Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan YME sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Malaria. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Epidemiologi
Penyakit Menular. Makalah ini berisi tentang penjelasan secara detail mengenai penyakit
malaria.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rafiah Maharani Pulungan, SKM.,
M.Epid. Selaku dosen Epidemiologi Penyakit Menular dan keluarga yang telah
membantu serta memberikan dukungan dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk setiap pembaca dan menjadi panduan untuk
belajar. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu penyusun menerima kritikan dan saran pembaca untuk perbaikkan makalah ini.
Jakarta, Desember 2016
Mutia
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut sejarah kata “malaria” berasal dari bahasa Italia yang terdiri dari dua
suku kata, “mal dan aria” yang berarti udara yang jelek. Mungkin orang Italia pada
masa dahulu mengira bahwa penyakit ini penyebabnya ialah musim dan udara yang jelek.
Penyakit malaria sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu yang mungkin sudah
mempengaruhi populasi dan sejarah manusia.
Malaria adalah penyakit reemerging, yakni penyakit yang menular kembali secara
massal. Malaria juga adalah suatu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (mosquito borne
diseases). Penyakit infeksi ini banyak dijumpai di daerah tropis, disertai gejala-gejala
seperti demam dengan fluktuasi suhu secara teratur, kurang darah, pembesaran limpa dan
adanya pigmen dalam jaringan. Malaria diinfeksikan oleh parasit bersel satu dari kelas
Sporozoa, suku Haemosporida, keluarga Plasmodium. Penyebabnya oleh satu atau lebih
dari empat Plasmodia yang menginfeksi manusia: P. Falciparum, P. Malariae, P. Vivax,
dan P. Ovale. Dua P. Falciparum ditemukan terutama di daerah tropis dengan resiko
kematian yang lebih besar bagi orang dengan kadar imunitas rendah. Parasit ini
disebarkan oleh nyamuk dari keluarga Anopheles.
Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar luas di seluruh
dunia meskipun umumnya terdapat di daerah berlokasi antara 60° Lintang Utara dan 40°
Lintang Selatan (Yatim, 2007). Malaria hampir ditemukan di seluruh bagian dunia,
terutama di negara negara yang beriklim tropis dan sub tropis dan penduduk yang
beresiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,5 milyar orang atau 41% dari jumlah
penduduk dunia. Setiap tahun kasusnya berjumlah 300-500 juta kasus dan mengakibatkan
1,5-2,7 juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika (Prabowo, 2007). Tinjauan
situasi di Indonesia tahun 1997 s/d 2001
2
penyakit malaria ditemukan tersebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia dengan
jumlah kesakitan sekitar 70 juta orang atau 35 % penduduk Indonesia yang tinggal di
daerah resiko malaria (Depkes RI, 2008).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan penyakit malaria?
2. Bagaimana etiologi penyakit malaria?
3. Bagaimana siklus hidup plasmodium?
4. Bagaimana epidemiologi penyakit malaria?
5. Bagaimana cara penularan penyakit malaria?
6. Bagaimana gejala dan tanda penyakit malaria?
7. Bagaimana diagnosis penyakit malaria?
8. Bagaimana cara pencegahan penyakit malaria?
9. Bagaimana cara pengobatan penyakit malaria?
10. Bagaimana permasalahan malaria di Indonesia?
11. Apa saja program pemberantasan penyakit malaria di Indonesia?
12. Apa saja tantangan eliminasi penyakit malaria di Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah :

1.3.1. Tujuan Umum


Untuk mengetahui penjelasan secara detail tentang penyakit malaria.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit malaria.
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit malaria.
3. Untuk mengetahui siklus hidup plasmodium.
4. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit malaria.
5. Untuk mengetahui cara penularan penyakit malaria.
6. Untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit malaria.
7. Untuk mengetahui diagnosis penyakit malaria.
3
8. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit malaria.
9. Untuk mengetahui permasalahan penyakit malaria di Indonesia.
10. Untuk mengetahui program pemberantasan penyakit malaria di Indonesia.
11. Untuk mengetahui tantangan eliminasi penyakit malaria di Indonesia.

