Anda di halaman 1dari 39

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MELALUI

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MEMBINA


PERILAKU KEAGAMAAN SISWA
(Penelitian di SMPIT Wasilah Intelegensia)

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan agama Islam menurut perspektif Sahilun A.Nasir adalah suatu
usaha yang sistematis dan pragmatis dalam membimbing anak didik dengan cara
sedemikian rupa sehingga ajaran-ajaran Islam benar-benar dapat menjiwai, menjadi
bagian yang integral dalam dirinya. Yakni ajaran Islam dapat benar-benar dipahami,
diyakini kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya serta menjadi
pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap mentalnya.1
Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pengumpulan pengetahuan,
penghayatan, pengalaman, serta pengamalan siswa tentang agama Islam, sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan dan
ketaqwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada
pendidikan yang lebih tinggi.2
Melihat fungsi dari pendidikan agama Islam di atas yaitu yang betujuan
mendewasakan dan membentuk peserta didik untuk dapat berperilaku keagamaan
dan yang bersumber dari proses belajar-mengajar. Dengan demikian, pendidikan
agama Islam sebagai mata pelajaran di sekolah umum mepunyai peran penting
dalam pembentukan akhlak, baik terhadap khalik (Allah), sesama manusia maupun
terhadap alam sekitar. Allah SWT berfirman :

‫ض َه ْو ًن َوإِذَ ا َخ ا طَبَ ُه ُم‬


ِ ‫ش و َن عَ لَى ْاْل َْر‬ ِ‫الر ْحَٰ ِن ا لَّذ‬ ِ‫وع‬
ُ َْ‫ين َي‬َ َ َّ ‫اد‬
ُ ‫ب‬
َ َ
‫اه لُو َن قَا لُوا َس ََل ًم ا‬ ِ ‫ا ْْل‬
َ
1
Aat Syafaat, dkk, Peranan Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), 15.
2
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah , (Malang: UIN Maliki Press, 2010), 17.

1
Artinya : Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yangbaik3
Abu Thayib dalam tafsir Fathul Bayan fi Maqosidi al-Qur’an ayat ini
merupakan ungkapan yang Allah SWT datangkan dalam rangka menjelaskan sifat
para hamba-hamba Allah SWT yang sholeh dan tingkah laku mereka secara
duniawi maupun ukhrowi. Allah SWT meyebutkan ayat ini bahwa mereka
(‘Ibadurrahman) senantiasa bertahan dengan hal-hal yang menyakitkan yang
ditimbulkan oleh orang- orang bodoh. Dan tidak membalas perlakuan mereka.
Salaman yang dikehendaki disini bukan ungkapan salam semata melainkan
tindakan yang mengandung keselamatan dan kedamaian4.Ayat ini secara
keseluruhan menjelaskan tentang potensi individu dalam bersikap dan menjalin
hubungan dengan sesama serta hubungan dengan tuhan-Nya dan pada akhirnya
mendapat keselamatan yang muncul dari tindakannya tersebut. 5. Selain itu ayat ini
menjelaskan bahwa para hamba Allah yang berhak menerima ganjaran dan pahala
dari Tuhan ialah orang-orang yang berjalan dengan tenang dan sopan, tidak
menghentakentakkan kaki maupun terompahnya dengan congkak dan sombong.6
Hal ini dapat diterapkan kepada siswa hendaknya harus memiliki perilaku
keagamaan yang baik
Ayat tersebut merupakan satu dari sekian banyak ayat di dalam Al-Qur‟an
yang menjelaskan perihal tentang tujuan pendidikan agama Islam . Di dalam ayat
tersebut Allah menjelaskan perbuatan-perbuatan akhlak yang merupakan perangai
seorang hamba Allah yang benar-benar beramal shalih , tidak sombong, rendah hati
dan senantiasa mengharapkan pahala dan kesenangan semata kepadaNya. Dengan
demikian seorang siswa diarahkan untuk tidak hanya dominan dalam berperilaku
keagamaan berupa shalat, puasa, baca Al-Qur’an, dan lain sebagainya. Akan tetapi
siswa juga harus bersosialisasi yang baik dengan sekitarnya.
Namun demikian, akhir-akhir ini banyak pihak yang mempertanyakan

3
Departemen Agama, Terjemah Al Qur’an Al Jumanatul Ali, ( Bandung: J-Art, 2004), hlm 365.
4
Sayid al-imam al ‘alamah Abi Toyib, Fathul Bayan fi maqosidilqur’an, (Beirut, Libanon:
Maktabah al-arobiyah, 1995) juz.IX hlm 344.
5
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsirul Maraghi, (Bairut: Darul Fikri, 2001), h. 24-25
6
Ibid
2
tentang efektivitas pendidikan agama apabila dikaitkan dengan gejala degradasi
moral atau kekeringan nilai di kalangan masyarakat. Faktanya masih banyaknya
korupsi yang dilakukan oleh tokoh masyarakat atau negara yang menjadi figur atau
teladan, meningkatnya tingkah laku kekerasan dari para remaja dan pemuda (sikap
arogan), ketidakjujuran, pencurian, krisis kewibawaan, menurunnya etos dan etika
kerja, penyelewengan seksual, meningkatnya egoisme dan menurunnya tanggung
jawab warga negara ditambah lagi beberapa tahun terakhir ini tawuran antar pelajar
dan remaja sering kali terjadi. Tidak hanya di kota-kota besar seperti Jakarta,
Surabaya dan lain sebagainya, tetapi sudah meluas hingga di kota-kota kecil. Ketika
terjadi perkelahian atau tawuran antar pelajar, maka lembaga pendidikan kita
menjadi sasaran kritik, bahkan sampai memperanyakan efektifitas pendidikan
agama. Dimana pendidikan agama itu sangat menekankan persaudaraan diantara
sesama manusia. Meskipun secara kuantitatif hasil (nilai) pendidikan agama sudah
berhasil baik. Namun, secara kualitatif hasilnya belum sesuai dengan apa yang
diharapkan.7
Selain itu hal yang terjadi di sekolah baik sesama teman atau guru di sekolah
sudah pasti akan dijumpai oleh setiap siswa, namun semua itu kembali kepada siswa
itu sendiri apakah sikap sosial yang ada pada dirinya baik atau tidak baik tergantung
pada diri siswa itu sendiri, akan tetapi pendidikan agama Islam yang telah diajarkan
guru kepada siswa di sekolah, diharapkan dapat mengantisifasi siswa dari sikap
yang buruk yang terjadi ketika proses sosialisasi itu berlangsung. Perkembangan di
zaman globalisasi seperti sekarang ini dapat dengan mudah mempengaruhi manusia
untuk bertindak yang tidak sesuai dengan dasar pancasila yang berbunyi
kemanusiaan yang adil dan beradab dan tidak pula yang selaras dengan ajaran
agama. Dekadensi moralitas di zaman seperti sekarang ini sudah tidak dapat
terelakkan lagi, apalagi dimasa anak yang baru mulai tumbuh dan berkembang yang
memliki perasaan selalu ingin tahu atas apa yang ia inginkan seperti halnya ingin
bergaul dengan teman sebayanya, bahkan dengan orang yang lebih tua darinya.

7
Ibnu Hajar, Pendekatan Holistik dalam Pendidikan Agama Islam; dalam Paradigma
Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 77.

3
Untuk mengantisipasi hal ini, maka seorang anak harus membutuhkan dasar agama
dalam dirinya, dengan harapan ketika seorang anak sedang bergaul dengan orang
lain, maka perkataan yang keluar dari mulutnya adalah perkataan yang baik, sopan
santun yang diiringi dengan perbuatan yang terpuji.
Dari hal tersebut, peran seorang guru dalam dunia pendidikan sangat
dibutuhkan, guru bertanggung jawab mencapai tujuan pembelajaran dengan
keterkaitan kehidupan sehari-hari sesuai pembelajaran karena tidak hanya sekedar
kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi bagaimana siswa
mampu memaknai apa yang dipelajarinya. Sejatinya guru mengetahui situasi dan
kondisi siswa, sehingga dapat memilih strategi yang di terapkan cocok bagi siswa
agar pembelajaran menjadi bermakna.
Dalam konteks belajar mengajar, strategi berarti pola umum perbuatan guru
dan peserta didik didalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Menurut Gerlach
dan Ely sebagaimana dikutip oleh Iif Khairu Ahmadi dkk. Strategi pembelajaran
merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam
lingkungan pembelajaran tertentu.8 Sedangkan pembelajaran adalah upaya untuk
membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya dan
berbagai strategi, metode dan pendekatan kearah pencapaiantujuan yang telah
direncanakan.

