KELOMPOK 2
:
>DELIA AFRILIA
>NUNIK
>ANDI SARFAN
>RINI RONAWATI
>NUR AULIA
>RAHMA AULIA
KATA PENGANTAR.
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN:
LATAR BELAKANG....................................................................................1
RUMUSAN MASALAH................................................................................2
TUJUAN MASALAH.....................................................................................3
DEMOKRASI..................................................................................................I
PEMILIHAN UMUM......................................................................................II
KESIMPULAN................................................................................................III
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................IV
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha membangun
system politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaaan dan kedaulatannya pada tahun
1945. Namun, banyak kalangan berpendapat bahwa sesungguhnya negara Indonesia hingga
sekarang ini masih dalam tahap “demokratisasi”. Artinya, demokrasi yang kini dibangun
belum benar-benar berdiri dengan mantap. Masih banyak yang harus dibangun dalam hal
demokrasi, bukan saja berkaitan dengan system politik kenegaraan, tetapi dalam arti yang
lebih luas adalah mencakup bidang budaya, hukum, dan perangkat-perangkat lain yang
Sebagai sebuah gagasan negara demokrasi yang memenuhi persyaratan-persyaratan idealuniversal, negara
Indonesia telah mencoba untuk menerapkannya. Sejak awal kemerdekaan
negara Indonesia, berbagai hal berkenaan dengan hubungan negara dan masyarakat telah
diatur di dalam UUD 1945. Para founding fathers (pendiri negara) berkeinginan kuat agar
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut dalam perdamaian dunia.
Hal-hal inilah yang melandasi gagasan-gagasan besar bangsa dan rakyat Indonesia yang ingin
diwujudkan melalui “cita moral” dan “cita hukum” sebagaimana termakhtub dalam
Presiden No. X, tanggal 3 November 1945 tentang anjuran untuk membentuk partai politik.
Kemudian langkah berikut adalah segera dilaksanakan pemilu untuk memilih anggota DPR
yang diselenggarakan pada tahun 1946. Namun, beum siapnya perangkat perundangundangan yang
mengatur pemilu dan instabilitas akibat pemberontakan dan silih bergantinya
cabinet mengakibatnya pemilu sampai dengan tahun 1950 belum dapat terselenggara. Dengan
Indonesia yang ditunggu-tunggu dapat terselenggara pada tahun 1955 yang diikuti oleh lebih
dari 30 (tiga puluh) peserta dari perorangan (independen) dan partai politik.
Pada era berikutnya, pelaksanaan pemilu sebagai sarana demokrasi baik pada masa orde baru
maupun era reformasi terselenggara dengan baik. Pilihan ideology dan system politik
demokrasi Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia merupakan hasil kristalisasi
nilai-nilai luhur budaya bangsa yang akan menjadi pedoman dalam kehidpan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Meskipun praktik-praktik demokrasi Pancasila pada masa lalu
menunjukkan pengalaman yang kurang baik, bukan berarti nilai-nilai Pancasila tidak
memiliki hubungan dengan system politik demokrasi yang berkembang hingga saat ini.
Sejak awal kemerdekaan para pendiri negara dan bangsa Indonesia telah sepakat merumuskan
Pancasila sebagai dasar negara sehingga sila-sila Pancasila yang tercantum di dalamnya
surut. Hal itu ditandai dengan perubahan bentuk demokrasi yang pernah dilaksanakan di
Indoneisa.
2. RUMUSAN MASALAH.
Dari latar belakang di atas, dapat kita ambil rumusan masalah adalah sebagai berikut:
3. TUJUAN MASALAH.
BAB II
LANDASAN TEORI
I. DEMOKRASI.
Pengertian Demokrasi.
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke5 SM.
Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang
berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah
sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein
yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang
lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep
demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi
wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan
politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga
negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama
lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga
lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks
and balances.
menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh
masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang
diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif,
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya
pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak
wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warga negara, namun oleh sebagian warga yang
berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih
presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas.
Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin
negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara
langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya
dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi.
Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi
meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu
adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih
pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara.
Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati
umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal,
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara
(umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang
diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika faktafakta sejarah
mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak
mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan
berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan
untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi
harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan
mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan
dari, oleh dan untuk rakyat (Democracy is government of the people, by the people
and for the people). Azas-azas pokok demokrasi dalam suatu pemerintahan
demokratis adalah:
tambahan:
orang;
d).kepartaian, yaitu bahwa partai politik adalah media atau sarana antara dalam praktik
pelaksanaan demokrasi
Macam-macam demokrasi:
a.Demokrasi langsung
Dipraktikkan di negara-negara kota (polis, city state) pada zaman Yunani Kuno. Pada masa
itu, seluruh rakyat dapat menyampaikan aspirasi dan pandangannya secara langsung. Dengan
demikian, pemerintah dapat mengetahui – secara langsung pula – aspirasi dan persoalanpersoalan yang
sebenarnya dihadapi masyarakat. Tetapi dalam zaman modern, demokrasi
langsung sulit dilaksanakan karena:
1).Sulitnya mencari tempat yang dapat menampung seluruh rakyat sekaligus dalam
2).Tidak setiap orang memahami persoalan-persoalan negara yang semakin rumit dan
kompleks;
3).Musyawarah tidak akan efektif, sehingga sulit menghasilkan keputusan yang baik.
kehendaknya, rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam parlemen. Aspirasi
rakyat disampaikan melalui wakil-wakil mereka dalam parlemen. Tipe demokrasi perwakilan
Sistem pemilihan ada dua macam, yaitu: pemilihan secara langsung dan pemilihan bertingkat.
Pada pemilihan secara langsung, setiap warga negara yang berhak secara langsung memilih
orang-orang yang akan duduk di parlemen. Sedangkan pada pemilihan bertingkat, yang
dipilih rakyat adalah orang-orang di lingkungan mereka sendiri, kemudian orang-orang yang
Dalam sistem demokrasi ini rakyat memilih para wakil mereka untuk duduk di parlemen,
tetapi parlemen tetap dikontrol oleh pengaruh rakyat dengan sistem referendum (pemungutan
suara untuk mengetahui kehendak rakyat secara langsung). Sistem ini digunakan di salah satu
Demokrasi formal menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya
untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan rakyat dalam bidang ekonomi. Dalam
sistem demokrasi yang demikian, semua orang dianggap memiliki derajat dan hak yang sama.
Namun karena kesamaan itu, penerapan azas free fight competition (persaingan bebas) dalam
bidang ekonomi menyebabkan kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin kian
Demokrasi formal/ liberal sering pula disebut demokrasi Barat karena pada umumnya
kapitalis karena dalam pelaksanaannya kaum kapitalis selalu dimenangkan oleh pengaruh
ekonomi sehingga persamaan dalam persamaan hak dalam bidang politik kurang
ekonomi, partai penguasa (sebagai representasi kekuasaan negara) akan menjadikan segala
sesuatu sebagai milik negara. Hak milik pribadi tidak diakui. Maka, demi persamaan dalam
bidang ekonomi, kebebasan dan hak-hak azasi manusia di bidang politik diabaikan.
Demokrasi ini sering disebut demokrasi Timur, karena berkembang di negara-negara sosialis/
komunis di Timur, seperti Rusia, Cekoslowakia, Polandia dan Hongaria dengan ciri-ciri:
negara/ pemerintahan;
Demokrasi ini mengambil kebaikan dan membuang keburukan demokrasi formal dan
material. Persamaan derajat dan hak setiap orang tetap diakui, tetapi diperlukan pembatasan
untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat. Pelaksanaan demokrasi ini bergantung pada
Demokrasi sistem parlementer semula lahir di Inggris pada abad XVIII dan dipergunakan
pula di negara-negara Belanda, Belgia, Prancis, dan Indonesia (pada masa UUDS 1950)
masyarakatnya yang cenderung liberal. Ciri khas demokrasi ini adalah adanya hubungan yang
erat antara badan eksekutif dengan badan perwakilan rakyat atau legislatif. Para menteri yang
menjalankan kekuasaan eksekutif diangkat atas usul suara terbanyak dalam sidang parlemen.
Mereka wajib menjalankan tugas penyelenggaraan negara sesuai dengan pedoman atau
program kerja yang telah disetujui oleh parlemen. Selama penyelenggaraan negara oleh
eksekutif disetujui dan didukung oleh parlemen, maka kedudukan eksekutif akan stabil.
