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang Ras?
2. Bagaimana penjelasan mengenai variasi gen dan fenotip sebagai dasar
pembagian ras?
3. Bagaimana penjelasan mengenai spesies manusia?
4. Bagaimana penjelasan mengenai masalah asal usul homo sapiens?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui penjelasan tentang ras
2. Mengetahui penjelasan tentang variasi genotip dan fenotip sebagai dasar
pembagian ras
3. Mengetahui penjelasan tentang spesies manusia
4. Mengetahui penjelasan tentang masalah asal usul homo sapiens

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ras

Ras adalah kategori individu yang secara turun temurun memiliki ciri-ciri
fisik dan biologis tertentu.

2
 Pengertian Ras Menurut Bruce J. Cohen: Ras adalah kategori individu
yang secara turun temurun memiliki ciri-ciri fisik dan biologis tertentu
yang sama.
 Pengertian Ras Menurut Horton dan Hunt: Ras adalah suatu kelompok
manusia yang agak berbeda dengan kelompok-kelompok lainnya dalam
segi ciri-ciri fisik bawaan. Di samping itu banyak juga ditentukan oleh
pengertian yang digunakan oleh masyarakat.
 Pengertian Ras Menurut Alex Thio: Ras adalah sekelompok orang yang
dianggap oleh masyarakat memiliki ciri-ciri biologis yang berbeda.
 Pengertian Ras Menurut Stephen K. Sanderson: Ras adalah suatu
kelompok atau kategori orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka
sendiri, dan diidentifikasikan oleh orang-orang lain, sebagai perbedaan
sosial yang dilandasi oleh ciri-ciri fisik atau biologis Hasan, 2014).

2.2 Variasi Gen & Fenotip Sebagai Dasar Pembagian Ras


2.2.1 Variasi genetik pada manusia
Variasi genetik atau variasi genotipe dapat terjadi karena pada saat
individu baru terbentuk dengan sel telur yang telah dibuahi (zigot), puluhan
ribu gen dari pihak sel telur dan puluhan ribu gen dari pihak spermatozoa
bergabung dalam suatu kombinasi atau susunan pasangan gen yang untuk
setiap individu unik atau khusus. Kemungkinan kombinasi gen yang berbeda
adalah 4n , n untuk jumlah gen yang berbeda (Waluyo, Lud., 2005).
Bayangkan apabila jumlah gen yang berbeda hanya 100 dari
puluhan ribu gen yang berbeda, maka didapatkan kemungkinan kombinasinya
adalah 4100. Hal tersebut mencapai angka yang sulit dibayangkan jumlahnya.
Padahal didalam tubuh manusia terdapat puluhan ribu gen.
Kemungkinan kombinasi yang identik pada suatu individu tidak
pernah terjadi pada keturunan seksual dari sebuah pasangan orang tua
tertentu. Setiap individu memiliki gen spesifik untuk dirinya. Perkecualian
terjadi apabila individu hasil reproduksi aseksual contoh yang terjadi pada
anak kembar dari satu sel telur. Hal ini karena masing-masing anak yang
merupakan hasil produk pembelahan zigot tersebut mengandung susunan atau
kombinasi gen yang identik (Waluyo, Lud., 2005).

3
Variasi genetik tidak terbatas pada sebab susunan atau kombinasi
gen orangtua yang heterozigotik, tetapi juga mungkin terjadi akibat
perubahan pada gen itu sendiri atau disebut dengan mutasi. Menurut Snustad
& Simmons (2012), mutasi adalah perubahan pada materi genetic yang terjadi
secara turun temurun akibat adanya kesalahan pada proses genetik ditubuh.
Mutasi juga dapat memengaruhi evolusi.
Variasi genetik atau variasi pada genotip manusia terjadi karena
pada saat individu baru terbentuk dengan sel telur yang telah dibuahi (zigot),
puluhan ribu gen dari pihak sel telur dan puluhan gen dari pihak spermatozoa
bergabung dalam suatu kombinasi atau susunan pasangan gen. Dalam bentuk
ciri-ciri yang tampak, variasi genetik dibagi dalam variasi yang disebabkan
oleh gen tunggal dan variasi yang disebabkan oleh sekumpulan gen. Ciri
golongan darah seperti golongan A, B, AB, dan O merupakan variasi
berdasarkan gen tunggal, sedangkan warna kulit atau tinggi badan disebabkan
oleh sekumpulan gen (Lukman, 2008).

