Anda di halaman 1dari 25

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 2
:
>DELIA AFRILIA
>NUNIK
>ANDI SARFAN
>RINI RONAWATI
>NUR AULIA
>RAHMA AULIA

JUDUL MAKALAH:PERBEDAAN PEMILU DAN DEMOKRASI

KATA PENGANTAR.

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat

tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari

pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam

kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI

JUDUL...........................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN:

LATAR BELAKANG....................................................................................1

RUMUSAN MASALAH................................................................................2

TUJUAN MASALAH.....................................................................................3

BAB II LANDASAN TEORI:

DEMOKRASI..................................................................................................I

PEMILIHAN UMUM......................................................................................II

BAB III PENUTUP:

KESIMPULAN................................................................................................III

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................IV

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG.

Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha membangun

system politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaaan dan kedaulatannya pada tahun
1945. Namun, banyak kalangan berpendapat bahwa sesungguhnya negara Indonesia hingga

sekarang ini masih dalam tahap “demokratisasi”. Artinya, demokrasi yang kini dibangun

belum benar-benar berdiri dengan mantap. Masih banyak yang harus dibangun dalam hal

demokrasi, bukan saja berkaitan dengan system politik kenegaraan, tetapi dalam arti yang

lebih luas adalah mencakup bidang budaya, hukum, dan perangkat-perangkat lain yang

penting bagi tumbuhnya demokrasi dan masyarakat madani.

Sebagai sebuah gagasan negara demokrasi yang memenuhi persyaratan-persyaratan idealuniversal, negara
Indonesia telah mencoba untuk menerapkannya. Sejak awal kemerdekaan

negara Indonesia, berbagai hal berkenaan dengan hubungan negara dan masyarakat telah

diatur di dalam UUD 1945. Para founding fathers (pendiri negara) berkeinginan kuat agar

system politik Indonesia mampu mewujudkan pemerintahan yang melindungi segenap

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut dalam perdamaian dunia.

Hal-hal inilah yang melandasi gagasan-gagasan besar bangsa dan rakyat Indonesia yang ingin

diwujudkan melalui “cita moral” dan “cita hukum” sebagaimana termakhtub dalam

Pembukaan UUD 1945.

Langkah awal demokratisasi di Indonesia dilakukan melalui penebitan Maklumat Wakil

Presiden No. X, tanggal 3 November 1945 tentang anjuran untuk membentuk partai politik.

Kemudian langkah berikut adalah segera dilaksanakan pemilu untuk memilih anggota DPR

yang diselenggarakan pada tahun 1946. Namun, beum siapnya perangkat perundangundangan yang
mengatur pemilu dan instabilitas akibat pemberontakan dan silih bergantinya

cabinet mengakibatnya pemilu sampai dengan tahun 1950 belum dapat terselenggara. Dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1953, pelaksanaan pemilu pertama kali di

Indonesia yang ditunggu-tunggu dapat terselenggara pada tahun 1955 yang diikuti oleh lebih

dari 30 (tiga puluh) peserta dari perorangan (independen) dan partai politik.

Pada era berikutnya, pelaksanaan pemilu sebagai sarana demokrasi baik pada masa orde baru
maupun era reformasi terselenggara dengan baik. Pilihan ideology dan system politik

demokrasi Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia merupakan hasil kristalisasi

nilai-nilai luhur budaya bangsa yang akan menjadi pedoman dalam kehidpan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Meskipun praktik-praktik demokrasi Pancasila pada masa lalu

menunjukkan pengalaman yang kurang baik, bukan berarti nilai-nilai Pancasila tidak

memiliki hubungan dengan system politik demokrasi yang berkembang hingga saat ini.

Sejak awal kemerdekaan para pendiri negara dan bangsa Indonesia telah sepakat merumuskan

Pancasila sebagai dasar negara sehingga sila-sila Pancasila yang tercantum di dalamnya

merupakan nilai-nilai dasar yang melandasi penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis.