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah:

1.4.1. Manfaat Bagi Penulis


Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit malaria secara detail.

1.4.2. Manfaat Bagi Instansi


Memberikan informasi mengenai penyakit malaria dan sebagai bahan untuk membuat
program pencegahan malaria khususnya di Indonesia.

1.4.3. Manfaat Bagi Pembaca


Sebagai bahan referensi dalam pembuatan karya tulis ilmiah dengan tema yang sama atau
sejenis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Penyakit Malaria

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus
Plasmodium yang dapat dengan mudah dikenali dari gejala meriang (panas, dingin dan
menggigil) serta demam berkepanjangan. Penyakit ini menyerang manusia dan juga
sering ditemukan pada hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya (Achmadi, 2008).
Penyakit malaria juga dapat dikatakan sebagai penyakit yang muncul kembali
(reemerging disease). Hal ini disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi karena
polusi akibat ulah manusia yang menghasilkan emisi dan gas rumah kaca, seperti CO2,
CFC, CH3, NO, Perfluoro Carbon dan Carbon Tetra Fluoride yang menyebabkan
atmosfer bumi memanas dan merusak lapisan ozon, sehingga radiasi matahari yang
masuk ke bumi semakin banyak dan terjebak di lapisan bumi karena terhalang oleh rumah
kaca, sehingga temperatur bumi kian memanas dan terjadilah pemanasan global
(Soemirat, 2004).

2.2. Etiologi Penyakit Malaria


Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia
terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina
Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang
tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000).
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana.
P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale
merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria
falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, Karena malaria
yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang
eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam
organ-organ tubuh. (Harijanto P.N.2000).

2.3. Siklus Hidup Plasmodium

Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual)
yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada
manusia. Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap darah
manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada stadium gametosit
(8). Setelah itu gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan) dan
makrogametosit (betina) (9). Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet
(10). Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11). Ookista ini
akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan sprozoit keluar dari
ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar
ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus eritrositik.
Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh
manusia melewati luka tusuk nyamuk (1). Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju
ke hati, sehingga menginfeksi sel hati (2) dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae
hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus
eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon akan pecah (4) mengeluarkan
merozoit (5) yang akan masuk ke aliran darahsehingga menginfeksi eritrosit dan di
mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi tropozoit
belum matang lalu matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit
lagi (6). Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit (7) dan gametosit
inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-
ulang terus. Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita
malaria, sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui
(karier malaria).

2.4. Epidemiologi Penyakit Malaria


2.4.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria

1. Berdasarkan Orang
Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 300-500 juta kasus
dengan kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun dimana lebih dari 80% adalah
anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan
Rumah Tangga) tahun 2001,CSDR akibat malaria pada laki-laki 11 per 100.000
penduduk dan wanita 8 per 100.000 penduduk.
2. Berdasarkan Tempat
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64o lintang utara (Rusia) sampai dengan
32o lintang selatan (Argentina), dari daerah dengan ketinggian 2.666 m (Bolivia)
sampai dengan daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut (Laut Mati).
Kini malaria banyak dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan
Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Asia Tenggara, Indo
Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan.
Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas mulai dari daerah
yang beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di
Pasifik Barat. Di Indonesia, spesies ini tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium
falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika, Asia, dan daerah daerah tropis
lainnya. Di Indonesia, parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium malariae
meluas meliputi daerah tropis maupun daerah subtropik. Di Indonesia spesies ini
dijumpai di Indonesia Bagian Timur. Plasmodium ovale terutama terdapat di daerah
tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan di beberapa bagian lain di dunia.
Di Indonesia, parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan
Nusa Tenggara Timur.
3. Berdasarkan Waktu
Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1% (30.000 kematian dari 30 juta
kasus). Tahun 2005, CFR malaria 2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada
tahun yang sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44 kematian dari 3.924 kasus).