2.2.2 Variasi fenotip pada manusia


Fenotip adalah wujud fisik yang tampak dalam arti bisa dilihat,
diukur, dihitung, dan diuraikan. Fenotip adalah hasil interaksi lingkungan
dengan genotip sejak saat pembuahan sel telur. Pengaruh yang pertama
datang dari lingkungan sekitar zigot, yaitu lingkungan kandungan. Setelah
lahir, lingkungan ekstern mengambil peranan utama. Ciri genotip tertentu
seperti golongan darah tidak terpengaruh oleh lingkungan sepanjang hidup,
tetapi banyak ciri yang lain berubah terus, sekalipun terbatas dalam ruang
lingkup kemampuan tertentu yang tidak berubah. Kesulitan terbesar terletak
pada penentuan seberapa jauh sesuatu ciri terpengaruh lingkungan. Batas-
batas suatu kemampuan genetic memang tidak mudah ditentukan. Misalnya
penambahan tinggi badan orang di Indonesia, Jepang, dan sebagainya bukan
suatu gejala perubahan kemampuan genetik, tetapi penambahan tersebut
masih dalam batas kemampuan genetic, hanya di masa yang lampau keadaan
lingkungan hidup (antara lain yang berkaitan dengan nutrisi dan kesehatan)
tidak memungkinkan pertumbuhan ke batas maksimal genetika. Gejala

4
semacam itu telah pula dikenal pada masyarakat Amerika Serikat (Waluyo,
Lud., 2005).
Variasi fenotip seperti warna kulit biasanya dipakai sebagai dasar
pembagian ras. Ras adalah suatu populasi (manusia) yang berbeda dari
populasi yang lain dalam hal frekuensi sejumlah gen tertentu. Jumlah gen
yang membawa perbedaan itu merupakan jumlah kecil dari genotip total.
Karena itu, perbedaan genotif yang kecil, semua individu populasi manusia
dari mana saja dapat kawin dan menghasilkan keturunan yang subur. Ras
pada hakekatnya merupakan populasi yang berkembang baik menurtut
hukum-hukum genetika, oleh karena itu ras dalam keadaan berubah terus.
Ada “ras” yang berubah cepat, ada yang lambat, tetapi semua “change is
time” atau berubah dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian ciri-ciri
fisik merupakan landasan untuk pembagian rasiologik ini, dimasa lampau
tidak berlaku, dan dimana yang akan datang perlu direvisi, tergantung
kecepatan perubahan genetic (Hodge, 2010). Variasi fenotip dapat dibagi
menurut berbagai cara, yakni:
a. Fenotip Berdasarkan Seks
Sampai kurang lebih minggu ke-7 di dalam kandungan, ketika
ukuran embrio manusia 14 nm, tidak tampak perbedaan kelamin antara
embrio laki-laki atau embrio wanita, baik dari wujud luar maupun dari alat
kelamin embrional, sekalipun embrio tersebut sudah bergenotip XX atau
XY (atau lain seperti: XXX, XO, XYX, dan sebagainya). Mulai pada
minggu ke-7 di dalam kandungan dan seterusnya kelenjar kelamin
embrional yang disebut gonad, mulai berubah jadi testis bila embrio itu
berpola genetic XY dan tidak ada gangguan lingkungan. Perubahan gonad
menjadi ovarium bila pola genetic wanita dan tidak ada gangguan
lingkungan tertentu, terjadi sekitar minggu ke-10 di dalam kandungan.
Perkembangan wujud kelamin bagian luar sebagai wujud kelamin laki-laki
atau wanita terjadi pada stadium yang lebih lanjut.
Oleh karena asal pertumbuhan dan perkembangan fenotip wanita
dan pria dari wujud yang “netral”, maka tidak sulit untuk melihat bahwa

5
fenotipe seks, antara yang optimal wanita dan optimal laki-laki,
merupakan suatu deretan fenotipe yang kontinu.

b. Variasi Konstitusi Fisik, atau Habitus


Variasi konstitusi fisik atau variasi bangunan tubuh paling tepat
dilihat setelah tubuh mencapai kedewasaan fisiknya setelah kurang lebih
21 tahun dan belum mengalami involusi fisik yang meluas lewat 60 tahun.
Pembagian variasi konstitusi ini bermacam-macam dengan ketentuan-
ketentuan tersendiri untuk masing-masing sistematika. Beberapa contoh
pembagian menurut:
 Sigaud (1904) : Cerebral….Respiratoris….Muskuler….Digestif.
 Kretscher (1921) : Leptosom….Atletis….Piknis
 Sheldon (1940) : Ektomorf….Mesomorf….Endomorf
 Martin (1957) :
Ektoblastik.....Mesoblastik….Chordoblastik….Endoblastik