Dari definisi tersebut, strategi pembelajaran adalah suatu pola atau rencana
yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas baik secara
individu atau berkelompok untuk mencapai tujuan tertentu sehingga memperoleh
keberhasilan dan kesuksesan yang ingin dicapai. Strategi serta metode
pembelajaran yang diajarkan masih pada pembelajaran berpusat pada guru (teacher
center), metode yang digunakan masih menggunakan metode ceramah dan metode
hafalan. Hal tersebut sering membuat siswa mencapai kondisi bosan dan tertekan,
sehingga menurunnya tingkat fokus dan kurang maksimal dalam memahami apa
yang mereka pelajari. Kurangnya pemahaman siswa bisa teratasi dengan strategi

8
Iif Khioru Ahmadi, dkk. Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP ( Jakarta: PT. Prestasi
Pustakarya, 2011), cet. 1, h. 9
4
pembelajaran yang tepat dengan suasana belajar dan lingkungan yang nyaman,
mengasyikan. Untuk itu perlunya ada strategi yang menarik agar lebih
memberdayakan siswa. Strategi yang tidak memaksa mereka menghafal tetapi
mendorong mereka untuk belajar mengkonstrusikan pengetahuan yang mereka
miliki. Pendekatan yang dapat memecahkan masalah di atas salah satunya adalah
menggunakan pendekatan kontekstual yakni upaya yang dapat membantu siswa
memahami relevansi antara materi pembelajaran dengan pengaplikasiannya dalam
kehidupan.9
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar
yang didasarkan pada filosufi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila
mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka
menangkap makna dalam tugas – tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan
informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki
sebelumnya.10
Pendekatan kontekstual (Kontekstual Teaching and Learning/CTL)
merupakan konsep belajar yang yang membantu guru menaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. 11
Dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam menggunakan pendketaan
kontekstual yang dimulai sejak Rasulullah saw mendapat wahyu yang pertama yang
dilanjutkan dengan pelaksanaan pendidikan umat Islam. Cara Rasulullah saw
menyampaikan materi pendidikan (Al-Qur’an dan al Hadits) dan para sahabat
menerimanya adalah diantaranya; berangsur-angsur dalam pengajaran, penerapan
ilmu, bervariasi, mengadakan majlis-majlis pengajaran, keteladanan Rasulullah
SAW, dan peristiwa yang terjadi pada Rasulullah dan kalangan sekitar.12 Dengan

9
Sumiati, Metode Pembelajaran, (Bandung:CV Wacana Prima, 2012), h.14
10
Elaine B. Johnson, CTL (Contextual Teaching 7 Learning), (Bandung: Kiafa, 2011), Cet.3, h.14
11
Zainal Aqib, Model-Model, Media, Strategi Pembelajaran Kontekstual (Bandung:Yrama Widya,
2013), h.1
12
Mihmidaty, Contextual Teaching And Learning Perspektif Islam Dan
Penerapannya Di Kelas Dan Pondok Pesantren (Jombang: UNSURI Surabaya dan STIT UW
Jombang, Media Pendidikan Agama Islam, Vol. 1, No. 1, September 2014), h 73-77
5
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa sehinnga
siswa dapat memiliki perilaku keagamaan yang baik.
Berikut adalah beberapa data siswa dari guru bagian Bimbingan dan
Konseling (BK) yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah dari 160 siswa
SMPIT Wasilah Intelegensia
Tabel 1
Pelanggaran Siswa
Siswa yang Melanggar
No Pelanggaran Jumlah
VII VIII IX
1 Siswa yang bermasalah 9 4 2 15 siswa
2 Siswa bolos 8 8 6 22 siswa
3 Siswa berkelahi 6 3 4 13 siswa
4 Siswa merokok di area sekolah 2 6 9 17 siswa
5 Siswa kurang etika terhadap Al-Qur’an 20 8 5 33 siswa
(Sumber : Guru BK, Thn 2019)
Berawal dari fenomena tersebut , penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Melalui Pendekatan
Kontekstual dalam Membina Perilaku Keagamaan Siswa di SMPIT Wasilah
Intelegensia”. Hal ini perlu diungkap agar dapat diketahui secara rinci mengenai
sejauh mana pembelajaran pendidikan agama islam dalam pembentukan perilaku
keagamaan di sekolah tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan, penelitian ini
difokuskan pada empat pertanyaan berikut:
1. Bagaimana perbedaan perilaku keagamaan siswa di SMPIT Wasilah
Intelegensia di kelas eksperimen dan kelas control setelah mengikuti
pembelajaran PAI melalui pendekatan kontekstual?

C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Perbedaan perilaku keagamaan siswa di SMPIT Wasilah Intelegensia di
kelas eksperimen dan kelas control setelah mengikuti pembelajaran PAI
melaui pendekatan kontekstual
6
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan Penelitian
a. Secara Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta
pemahaman teoritis mengenai pembelajaran pendidikan agama Islam
melalui pendekatan kontekstual terhadap prilaku keagamaan siswa di
SMPIT Wasilah Intelegensia
b. Secara Praktis
1) Bagi Universitas, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
referensi kepustakaan dan referensi bagi penelitian lainnya yang hendak
meneliti terkait tema yang sama
2) Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan pendidikan agama.
3) Bagi masyarakat penelitian ini dapat memberikan informasi dan
pemahaman mengenai pembelajaran PAI melaui pednekatan
kontekstual.
4) Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan serta
pemahaman tentang bagaimana menginpilementasikan pembelajaran
pendidikan agama Islam melalui pendekatan kontekstual supaya dapat
membentuk perilaku keagamaan siswa.

E. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan


Terkait dengan judul penelitian ini yakni pengaruh pembelajaran
pendidikan agama Islam kontekstual terhadap perilaku keagamaan dan perilaku
sosial siswa di SMPIT Wasilah Intelegensia terdapat beberapa literatur baik berupa
hasil penelitian yang berupa tulisan dan literatur lain yang peneliti temukan dari
beberapa penelitian sebelumnya, sebagai berikut:
1. Manajemen Pembelajaran Kontekstual Pada Rumpun Pendidikan Agama
Islam Untuk Memotivasi Belajar Siswa Man 1 Surakarta tahun Pelajaran
2015/2016. Fatikha Safitri : Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (Iain)

7
Surakarta 2016. Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar
mengajar baik guru maupun siswa. Guru perlu mengetahui motivasi belajar
siswa untuk memelihara dan meningkatkan semangat belajar sehingga siswa
dapat terdorong untuk melakukan perbuatan belajar. Tujuan penelitian untuk
mengetahui; 1) Pengelolaan pembelajaran kontekstual di MAN 1 Surakarta
pada rumpun Pendidikan Agama Islam. 2). Pengelolaan pembelajaran
kontekstual dapat memotivasi belajar siswa MAN 1 Surakarta pada rumpun
Pendidikan Agama Islam. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1)
Dalam merencanakan dan menyusun RPP, dikaitkan dengan situasi yang
sedang terjadi pada saat ini sehingga siswa akan lebih mudah memahaminya
karena mengalaminya sendiri, dalam pelaksanaan pembelajaran metode yang
digunakan dalam pembelajaran lebih banyak menggunakan metode active
learning artinya, siswa berusaha mencari jawaban sendiri mengenai
permasalahan yang diberikan oleh bapak ibu guru. Tugas guru hanyalah
memberikan arahan, motivasi serta sebagai fasilitator, sedangkan evaluasi
dalam pembelajaran kontekstual dilakukan dengan memberikan penilaian
melalui pengamatan guru dan pre test (2) Pembelajaran Kontekstual pada
rumpun PAI ini dapat memotivasi belajar siswa karena menimbulkan rasa
ingin tahu yang tinggi, materi yang diberikan berkaitan dengan keadaan saat
ini sehingga membuat siswa antusias dan mengetahui maksud materi yang
disampaikan oleh guru.
2. Pengelolaan Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Islam Dalam
Peningkatan Ibadah Siswa di SMP Islam Al-Azhar 18 Salatiga tahun 2012.
Tesis Akhmad Ilman Nafia: Program Studi Manajemen Pendidikan, Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012. Kesimpulan dari
hasil penelitian ini adalah: a. Perencanaan pembelajaran kontekstual
pendidikan agama Islam dalam peningkatan ibadah di SMP Islam Al-Azhar
Salatiga meliputi: 1) Perencanaan diawali dengan analisis oleh guru terhadap
kondisi lingkungan siswa 2) Identifikasi masalah 3) Mengaikat permasalahan
4) Siswa dilibatkan dalam pembuatan konsep pembelajaran kontekstual b.
Pelaksanaan pembelajaran kontekstual Pendidikan Agama Islam dalam