2.4.2. Determinan Penyakit Malaria

Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh faktor Host, Agent, dan
Environment:
1. Host
a. Host Intermediate (Manusia)
Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit yang dapat meneruskan daur
hidup nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu yang dapat ditular malaria, tapi ada juga
yang kebal dan tidak mudah ditular malaria.
Umur
Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria dibandingkan orang dewasa. Anak-
anak usia kurang dari 5 tahun adalah kelompok terbanyak yang berisiko terhadap malaria.
Pertahanan tubuh terhadap malaria yang diturunkan penting untuk melindungi anak kecil
atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan
berkembang biaknya parasit malaria.
Ras
Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (factor rasial)
terhadap penyakit malaria. Individu yang tidak mempunyai determinan golongan darah
Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap
Plasmodium vivax.
Jenis Kelamin
Infeksi parasit plasmodium dapat menyerang semua masyarakat dari segala
golongan termasuk golongan yang paling rentan seperti wanita hamil. Hasil penelitian
Gomes (2001) menyatakan bahwa ibu hamil yang anemia kemungkinan 8,56 kali
menderita malaria falsiparum dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia.
Riwayat Malaria
Kekebalan residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi
terdahulu dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap hanya
untuk beberapa waktu.
Cara Hidup
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria, seperti tidur tidak memakai
kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk pada saat melakukan aktivitas di luar
rumah dan pada saat sore hari, dan penggunaan insektisida yang tidak teratur di dalam
rumah.
Imunitas
Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria memiliki kekebalan alami terhadap
penyakit malaria. Di daerah endemi dengan transmisi malaria yang tinggi hampir
sepanjang tahun, penduduk nya sangat kebal dan sebagian besar dalam darahnya terdapat
parasit malaria dalam jumlah kecil. Selain itu, di daerah endemis malaria terdapat
kekebalan kongenital (atau neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan
kekebalan tinggi.
Pekerjaan
Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih besar terhadap
penyakit malaria, seperti tugas-tugas dinas di daerah endemis untuk jangka waktu yang
lama sampai bertahun-tahun misalnya petugas medis, petugas militer, misionaris, pekerja
tambang, dan lain-lain. Pekerjaan sebagai buruh perkebunan yang datang dari daerah
yang non endemis ke daerah yang endemis belum mempunyai kekebalan terhadap
penyakit di daerah yang baru tersebut sehingga berisiko besar untuk menderita malaria.
Begitu pula pekerja-pekerja yang didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita
malaria.
Status Gizi
Seorang penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan mempengaruhi kerja
farmakokinetik obat anti malaria seperti diare dan muntah menurunkan absorpsi obat.
Selain itu, disfungsi hati menyebabkan metabolism obat menurun. Anak yang bergizi baik
dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.

b. Host Definitive (Nyamuk Anopheles)


Nyamuk Anopheles di seluruh dunia meliputi kira-kira 2.000 spesies. Yang dapat
menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut pengamatan terakhir
ditemukan 80 spesies Anopheles dan yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah
15 spesies dengan tempat perindukan yang berbeda-beda. Hasil penelitian Barodj dkk
(1999) menemukan nyamuk Anopheles subpictus lebih banyak ditemukan istirahat di
dalam rumah (57,4%) dibandingkan di luar rumah (43,6%).
2. Agent (Plasmodium)
Berbagai spesies dari genus plasmodium dari kelas Sporozoa merupakan parasit
malaria pada manusia. Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia ada empat jenis,
yaitu:
a. Plasmodium vivax
Plasmodium vivax akan memberikan intensitas serangan dalam bentuk demam setiap
3 hari sekali sehingga sering dikenal dengan istilah malaria tertian (malaria benigna).
Jenis malaria ini tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dan pada umumnya di
daerah endemis mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies yang lain.
Eritrosit yang dihinggapi parasit P. vivax mengalami perubahan yaitu menjadi besar,
berwarna pucat dan tampak titik-titik halus berwarna merah yang bentuk dan besarnya
sama (titik Schuffner). Masa tunas intrinsik berlangsung 12-17 hari.