c. Variasi Rasiologik
Semua manusia dewasa ini tergolong satu spesies, yakni Homo
sapiens. Sub kelompok-sub kelompok di dalam spesies Homo sapiens,
dinamakan ras yang pada hakekatnya merupakan populasi yang
berkembang baik menurut hukum-hukum genetika, oleh karena itu dalam
keadaan berubah terus. Dengan demikian ciri-ciri fisik merupakan
landasan untuk pembagian rasiologik ini, di masa lampau tidak berlaku,
dan di masa yang akan datang perlu direvisi, tergantung kecepatan
perubahan genetik. Sistem klasifikasi mengenai ras-ras manusia yang ada
di dunia menurut para ahli sangatlah banyak, namun diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Klasifikasi ras menurut Carolus Linnaeus
Menurut carolus Linnaeus (1725), mempergunakan warna
kulit sebagai dasar klasifikasinya. Linnaeus membagi manusia
menjadi empat golongan: Europeus albus, Asiaticus Luridus,
Amerinanus rufus, Afer niger
2. Klasifikasi menurut J.F. Blumenbach

6
Blumenbach, 1755 mengkombinasikan ciri morfologi
sehingga mengklasifikasikan menjadi ras: Caucasia, Ethiopia,
Mongolia, Amerika, Malaya
3. Klasifikasi ras menurut A.L. Kroeber
Klasifikasi ras manusia menurut kroeber adalah:
a. Australoid, yaitu penduduk asli australia
b. Mongoloid, antara lain:
 Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur).
 Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, Kep. Indonesia, Malaysia,
Filipina, dan penduduk asli Taiwan.
 American Mongoloid (penduduk asli benua Amerika Utara dan
Amerika selatan, Eskimo di Amerika Utara, penduduk Terradel
Fuego di Amerika Selatan).
c. Caucasoid antara lain penduduk:
 Nordic (Eropa Utara sekitar Laut Baltik)
 Alpin (Eropa Tengan dan Eropa Timur)
 Mediteranean (penduduk sekitar Laut Tengah, Afrika, Armenia,
Arab, dan Iran)
 Indic ( Pakistan, India, Bangladesh, dan Srilangka)
d. Negroid
 African Negroid (Benua Afrika)
 Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Melayu, Filipina)
 Malanisian (Melanisian Irian)
e. Ras-ras Khusus:
Ras-ras ini merupakan ras yang tidak dapat diklasifikasikan ke
dalam kelompok diatas, antara lain:
 Bushman (penduduk daerah Gurun Kalahari di Afrika Selatan)
 Veddoid (penduduk dipedalaman Srilanka dan Sulawesi Selatan)
 Polynesian (penduduk di Kep. Indonesia dan Polinesia)
 Ainu (penduduk di pulau Karafuto dan Hokkaido di Jepang
Utara)

Ciri dari masing-masing ras seperti dijelaskan sebagai berikut:


a. Ras Caucasoid
Ras Caucasoid dapat ditemui didaerah timur dekat sampai
dengan eropa, dengan ciri-ciri sebagai berikut: Kulit putih; Rambut
berombak sampai lurus; Warna rambut pirang sampai hitam; Hidung

7
sempit, panjang, dan mancung; Garis rambut tidak lebih dari dahi;
Perawakan sedang sampai tinggi.
b. Ras Mongoloid
Adapun ciri-ciri umum Ras Mongoloid adalah sebagai berikut:
Kulit berkisar dari kuning langsat sampai sawo matang; Bulu
badannya sedikit, tapi rambutnya lebat dan panjang, lurus, kaku, dan
kasar dengan diameter lebih kurang 100 mikroni; Dahi banyak yang
curam dan keningnya datar; Bola mata kecil, hidungnya tidak
mancung dengan akar datar dan batang yang cekung atau lurus, ujung
hidung membulat dan lebarnya sedang; Bibir umumnya tebal sedang;
Perawakan pendek sampai tinggi dan kecil; Tubuh panjang dan bidang
dengan bahu lebar dan pinggul sempit. Sedangkan Fosil-fosil
pendukung Ras Mongoloid adalah:
c. Ras Australoid
Adapun ciri-ciri umum Ras Mongoloid adalah sebagai berikut:
Warna kulit coklat tua sampai matang; Bulu badannya banyak;
Rambutnya keriting sampai spiral, kasat berwarna hitam sampai
coklat tua; Dahi miring sampai sempit, keningnya nyata, belakang
keplaa miring. Bola mata dan celah matanya sempit, keningnya nyata,
belakang kepala miring; Bibir sedang sampai tebal; Perawakan sedang
sampai tinggi dan; Tubuh lebih tinggi dan tegap; Muka oval panjang
dan pipinya menonjok. Adapun fosil-fosil pendukung ras Australoid
adalah Manusia Hill (hidup diperkiraan 8.000 – 15.0000 tahun yang
lalu), Manusia Mungo (hidup diperkiraan 30.000 tahun yang lalu).
d. Ras Indian Amerika
Ciri fisik ras ini adalah kulit kuning, rambut hitam, dan
perawakan sedang.
e. Ras Negroid
Adapun ciri-ciri ras Negroid: Rambut keriting (sering dianggap
sebagai penunjuk darah Negroid); Warna rambut hitam; Garis rambut
yang lebih rendah daripada dahi (sering masih dihubungkan dengan
ciri mental yang jelek); Bulu muka sedikit; Hidung lebar, pendek, dan
jari-jari yang panjang, serta jempol yang pendek; dan Memiliki tumit
panjang, otot betis panjang. Adapun fosil-fosil pendukung