Singkatnya pelaksanaan demokrasi di Indonesia dalam perjalanannya mengalami pasang

surut. Hal itu ditandai dengan perubahan bentuk demokrasi yang pernah dilaksanakan di

Indoneisa.

2. RUMUSAN MASALAH.

Dari latar belakang di atas, dapat kita ambil rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1.2.1.Apa pengertian demokrasi ?

1.2.2.Bagaimana demokrasi di Indonesia serta pelaksanaannya?

1.2.3.Apa pengertian pemilu?

1.2.4.Apakah tujuan dari pemilu?

1.2.5.Bagaimana pelaksanaan pemilu di Indonesia?

3. TUJUAN MASALAH.

Tujuan masalah dari latar belakang di atas adalah:

1.3.1.Untuk mengetahui pengertian demokrasi


1.3.2.Untuk mengetahui pelaksanaan demokrasi di Indonesia

1.3.3.Untuk mengetahui pengertian dari pemilu

1.3.4.Untuk mengetahui tujuan dari pemilu

1.3.5.Untuk mengetahui pelaksanaan pemilu di Indonesia

BAB II

LANDASAN TEORI

I. DEMOKRASI.

Pengertian Demokrasi.

Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke5 SM.
Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang

berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah

sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan

dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein

yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang

lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep

demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi

wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu

negara.

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya

mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh

pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan
politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga

negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama

lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga

lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks

and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang

memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif,

lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan

lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan

menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh

masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang

diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif,

selain sesuai hukum dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya

pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak

wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warga negara, namun oleh sebagian warga yang

berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua

warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih

presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas.

Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin

negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara

langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya

dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi.
Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi

meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu

adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih

pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara.

Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati

umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal,

narapidana atau bekas narapidana).

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara

(umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang

diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika faktafakta sejarah
mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak

mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut

pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan

berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan

anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan

untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi

harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan

mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan

lembaga negara tersebut.

 Menurut Abraham Lincoln (Presiden AS ke-16), demokrasi adalah pemerintahan

dari, oleh dan untuk rakyat (Democracy is government of the people, by the people

and for the people). Azas-azas pokok demokrasi dalam suatu pemerintahan
demokratis adalah:

a.pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya melalui pemilihan wakil-wakil

rakyat untuk parlemen secara bebas dan rahasia; dan

b.pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia.

 Ciri-ciri pokok pemerintahan demokratis

A.Pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak, dengan ciri-ciri

tambahan:

a).konstitusional, yaitu bahwa prinsip-prinsip kekuasaan, kehendak dan kepentingan rakyat

diatur dan ditetapkan dalam konstitusi;

b).perwakilan, yaitu bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat diwakilkan kepada beberapa

orang;

c).pemilihan umum, yaitu kegiatan politik untuk memilih anggota-anggota parlemen;

d).kepartaian, yaitu bahwa partai politik adalah media atau sarana antara dalam praktik

pelaksanaan demokrasi

B. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, misalnya pembagian/ pemisahan

kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

C. Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan pemerintahan.

 Macam-macam demokrasi:

 Demokrasi ditinjau dari cara penyaluran kehendak rakyat:

a.Demokrasi langsung

Dipraktikkan di negara-negara kota (polis, city state) pada zaman Yunani Kuno. Pada masa

itu, seluruh rakyat dapat menyampaikan aspirasi dan pandangannya secara langsung. Dengan

demikian, pemerintah dapat mengetahui – secara langsung pula – aspirasi dan persoalanpersoalan yang
sebenarnya dihadapi masyarakat. Tetapi dalam zaman modern, demokrasi
langsung sulit dilaksanakan karena:

1).Sulitnya mencari tempat yang dapat menampung seluruh rakyat sekaligus dalam

membicarakan suatu urusan;

2).Tidak setiap orang memahami persoalan-persoalan negara yang semakin rumit dan

kompleks;

3).Musyawarah tidak akan efektif, sehingga sulit menghasilkan keputusan yang baik.

b.Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan

Sistem demokrasi (menggantikan demokrasi langsung) yang dalam menyalurkan

kehendaknya, rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam parlemen. Aspirasi

rakyat disampaikan melalui wakil-wakil mereka dalam parlemen. Tipe demokrasi perwakilan

berlainan menurut konstitusi negara masing-masing.