b. Plasmodium malariae
Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana
karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Penyakit malaria kurtana
meluas meliputi daerah tropik maupun daerah subtropik. Frekuensi penyakit ini di
beberapa daerah cenderung menurun. Eritrosit yang dihinggapi Plasmodium malariae
tidak membesar atau ukuran dan bentuk eritrosit normal. Masa tunas intrinsik
berlangsung 18 hari dan kadangkadang sampai 30-40 hari.
c. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale mempunyai waktu demam yang lebih pendek dan biasanya bisa
sembuh spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti Plasmodium vivax, yaitu 12-17
hari. Plasmodium vivax dapat ditemukan di daerah tropik Afrika bagian barat, di
daerah Pasifik Barat dan beberapa lain didunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di
Pulau Owi sebelah selatan Biak Irian Jaya dan di Pulau Timor. Perubahan eritrosit
yang terjadi yaitu eritrosit tampak oval dengan tepi bergerigi. Titik Schuffner menjadi
lebih banyak.
d. Plasmodium falciparum
Parasit ini ditemukan di daerah tropic terutama di Afrika dan Asia Tenggara sehingga
disebut dengan penyebab malaria tropika (malaria maligna). Di Indonesia parasit ini
tersebar di seluruh kepulauan. Spesies ini merupakan paling berbahaya
karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Pada malaria falciparum,
eritrosit yang terinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit.
Namun, terjadi perubahan yang menyerupai bentuk pisang.

3. Environment (Lingkungan)
a. Meliputi lingkungan fisik, antara lain:
a) Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa
inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya
gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam
nyamuk yaitu terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar
liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh
suhu berbeda dari setiap species pada suhu 26,7oC masa inkubasi Ekstrinsik
untuk setiap species sebagai berikut:
Parasit falciparum: 10 – 12 hari
Parasit vivax: 8 – 11 hari
Parasit malaria: 14 hari
Parasit ovale: 15 hari
Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai
timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh
penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species:
Plasmodium falciparum: 10 – 14 hari
Plasmodium vivax: 12 – 17 hari
Plasmodium malariae: 18 – 40 hari
Plasmodium ovale: 16 – 18 hari

b) Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat kelembaban
63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya
penularan.
c) Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi
dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangnya
Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu maka permukaan
air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah hujan yang
tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air sehingga larva dan
kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J, 1985).
d) Angin
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak
jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin.
e) Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di
tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di
tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung) .
f) Arus Air
Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya
berbeda. An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit
mengalir. An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An.
Letifer di tempat air yang tergenang (Depkes RI, 2006).
b. Lingkungan Kimia
Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut
(Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru
diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti
An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar 12-18%
dan tidak dapat berkembang biak pada garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat
keasaman air yang disenangi pada tempat perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan
pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam atau pH rendah
(Depkes RI, 2006).
c. Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan berbagai
jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia
dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari serangan
mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi jenis-jenis
nyamuk tertentu.
Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan
susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam
(Heteromorpha) dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada
larva An. Sundaicus.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus
panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah), Oreochromis
mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu
adanya ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk
pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak
jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R, 1984).

d. Lingkungan Sosial Budaya


Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan factor
lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, di
mana vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan
nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak
nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat
akan mempengaruhi angka kesakitan malaria (Iskandar,1985).