8
ditemukannya ras Negroid: adapun Fosil dari Afrika Utara, yakni
Moroko (kota safi dan Marrakech) ditemukan fosil yang dinamkan
Homo erectus. Manusia purba ini mulai timbul di Afrika, kemudian
segera menyebar ke seluruh Asia (diwakili oleh manusia Jawa dan
manusi peking). Penyebaran Homo erectus di Afrika, Asia, dan Timur
Dekat membuat sejumlah lengkang gen menjadi agak terisoler
(Waluyo, 2005).

2.3 Spesies manusia


Dalam teori ini menurut Darwin aneka spesies makhluk hidup tidak
diciptakan secara terpisah oleh Tuhan, tetapi berasal dari nenek moyang yang
sama dan menjadi berbeda satu sama lain akibat kondisi alam. Contoh pada
halnya manusia bahwa darwin berpendapat kalau manusia itu berasal dari monyet
sebagai nenek moyangnya, Menurut mereka, selama proses evolusi yang
diperkirakan berawal 4-5 juta tahun lalu, terdapat beberapa “bentuk transisi”
antara manusia modern dan nenek moyangnya. Menurutnya skenario yang
sepenuhnya rekaan ini, terdapat 4 kategori dasar:
1. Australopithecus (kera dari selatan)
Australopithecus berasal dari kata australis yang berarti dari selatan dan
pithecos yang berarti kera. Jadi Autralopithecus berarti “kera” dari daerah
selatan” berdasarkan bukti yang di kumpulkan paleontologis dan arkeologis,
Australopithecus berkembang 4 juta tahun silam, dan menyebar ke penjuru
benua sebelum punah 2 juta tahun kemudian. Diduga satu dari sekian spesies
australopithecus kemudian berevolusi menjadi genus homo. Fosil genus
Australopithecus pertama kali di temukan tahun 1924 di taung, afrika selatan,
oleh Raymond Dart dari Universitas Witwatersand, Johanesburg
Poesponegoro, 2008).

9
Melihat wajah dan giginya, tengkorak itu setengah menyerupai manusia
dan setengah menyerupai kera. Diperkirakan Australopithecus
africanus hidup antara 6 sampai 1,5 juta tahun yang lalu. Fosil-fosil baru
kemudian terus ditemukan.
Australopithecines ini tinggi tubuhnya kira-kira 1,5 meter, volume
otaknya kira-kira 600 cm kubik (sedikit lebih lebar daripada gorila sekarang),
gigi belakang yang besar seperti pada manusia. Dua macam keturunan
Australopithecines yaitu Australopithecus yang berukuran tidak lebih seperti
orang kerdil modern dari Afrika dan Paranthropus yang sedikit lebih besar,
mempunyai rahang sekuat gorila. Australopithecus mulai dapat berdiri tegak
dan berjalan dengan dua kaki, serta mampu berlari di padang-padang terbuka.
Namun, mereka bukanlah pejalan-pejalan yang baik. Mereka juga tidak lagi
hidup di pohon-pohon dan penggunaan lengan tidak lagi seperti kera.
Poesponegoro, 2008)
2. Homo habilis (kera yang dinyatakan sebagai manusia)
Homo habilis (dari bahasa Latin yang berarti "manusia yang pandai
menggunakan tangannya") adalah sebuah spesies dari genus Homo, yang
hidup sekitar 2,5 juta sampai 1,8 juta tahun yang lalu pada masa
awal Pleistocene. Definisi untuk spesies ini pertama kali diungkapkan oleh
Mary dan Louis Leakey. Homo habilis memiliki cranial capacity kurang dari
setengah kapasitas manusia modern. Meskipun masih memiliki bentuk
seperti-kera (ape-like), Homo habilis diperkirakan telah mampu
menggunakan peralatan primitif yang terbuat dari batu; hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya peralatan-peralatan dari batu di sekitar fosil mereka.
Homo habilis diduga merupakan nenek moyang dari Homo ergaster,
yang kemudian menurunkan spesies lain yang memiliki bentuk tubuh seperti
manusia, Homo erectus. Fosil ini yang ditemukan sebelumnya hanya berupa
fragmen tulang, sehingga penemuan kerangka yang nyaris utuh
memungkinkan para ilmuwan menjawab pertanyaan kunci mengenai seperti
apa bentuk nenek moyang manusia ketika mereka mulai berjalan tegak
menggunakan dua kaki. Poesponegoro, 2008)
3. Homo erectus