Sistem pemilihan ada dua macam, yaitu: pemilihan secara langsung dan pemilihan bertingkat.

Pada pemilihan secara langsung, setiap warga negara yang berhak secara langsung memilih

orang-orang yang akan duduk di parlemen. Sedangkan pada pemilihan bertingkat, yang

dipilih rakyat adalah orang-orang di lingkungan mereka sendiri, kemudian orang-orang yang

terpilih itu memilih anggota-anggota parlemen.

c.Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum

Dalam sistem demokrasi ini rakyat memilih para wakil mereka untuk duduk di parlemen,

tetapi parlemen tetap dikontrol oleh pengaruh rakyat dengan sistem referendum (pemungutan

suara untuk mengetahui kehendak rakyat secara langsung). Sistem ini digunakan di salah satu

negara bagian Swiss yang disebut Kanton.

 Demokrasi ditinjau dari titik berat perhatiannya

A. Demokrasi Formal (Demokrasi Liberal)

Demokrasi formal menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya
untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan rakyat dalam bidang ekonomi. Dalam

sistem demokrasi yang demikian, semua orang dianggap memiliki derajat dan hak yang sama.

Namun karena kesamaan itu, penerapan azas free fight competition (persaingan bebas) dalam

bidang ekonomi menyebabkan kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin kian

lebar. Kepentingan umum pun diabaikan.

Demokrasi formal/ liberal sering pula disebut demokrasi Barat karena pada umumnya

dipraktikkan oleh negara-negara Barat. Kaum komunis bahkan menyebutnya demokrasi

kapitalis karena dalam pelaksanaannya kaum kapitalis selalu dimenangkan oleh pengaruh

uang (money politics) yang menguasai opini masyarakat (public opinion).

A. Demokrasi Material (Demokrasi Rakyat)

Demokrasi material menitikberatkan upaya-upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang

ekonomi sehingga persamaan dalam persamaan hak dalam bidang politik kurang

diperhatikan, bahkan mudah dihilangkan. Untuk mengurangi perbedaan dalam bidang

ekonomi, partai penguasa (sebagai representasi kekuasaan negara) akan menjadikan segala

sesuatu sebagai milik negara. Hak milik pribadi tidak diakui. Maka, demi persamaan dalam

bidang ekonomi, kebebasan dan hak-hak azasi manusia di bidang politik diabaikan.

Demokrasi material menimbulkan perkosaan rohani dan spiritual.

Demokrasi ini sering disebut demokrasi Timur, karena berkembang di negara-negara sosialis/

komunis di Timur, seperti Rusia, Cekoslowakia, Polandia dan Hongaria dengan ciri-ciri:

a)sistem satu (mono) partai, yaitu partai komunis (di Rusia);

b) sistem otoriter, yaitu otoritas penguasa dapat dipaksakan kepada rakyat;

c) sistem perangkapan pimpinan, yaitu pemimpin partai merangkap sebagai pemimpin

negara/ pemerintahan;

d) sistem pemusatan kekuasaan di tangan penguasa tertinggi dalam negara.


C.Demokrasi Gabungan

Demokrasi ini mengambil kebaikan dan membuang keburukan demokrasi formal dan

material. Persamaan derajat dan hak setiap orang tetap diakui, tetapi diperlukan pembatasan

untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat. Pelaksanaan demokrasi ini bergantung pada

ideologi negara masing-masing sejauh tidak secara jelas kecenderungannya kepada

demokrasi liberal atau demokrasi rakyat.