8
menngkatkan ibadah di SMP Islam Al-Azhar 18 Salatiga. 1) Menemukan
(Inquiry) 2) Bertanya (Questioning) 3) Masyarakat belajar (Learning
Community) 4) Permodelan (Modeling) 5) Refleksi (Reflection) .Berdasarkan
penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian yang dilakukan
penulis memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian di atas. Dalam
penelitian ini dikaji lebih mendalam terkait pembelajaran kontekstual beserta
proses pengelolaan secara teknis materi Pendidikan Agama Islam dalam
memotivasi belajar siswa. Sesuai dengan judul maka penelitian ini lebih
menekankan pada “Pengelolaan Pembelajaran Kontekstual Pada Rumpun
Pendidikan Agama Islam dalam Memotivasi Belajar Siswa MAN 1
Surakarta”.
3. Implementasi Pendekatan Contextual Teaching And Learning (Ctl) Pada
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Smp Negeri 1 Parangloe
Kabupaten Gowa . Suaeba : Magister Dalam Bidang Pendidikan Agama
Islam Pada Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar . Penelitian ini
membahas tentang pelaksanaan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) yang diterapkan di SMP Negeri 1 Parangloe ini menjadi
pokok pembahasan tesis ini, dengan pokok permasalahan yaitu; gambaran
implementasi pendekatan contextual Teaching and Learning (CTL) pada
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 1 Parangloe
Kabupaten Gowa. Bagaimana kendala dan upaya solutif pengimplementasian
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 1 Parangloe Kabupaten Gowa.
Bagaimana dampak implementasi pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) terhadap pemahaman peserta didk pada pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 1 Parangloe Kabupaten Gowa.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research), yang bersifat
deskriptif dengan mengacu pada analisis kualitatif, menggunakan beberapa
metode yang dianggap relevan dengan variabel utama yang akan diteliti,
yakni pendekatan pedagogis, sosiologis, psykologis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 1) implementasi Pendekatan Contextual Teaching and

9
Learning (CTL) Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri
1 Parangloe Kabupaten Gowa terlaksana dengan baik walaupun belum
maksimal. Dalam pelaksanaannya Guru menerapkan kontruktivisme,
menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian
nyata. 2) Pendekatan CTL dalam pelaksanaannya mengalami beberapa
kendala yang dihadapi oleh guru. Pihak sekolah berupaya mengatasi kendala-
kendala itu dengan memfasilitasinya. 3) Dampak pendekatan CTL sangat
baik, dibuktikan dengan terjadinya peningkatan nilai hasil belajar peserta
didik sampai 10% dan teraplikasi pada perubahan perilaku dan karakter siswa
dalam memahami nilai-nilai yang terdapat dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam.
4. ”Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Pai) Dalam
Pembentukan Karakter Religius dan Sikap Kepedulian Sosial Siswa Di SMK
Negeri 1 Kota Batu. Muhammad Wahyuni : Program Magister Pendidikan
Agama Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang 2016). Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa: 1) Karakter religius
Siswa di SMK Negeri 1 Kota Batu: Para siswa-siswi mempunyai keimanan
kuat, ketaqwaan kepada Allah SWT, Memiliki Akidah yang kuat, berpegang
teguh pada syariat islam, Para siswa-siswi mempunyai akhlak yang mulia dan
memiliki karakter yang baik. Sedangkan untuk Kepedulian Sosialnya:
Pengabdian, tolong menolong, kekeluargaan, kepedulian, kerjasama,
toleransi. 2) Implementasi pembelajaran PAI dalam pembentukan karakter
religius dan kepedulian sosial di SMK Negeri 1 KotaBatu,perencanaan
berupa silabus, sosialisasi, RPP, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) dalam membentuk karakter religius dan kepedulian sosial
di SMK Negeri 1 Kota Batu melalui 2 cara yaitu intrakurikuler dan
ekstrakurikuler, evaluasi dengan penilaian autentik, penilaian acuan kriteria,
pelaporan hasil pembelajaran. 3) Faktor pendukung implementasi
pembelajaran PAI dalam membentuk karakter religius dan kepedulian sosial
diantaranya: musholla, perpustakaan islami, pengeras suara, budaya
bersalaman dengan guru sebelum masuk sekolah, dorongan yang kuat dari

10
dewan guru, tersedianya Qur’an, adanya alat peraga dan LCD di setiap kelas,
adanya evaluasi ditempat. Sedangkan faktor penghambatnya antara lain:
pergaulan siswa diluar sekolah, latar belakang siswa yang berbeda-beda,
faktor lingkungan yang kurang mendukung, tidak adanya masjid, faktor
pergaulan teman.
5. Pengaruh Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Terhadap
Perilaku Keagamaan, Sosial Dan Budaya Peserta Didik Di Smpn 1 Tragah
Bangkalan. Munawaroh, Hikmatul. (2016) :Masters thesis, UIN Sunan
Ampel Surabaya.Implementasi pembelajaran pendidikan agama Islam sudah
berjalan dengan baik dibuktikan dengan adanya perangkat pembelajaran
berdasarkan hasil observasi, wawancara, dokumentasi dan angket. Adapun
pelaksanaan pembelajaran PAI sudah cukup baik, berdasarkan data angket
yang menunjukkan bahwa respon peserta didik terhadap pembelajaran yang
telah dilakukan oleh guru dalam kategori “Sedang” atau “cukup baik”. Ada
pengaruh yang signifikan antara implementasi pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dengan perilaku keagamaan, perilaku sosial, dan perilaku
budaya bangsa di SMP N 1 Tragah Bangkalan. Sebagai berikut: a. Tentang
perilaku keagamaan, bahwa rendah sekali pengaruh dari pembelajaran
Pendidikan Agama Islam terhadap perubahan kesadaran perilaku keagamaan
peserta didik, baik di sekolah maupun di rumah. b. Tentang perilaku sosial,
bahwa materi Pendidikan Agama Islam yang telah di ajarkan di kelas
memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan perilaku
peserta didik, baik di sekolah maupun di rumah. c. Tentang perilaku budaya,
bahwa materi Pendidikan Agama Islam yang telah dilaksanakan dalam
pembelajaran sangat rendah dalam mempengaruhi perubahan
perilaku/kesadaran dalam menghayati nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran bertujuan
menjadikan peserta didik menginternalisasi nilai-nilai dalam bentuk perilaku.

Dengan mempertimbangkan hasil penelitian terdahulu tersebut, maka


penelitian yang akan dilakukan memfokuskan pada pelaksanaan

11
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui pendekatan kontekstual
dalam membina perilaku siswa meliputi aspek keagamaannya. Di sisi lain
penelitian ini juga akan mengkaji terkait faktor-faktor pendukung dan
kendala dari pelaksanaan pembelajaran PAI melalui pendekatan kontekstual
dalam membina perilaku keagamaan siswa. Hal ini menurut hemat
pemahaman peneliti lebih luas dan tepat untuk diteliti. Berbeda pula dengan
penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini dibahas faktor-faktor pendukung
dan juga penghambat pembelajaran PAI melalui pendekatan kontekstual
sehingga hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam upaya meningkatkan
perilaku keagamaan siswa.

F. Kerangka Berfikir
1. Hakikat Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Menurut Zakiyah Daradjat. pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha
untuk menimba dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup13. Jadi, pendidikan
agama yang merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka
mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan
ajaran Agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang
telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan Tayar Yusuf, mengartikan pendidikan Agama Islam sebagai
usahasadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan
dan keterampilan kepada generasi muda kelak menjadi manusia bertaqwa kepada
Allah SWT. Sedangkan menurut A.Tafsir Pendidikan Agama Islam adalah
bimbingan yang diberikan seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam14. Pengertian diatas, menunjukkan adanya usaha yang
dilakukan oleh generasi tua kepada generasi penerusnya dengan tujuan agar suatu

13
Zakiyak Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta: Bumi Aksara,2011), h.86
14
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004), h.130
12
saat nanti benar-benar menjadi manusia yang taat dan patuh kepada Allah SWT.
Dari bebrapa pengertian di atas, bahwa pendidikan agam Islam yang harus
dilakukan umat Islam adalah pendidikan yang mengarahkan manusia kearah akhlak
yang mulia dengan memberikan kesempatan keterbukaan terhadap pengaruh dari
luar dan perkembangan dari dalam diri manusia yang dilandasi oleh keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT. Dan semua itu tidak boleh menyimpang dari nilai-
nilai yang terkandung dalam ajaran Agama Islam, oleh karena itu, pendidikan
Agama Islam itu terdapat proses transfer nilai, pengetahuan dan keterampilan,
maka akan mencakup dua hal: (a) mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai atau akhlak Islam, (b) mendidik siswa siswi untuk mempelajari materi
ajaran Islam, subjek berupa pengetahuan tentang ajaran Islam.
2. Pembelajaran Kontekstual
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar
yang didasarkan pada filosufi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila
mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan
mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan
informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki
sebelumnya.15
Pendekatan kontekstual (Kontekstual Teaching and Learning/CTL)
merupakan konsep belajar yang yang membantu guru menaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. 16Dengan konsep itu,
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa sehinnga siswa dapat
memiliki perilaku keagamaan yang baik.
Berikut ini merupakana dimensi dalam pelaskananaan pembelajaran kontekstual:17
1.) Konstruktivisme