10
Tahun 1894, Eugene Dubois menemukan fosil berupa tulang paha,
rahang, dan beberapa gigi di Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Fosil manusia Jawa
purba ini diberi nama Pithecanthropus erectus. Diduga, manusia purba ini
adalah manusia purba yang pertama yang dapat berdiri tegak, sehingga
disebut Homo erectus. Fosil manusia Jawa purba ini tinggi tubuhnya kira-kira
1,5 sampai 1,6 meter, berjalan tegak dengan volume otaknya sekitar 900
centimeter kubik. Diduga sudah dapat membuat perkakas sederhana dari batu
berupa kapak genggam, sudah mengenal api, dan lain-lain. Pithecanthropus
erectus diperkirakan hidup pada zaman Pleistosin pertengahan (antara
500.000-300.000 tahun yang lalu) Davidson Black, pada tahun 1920 di
Peking (sekarang Beijing), Cina, menemukan beberapa fosil manusia Cina
yang kemudian diberi nama Sinanthropus pekinensis. Diperkirakan manusia
Peking ini hidup pada zaman yang sama dengan rekannya dari Jawa, yaitu
pada zaman Pleistosin pertengahan. Manusia Peking ini memiliki volume
otak 1075 cm kubik, lebih besar daripada volume otak manusia Jawa.
Keduanya memiliki struktur tubuh yang sama. Kebudayaan manusia Peking
sudah lebih maju daripada manusia Jawa. Poesponegoro, 2008)
4. Homo sapiens
Homo sapiens merupakan manusia purba modern yang memiliki bentuk
tubuh yang sama dengan manusia sekarang. Homo sapiens disebut pula
manusia berbudaya karena peradaban mereka cukup tinggi. Dibandingkan
dengan manusia purba sebelumnya, Homo sapiens lebih banyak
meninggalkan benda-benda berbudaya. Diduga, mereka inilah yang menjadi
nenek moyang bangsa-bangsa di dunia.
Fosil Homo sapiens di Indonesia ditemukan di Wajak, dekat
Tulungagung, Jawa Timur, oleh Von Rietschoten pada tahun 1889. Fosil ini
merupakan fosil pertama yang ditemukan di Indonesia, yang diberi nama
Homo Wajakensis atau manusia dari Wajak. Fosil ini kemudian diteliti ulang
oleh Eugene Dubois. Manusia purba ini memiliki tinggi badan 130-210 cm,
berat badan 30-150 kg, dan volume otak 1350-1450 cc. Homo Wajakensis
diperkirakan hidup antara 25.000 – 40.000 tahun yang lalu. Homo

11
Wajakensis memiliki persamaan dengan orang Australia purba
(Austroloid). Sebuah tengkorak kecil dari seorang wanita, sebuah rahang
bawah, dan sebuah rahang atas dari manusia purba itu sangat mirip dengan
manusia purba ras Australoid purba yang ditemukan di Talgai dan Keilor
yang rupanya mendiami daerah Irian dan Australia. Di Asia Tenggara
ditemukan pula manusia purba jenis ini di antaranya di Serawak, Filipina, dan
Cina Selatan Poesponegoro, 2008).