Penyimpangan oleh seorang menteri pun dapat menyebabkan parlemen mengajukan mosi
dwipartai: partai mayoritas akan menjadi partai pendukung pemerintah dan partai minoritas
menjadi oposisi.
yudikatif menjalankan kekuasaan peradilan secara bebas, tanpa campur tangan dari badan
3.Kebijakan politik pemerintah yang dianggap salah oleh rakyat dapat sekaligus dimintakan
4.Mudah mencapai kesesuaian pendapat antara badan eksekutif dan badan legislatif;
6.Menteri-menteri akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas karena setiap saat dapat
7.Pemerintah yang dianggap tidak mampu mudah dijatuhkan dan diganti dengan pemerintah
baru yang dianggap sanggup menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan keinginan
rakyat.
1.Kedudukan badan eksekutif tidak stabil, karena dapat diberhentikan setiap saat oleh
2.Sering terjadi pergantian kabinet, sehingga kebijakan politik negara pun labil
3.Karena pergantian eksekutif yang mendadak, eksekutif tidak dapat menyelesaikan program
Demokrasi ini berpangkal pada teori pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh para
filsuf bidang politik dan hukum. Pelopornya adalah John Locke (1632-1704) dari Inggris,
yang membagi kekuasaan negara ke dalam tiga bidang, yaitu eksekutif, legislatif dan
federatif. Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, ketiga bidang itu harus
memodifikasi teori Locke itu dalam teori yang disebut Trias Politica pada bukunya yang
berjudul L’Esprit des Lois. Menurut Montesquieu, kekuasaan negara dibagi menjadi:
Teori Montesquieu disebut teori pemisahan kekuasaan (separation du puvoir) dan dijalankan
hampir sepenuhnya di Amerika Serikat. Di negara itu, kekuasaan legislatif dipegang oleh
Kongres, kekuasaan eksekutif oleh Presiden dan kekuasaan yudikatif oleh Mahkamah Agung.
Ketiga badan tersebut berdiri terpisah dari yang lainnya untuk menjaga keseimbangan dan
mencegah jangan sampai kekuasaan salah satu badan menjadi terlampau besar. Kesederajatan
itu menjadikan ketiganya dapat berperan saling mengawasi (check and balance).
1.Pemerintah selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen, sehingga
2.Pemerintah memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan programnya tanpa terganggu
3.Sistem check and balance dapat menghindari pertumbuhan kekuasaan yang terlampau besar
3.Pada umumnya keputusan yang diambil merupakan hasil negosiasi antara badan legislatif
langsung. Dalam negara yang menganut demokrasi ini parlemen tetap ada, tetapi kinerjanya
dikontrol secara langsung oleh rakyat melalui referendum. Jadi, ciri khas demokrasi
perwakilan dengan sistem referendum adalah bahwa tugas-tugas legislatif selalu berada di
bawah pengawasan seluruh rakyat karena dalam hal-hal tertentu, keputusan parlemen tidak
dapat diberlakukan tanpa persetujuan rakyat. Sedangkan mengenai hal lain, keputusan
Ada dua macam referendum, yaitu referendum obligator dan referendum fakultatif.
Referendum obligator adalah pemungutan suara rakyat yang wajib dilaksanakan mengenai
suatu rencana konstitusional. Referendum ini bersifat wajib karena menyangkut masalah
penting, misalnya tentang perubahan konstitusi. Perubahan konstitusi tidak dapat dilakukan
rakyat yang tidak bersifat wajib dilakukan mengenai suatu rencana konstitusional.
Referendum fakultatif baru perlu dilakukan apabila dalam waktu tertentu setelah undangundang
diumumkan pemberlakuannya, sejumlah rakyat meminta diadakan referendum.
1.Apabila terjadi pertentangan antara badan organisasi negara, maka persoalan itu dapat
diserahkan keputusannya kepada rakyat tanpa melalui partai;
2.Pada umumnya rakyat kebanyakan tidak berpengetahuan cukup untuk menilai atau menguji
Prinsip-prinsip Demokrasi
c.Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga
negara.