15
Elaine B. Johnson, CTL (Contextual Teaching & Learning), (Bandung: Kaifa, 2011), Cet. 3, h. 14
16
Zainal Aqib, Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Bandung:Yrama
Widya,2013), h.1
17
Zainal Aqib, Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif)
(Bandung:Yrama Widya,2013, 7-8
13
a. Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru
berdasar pengetahuan awal
b. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkontruksi”
bukan menerima pengetahuan
2.) Inquiry
a. Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
b. Siswa belajar menggunakan keterampilan berfikir
kritis
3.) Questioning
a. Kegiatan guru untuk mendorong , membimbing dan menilai
kemampuan berfikir siswa
b. Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran
yang berbasis inquiry
4.) Learning Community (Komunitas Belajar)
a. Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
b. Bekerja sama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
c. Tukar pengalaman
d. Berbagi ide
Dengan konsep yang dimiliki pembelajaran PAI melalui pendekatan
kontekstual bahwa pembelajaran kontekstual adalah strategi yang tidak
memaksa mereka menghafal tetapi mendorong mereka untuk belajar
mengkonstrusikan pengetahuan yang mereka miliki. Pendekatan yang dapat
memecahkan masalah di atas salah satunya adalah menggunakan pendekatan
kontekstual yakni upaya yang dapat membantu siswa memahami relevansi
antara materi pembelajaran dengan pengaplikasiannya dalam kehidupan.18
Sehingga pendekatan ini dapat digunakan untuk mengarahkan siswa
memiliki perilaku keagamaan yang baik.
3. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui Pendekatan Kontekstual
Dalam pendidikan Agama Islam maka berbicara tentang pendidikan yang
dimulai sejak Rasulullah saw mendapat wahyu yang pertama yang dilanjutkan

18
Sumiati, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2012), h.14
14
dengan pelaksanaan pendidikan umat Islam. Cara Rasulullah saw menyampaikan
materi pendidikan (Al-Qur’an dan al Hadits) dan para sahabat menerimanya adalah
sebagai berikut: 19
a. Berangsur-angsur dalam pengajaran
Hal ini disampaikan pula oleh Nuruddin bahwa “Rasulullah saw
tidak menyampaikan hadits (materi pendidikan) secara beruntun, melainkan
sedikit demi sedikit agar dapat meresap dalam hati”.20 Penyampaian secara
berangsur-angsur ini selain mudah meresap dalam hati, juga mudah dihafal
dan amalkan.
Hal ini menjadi dasar dan sekaligus penerapan dari komponen
Contextual Teaching and Learning Constructivism: bahwa “pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.”21 Materi Pendidikan
agama Islam didominasi oleh ilmu amaliah, sehingga koteks ilmu dengan
amal sehari-hari juga dominan, dalam arti membangun pengetahuan sedikit
demi sedikit dan diterapkan dalam kehidupan nyata. Jika tidak demikian
proses pembelajarannya, maka tidak mencapai hasil yang prima.
b. Implementasi atau penerapan ilmu
Rosulullah mengajari sahabat sampai mereka paham maknanya,
mengetahui hukumnya dan menerapkan pada diri mereka. Sebagian sahabat
ada yang mukim di sisi Rasul saw. Untuk mempelajari Hukum Islam dan
ibadah kemudian kembali kepada keluarga dan kaumnya untuk mengajari dan
memahamkan materi-materi tersebut kepada mereka. saw.
Komponen Contextual teaching and learning inquiry (menemukan)
dengan proses observasi, bertanya, mengajukan dugaan, mengumpulkan data
dan menyimpulkan, telah di lakukan para sahabat dalam proses belajar
mengajar dengan Rosulallah saw. Dalam hal ini menemukan sampai dengan

19
Mihmidaty, Contextual Teaching And Learning Perspektif Islam Dan
Penerapannya Di Kelas Dan Pondok Pesantren (Jombang: UNSURI Surabaya dan STIT UW
Jombang, Media Pendidikan Agama Islam, Vol. 1, No. 1, September 2014), h 73-77
20
Nuruddin ITR, Ulumul al Hadith Terjemahnya Mujiyo (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994),
32.
21
Nurhadi, CTL, 10.
15
menerapkan dan mentransfer pada orang lain, atas bimbingan Rasulullah
SAW kemudian strategi ini terus di terapkan dalam Pendidikan agama Islam
c. Bervariasi dan memperhatikan tingkatan yang berbeda-beda.
Rasulullah saw memperhatikan tingkatan yang berbeda-beda, beliau
memperhatikan kondisi para sahabat, maka menyampaikan materi bervariasi,
karena terus menerus dalam pengajaran dan pengarahan dapat menimbulkan
kebosanan dalam jiwa dan berdampak menjadi kecil daya gunanya.”22“Rasul
Muhammad saw memperhatikan perbedaan kemampuan otak, bagi orang
yang sangat cerdas cukup dengan isyarat, sedangkan bagi orang yang
hafalanya sangat bagus maka dengan penjelasan yang sekilas saja sudah
mengena.”23
Kemudian di terapkan juga komponen Contextual teaching and
learning questioning (bertanya), bertanya dari para sahabat pada Rasul, dari
Rasul pada sahabat dan dari sahabat pada sahabat yang lain termasuk di dalam
diskusi. Hal inimenunjukkan bahwa dalam proses belajar mengajar
Pendidikan agama islam harus ada proses atau pendekatan saling bertanya
(questioning).
d. Mengadakan Majlis-Majlis Pengajaran
Semua majlis-majlis Rasul saw adalah majlis ilmu. Rasul saw
menentukan waktu-waktu tertentu untuk mengajari sahabat. Mereka sangat
ingin menghadiri majlis tersebut dengan sepenuh kemampuan dan perhatian.
Bahkan beberapa sahabat ada yang aplosan/ bergiliran dengan temannya
untuk mengikuti majlis ta’lim Rasululloh saw dan menyampaikan hasilnya
dari belajar itu kepada sahabat yang diajak bergiliran karena harus bekerja
mencari ma’isyah. Karena selalu mempelajari terhadap apa saja yang
dipelajari dari Rasululloh saw. Sampai mereka meresapi dan hafal.”24
Peristiwa tersebut diatas menunjukan bahwa pendekatan
pembelajaran leaning community (mayarakat belajar) telah diterapkan oleh

22
Imam Ahmad bi Ali bin Hajar, Fathul Bari, Jilid VII (Ma’tabah Salafi, 1379), 390.
23
Al Khotib, Ushul, 62
24
Ibid, 67
16
Rosululloh SAW, kemudian lebih dikembangkan dan ditingkatkan pada
proses pendidikan dan pelajaran dalam Pendidikan agama islam hingga kini.
Dalam leaning community, pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok –
kelompok belajar, agar materi dimusyawarahkan dan dibahas bersama.
e. Keteladanan Rosulullah saw
Dalam mengajari dan menguasakan materi tentang sholat, puasa, haji,
bepergian, muamalah, perjalanan hidupnya dan lain-lain, Rosulullah saw
menyampaikan melalui pemodelan keteladanan maupun peristiwa-peristiwa
dan kejadian-kejadian yang di saksikan oleh para sahabat. Penjelasan tersebut
menunjukkan bahwa Rasululloh saw melakukan pendidikan dan pengajaran
Islam dengan pendekatan komponen Contextual Teaching and Learning
modeling (pemodelan).
f. Peristiwa-peristwa yang terjadi pada diri Rosulullah saw dan di kalangan
umat Islam.
Jika terjadi peristiwa tertentu pada diri Rosulullah saw dan
dikalangan umat Islam, para sahabat bertanya pada Rasululloh saw, tentang
hukum dari peristiwa tersebut. Dan Rasulullohsaw memberi fatwa dan
menjawab sejelas-jelasnya tentang hukum yang mereka tanyakan dan para
sahabat menanggapinya dengan cara melaksanakan fatwa tersebut. Hal ini
menunjukkan adanya reflection (refleksi) dalam proses pembelajaran refleksi
juga terjadi di kalangan para sahabat setelah mendapatkan materi pelajaran
(Al-Qur’an dan Al Hadits). Dari Rasululloh saw dengan mendiskusikan
materi tersebut dan menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari.
Pada hakikatnya reflaction (refleksi) merupakan respon terhadap
kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru di terima sebagaimana
tersebut di atas. Para sahabat membuat hubunganhubungan antara
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru untuk
di amalkan atau dipraktekkan.
g. Evaluasi
Dalam proses pendidikan dan pengajaran Rasululloh saw selalu
memperhatikan kecakapan, perilaku dan kehidupan para sahabat, dari hasil