2.4 Masalah asal usul manusia


a. Asal usul yang paling banyak diperdebatkan: Manusia atau Kera,
Nenek Moyang Kita.
Darwin mengajukan penyataannya bahwa manusia dan kera berasal
dari satu nenek moyang yang sama dalam bukunya The Descent of Man,
terbitan tahun 1871. Sejak saat itu hingga sekarang, para pengikut jalan
Darwin telah mencoba mendukung pernyataannya. Tetapi meskipun
berbagai penelitian telah dilakukan, pernyataan mengenai “Evolusi
Manusia” tidak didukung oleh penemuan ilmiah yang nyata, khususnya
dalam hal fosil. Adanya opini yang keliru masalah “Evolusi Manuisa” ini
adalah bahwa permasalahan ini sering dibahas dalam media dan
dihadirkan sebagai fakta yang terbukti. Tetapi yang benar-benar ahli dalam
masalah ini menyadari bahwa tidak ada landasan ilmiah bagi pernyataan
evolusi manusia (Yahya, H. 2002).
1) Subyek yang terus diperdebatkan pada saat itu.
Pertentangan-pertentangan masa lampau yang sengit terjadi dalam
pertemuan British Association tahun 1860 antara Bishop Wilberforce
dan Thomas Huxley. Menjawab Wilberforce yang menolak teori
bahwa manusia merupakan keturunan dari kera, Huxley sebagai
pendukung Darwinisme menyatakan bahwa dia lebih suka menjadi
keturunan kera daripada anak manusia yang menghancurkan karya
seorang ilmuwan yang berhasil mempertahankan kebenaran
(Waluyo,Lud. 2010).
Pertentangan-pertentangan di atas, pada mulanya hanya terbatas
pada kalangan kecil para ahli, tetapi kini terbuka bagi masyarakat

12
dikarenakan oleh banjirnya informasi di media massa. Kekurangan
yang terjadi, bahasa yang digunakan media lebih sering
“menghewankan” manusia. Apabila kera dan manusia diteliti terdapat
perbedaan yang sangat jelas berbeda. Sebagian orang mengatakan
bahwa Pongid dan Hominid mempunyai nenek moyang yang sama.
Tetapi tidak terdapat dalam satu pertemuan pun yang dapat
membuktikan kebenaran tersebut. Tak seorangpun menemukan bentuk
yang memberikan mata rantai antara dua silsilah keturunan. Oleh
karena itu, antara kera dan manusia tetap terpisah.
Ada suatu hal yang jelas: manusia tidak mungkin terbentuk dengan
mengorbankan bentuk-bentuk yang sudah berkembang sebelumnya,
seperti kelompok Pongid (Simpanse, Gorila, Orangutan, dan lain
sebagainya). Ada dua ciri khas yang dimiliki oleh monyet dan kera
bahwa mereka hidup di pepohonan, dan karenanya memiliki tangan
yang sangat panjang dan berkembang dengan baik dan mereka tidak
menunjukkan postur berkaki dua. Siamang merupakan satu-satunya
spesies yang kadang-kadang menunjukkan postur berkaki dua, tetapi
mereka memiliki tangan-tangan yang panjang dan berkembang dengan
baik. Inilah yang mencirikan bahwa monyet dan kera ini jelas tidak
terdapat pada manusia.
2) Perbedaan antara ciri anatomis manusia dan kera.
Perbedaan lainnya yakni aktivitas seksual manusia dan kera
berbeda. Pada manusia, aktivitas seksual berkesinambungan dan tidak
bergantung pada siklus menstruasi. Pada kera, siklus menstruasi lebih
panjang dan ditandai dengan periode kawin yang terlihat jelas dari
melebarnya Anu-vulvar, diikuti dengan memerahnya kulit penutupnya.
Ciri fisiologis ini dengan sendirinya mendatangkan pengaruh secara
langsung pada perilaku kera. Tindakan mereka hendaknya dilihat bahwa
hal itu merupakan suatu fenomena yang sangat umum yang
mengarahkan perilaku hewan.
b. Pengaruh Evolusi Kreatif dalam Perkembangan Manusia
Sejak permulaan abad kedua puluh kemajuan besar telah dibuat dalam
penelitian mengenai asal-usul evolusi manusia yang disebabkan