- Demokrasi di Indonesia
Bisa dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia,
Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto, keberhasilan Indonesia dalam
bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat
ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan ‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi
contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya
pembangunan ekonomi. Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yag tidak
banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik
(IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah
prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi
mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur.
kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10 tahun dan akan terus
berkembang. Sebagian orang pernah berpendapat bahwa demokrasi tidak akan berlangsung
lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap. Mereka juga pernah mengatakan bahwa
negara Indonesia terlalu besar dan memiliki persoalan yang kompleks. Keraguan tersebut
bahkan menyerupai kekhawatiran yang dapat membuat Indonesia chaos yang dapat
mengakibatkan perpecahan.
Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menyebutkan bahwa
demokrasi telah berjalan baik di Indonesia dan hal itu telah menjadikan Indonesia sebagai
negara dengan populasi 4 besar dunia yang berhasil melaksanakan demokrasi. Hal ini juga
membuat Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia yang telah berhasil
menerapkan demokrasi. Dia juga berharap agar perkembangan ekonomi juga makin
tersebut tentunya bisa terjadi bila demokrasi dapat mencegah korupsi dan penumpukan
- Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia (Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde
Reformasi)
Perkembangan demokrasi di Indonesia dari segi waktu dapat dibagi dalam empat periode,
yaitu :
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer
ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian
diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di
beberapa negara Asia lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif
terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana
menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan
kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam
yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada
ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif.
Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi
meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde
Baru ditandai oleh; dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan
keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah
dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara,
Orde reformasi ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.
Jabatan presiden kemudian diisi oleh wakil presiden, Prof. DR. Ir. Ing. B.J. Habibie.
Turunnya presiden Soeharto disebabkan karena tidak adanya lagi kepercayaan dari rakyat
terhadap pemerintahan Orde Baru. . Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim
tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi
merupakan fase krusial yang kritis karena dalam fase ini akan ditentukan ke mana arah
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatanjabatan politik
tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil
rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas,
Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas,
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak
memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby
dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat
dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda
banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah
para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.
Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah
ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih. UndangUndang yang
menjadi dasar pemilu adalah Undang-Undang Rpublik Indonesia Nomor 3
Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi kekuatan
eksekutif.
Cara langsung berarti rakyat secara langsung memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di
Cara bertingkat berarti rakyat memilih dulu wakilnya (senat), kemudian wakilnya itulah yang
akan memilih wakil rakyat yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat.
Dalam pemilihan umum diharapkan wakil-wakil yang dipilih benar-benar sesuai dengan
aspirasi dan keinginan rakyat yang memilihnya. Oleh sebab itu, dalam ilmu politik secara
teoritis dikenal cara atau system memilih wakil rakyat agar mewakili rakyat yang
memilihnya.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas terdapat 3 (tiga) system pemilihan umum, yaitu:
A. Sistem Distrik
Sistem distrik merupakan system pemilu yang paling tua dan didasarkan kepada kesatuan
geografis, di mana satu kesatuan geografis mempunyai satu wakil di parlemen. Sistem distrik
sering dipakai dalam negara yang mempunyai system dwi partai, seperti Inggris serta bekas
jajahannya (India dan Malaysia) dan Amerika Serikat. Namun, system distrik juga dapat
dilaksanakan pada suatu negara yang menganut system multipartai, seperti di Malaysia. Di
sini system distrik secara alamiah mendorong partai-partai untuk koalisi, mulai dari
menghadapi pemilu.
1. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik itu,
hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. Wakil tersebu lebih condong untuk
karena rakyat lebih memberikan pertimbangan untuk memilih wakil tersebut karena factor
integritas pribadi sang wakil. Namun demikian, wakil tersebut juga terikat dengan partainya,
2.Sistem ini lebih cenderung ke arah koalisi partai-partai karena kursi yang diperebutkan
dalam satu daerah, distrik hanya satu. Sehingga mendorong partai menonjolkan kerja sama
3.ragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat terbendung,
malah dapat melakukan penyederhanaan partai secara alamiah tanpa paksa. Di Inggris dan
4.Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen tidak
1. Kurang memperhatikan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apabila golonga
2. Kurang representative, di mana partai yang kalah dalam suatu distrik kehilangan suara
yang telah mendukungnya. Dengan demikian, suara tersebut tidak diperhitungkan lagi. Kalau
sejumlah partai ikut dalam setiap distrik akan banyak jumlah suara yang hilang sehingga
B. Sistem Proporsional
> Sistem perwakilan proporsional adalah presentasi kursi di DPR dibagi kepada tiap-tiap
partai politik, sesuai dengan jumlah suara yang diprolehnya dalam pemilihan umum khusus di
daerah pemilihan. Jadi, jumlah kursi yang diperoleh satu golongan atau partai adalah sesuai
dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam masyarakat. Untuk keperluan itu kini
ditentukan satu pertimbangan, misalnya 1 (satu) orang wakil : 400.000 penduduk. Sistem
proporsional sering kali dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain, seperti system daftar
(list system), di mana partai mengajukan daftar calon dan si pemilih memilih satu partai
dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yang sedang
diperebutkan.
1.Sistem proporsional dianggap lebih demokratis, dalam arti lebih egalitarian, karena one
man one vote dilaksanakan secara penuh tanpa ada suara yang hilang.
2.Sistem ini dianggap representative, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai
-Di samping segi-segi positif, system proporsional juga memiliki kelemahan, yaitu:
1.Mempermudah fragmentasi (pembentukan partai baru). Jika terjadi konflik intern partai,
anggota yang kecewa cenderung membentuk partai baru, sehingga peluang untuk bersatu
kurang. Bahkan ada kecenderungan partai buka diletakkan pada landasan ideology atau asas,
2.Sistem ini lebih memperbesar perbedaan yang ada dibandingkan dengan kerja sama
sehingga ada kecenderungan untuk memperbanyak jumlah partai, seperti di Indonesia setelah
reformasi 1998.
3.Sistem ini memberikan peranan atau kekuasaan yang sangat kuat kepada pemimpin partai,
karena kepemimpinan menentukan orang-orang yang akan dicalonkan menjadi wakil rakyat.
Bahkan ada kecenderungan wakil rakyat lebih menjaga kepentingan dewan pimpinan
partainya daripada kepentingan rakyat. Pada zaman Orba system ini dapat digunakan oleh
pimpinan partai untuk me-recall anggotanya yang vocal atau tidak sejalan dengan haluan
partai di parlemen
4.Wakil yang dipilih renggang ikatannya dengan warga yang telah memilihnya, karena saat
pemilihan umum yang lebih menonjol adalah partainya dan wilayah pemilihan sangat besar
(sebesar provinsi). Peranan partai lebih menonjol daripada kepribadian sang wakil. Di
Indonesia banyak kritikan pada system ini dengan sebutan seperti memilih “kucing dalam
karung”, artinya rakyat memilih tanda gambar peserta pemilu, tetapi siapa wakil yang dipilih
5.Karena banyaknya partai yang bersaing sulit bagi suatu partai untuk meraih mayoritas (50%
+ 1) dalam parlemen.
c. Sistem Gabungan
proporsional. Sistem ini membagi wilayah negara dalam beberapa daerah pemilihan. Sisa
suara pemilih tidak hilang, melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum
dibagi. Sistem gabungan ini diterapkan di Indonesia sejak pemilu tahun 1977 dalam memilih
anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II. Sistem ini disebut juga system proporsional
1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional. Sistem proporsional lahir untuk menjawab
kelemahan dari sistem distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang
memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di
suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang
memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah
Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu
partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik
tersebut. Karena adanya perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia
dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang menjadi
batas diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan. Partai politik dimungkinkan mencalonkan
lebih dari satu kandidat karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.
BAB III
PENUTUP
III. KESIMPULAN.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut. Indonesia telah menjalan beberapa demokrasi dari zaman orde
pancasila.
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatanjabatan politik
tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil
rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas,
Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas,
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak
memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby
dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat
dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda
banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Indonesia hingga tahun 2009. Sistem pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia dari tahun
1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional. Sistem proporsional lahir untuk menjawab
kelemahan dari sistem distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang
memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di
suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang
memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah
Budiayanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Www.wikipedia.id.org/demokrasi
www.chandra-demokrasi_lengkap.blogspot.com
www.pemilu.blogspot.com
www.pemilu&jasaaa_yu.blogspot.com