17
pantauan ini Rasululloh saw mengetahui persis para sahabat yang kuat atau
lemah hafalanya, yang cerdas atau lambat daya fikirnya sehingga Rasululloh
saw dapat menyesuaikan tingkat pelajaranya kepada sahabat yang berbeda-
beda itu.
Penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa Rosulullah saw
telah melaksanakan authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)
penilaian di laksanakan selama proses belajar dan sesudahnya
berkesinambungan dan terintegrasi. Penilaian Allah swt bukan hanya
lahiriyah atau yang tampak atau yang bisa di lihat indikatornya saja, tetapi
menyangkut aspek batiniyah, hal yang tersembunyi, hal yang tidak bisa di
lihat oleh mata manusia, tidak bisa di dengar oleh telinga manusia, tidak bisa
di cium oleh hidung manusia, ini menunjukkan authentic assessment yang
maha authentic. Penilaian ini juga dapat digunakan dalam Pendidikan agama
islam , karena tujuan dari pembelajaran PAI siswa harus memiliki perilaku
keagamaan yang baik bukan hanya baik dalam pengetahuan saja. Jadi seorang
guru harus mampu menilai perilaku siswa sebagai aplikasi dari pembelajaran
CTL dalam kehidupan sehari-hari.
4. Perilaku Keagamaan
Menurut Abdul Aziz Ahyadi yang dimaksud dengan perilaku keagamaan
atau tingkah laku keagamaan adalah merupakan pernyataan atau ekspresi
kehidupan kejiwaan manusia yang dapat diukur, dihitung dan dipelajari yang
diwujudkan dalam bentuk kata-kata, perbuatan atau tindakan jasmaniah yang
berkaitan dengan pengalaman ajaran agama Islam.25
Dalam pandangan psikologi agama, ajaran agama memuat norma-norma
yang dijadikan pedoman oleh pemeluknya dalam bersikap dan bertingkah laku
Norma-norma tersebut mengacu kepada pencapaian nilai luhur yang mengacu
kepada pembentukan kepribadian dan keserasian hubungan sosial dalam upaya
memenuhi ketaatan kepada zat supernatural.26 Tanpa agama orang akan merasa

25
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila (Jakarta: Sinar Baru, 1988),
28
26
Ibid, 29.
18
kehilangan tujuan dan pedoman hidup. Dengan demikian, perilaku keagamaan
merupakan kecenderungan manusia mengamalkan norma atau peraturan yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah swt, hubungan manusia dengan
manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan. Membina perilaku
keagamaan pada hakikatnya adalah usaha mempertahankan, memperbaiki, dan
menyempurnakan yang telah ada sesuai dengan harapan.
Jika disimpulkan pengertian di atas maka perilaku keagamaan adalah
rangkaian perbuatan atau tindakan yang didasari oleh nilai-nilai agama Islam
ataupun dalam proses melaksanakan aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh
agama, misalnya meninggalkan segala yang dilarang oleh agama, atau
meninggalkan minum-minuman keras, berbuat zina, judi dan yang lainnya. Begitu
pula faktor-faktor untuk melaksanakan norma agama, seperti halnya melaksanakan
shalat, puasa, zakat, dan tolong menolong dalam hal kebaikan. Adapun perilaku
keagamaan itu sendiri timbul diakibatkan oleh adanya dorongan- dorongan atau
daya tarik baik disadari atau tidak disadari. Jadi jelasnya, prilaku keagamaan itu
tidak akan timbul tanpa adanya hal-hal yang menariknya. Dan pada umumnya
penyebab prilaku keagamaan manusia itu merupakan campuran antara berbagai
faktor baik faktor lingkungan biologis, psikologis rohaniah unsur fungsional, unsur
asli, fitrah ataupun karena petunjuk dari Tuhan.
Perilaku keagamaan di manapun di dunia ini akan memberikan citra ke
publik. Jika perilaku keagamaan didominasi pemahaman, penafsiran, dan tradisi
keagamaan yang radikal, maka yang muncul adalah citra perilaku keagamaan yang
fundamentalis. Begitu juga sebaliknya, jika pemahaman, penafsiran dan tradisi
keagamaan yang ramah dan sejuk, maka akan mengekspresikan perilaku
keagamaan yang moderat).
Adapun dimensi keberagamaan menurut Glock & Stark (Robertson, 1998),
yang dikutip oleh Djamaludin Ancok ada lima macam diantaranya:
a. Dimensi Keyakinan
b. Dimensi Praktik Agama
c. Dimensi Pengalaman
d. Dimensi Pengetahuan Agama

19
e. Dimensi Pengalaman atau Konsekuens27

a Dimensi keyakinan (ideologis) yang disejajarkan dengan akidah.


Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat keyakinan seorang
muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap
ajaran- ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam Islam,
dimensi ini menyangkut keyakinan tentang Allah, para Malaikat, Nabi, Rasul,
kitab-kitab Allah, surga, neraka dan lain-lain. Contoh: Apakah mereka
percaya pada Allah, para Malaikat, Nabi/Rasul, Kitab-Kitab Allah, surga dan
neraka dan lain-lain.
b. Dimensi peribadatan/ praktek agama (ritualistik) yang disejajarkan
dengan syariah.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat kepatuhan seorang
muslim dalam mengerjakan kegiatan ritual sebagaimana diperintahkan dan
dianjurkan oleh agamanya, dalam Islam dimensi peribadatan menyangkut
pelaksanaan shalat, zakat, membaca al-Qur’an, berdoa, dan lain-lain. Contoh:
apakah mereka shalat, puasa, zakat, membaca al-Qur’an, berdoa dan lain-lain.
c. Dimensi penghayatan (eksperiensal)
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat seorang muslim
dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman
religius, dalam Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab
dengan Allah, perasaan doa-doa terkabul, perasaan bersyukur pada Allah dan
lainlain. Contoh: Apakah mereka memiliki perasaan dekat atau akrab dengan
Allah dan lain-lain.
d. Dimensi pengetahuan
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengetahuan dan
pemahaman seorang muslim terhadap ajaran-ajarannya, terutama mengenai
ajaran-ajaran pokok dari agamanya, dalam Islam dimensi ini menyangkut
pengetahuan tentang isi al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani

27
Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Teknik Penyusunan Skala Pengukur,
)Yogyakarta:Gadjah Mada University Press,1997, h. 77.

20
dan dilaksanakan (rukun Iman dan rukun Islam), hukumhukum Islam dan
sebagainya. Contoh: Apakah mereka mengikuti pengajian, kegiatan-kegiatan
keagamaan, membaca buku-buku keagamaan dan lain-lain).
e. Dimensi pengamalan (konsekuensial) yang disejajarkan dengan akhlak
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengamalan seorang
muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya yaitu bagaimana
seorang manusia berinteraksi dengan alam dan manusia lain. Dalam Islam,
dimensi ini meliputi suka menolong, bekerjasama, menegakkan keadilan,
berlaku jujur, bersikap sopan santun, memaafkan, tidak mencuri dan lain-lain.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil materi tentang “Indahnya
Kebersamaan dengan Berjama’ah”. Adapun implementasi pelaksanaan sholat lima
waktu tersebut dalam pembinaan guru Pendidikan Agama Islam, sehingga
diharapkan hal tersebut dapat menumbuhkan kecintaan mendalam dan sebuah
upaya penyadaaran bagi diri siswa dan sisi bahwa pelaksanaan sholat yang
dilakukan dengan penuh keimanan dan pembuktian kecintaan pada Allah SWT
selaku khalik hal ini yang mana karakter yang terbentuk sebagai berikut: 28
• control diri
• kebersihan,
• keteraturan dan disiplin waktu,
• menutup aurat,
• tawadhu,
• peduli kepada sesama,
• membina persatuan sesama muslim,
• dan menghadirkan kedamaian hati mahasiswa muslim intelektual yang religius.
Berdasarkan konsep di atas, pembelajaran dalam pendidikan agama islam
yang dilaksanakan di sekolah hendaknya menggunakan stratgei yang dapat
mengarahkan siswa memiliki perilaku keagamaan yang baik. Hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa sehingga siswa tidak hanya melakukan ritual

28
Zaitun, Implementasi Sholat Fardhu Sebagai Sarana Pembentuk Karakter Mahasiswa Universitas
Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang (Tanjung Pinang :Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim
Vol. 11 No. 2 – 2013)
21
keagamaan seperti shalat, puasa, dan lain sebagainya. Akan tetapi siswa juga
memiliki tata krama yang baik dalam berrsosialisasi dengan sekitarnya.
Pendekatan pembelajaran kontestual bisa menjadi solusi untuk mengarahkan
perilaku keagamaan siswa. Sehingga diharapkan pembelajaran PAI melalui
pendekatan kontekstual dapat memiliki pengaruh terhadap pembentukan perilaku
keagamaan siswa.

Secara ilustratif hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1 .2 Bagan Ilustrasi Hubungan

x Y
Keterangan :
X : Pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui Pendekatan Kontekstual
Y : Perilaku Keagamaan Siswa

G. Hipotesis
Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis statistik berikut :
1. Terdapat perbedaan perilaku keagamaan siswa kelas VIII SMPIT Wasilah
Intelegensia di kelas eksperimen dengan di kelas kontrol setelah mengikuti
pembelajaran PAI kontekstual
H. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian eksperimen (true experiment).
Penelitian eksperimen diartikan sebagai metode yang digunakan untuk mencari
pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
Dalam hal ini penulis menggunakan kelas kontrol sebagai pembanding maka
penelitian ini juga bisa disebut eksperimen murni. Metode ini digunakan atas dasar
pertimbangan bahwa sifat penelitian eksperimental yaitu mencoba sesuatu untuk

22
mengetahui atau akibat dari suatu perlakuan. Di samping itu peneliti ingin
mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang diselidiki atau
diamati. Mengenai metode eksperimen ini Sugiyono mengemukakan
bahwa“penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian dengan sampel
eksperimen dan kontrol secara random.29
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data kualitatif
dan data kuantitatif. Sedangkan data yang dihasilkan dari penelitian ini adalah
berupa fakta dan angka. Data kualitatif adalah data-data yang berasal dari literatur
maupun dokumen-dokumen yang menunjang dalam penelitian dalam hal ini data
kualitatif diperoleh melalui analisis hasil observasi dan wawancara dengan kcpala
sekolah dan guru PAI. Adapun data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka
yang diperoleh dari hasil penyebaran angket kepada SMPIT Wasilah Intelegensia
tentang pembelajaran pendidikan agama islam kontekstual, perilaku keagamaan
dan perilaku sosial siswa di sekolah serta yang menyangkut SMPIT Wasilah
Intelegensia tersebut. Maka berdasarkan uraian jenis data tersebut, data~data yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.) Data tentang pembelajaran pendidikan agama islam melalui pendekatan
kontekstual (Variabel X)
2.) Data tentang perilaku keagamaan (Variabe1 Y)
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber, yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah
siswa SMPIT Wasilah Intelegensia dari kelas VII pada tahun pelajaran
2018/2019. Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang berupa data
kepustakaan, kondisi obyektif madrasah, dan dokumen-dokumen lainnya.
Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPIT Wasilah
Intelegensia sebanyak 51 orang.

29 27 Sugiyono, Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. (Bandung. Alfabeta), h.3

23
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini'.
Tabel 1 .1
Anggota Populasi Penelitian

No Kelas / Rombel Jenis Kelamin Jumlah


Laki-laki Perempuan
1 VIII Granada 14 13 27
2 VIII Cordova 16 13 29
Jumlah 56

Karena populasinya kurang dari 100, dalam penelitian ini menggunakan


teknik pengambilan sampel total, yaitu keseluruhan populasi merangkap sebagai
sampel penelitian.30 Jumlah sampel yang diharapkan 100% mewakili populasi
adalah sama dengan jumlah populasi itu sendiri.
3. Variabel, Indikator, dan Paradigma Penelitian
Menurut Hactch dan Farhady dalam Sugiyono, “Variabel adalah sebagai
atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan
yang lain atau satu objek dengan objek yang 1ain”.‘ 31
Sedangkan menurut Margono, “Variabel adalah konsep yang menamai
variasi nilai. Variabel dapat juga diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari

dua atribut atau lebih.’30 Variabel independen (bebas) adalah variabel yang
manpengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (terikat), Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.32
a. Variabel dan Indikator Penelitian
Variabel-variabel pada penelitian ini tcrdiri dari variabel bebas atau
indevenden dan variabel terikat atau devenden. Variabel bebas dalam penelitian
ini, yaitu variabel X pembelajaran PAI kontekstual .Sedangkan variabel terikat
dalam penelitian ini adalah variabel Y, yaitu perilaku keagamaan

30
Ibid, 133
31
Sugiyono, Metode Penelitian pendidikan (Jakartaerineka Cipta, 2000), Cet.2, 60
32
Ibid, 61

24
Masing-masing variabel di atas kemudian dioperasionalkan ke dalam
indikator-indikator penelitian yang disajikan sebagaimana dalam tabel di bawah
ini:
Gambar 1.2 Indikator-Indikator Penelitian
No. Variabel Dimensi Indikator
1. X 1.Konstruktivisme a. Membangun pemahaman mereka
Pembelajaran sendiri dari pengalaman baru
PAI berdasar pengetahuan awal
Melalui b. Pembelajaran harus dikemas
Pendekatan menjadi proses “mengkontruksi”
Kontekstual bukan menerima pengetahuan
2. Inquiry a. Proses perpindahan dari
pengamatan menjadi pemahaman
b. Siswa belajar
menggunakan
keterampilan berfikir
kritis
3.Questioning a. Kegiatan guru untuk mendorong
(bertanya) ,membimbing dan menilai
kemampuan berfikir siswa
b. Bagi siswa yang merupakan
bagian penting dalam
pembelajaran yang berbasis
inquiry
4.Learning a. Sekelompok orang yang terikat
Community dalam kegiatan belajar.
(Komunitas b. Bekerja sama dengan orang lain
Belajar) lebih baik daripada belajar
sendiri.
c. Tukar pengalaman
d. Berbagi ide
5.Modelling a. Proses penampilan suatu contoh
(Pemodelan) agar orang lain berfikir, bekerja
dan belajar
b. Mengerjakan apa yang guru
inginkan agar siswa
mengerjakannya
6.Reflection a. Cara berfikir tentang apa yang
(Refleksi) telah kita pelajari
b. Mencatat apa yang telah
dipelajari
c. Membuat jurnal, karya seni,
diskusi kelompok

25
7.Authentic a. Mengukur
Assessment pengetahuan dan
(Penilaian yang keterampilan siswa
sebenarnya) b. Penilaian produk (kinerja)
c. Tugas-tugas yang
relevan dan kontekstual

2. Y1 1.Dimensi a. Memiiki keyakinan tentang ajaran


Perilaku Keyakinan ajaran agama
Keagamaan 2.Dimensi a. Suka berdo’a
Siswa Peribadatan b. Menjaga kebersihan badan,
pakaian dan
tempat tinggal.
c. Melatih diri
dalammelaksanakan ibadah
(sholat,puasa dan membaca Al-
Qur’an)
3.Dimensi a. Memiliki perasaan dekat/jauh
Penghayatan dengan Allah.
b. Ingat akan dosa dan pahala
c. Mau bersyukur
4.Dimensi a. Memiliki sikap antusias
Pengetahuan dalam menambah ilmu
pengetahuan
b. Mengikuti pelatihan-pelatihan
agama.
5.Dimensi a. Memiliki kejujuran
Pengamalan b. Memiliki kepedulian terhadap
orang lain.
c. Menepati janji
d. Menunjukan sikap pemaaf
e. Membiasakan berdisiplin
dalam hidup
f. Memiliki sikap sopan
santun terhadap sesama.
g. Membiasakan berbusana sopan
lagi rapih

26
b.Paradigma Penelitian
Adapun paradigma dari penelitian ini adalah secara eksperimen
sebagaimana telah dijelaskan dan digambarkan berikut ini:
Gambar 1.2 Paradigma Penelitian Eksperimen

x Y
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dan
observasi lapangan (field research) untuk mendapatkan data secara langsung
dengan meninjau proses pembelajaran PAI menggunakan pendekatan kontekstual
dan perilaku keagamaan siswa. Selain itu, juga dilakukan melalui kuesioner dan
penelitian kepustakaan (library research).
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukukan dalam penelitian ini
,adalah dengan cara 1) Observasi, 2) Wawancara/interview, 3) Angket, dan 4) Studi
dokumentasi, yang akan diuraikan sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
(ersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.33 Selain itu observasi
(observation) atau yang dikenal dengan pengamatan merupakan suatu teknik
atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan tethadap
kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan
cara guru mengajar, siswa belajar, kepala sekolah yang sedang memberikan
pengarahan, personil bidang kepegawaian dapat dan sebagainya.‘
Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk mempermeh data
gambaran tentang pembelajaran Pendidikan agama islam melalui pendekatan
kontekstual di kelas VII SMPIT Wasilah Intelegensia