13
banyaknya sumbangan yang diberikan oleh berbagai disiplin ilmu.
Sumbangan ilmu tersebut antara lain dari ilmu-ilmu alam, zoologi dan
palaentologi. Telaah-telaah ultra-mikroskopis dan biokimia atas sel telah
membantu memperjelas permasalahan tersebut.
Gelombang manusia pertama muncul di atas bumi sekitar lima juta
tahun yang lalu, ada beberapa ahli yang menyebutkan enam juta tahun
yang lalu. Gelombang-gelombang selanjutnya juga telah ditetapkan
masanya oleh para ahli. Tetapi terdapat kesenjangan yang sangat
menganga dalam pengetahuan para ahli karena langkanya fosil. Sehingga
secara umum dikatakan bahwa hal yang menyangkut tentang hubungan
manusia dengan keturunan yang melahirkan kera tidak satupun yang di
dukung oleh argumen yang kuat.
Setidaknya jumlah data palentologi yang mendomentasikan asal-usul
manusia hendaknya membuat kita melangkah maju dengan penuh
ketelitian. Data kronologis mengenai kera dan manusia suatu saat nanti
akan berubah begitu ada penemuan-penemuan di masa yang akan datang.
Tetapi apapun yang terjadi, terdapat argumen-argumen yang kuat untuk
menolak bahwa manusia adalah keturunan kera. Sementara penemuan-
penemuan yang telah secara lambat laun mendorong kemunculan bentuk-
bentuk manusia pertama menuju periode yang semakin ke belakang,
masalahdasarnya tetap sama. Apapun jawabannya, penemuan-penemuan
itu tidak menunjukkan bahwa manusia bukan merupakan keturunan bangsa
kera yang telah berkembang sepenuhnya.
Pengetahuan tentang aktivitas yang terjadi pada sel dan informasi
yang telah terkandung di dalam setiap sel manusia yang tercatat dalam gen
membantu memahami persoalan di atas. Informasi genetik termasuk di
dalamnya pita ADN berbentuk heliks yang panjangnya lebih dari 1 meter.
Bila dibandingkan dengan sel itu sendiri yang di ukur dalam unit 1/1000
milimeter, panjang pita itu sendiri sungguh berlipat-lipat. Pada bentuk-
bentuk kehidupan primitif, seperti bakteri, ciri khas penting spesies itu
menentukan fungsinya dan reproduksinya. Konsep umum evolusi hanya
dapat di jelaskan dengan perbedaan ini. Apapun gagasan yang akan

14
dikemukakan mengenai faktor-faktor yang menentukan jalannya evolusi,
fakta dasarnya tetap sama. Ciri-ciri dan fungsi anatomis makhluk hidup
yang datang sesudahnya, yang berbeda antara spesies satu dengan spesies
yang lain, semuanya bergantung pada kode genetik yang menentukan
penampilan, kemampuan bertahan hidup, dan modifikasi-modifikasi yang
mungkin terjadi pada diri mereka.
Bagaimana asal-usul kode genetik itu? Ahli genetika J. Monod
tampaknya cukup puas dengan jawaban:” hal itu merupakan sebuah teka-
teki”. Tetapi kenyataanya, hal tersebut hanya merupakan masalah pertama
dari masalah-masalah yang kita hadapi, yang tidak dapat di jawab oleh
ilmu pengetahuan. Pertanyaan kedua muncul, yakni faktor apakah yang
menentukan bertambahnya informasi genetik sejalan dengan berlaunnya
waktu?.
Kita lebih mudah memahami kemampuan kode genetik memberikan
perintah-perintah bila kita mempertimbangkan peranan yang dimainkan
oleh kode itu dalam pembentukan individu. Hal tersebut merupakan suatu
proses yang jauh lebih mudah diterima oleh akal kita. Gen kita diturunkan
dari ayah dan ibu kita. Setelah spermatozoa menyatu dengan sel telur,
warisan genetik kita pada mulanya terkandung dalam satu sel. Serangkaian
pembagian sel kemudian berlangsung dan ini menyebarkan warisan yang
sama pada seluruh sel terbentuk. Gen yang tercakup dalam pita ADN
menentukan perbedaan sel-sel di dalam embrio, setelah terjadi serangkaian
transformasi yang sangat kompleks. Akhirnya melahirkan jaringan-
jaringan dan organ-organ yang masing-masing memiliki fungsi-fungsi
yang sangat khas. Pada individu-individu yang normal, semua ciri-ciri
yang berbeda ini berfungsi bersama secara selaras.
Salah satu contoh adalah dua ciri khas manusia yang tidak selalu sama
dalam berbagai jenis manusia, yakni ukuran dan perkembangan otak.
Ukuran otak bergantung pada daya tumbuh badan secara keseluruhan,
sesuai dengan berbagai pengaruh yang diterima. Warisan genetik
Australopithecus dalam hal ini tidak mugkin sama dengan warisan genetik
manusia, sebab fosil-fosil tertentu Australopithecus menunjukkan tinggi