2.5. Penularan Penyakit Malaria

Ada beberapa cara penularan penyakit malaria, antara lain :


1. Penularan secara alamiah (Natural Infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang
lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vektor
penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies
menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor mempunyai waktu
puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Setelah nyamuk Anopheles
betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit), gamet
jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian menembus
di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporozoit
dibentuk. Sporozoit - sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit
manusia, parasit malaria
yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga manusia tersebut
terinfeksi lalu menjadi sakit.
2. Penularan yang tidak alamiah
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan
terjadi melalui tali pusat atau plasenta.

b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik. Penularan melalui
jarum suntik banyak terjadi pada para morfnis yang menggunakan jarum suntik
yang tidak steril.
c. Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P. gallinasium), burung
dara (P. relectum) dan monyet (P. knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi
malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala
maupun tanpa gejala klinis (Susanna, 2005).

2.6. Gejala dan Tanda Penyakit Malaria


1. Gejala Umum Malaria
Gejala malaria terdiri dari beberapa serangan demam dengan interval tertentu
(disebut parokisme), diselingi oleh suatu periode yang penderitanya bebas sama
sekali dari demam disebut periode laten. Gejala yang khas tersebut biasanya
ditemukan pada penderita non imun. Sebelum timbulnya demam, biasanya
penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa
mual di ulu hati, atau muntah semua gejala awal ini disebut gejala prodormal.
Masa tunas malaria sangat tergantung pada spesies Plasmodium yang
menginfeksi. Masa tunas paling pendek dijumpai pada malaria falciparum, dan
terpanjang pada malaria kuartana (P. malariae). Pada malaria yang alami, yang
penularannya melalui gigitan nyamuk, masa tunas adalah 12 hari (9-14) untuk
malaria falciparum, 14 hari (8-17 hari) untuk malaria vivax, 28 hari (18-40 hari)
untuk malaria kuartana dan 17 hari (16-18 hari) untuk malaria ovale. Malaria yang
disebabkan oleh beberapa strain P.vivax tertentu mempunyai masa tunas yang
lebih lama dari strain P.vivax lainnya. Selain pengaruh spesies dan strain, masa
tunas bias menjadi lebih lama karena pemakaian obat anti malaria untuk
pencegahan (kemoproflaksis).
2. Pola Demam Malaria
Demam pada malaria ditandai dengan adanya parokisme, yang berhubungan
dengan perkembangan parasit malaria dalam sel darah merah. Puncak serangan
panas terjadi berbarengan dengan lepasnya merozit – merozit ke dalam peredaran
darah (proses sporulasi). Untuk beberapa hari pertama, pola panas tidak
beraturan, baru kemudian polanya yang klasik tampak sesuai spesiesnya. Pada
malaria falciparum pola panas yang ireguler itu mungkin berlanjut sepanjang
perjalanan penyakitnya sehingga tahapan – tahapan yang klasik tidak begitu nyata
terlihat. Suatu parokisme demam biasanya mempunyai tiga stadia yang berurutan,
terdiri dari:
a. Stadium Dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi penderita
cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari – jari pucat kebiru – biruan (sianotik). Kulitnya
kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada penderita anak sering
terjadi kejang. Stadium ini berlangsung selama 15 menit – 60 menit.