33
Sugiyono, Metode Peneliltian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabem,
2012),l45.

27
2. Interview/ Wawancara
Interview yang acting juga disebut wawancara atau kucsioner lisan,
digunakan sebagai tekhnik pengumpulan data apabila pcneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang hams
diteliti, Mapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari rcsponden
yang lcbih mendalam? palam pcnelitian ini wawancara akan dilakukan
tcrhadap kepala Sekolah SMPIT Wasilah Intelegensia untuk mengetahui
sejauh mana visi dan misi sekolah serta kegiatan dan program sekolah yang
dilaksanakan untuk membentuk karakter peserta didik.
Wawancara juga ditujukan kepada guru PAI SMPIT Wasilah
Intelegensia untuk mengetahui minat serta mengetahui aktivitas belajar
peserta didik pada pelajaran PAI di SMPIT Wasilah Intelegensia. Selain itu
wawancara pula dilakukan kepada guru PAI, yaitu untuk mengetahui
bagaimana proses pembelajaran Pendidikan agama islam melalui pendekatan
kontekstual di kelas VII SMPIT Wasilah Intelegensia
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah suatu cam mengumpulkan data melalui
minggalan tertulis, scperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang
pendapat, teori, dalil dan hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah
pcnclitian.34 Studi dokumentasi atau disebut pula dcngan studi dokumenter
(documenlary study) mcrupakan suatu teknik pengumpuhn data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,
samba: maupun elektronik.35
4. Angket

Angket dimaksudkan untuk mendapatkan informasi dari responden


yang menjadi sampel tentang sikap. Jenis angket yang digunakan untuk
mendapatkan informasi data adalah angket berstruktur, karena jawaban

34
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 181
35
Nana Syaodih, Metode Penelitian, 222.

28
pertanyaan sudah disediakan36.
Angket ini merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
digunakan untuk memperoleh Y (perilaku kegamaan). Kategori opsi jawaban
bersifat tertutup melalui penilaian skor sebagai berikut:37
Tabel 1.3
Pengukuran Berdasarkan Skala Ordinal

Alternatif Tanggapan Pernyataan Pernyataan


Positif Negatif
Sangat baik/selalu 5 1
Baik/sering 4 2
Cukup baik/kadang 3 3
Kurang baik/belum pernah 2 4
Sangat tidak baik/belum pernah 1 5
sekalipun

F. Teknik Analisis Data


1. Uji Validitas Instrumen Penelitian
Menurut Ridwan dan Sunarto, “uji validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kevalidan (kesahihan) suatu instrumen. Sebuah alat
ukur dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan”.38
Metode dalam pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan dengan
menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment dan Koefisien
Alpha Cronbach. Penentuan valid dan tidaknya item instrumen ditentukan
berdasarkan perbandingan antara t hitung > t tabel pada derajat kebebasan n-
2) 39, berdasarkan dua tahapan berikut.
a. Menentukan nilai korelasi (r), dengan rumus sebagai berikut:
n  XY −  X  Y
r=
n  X 2
(
− ( X ) n  Y 2 − ( Y )
2 2
)

36
Subana, dkk., Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 31
37
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.(Bandung:Alfabeta,2006),h. 133
38
Riduan Sunarto, Pengantar statistik penelotian pendidikan, sosial ekonomi, komunikasi,, dan
Bisnis, (Bandung:Alfabeta,2004) . h 348
39
Sugiyono, 2012, h.357
29
b. Penentuan uji signifikasi korelasi product moment (thitung) dengan
rumus : r n−2
t hitung =
1− r2

Kaidah keputusan : Nilai thitung yang dihasilkan kemudian


dibandingkan dengan nilai ttabel dengan tingkat tertentu dan
derajat bebas sebesar n-2. Kaidah keputusan sebagai berikut :
Jika thitung > ttabel maka alat ukur valid
Jika thitung ≤ ttabel maka alat ukur tidak valid 35
2. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan suatu
instrumen (alat ukur) didalam mengukur gejala yang sama walaupun dalam
waktu yang berbeda. Menurut Sugiyono “Reliabilitas instrumen yaitu suatu
instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang
sama, maka akan menghasilkan data yang sama”. Hasil pengukuran yang
memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi akan mampu memberikan hasil yang
terpercaya. Tinggi rendahnya reliabilitas instrumen ditunjukan oleh suatu
angka yang disebut koefisien reliabilitas. Jika suatu instrumen dipakai dua
kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukurannya yang
diperoleh konsisten, instrumen itu reliabel. 40
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan secara internal
dengan koefisien Alpha Cronbach yang akan mengukur reliabilitas
konsistensi internal(internal consistency). Menurut Sugiyono 41 dan Arikunto
42
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.

40
Sugiyono,Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D . (Bandung : Alfabeta,2014), h.70
41
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta., 2012), 365-
367
42
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta,2010), 239-241
30
• Penentuan nilai korelasi
k    2b 
Rii = 1−
(k − 1)   2 i 
Dimana : Rii = koefisien reliabilitas Cronbach
 2b
= jumlah varians butir soal
 2i = jumlah varians total
k = jumlah butir soal
b. Rumus untuk varians total dan varians butir soal (item)

JK i −
JKs 2
X 2
( X ) 2

n i 2
=
b

b

 b2 = n n2
n

∑Xb2 = jumlah kuadrat seluruh skor item seluruh subjek


(∑Xb)2 = jumlah kuadrat skor item
JKi = jumlah kuadrat seluruh skor item
JKs = jumlah kuadrat subjek
n = jumlah responden
• Penentuan nilai thitung dengan rumus :

r
n−2
thitung =
1− r 2
Kaidah keputusan reliabilitas alat ukur dilakukan dengan membandingkan
nilai antara thitung dengan nilai ttabel berikut.
Jika thitung > ttabel maka alat ukur reliabel
Jika thitung ≤ ttabel maka alat ukur tidak reliabel
Interpretasi hasil uji reliabilitas dengan kaidah:
1) Koefisien korelasi item-total dikoreksi untuk semua item memberikan
nilai positif yang lebih besar dari 0,30. Artinya, semua item kuesioner

31
memiliki validitas internal memadai dalam mengukur konstruk yang
diteliti.
2) Bila Koefisien Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,70
mengindikasikan, instrumen pengukuran reliabel dalam mengukur
konstruk yang diteliti .43
3. Uji Deskriptif
Analisis data tiap aspek variabel penelitian secara sendiri-sendiri
tanpa melibatkan hubungan korelasional antar variabel digunakan analisis
deskriptif. 44
Menurut Sugiyono, ”statistik deskriptif digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”.45 Adapun rumus
yang dipakai untuk melakukan analisis data secara deskriptif, menurut
Riduwan adalah :46
Dimana :

Y=
y atau Y=
y X = nilai rata − rata item pernyataan variabel Y1
i i Y = nilai rata − rata item pernyataan variabel Y2
 x = total skor variabel X
 y = total skor variabel Y
i = jumlah item pernyataan

Setelah diketahui nilai rata-rata variabel X dan Y, maka menurut


Riduwan 47, dimasukkan kedalam rumus : X Y
x100% atau x100%
Keterangan: Sit Sit
Sit=skor tertinggi x jumlah responden
Untuk kriteria mana hasil analisis deskriptif tersebut, dapat dilihat

43
Azwar, Saiffudin, Metode Penelitian, Cetakan Ke-enam, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2003), 65
44
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R &. D.(Bandung:Alfabeta,2006), h.142
45
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta.,2012), 353
46
Akdon, Riduwan, Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Cetakan I. (Bandung :
Alfabeta,2006), h 148
47
Ibid
32
pada tabel kriteria interpretasi skor berikut:48
Tabel 3.5
Kriteria Interpretasi Skor
Interval Skor Persentase Kriteria
Perilaku Skor Interpretasi
Keagamaan
15,00 – 27,00 20,00 – 36,00 Sangat tidak baik/
belum pernah sekalipun
27,01 – 39,00 36,01 –52,00 Kurang baik/belum pernah
39,01 – 51,00 52,01 – 68,00 Cukup/kadang-kadang
51,01 – 63,00 68,01 – 84,00 Baik/sering
63,01 – 75,00 84,01 – 100,0 Sangat baik/selalu