Demokrasi ditinjau dari hubungan antaralat perlengkapan negara

 Demokrasi perwakilan dengan sistem parlementer

Demokrasi sistem parlementer semula lahir di Inggris pada abad XVIII dan dipergunakan

pula di negara-negara Belanda, Belgia, Prancis, dan Indonesia (pada masa UUDS 1950)

dengan pelaksanaan yang bervariasi, sesuai dengan konstitusi negara masing-masing.

Negara-negara Barat banyak menggunakan demokrasi parlementer sesuai dengan

masyarakatnya yang cenderung liberal. Ciri khas demokrasi ini adalah adanya hubungan yang

erat antara badan eksekutif dengan badan perwakilan rakyat atau legislatif. Para menteri yang

menjalankan kekuasaan eksekutif diangkat atas usul suara terbanyak dalam sidang parlemen.

Mereka wajib menjalankan tugas penyelenggaraan negara sesuai dengan pedoman atau

program kerja yang telah disetujui oleh parlemen. Selama penyelenggaraan negara oleh

eksekutif disetujui dan didukung oleh parlemen, maka kedudukan eksekutif akan stabil.

Penyimpangan oleh seorang menteri pun dapat menyebabkan parlemen mengajukan mosi

tidak percaya yang menggoyahkan kedudukan eksekutif.

Demokrasi parlementer lebih cocok diterapkan di negara-negara yang menganut sistem

dwipartai: partai mayoritas akan menjadi partai pendukung pemerintah dan partai minoritas

menjadi oposisi.

Dalam demokrasi parlementer, terdapat pembagian kekuasaan (distribution of powers) antara


badan eksekutif dengan badan legislatif dan kerja sama di antara keduanya. Sedangkan badan

yudikatif menjalankan kekuasaan peradilan secara bebas, tanpa campur tangan dari badan

eksekutif maupun legislatif.

 Kelebihan demokrasi perwakilan bersistem parlementer:

1.Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan pemerintah sangat besar;

2.Pengawasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan baik;

3.Kebijakan politik pemerintah yang dianggap salah oleh rakyat dapat sekaligus dimintakan

pertanggungjawabannya oleh parlemen kepada kabinet;

4.Mudah mencapai kesesuaian pendapat antara badan eksekutif dan badan legislatif;

5.Menteri-menteri yang diangkat merupakan kehendak dari suara terbanyak di parlemen

sehingga secara tidak langsung merupakan kehendak rakyat pula;

6.Menteri-menteri akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas karena setiap saat dapat

dijatuhkan oleh parlemen;

7.Pemerintah yang dianggap tidak mampu mudah dijatuhkan dan diganti dengan pemerintah

baru yang dianggap sanggup menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan keinginan

rakyat.

Kelemahan demokrasi perwakilan bersistem parlementer:

1.Kedudukan badan eksekutif tidak stabil, karena dapat diberhentikan setiap saat oleh

parlemen melalui mosi tidak percaya;

2.Sering terjadi pergantian kabinet, sehingga kebijakan politik negara pun labil

3.Karena pergantian eksekutif yang mendadak, eksekutif tidak dapat menyelesaikan program

kerja yang telah disusunnya.

 Demokrasi perwakilan dengan sistem pemisahan kekuasaan

Demokrasi ini berpangkal pada teori pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh para
filsuf bidang politik dan hukum. Pelopornya adalah John Locke (1632-1704) dari Inggris,

yang membagi kekuasaan negara ke dalam tiga bidang, yaitu eksekutif, legislatif dan

federatif. Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, ketiga bidang itu harus

dipisahkan. Charles Secondat Baron de Labrede et de Montesquieu (1688-1755) asal Prancis,

memodifikasi teori Locke itu dalam teori yang disebut Trias Politica pada bukunya yang

berjudul L’Esprit des Lois. Menurut Montesquieu, kekuasaan negara dibagi menjadi:

legislatif (kekuasaan membuat undang-undang), eksekutif (kekuasaan melaksanakan undangundang) dan


yudikatif (kekuasaan mengatasi pelanggaran dan menyelesaikan perselisihan

antarlembaga yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang). Ketiga cabang kekuasaan

itu harus dipisahkan, baik organ/ lembaganya maupun fungsinya.