b. Stadium Demam
Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami serangan
demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dandirasakan sangat
panas seperi terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai dengan
rasa mual atau muntah - muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya
penderita merasa sangat haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 410C.
Stadium ini berlangsung selama 2–4 jam.
c. Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai membasahi tempat
tidur. Namun suhu badan pada fase ini turun dengan cepat, kadang–kadang
sampai di bawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat
terjaga, ia merasa lemah, tetapi tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung selama
2-4 jam. Sesudah serangan panas pertama terlewati, terjadi interval bebas panas
selama antara 48-72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya seperti
yang pertama; dan demikian selanjutnya. Gejala–gejala malaria “klasik” seperti
diuraikan di atasa tidak selalu ditemukan pada setiap penderita, dan ini
tergantung pada spesies parasit, umur, dan tingkat imunitas penderita.
3. Mekanisme Periode Panas
Periode demam pada malaria mempunyai interval tertentu, ditentukan oleh waktu
yang diperlukan oleh siklus aseksual/sizogoni darah untuk mengahasilkan sizon
yang matang, yang sangat dipengaruhi oleh spesies Plasmodium yang
menginfeksi. Demam terjadi menyusul pecahnya sizon – sizon darah yang telah
matang dengan akibat masuknya merozoit – merozoit, toksin, pigmea dan
kotoran/debris sel ke peredaran darah.
Masuknya toksin – toksin, termasuk pigmen ke darah memicu dihasilkannya
tumor necrosis factor (TNF) oleh sel–sel makrofag yang teraktifkan. Demam
yang tinggi dan beratnya gejala klinis lainnya, misalnya pada malaria falciparum
yang berat, mempunyai hubungan dengan tingginya kadar TNF dalam darah.
Pada malaria oleh P. vivax dan P. ovale sizon – sizon pecah setiap 48 jam sekali
sehingga demam timbul setiap hari ketiga, yang terhitung dari serangan demam
sebelumnya (malaria tertiana) pada malaria karena P. malariae pecahnya sizon
(sporulasi) terjadi setriap 72 jam sekali.
Oleh karena itu, serangan panas terjadi setiap hari keempat (malaria kuartana).
Pada P. falciparum kejadiannya mirip dengan infeksi oleh P. vivax hanya interval
demamnya tidak jelas, biasanya panas badan di atas normal tiap hari, dengan
puncak panas cenderung mengikuti pola malaria tertiana (disebut malaria
subtertiana atau malaria quotidian).
4. Kekambuhan (Relaps dan Rekrudesensi)
Serangan malaria yang pertama terjadi sebagai akibat infeksi parasit malaria,
disebut malaria primer (berkorelasi dengan siklus sizogoni dalam sel darah
merah). Pada infeksi oleh P.vivax/P.ovale, sesudah serangan yang pertama
berakhir atau disembuhkan, dengan adanya siklus eksoeritrositik (EE) sekunder
atau hipnozoit dalam sel hati, suatu saat kemudian penderita bisa mendapat
serangan malaria yang kedua (disebut: malaria sekunder). Berulangnya serangan
malaria yang bersumber dari siklus EE sekunder pada malaria vivax atau ovale
disebut relaps. Umumnya relaps terjadi beberapa bulan (biasanya>24 minggu)
sesudah malaria primer, disebut long-term relapse.
Pada malaria karena P.falciparum dan P. malariae, relaps dalam pengertian
seperti diatas tidak terjadi, Karena kedua spesies ini tidak memiliki siklus EE
sekunder dalam hati. Kemungkinan berulangnya serangan malaria pada kedua
jenis malaria ini disebabakan oleh kecenderungan parasit malaria bersisa dalam
darah, yang kemudian membelah diri bertambah banyak sampai bisa
menimbulkan gejala malaria sekunder.
Kekambuhan malaria seperti ini disebut rekrudesensi. Pada malaria karena
P.falciparum rekrudesensi terjadi dalam beberapa hari atau minggu (biasanya <8
minggu) sesudah serangan malaria primer, disebut short term relapse. Karena
suatu mekanisme yang belum begitu jelas, kekambuhan terjadi dalam rentang
waktu jauh lebih lama. Bisa terjadi beberapa tahun atau bahkan puluhan tahun
sejak serangan pertama (Sutrisna, 2004).