4. Uji Homogenitas
Sebelum melakukan uji homogenitas sebagai langkah awal uji hipotesis,
idealnya melakukan dahulu uji normalitas. Jika ternyata keduanya berdistribusi
normal, baru dilanjutkan dengan pengujian homogenitas variansnya, yang mana
menurut Sundayana langkah-langkahnya sebagai berikut.49
v1
Mencari nilai F dengan rumus : F =
v2
Keterangan :
v1 = varians besar
v2 = varians kecil
Menentukan derajat kebebasan :
db1 = n1 − 1
db2 = n2 − 1
Keterangan :
db1 = derajat kebebasan pembilang
db2 = derajat kebebasan penyebut
n1 = ukuran sampel yang variansnya besar
n2 = ukuran sampel yang variansnya kecil

48
Ibid, h.41
49
Sundayana, Panduan Praktikum Komputasi Data Statistika. (Garut: STKIP,2010), h.36-37

33
Menentukan nilai Ftabel dari daftar dengan rumus : F tabel= Fα(db1 /db2)
Menentukan homogenitas dengan kriteria : Jika F hitung < Ftabel maka kedua varians
tersebut homogen, sedangkan bila hasilnya tidak sesuai dengan kriteria tersebut,
dianggap tidak homogen.
Bila uji homogenitas yang dilakukan sebagai uji prasyarat sebelum
dilakukan uji hipotesis menunjukkan hasil observasi/kuesioner variabel Y Kelas A
(eksperimen) dan B (kontrol) berdasarkan nilai F hitung bersifat homogen, maka
analisis selanjutnya menggunakan rumus pooled variance. Demikian pula bila uji
homogenitas instrumen tes untuk dua kelas tersebut menunjukkan sifat homogen,
maka analisis selanjutnya digunakan rumus pooled variance.
Dengan kata lain, bila F hitung < F tabel, sehingga Ho diterima, maka
varians bersifat homogen. Oleh karena itu, menurut Sugiyono50, penentuan t hitung
menggunakan rumus pooled variance bila jumlah responden “n” tidak sama sebagai
berikut.

X1 − X 2
t=
 (n1 − n2 ) s12 + (n2 − 1) s2 2  1  1 
   
 + −  n n
 n 1 n 2 2  1  2 

Keterangan :
X 1 = rata − rata X
X 2 = rata − rata Y
s12 = standar deviasi X
s 22 = standar deviasi Y
n 1 = jumlah responden kelas X eksperimen
n 2 = jumlah responden kelas Y kontrol

Sementara itu, untuk dua sampel berkorelasi dengan jumlah responden atau “n”
yang sama digunakan rumus pooled varianced berikut.
X1 − X 2
t=
 s12 s2 2   s  s 
 +  − 2r  1  2 
n   n  n 
50
 1 n2   1  2 
Sugiyono, 2012, h.38
34
Sedangkan bila dua sampel yang berkorelasi dengan jumlah “n” tidak sama dan
varians tidak homogen digunakan rumus separated varianced berikut :51

X1 − X 2
t=
 s1 2 s 2 2 
 
n + n 
 1 2 

Kaidah: t hitung > t tabel, sehingga Ho ditolak, yang berarti hipotesis H1 diterima,
atau terdapat perbedaan antara hasil variabel Y yang menggunakan perlakuan
dengan yang tidak menggunakan perlakuan.
5. Uji Hipotesis
Langkah terakhir analisis penelitian ini adalah uji hipotesis. Hal ini sejalan
dengan pendapat Nazir 52
, “penelitian eksperimen menerapkan analisis lanjutan
yang meliputi uji Z atau uji t, uji Chi-Square, analisis variance, regresi dan korelasi
(uji pengaruh atau hubungan), serta analisis probabilitas (probit)”.
Pengujian hipotesis merupakan kelanjutan dari uji homogenitas varians.
Jika ternyata kedua varians homogen, maka dilanjutkan dengan uji hipotesis
menggunakan Uji-t atau menentukan t hitung dengan langkah-langkah sebagaimana
dikemukakan oleh Sundayana berikut.53
Merumuskan hipotesis statistik, yaitu sebagai berikut :
H0 : ρ = 0 Tidak terdapat perbedaan perilaku keagamaan siswa kelas VIII
SMPIT Wasilah Intelegensia di kelas eksperimen dengan di kelas
kontrol setelah mengikuti pembelajaran PAI kontekstual
H1 : ρ ≠ 0 : Terdapat perbedaan perilaku keagamaan siswa kelas VIII SMPIT
Wasilah Intelegensia di kelas eksperimen dengan di kelas kontrol
setelah mengikuti pembelajaran PAI kontekstual

51
Ibid
52
Nazir, Metode Penelitian. (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,2011), h 72
53
Sundayana, Panduan Praktikum Komputasi Data Statistika. (Garut: STKIP,2010) , h 37
35
Mencari deviasi standar gabungan dengan menggunakan rumus :
(n1 − 1).v1 + (n 2 − 1).v 2
dsg=
n1 + n 2 − 2

Mencari nilai t hitung dengan rumus :

x1 − x 2
t=
1 1
dsg. +
n1 n 2

Menentukan derajat kebebasan dengan rumus : db = n1 + n2 -2

Menentukan nilai t tabel dengan taraf signifikansi 1% dan 5% atau


t tabel = t1− (db)

Kriteria pengujian hipotesis untuk pengujian hipotesis dua pihak adalah:


Terima Ho jika - t1− (db) < t < t1− (db); dan tolak Ho jika t mempunyai harga-harga

lain.
Atau: Jika harga t’ hitung lebih besar dari t’ tabel, maka H0 ditolak atau H1 diterima, atau
terima Ho jika - nkt’< t’ < nkt’ dan tolak Ho jika t’ mempunyai harga-harga lain.

36
DAFTAR PUSTAKA

Aat Syafaat, d. (2008). Peranan Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Ahyadi, A. A. (1988). Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila. Jakarta:
Sinar Baru.
Akdon, R. (2006). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Cetakan I. Bandung:
Alfabeta.
Al-Maraghi, A. M. (2001). Tafsirul Maraghi. Bairut: Darul Fikri.

Andayani, A. M. (2004). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung:


Remaja Rosdakarya.
Aqib, Z. (2013). Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual.

Bandung: Yrama Widya.

Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.
Azwar, S. (2003). Metode Penelitian, Cetakan Ke-enam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Bungin, M. B. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Daradjat, Z. (2011). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama. (2004). Terjemah Al Qur’an Al Jumanatul Ali. Bandung: J- Art.
Didin Budiman, (2012). Bahan Ajar M.K psikologi dalan penjas PGSD.
[online]http:file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR_PEND_OLAHRAGA/1974
09072001121DIDIN_BUDIMAN/psikologi_anak_[20 April 2015]
Hajar, I. A. (1379). Fathul Bari, Jilid VII . Ma'tabah Salafi.
Hajar, I. (2007). Pendekatan Holistik dalam Pendidikan Agama Islam; dalam
Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Iif Khioru Ahmadi, d. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta:
PT. Prestasi Pustakarya.
Johnson, E. B. (2011). CTL (Contextual Teaching & Learning. Bandung: Kiafa.
Margono, S. (2000). Metode Penelitian pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

36
Mihmidaty. (2014). Contextual Teaching And Learning Perspektif Islam DanLearning
Perspektif Islam Dan Penerapannya Di Kelas Dan Pondok Pesantren. Jombang:
UNSURI Surabaya dan STIT UW Jombang, Media Pendidikan Agama Islam, Vol.
1, No. 1, September 2014.
Nasruddin. (1994). Ulumul al Hadith Terjemahnya Mujiyo. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nazir, M. (2011). Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia\
Sahlan, A. (2010). Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah. Malang: UIN Maliki Press.
Siti Nisrima. (2016). Pembinaan Perilaku Sosial Remaja Penghuni Yayasan Islam
Media Kasih Kota Banda Aceh”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan
Kewarganegaraan Unsyiah, Vol. 1.
Subana, d. (2000). Statistik Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Sudjana. (2000). Metode Statistika. Bandung: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung.
Alfabeta

Sugiyono. (2012). Metode Peneliltian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabem.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukmadimata, N. S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rama
Rosdakarya.
Sumiati. (2012). Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Sunarto, R. (2004). Pengantar statistik penelotian pendidikan, sosial ekonomi,
komunikasi,, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sundayana, R. (2010). Panduan Praktikum Komputasi Data Statistika. Garut:
STKIP Garut
Suroso, D. A. (1997). Teknik Penyusunan Skala Pengukur. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Toyib, S. (1995). Fathul Bayan fi maqosidilqur’an. Beirut Libanon: Maktabah al-
arobiya.

37
38

Anda mungkin juga menyukai