Teori Montesquieu disebut teori pemisahan kekuasaan (separation du puvoir) dan dijalankan

hampir sepenuhnya di Amerika Serikat. Di negara itu, kekuasaan legislatif dipegang oleh

Kongres, kekuasaan eksekutif oleh Presiden dan kekuasaan yudikatif oleh Mahkamah Agung.

Ketiga badan tersebut berdiri terpisah dari yang lainnya untuk menjaga keseimbangan dan

mencegah jangan sampai kekuasaan salah satu badan menjadi terlampau besar. Kesederajatan

itu menjadikan ketiganya dapat berperan saling mengawasi (check and balance).

 Kelebihan demokrasi perwakilan bersistem pemisahan kekuasaan:

1.Pemerintah selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen, sehingga

pemerintahan dapat berlangsung relatif stabil;

2.Pemerintah memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan programnya tanpa terganggu

oleh adanya krisis kabinet;

3.Sistem check and balance dapat menghindari pertumbuhan kekuasaan yang terlampau besar

pada setiap badan;

4.Mencegah terjadinya kekuasaan yang absolut (terpusat pada satu orang).


Kelemahan demokrasi perwakilan bersistem pemisahan kekuasaan:

1.Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh;

2. Pengaruh rakyat terhadap kebijakan politik negara kurang mendapat perhatian;

3.Pada umumnya keputusan yang diambil merupakan hasil negosiasi antara badan legislatif

dan eksekutif sehingga keputusan tidak tegas;

4.Proses pengambilan keputusan memakan waktu yang lama.

 Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum

Demokrasi ini merupakan gabungan antara demokrasi perwakilan dengan demokrasi

langsung. Dalam negara yang menganut demokrasi ini parlemen tetap ada, tetapi kinerjanya

dikontrol secara langsung oleh rakyat melalui referendum. Jadi, ciri khas demokrasi

perwakilan dengan sistem referendum adalah bahwa tugas-tugas legislatif selalu berada di

bawah pengawasan seluruh rakyat karena dalam hal-hal tertentu, keputusan parlemen tidak

dapat diberlakukan tanpa persetujuan rakyat. Sedangkan mengenai hal lain, keputusan

parlemen dapat langsung diberlakukan sepanjang rakyat menerimanya.

Ada dua macam referendum, yaitu referendum obligator dan referendum fakultatif.

Referendum obligator adalah pemungutan suara rakyat yang wajib dilaksanakan mengenai

suatu rencana konstitusional. Referendum ini bersifat wajib karena menyangkut masalah

penting, misalnya tentang perubahan konstitusi. Perubahan konstitusi tidak dapat dilakukan

tanpa persetujuan rakyat. Sedangkan referendum fakultatif merupakan pemungutan suara

rakyat yang tidak bersifat wajib dilakukan mengenai suatu rencana konstitusional.

Referendum fakultatif baru perlu dilakukan apabila dalam waktu tertentu setelah undangundang
diumumkan pemberlakuannya, sejumlah rakyat meminta diadakan referendum.

Kelebihan demokrasi perwakilan dengan sistem referendum:

1.Apabila terjadi pertentangan antara badan organisasi negara, maka persoalan itu dapat
diserahkan keputusannya kepada rakyat tanpa melalui partai;

2.Adanya kebebasan anggota parlemen dalam menentukan pilihannya, sehingga pendapatnya

tidak harus sama dengan pendapat partai/ golongannya.