2.7. Diagnosis Penyakit Malaria


Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium. Diagnosis pasti malaria harus
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostik
cepat (RDT – Rapid Diagnostik Test).
1. Anamnesis
a. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
a) Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal – pegal.
b) Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria.
c) Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
d) Riwayat sakit malaria.
e) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
f) Riwayat mendapat transfuse darah.
b. Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan
dibawah ini:
a) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
b) Keadaan umum yang lemah (tidak bias duduk/ berdiri).
c) Kejang – kejang.
d) Panas sangat tinggi.
e) Mata atau tubuh kuning.
f) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan.
g) Nafas cepat dan atau sesak nafas.
h) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
i) Warna air seni seperti teh tua dapat sampai kehitaman.
j) Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria).
k) Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Demam (pengukuran dengan termometer 3 37,5o C).
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat.
c. Pembesaran limpa (splenomegali).
d. Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
a. Temperatur rektal 3 40o C.
b. Nadi cepat dan lemah/kecil.
c. Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak <50 mmHg.
d. Frekuensi nafas > 35 x per menit pada orang dewasa atau > 40 x per menit pada balita,
anak di bawah 1 tahun > 50 x per menit.
e. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale (GCS) < 11.
f. Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom).
g. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,
produksi air seni berkurang).
h. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat dan
lain-lain).
i. Terlihat mata kuning/ ikterik.
j. Adanya ronki pada kedua paru.
k. Pembesaran limpa dan atau hepar.
l. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
m. Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologik).

2.9. Pengobatan Penyakit Malaria

Pengobatan malaria hendaknya dilakukan setelah diagnosis malaria dikonfirmasi


melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium. Pengobatan sebaiknya
memperhatikan tiga faktor utama, yaitu spesies plasmodium, status klinis
penderita dan kepakaan obat terhadap parasit yang menginfeksi. Obat anti malaria
yang dapat digunakan untuk memberantas malaria diantaranya malaria falcifarum
adalah artemisinin dan deriviatnya, chinchona alkaloid, meflokuin, balofantrin,
sulfadoksinpirimetamin, dan proguanil. Sedangkan untuk mengobati malaria
vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti malaria klorokuin. Namun bila
digunakan sebagai terapi radikal pemberian klorokuin diikuti dengan pemberian
primakuin, tidak terkecuali infeksi yang disebabkan plasmodium malariae, jenis
obat klorokuin tetap digunakan.
2.10. Permasalahan Penyakit Malaria di Indonesia
Malaria merupakan masalah global, sehingga WHO menetapkan komitmen global
tentang eliminasi malaria bagi setiap Negara. Petunjuk pelaksanaan eliminasi
malaria tersebut telah dirumuskan WHO dalam Global Malaria Programme.
Indonesia merupakan negara dengan angka resiko tinggi terhadap malaria.
Menurut Soedarto dalam bukunya menyebutkan bahwa pada tahun 2007 sebanyak
396 Kabupaten dari 495 Kabupaten di Indonesia merupakan daerah endemis
malaria. Menurut perhitungan ahli berdasarkan teori ekonomi kesehatan, kerugian
bisa mencapai 3 trilyun lebih dan berdampak terhadap pendapatan daerah endemis
malaria. Pada tahun 2008, sebanyak 247 ribu kasus malaria dilaporkan dari
seluruh dunia dan lebih dari satu juta diantaranya meninggal, terutama anak - anak
di Afrika. Setiap 45 detik anak di Afrika meninggal karena malaria. Di Indonesia,
malaria masih merupakan masalah kesehatan yang harus diperhatikan. Di luar
Jawa dan Bali angka morbiditas dan mortalitas masih tinggi. Ledakan kasus atau
wabah yang menimbulkan kematian juga masih tinggi terutama di daerah
transmigrasi yang merupakan wilayah dengan campuran penduduk dari daerah
endemis dan daerah non endemis.
Angka kematian (CFR) penderita malaria yang diperoleh dari data statistik rumah
sakit untuk semua kelompok usia didapatkan angka yang menurun drastis dari
tahun 2004 dengan persentase 10,61 % menjadi 1,34 % pada tahun 2006. Akan
tetapi persentase itu kembali naik setelah tahun 2006 yang terus meningkat sampai
tahun 2009 dengan persentase 3,6%.

2.11. Program Pemberantasan Penyakit Malaria


1. Kebijiakan Eliminasi
a. Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM, dunia
usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan
masyarakat.
b. Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan
dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia
menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya
yang tersedia.
2. Strategi Program Eliminasi
a. Diagnosis Malaria
Semua kasus malaria dikonfirmasi dengan mikroskop atau Rapid Diagnostic Test
(RDT).
b. Pengobatan
Artemisinin -based Combination Therapy (ACT).
c. Pencegahan
Pendistribusian kelambu (Long-Lasting Insecticidal Net - LLin), Indoor Residual
Spraying/IRS, dan lain-lain. Kelambu LLiN efektif sampai 3-5 tahun dan dapat
dicuci secara teratur 3 bulan sekali.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium
yang dapat dengan mudah dikenali dari gejala meriang (panas, dingin dan menggigil)
serta demam berkepanjangan. Penyakit ini menyerang manusia dan juga sering
ditemukan pada hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya (Achmadi, 2008).
2. Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4
spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan
Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles
ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar
serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000).
3. Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual) yang
terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia.
4. Epidemiologi penyakit malaria dibagi menjadi:
a. Distribusi dan Frekuensi
a) Berdasarkan Orang
b) Berdasarkan Tempat
c) Berdasarkan Waktu
b. Determinan
a) Faktor Host
b) Faktor Agent
c) Faktor Environment
5. Ada beberapa cara penularan penyakit malaria, antara lain : Penularan secara alamiah
(Natural Infection) dan Penularan yang tidak alamiah
6. Gejala dan tanda malaria dibagi menjadi : Gejala umum, Pola Demam, Mekanisme
Periode Panas, dan Kekambuhan (Relaps dan Rekrudesensi).
7. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium. Diagnosis pasti malaria
harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes
diagnostik cepat (RDT – Rapid Diagnostik Test).
8. Pencegahan penyakit malaria dibagi menjadi : Pencegahan Primer, Pencegahan
Sekunder, dan Pencegahan Tertier.
9. Obat anti malaria yang dapat digunakan untuk memberantas malaria diantaranya :
a. malaria falcifarum adalah artemisinin dan deriviatnya, chinchona alkaloid,
meflokuin, balofantrin, sulfadoksinpirimetamin, dan proguanil.
b. malaria vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti malaria klorokuin. Namun
bila digunakan sebagai terapi radikal pemberian klorokuin diikuti dengan
pemberian primakuin, tidak terkecuali infeksi yang disebabkan plasmodium
malariae, jenis obat klorokuin tetap digunakan.
10. Di Indonesia, malaria masih merupakan masalah kesehatan yang harus diperhatikan.
Di luar Jawa dan Bali angka morbiditas dan mortalitas masih tinggi. Ledakan kasus
atau wabah yang menimbulkan kematian juga masih tinggi terutama di daerah
transmigrasi yang merupakan wilayah dengan campuran penduduk dari daerah
endemis dan daerah non endemis.
11. PROGRAM Eliminasi : Diagnosis Malaria, Pengobatan, Pencegahan, Kemitraan
dalam Menuju Eliminasi Malaria, dan Pos Malaria Desa.
12. Fenomena perubahan iklim ditengarai berdampak terhadap peningkatan populasi
vektor nyamuk malaria. Sehingga, perubahan iklim menyebabkan eliminasi malaria
menjadi semakin sulit untuk dilakukan.

3.2. Saran

Penyakit Malaria adalah salah satu penyakit yang sangat berbahaya, menyarang tanpa
melihat umur dan dampak terparahnya adalah dapat menimbulkan kematian. Dari hal ini
lah penyakit malaria harus di cegah, ada beberapa hal yang harus diketahui untuk
mengatasi malasah malaria. Hal tersebut adalah pengetahuan tentang penyakit malaria
contohnya cara penularan, pencegahan, pengobatan, dan program yang dibuat oleh
pemerintah untuk mencegah malaria.

Anda mungkin juga menyukai