15
badannya sekitar 1,25 sampai 1,50 meter; sementara manusia modern
sekitar 40 centimeter lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal
itu sangat beragam. Sejumlah besar gen tentu memainkan peranan
meskipun ada kemungkinan bahwa gen dapat memenuhi berbagai fungsi.
Informasi baru ditambahkan pada manusia modern sebagai perbandingan
dengan Australopithecus. Dia mungkin dipertahankan oleh gen-gen baru
yang aktif, atau oleh kemunculan gen-gen baru yang mungkin
menghalangi aktivitas gen-gen yang ada sebelumnya. Hal yang sama
berlaku bagi banyak faktor yang menentukan perkembangan otak. Proses
perkembangan orak dikoordinasikan dengan sejumlah modifikasi,
termasuk modifikasi kapasitas tengkorak. Kita ketahui bahwa kapasitas
tengkorak Australopithecus adalah seertiga dari yang dmiliki manusia
padamasa kini.
Ekspresi gen tidak semuanya menjelaskan segala sesuatunya
menyangkut manusia dan proses evolusinya. Warisan genetik menentukan
sifat berbagai kemampuan yang digunakan manusia dengan keefektifan
yang lebih besaratau lebih kecil. Kesamaan ini jelas bergantung pada
kualitas kapasitas-kapasitas ini, sedangkan keinginan manusia untuk
menggunakan karunia alam yang diterimanya juga memainkan peranan,
karena manusia memiliki kebebasan untuk memilih. Sedangkan pada
hewan hanya memiliki perilaku hewan dan tidak mampu untuk
melepaskan diri dari berbagai pola perilaku yang ditentukan oleh warisan
genetik mereka. Lebih jauh lagi pada manusia, memiliki ciri-ciri khas dan
sifat-sifat yang didapatnya dari pengaruh masyarakat tempat dia hidup dan
tempat dia memperoleh pengetahuan yang terkumpul selama generasi ke
generasi.
Kemunculan sifat-sifat baru pada manusia tidak semata-mata
dikarenakan tambahnya gen-gen dan meningkatnya informasi secara
progresif padawarisan kita. Seperti disampaikan P.P. Grasse dalam
Bucaille, 1990: “Sampai pada batas tertentu, manusia mempengaruhi
perkembangannya sendiri dengan memberikan sumbangan untuk
memperkaya modal warisannya; tanpa keikutsertaan aktif ini dalam

16
evolusinya sendiri, manusia tidak akan menjadi seperti sekarang ini.
Bentuk evolusi ini, yang unik dalam Dunia Hewan, benar-benar
memisahkan manusia dari hewan” (Waluyo, Lud. 2005).

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Ras adalah kategori individu yang secara turun temurun memiliki ciri-ciri
fisik dan biologis tertentu.
 Variasi genetik atau variasi pada genotip manusia terjadi karena pada saat
individu baru terbentuk dengan sel telur yang telah dibuahi (zigot),
puluhan ribu gen dari pihak sel telur dan puluhan gen dari pihak
spermatozoa bergabung dalam suatu kombinasi atau susunan pasangan
gen. Fenotip adalah hasil interaksi lingkungan dengan genotip sejak saat
pembuahan sel telur. Pengaruh yang pertama datang dari lingkungan
sekitar zigot, yaitu lingkungan kandungan.
 Dalam teori ini menurut Darwin aneka spesies makhluk hidup tidak
diciptakan secara terpisah oleh Tuhan. Menurutnya sekenario yang
sepenuhnya rekaan ini, terdapat 4 kategori dasar yaitu:
Australophithecines (berbagai bentuk yang termasuk dalam genus
Australophitecus) Homo habilis Homo erectus Homo sapiens.
 Perbedaan yang terlihat, jelas konsep Harun Yahya menentang konsep
Darwin. Harun Yahya memberikan suatu perspektif kreatif bahwa makhluk
hidup diciptakan dengan desainnya masing-masing oleh Sang Pencipta.

3.2 Saran
Demikian makalah ini disusun beserta masalah-masalah sosial yang sering
terjadi di masyarakat. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini kurang
baik dan masih terdapat banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran
membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

18
Hasan, M. S., Ferial W. Eddyman & Soekendarsi. Eddy. 2014. Pengantar Biologi
Evolusi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Hodge, Russ., 2010. Human Genetic: Race, Population, and Desease “Genetic
amd Evolution”. New York: Infobase Publishing.
Lukman, Aprizal., 2008. Evolusi Sel sebagai Dasar Perkembangan Makhluk
Hidup Saat Ini. Biospecies. 1(2): 67-72
Poesponegoro, Marwati Djoened, Dkk. 2008. Sejarah Nasional Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Snustad & Simmons, 2012. Principles of Genetic: 6th Edition. USA: John Wiley &
Sons. Inc
Waluyo, Lud. 2005. Evolusi Organik. Malang : UMM Press.
Waluyo, Lud. 2010. Miskonsepsi Dan Kontrovesi Evolusi Serta Implikasinya
Pada Pembelajaran. Malang: Umm press
Yahya, Harun. (2002). Menyanggah Darwinism : Bagaimana Teori Evolusi
Runtuh Di Bawah Ilmu Pengetahuan Modern. http://pustaka.islamnet.web.
id/Bahtsul_Masaail/Artikel/Artikel%20Harun%20Yahya/Kumpulan
%20Artikel/menyanggah_darwinisme.htm. Diakses 5 November 2015.

19

Anda mungkin juga menyukai