Kelemahan demokrasi perwakilan dengan sistem referendum:

1.Pembuatan undang-undang/ peraturan relatif lebih lambat dan sulit;

2.Pada umumnya rakyat kebanyakan tidak berpengetahuan cukup untuk menilai atau menguji

kualitas produk undang-undang.

 Prinsip-prinsip Demokrasi

a.Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.

b.Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.

c.Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga

negara.

d.Penghormatan terhadap supremasi hukum.

- Demokrasi di Indonesia

Bisa dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia,

berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi. Menurut Ketua

Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto, keberhasilan Indonesia dalam

bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat

ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan ‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi

contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya

pembangunan ekonomi. Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yag tidak

banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik

(IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah
prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi

mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur.

Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan demokrasi di Indonesia,

kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10 tahun dan akan terus

berkembang. Sebagian orang pernah berpendapat bahwa demokrasi tidak akan berlangsung

lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap. Mereka juga pernah mengatakan bahwa

negara Indonesia terlalu besar dan memiliki persoalan yang kompleks. Keraguan tersebut

bahkan menyerupai kekhawatiran yang dapat membuat Indonesia chaos yang dapat

mengakibatkan perpecahan.

Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menyebutkan bahwa

demokrasi telah berjalan baik di Indonesia dan hal itu telah menjadikan Indonesia sebagai

negara dengan populasi 4 besar dunia yang berhasil melaksanakan demokrasi. Hal ini juga

membuat Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia yang telah berhasil

menerapkan demokrasi. Dia juga berharap agar perkembangan ekonomi juga makin

meyakinkan sehingga demokrasi bisa disandingkan dengan kesuksesan pembangunan. Hal

tersebut tentunya bisa terjadi bila demokrasi dapat mencegah korupsi dan penumpukan

kekayaan hanya pada elit tertentu.

- Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia (Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde

Reformasi)

Perkembangan demokrasi di Indonesia dari segi waktu dapat dibagi dalam empat periode,

yaitu :

 Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer

Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer

ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian
diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar

Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di

beberapa negara Asia lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini

ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif

terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana

menteri sebagai kepala pemerintahan.

 Periode 1959-1965 (Orde Lama)

Demokrasi Terpimpin Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin

menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan

kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam

Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi

yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada

ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif.

 Periode 1965-1998 (Orde Baru) Demokrasi Pancasila

Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi

pemerintahan, terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan

meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde

Baru ditandai oleh; dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan

keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah

dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara,

dan inkorporasi lembaga nonpemerintah

 Periode 1998-sekarang( Reformasi )

Orde reformasi ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.

Jabatan presiden kemudian diisi oleh wakil presiden, Prof. DR. Ir. Ing. B.J. Habibie.
Turunnya presiden Soeharto disebabkan karena tidak adanya lagi kepercayaan dari rakyat

terhadap pemerintahan Orde Baru. . Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim

tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi

merupakan fase krusial yang kritis karena dalam fase ini akan ditentukan ke mana arah

demokrasi akan dibangun.

II. Pemilihan Umum.

a) .Pengertian Pemilihan Umum

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatanjabatan politik
tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil

rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas,

Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas,

walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak

memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby

dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat

dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda

banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah

para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.

Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.

Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu

ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah

ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih. UndangUndang yang
menjadi dasar pemilu adalah Undang-Undang Rpublik Indonesia Nomor 3

Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.


Pemilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:

Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislative

Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan

eksekutif untuk jangka tertentu

Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi kekuatan

eksekutif.

Pemilihan umum dapat dibedakan dengan dua cara:

Cara langsung berarti rakyat secara langsung memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di

badan-badan perwakilan rakyat. Contohnya, pemil di Indonesia untuk memilih anggota

DPRD II, DPRD I, dan DPR.

Cara bertingkat berarti rakyat memilih dulu wakilnya (senat), kemudian wakilnya itulah yang

akan memilih wakil rakyat yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat.

Dalam pemilihan umum diharapkan wakil-wakil yang dipilih benar-benar sesuai dengan

aspirasi dan keinginan rakyat yang memilihnya. Oleh sebab itu, dalam ilmu politik secara

teoritis dikenal cara atau system memilih wakil rakyat agar mewakili rakyat yang

memilihnya.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas terdapat 3 (tiga) system pemilihan umum, yaitu:

A. Sistem Distrik

Sistem distrik merupakan system pemilu yang paling tua dan didasarkan kepada kesatuan

geografis, di mana satu kesatuan geografis mempunyai satu wakil di parlemen. Sistem distrik

sering dipakai dalam negara yang mempunyai system dwi partai, seperti Inggris serta bekas

jajahannya (India dan Malaysia) dan Amerika Serikat. Namun, system distrik juga dapat

dilaksanakan pada suatu negara yang menganut system multipartai, seperti di Malaysia. Di

sini system distrik secara alamiah mendorong partai-partai untuk koalisi, mulai dari
menghadapi pemilu.

-Sistem distrik memiliki beberapa keuntungan, yaitu:

1. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik itu,

hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. Wakil tersebu lebih condong untuk

memperjuangkan kepentingan distrik. Wakil tersebut lebih independen terhadap partainya

karena rakyat lebih memberikan pertimbangan untuk memilih wakil tersebut karena factor

integritas pribadi sang wakil. Namun demikian, wakil tersebut juga terikat dengan partainya,

seperti untuk kampanye dan lain-lain.

2.Sistem ini lebih cenderung ke arah koalisi partai-partai karena kursi yang diperebutkan

dalam satu daerah, distrik hanya satu. Sehingga mendorong partai menonjolkan kerja sama

ketimbang perbedaan, setidak-tidaknya menjelang pemilu, melalui stembus record.

3.ragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat terbendung,

malah dapat melakukan penyederhanaan partai secara alamiah tanpa paksa. Di Inggris dan

Amerika Serikat system ini menunjang bertahannya system dwipartai.

4.Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen tidak

perlu diadakan koalisi partai lain, sehingga mendukung stabilitas nasional.

5.Sistem ini sederhana dan serta mudah untuk dilaksanakan.

- Di samping keuntungan, system distrik juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

1. Kurang memperhatikan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apabila golonga

tersebut terpencar dalam beberapa distrik.

2. Kurang representative, di mana partai yang kalah dalam suatu distrik kehilangan suara

yang telah mendukungnya. Dengan demikian, suara tersebut tidak diperhitungkan lagi. Kalau

sejumlah partai ikut dalam setiap distrik akan banyak jumlah suara yang hilang sehingga

dianggap kurang adil oleh partai atau golongan yang dirugikan.


3.Ada kecenderungan si wakil lebih mementingkan kepentingan daerah pemilihannya

daripada kepentingan nasional.

4.Umumnya kurang efektif bagi suatu masyarakat heterogen.

B. Sistem Proporsional

> Sistem perwakilan proporsional adalah presentasi kursi di DPR dibagi kepada tiap-tiap

partai politik, sesuai dengan jumlah suara yang diprolehnya dalam pemilihan umum khusus di

daerah pemilihan. Jadi, jumlah kursi yang diperoleh satu golongan atau partai adalah sesuai

dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam masyarakat. Untuk keperluan itu kini

ditentukan satu pertimbangan, misalnya 1 (satu) orang wakil : 400.000 penduduk. Sistem

proporsional sering kali dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain, seperti system daftar

(list system), di mana partai mengajukan daftar calon dan si pemilih memilih satu partai

dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yang sedang

diperebutkan.

-Sistem proporsional memiliki beberapa keuntungan, yaitu:

1.Sistem proporsional dianggap lebih demokratis, dalam arti lebih egalitarian, karena one

man one vote dilaksanakan secara penuh tanpa ada suara yang hilang.

2.Sistem ini dianggap representative, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai

dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilu.

-Di samping segi-segi positif, system proporsional juga memiliki kelemahan, yaitu:

1.Mempermudah fragmentasi (pembentukan partai baru). Jika terjadi konflik intern partai,

anggota yang kecewa cenderung membentuk partai baru, sehingga peluang untuk bersatu

kurang. Bahkan ada kecenderungan partai buka diletakkan pada landasan ideology atau asas,

melainkan kepentingan untuk memperebutkan jabatan atau kursi di parlemen.

2.Sistem ini lebih memperbesar perbedaan yang ada dibandingkan dengan kerja sama
sehingga ada kecenderungan untuk memperbanyak jumlah partai, seperti di Indonesia setelah

reformasi 1998.

3.Sistem ini memberikan peranan atau kekuasaan yang sangat kuat kepada pemimpin partai,

karena kepemimpinan menentukan orang-orang yang akan dicalonkan menjadi wakil rakyat.

Bahkan ada kecenderungan wakil rakyat lebih menjaga kepentingan dewan pimpinan

partainya daripada kepentingan rakyat. Pada zaman Orba system ini dapat digunakan oleh

pimpinan partai untuk me-recall anggotanya yang vocal atau tidak sejalan dengan haluan

partai di parlemen

4.Wakil yang dipilih renggang ikatannya dengan warga yang telah memilihnya, karena saat

pemilihan umum yang lebih menonjol adalah partainya dan wilayah pemilihan sangat besar

(sebesar provinsi). Peranan partai lebih menonjol daripada kepribadian sang wakil. Di

Indonesia banyak kritikan pada system ini dengan sebutan seperti memilih “kucing dalam

karung”, artinya rakyat memilih tanda gambar peserta pemilu, tetapi siapa wakil yang dipilih

kurang diketahui rakyat pemilih.

5.Karena banyaknya partai yang bersaing sulit bagi suatu partai untuk meraih mayoritas (50%

+ 1) dalam parlemen.

c. Sistem Gabungan

Sistem gabungan merupakan system yang menggabungkan system distrik dengan

proporsional. Sistem ini membagi wilayah negara dalam beberapa daerah pemilihan. Sisa

suara pemilih tidak hilang, melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum

dibagi. Sistem gabungan ini diterapkan di Indonesia sejak pemilu tahun 1977 dalam memilih

anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II. Sistem ini disebut juga system proporsional

berdasarkan stelsel daftar.

Di Indonesia sudah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum sejak kemerdekaan


Indonesia hingga tahun 2009. Sistem pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia dari tahun

1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional. Sistem proporsional lahir untuk menjawab

kelemahan dari sistem distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang

memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di

suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang

memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah

pemilihan, begitu pun sebaliknya.

Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu

partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik

tersebut. Karena adanya perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia

dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang menjadi

batas diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan. Partai politik dimungkinkan mencalonkan

lebih dari satu kandidat karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.

BAB III

PENUTUP

III. KESIMPULAN.

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya

mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh

pemerintah negara tersebut. Indonesia telah menjalan beberapa demokrasi dari zaman orde

lama, orde baru hingga reformasi.akhirnya di Indonesia menggunakan system demokrasi

pancasila.

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatanjabatan politik
tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil
rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas,

Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas,

walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak

memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby

dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat

dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda

banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.

Di Indonesia sudah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum sejak kemerdekaan

Indonesia hingga tahun 2009. Sistem pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia dari tahun

1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional. Sistem proporsional lahir untuk menjawab

kelemahan dari sistem distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang

memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di

suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang

memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah

pemilihan, begitu pun sebaliknya.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Budiayanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga

Www.wikipedia.id.org/demokrasi

www.chandra-demokrasi_lengkap.blogspot.com

www.pemilu.blogspot.com
www.pemilu&jasaaa_yu.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai