Anda di halaman 1dari 9

Kegiatan : Case Report Session ke-3

Topik : Pediatrik (Bronkiolitis)


Presentant : dr. Ardiansyah

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : An. A.N


Anak :1
Umur : 8/12 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Batu Hitam
No. MR : 04.18.19
Tanggal Masuk : 26 April 2015

Alloanamnesis : (Diberikan oleh ibu kandung pasien)


Seorang pasien berusia 8/12 tahun datang ke IGD rsud Natuna pada tanggal 26 April 2015
pukul 11.20 wib dengan :
Keluhan Utama :
Sesak nafas yang semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Sesak nafas yang semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat
sesak anak terlihat keletihan dan terdiam
- Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, terus menerus, demam tidak tinggi,
tidak menggigil dan tidak berkeringat.
- Batuk berdahak sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk berdahak. Batuk
disertai dengan pilek.
- Muntah 3 jam sebelum masuk rumah sakit, frekwensi 3 kali, jumlah 3-5 sdm/kali,
berisi susu dan lendir
- Anak kurang mau menyusu semenjak sakit.
- Riwayat sesak sebelumnya tidak ada.
- Riwayat tersedak disangkal
- Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama tidak ada
1
- Riwayat kontak dengan unggas mati mendadak tidak ada
- Riwayat kebiruan tidak ada
- Riwayat biring susu tidak ada
- Buang air kecil warna dan jumlah biasa
- Buang air besar konsistensi dan warna biasa

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Anak tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
- Sehari sebelumnya (25 April 2015) anak telah dibawa orang tua nya berobat ke IGD
RSUD Natuna, mendapatkan pengobatan Nebulisasi ventolin ½ respul. Pasien di
pulangkan dan diberi obat pulang berupa salbutamol, dexametason, amoxicillin dan
paracetamol.

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

Riwayat kehamilan ibu :


Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, kontrol kehamilan teratur ke
Puskesmas dan mendapat suntikan TT 2 x. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan/jamu-
jamuan tidak ada. Riwayat mendapat terapi penyinaran tidak ada. Riwayat kebiasaan
merokok dan minuman keras tidak ada. Lama kehamilan cukup bulan.

Riwayat Kelahiran :
Lahir spontan, langsung menangis kuat. Berat badan lahir 3600 gram dan panjang 49 cm.
Riwayat Makanan dan Minuman :
Bayi :
- ASI : 0 - sekarang

Kualitas cukup dan kuantitas cukup

Riwayat imunisasi :
BCG : 1 bulan, scar positif
DPT : 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan
Polio : 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan
Hepatitis B : 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan

2
Kesan : imunisasi lengkap sesuai umur

Riwayat perkembangan fisik dan mental :


Pasien bisa tertawa : 2 bulan
tengkurap : 3 bulan
Perkembangan mental :
- Isap jempol tidak ada
- Gigit kuku tidak ada
- Hiperaktif tidak ada
- Ketakutan tidak ada
- Apatis tidak ada

Kesan : perkembangan fisik dan mental normal

Riwayat keadaan rumah dan lingkungan :


Rumah tempat tinggal : rumah permanen
Sumber air minum : PDAM
Buang air besar : jamban di dalam rumah
Pekarangan : cukup luas
Buang sampah : di ambil petugas
Kesan : higiene dan sanitasi baik

Pemeriksaan fisik
Tanda vital :
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Frekuensi nadi : 146 kali / menit
Frekuensi nafas : 46 kali/menit
Suhu : 37.5º C
Saturasi : 97 %
Berat badan : 8.3 kg
Panjang badan : 60 cm
Gizi : kesan gizi lebih

3
Pemeriksaan sistemik :
- Kulit : teraba hangat
- Kel.G. Bening : tidak ditemukan pembesaran
- Kepala : bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Telinga : tidak ditemukan kelainan
- Hidung : nafas cuping hidung ada
- Tenggorok : T1-T1 tidak hiperemis, detritus tidak ada, faring tidak hiperemis
- Mulut : mukosa mulut dan bibir basah
- Lidah : tidak ditemukan kelainan
- Leher : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening (KGB), kaku
kuduk tidak ada

Thorak :
Paru :
Inspeksi : normochest, pernapasan abdominal. simetris saat statis dan dinamis,
retraksi suprasternal ada,
Palpasi : fremitus sukar dinilai
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : bunyi nafas bronkovesikuler, ronkhi kasar -/-, wheezing +/+ di kedua
lapangan paru
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba di LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung sukar dinilai
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada

Abdomen :
Inspeksi : sedikit membuncit
Palpasi : supel, hepar teraba dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan

4
Ekstremitas : akral hangat,refilling kapiler baik,refleks fisiologis dan patologis
sukar dinilai

Pemeriksaan laboratorium
Darah :
- Hb : 9,8 gr%
- Hematokrit : 31,2 %
- Leukosit : 8.900 / mm3
- Trombosit : 447.000/mm3

Diagnosis kerja :
1. Suspek Bronkiolitis
2. Gizi lebih

Tatalaksana :
- O2 2 liter/menit
- Nebulisasi Ventolin 1 x ½ ampul, nilai 10 menit lagi
- IVFD KaEN 1B 20 tetes/menit micro
- Siapkan Deksametason, Ampisilin dan cloramfenikol IV
- Observasi sesak
- Rontgen Thorak
- Jika sesak berkurang post nebulisasi, berikan anak ASI
- Rawat Inap  Konsultasi Dokter Anak

Rontgen Thorak PA/AP : Jantung normal, CTI 55%. Sinus costoprenikus lancip. Terlihat
hiperinflasi dan diafgragma sedikit mendatar
Kesan : Bronkiolitis

Hasil Konsultasi Dokter Anak pada pukul 11.40 wib :


- Rawat inap anak
- Oksigen Nasal 2 L / I
- IVFD KaEN 1B 20 tetes/menit micro
- Nebulisasi Ventolin ½ amp per 8 jam
- Dexametason 3 x 1,5 mg IV
- Ampisilin 4 x 200 mg IV

5
- Gentamicin 1 X 40 mg IV
- Observasi sesak
- Jika tidak sesak berikan ASI

Diagnosis Klinis :
1. Bronkiolitis
2. Gizi lebih

Diagnosis Banding
Bronkopneumonia

Prognosis :
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam

6
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki berusia 8/12 tahun yang masuk ke IGD
RSUD Natuna pada tanggal 26 April 2015 pukul 11.20 wib dengan diagnosis klinis
bronkiolitis dan gizi lebih. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami sesak yang bertambah
berat sejak 3 hari sebelum masuk RS. Sesak juga disertai dengan batuk pilek, demam dan
muntah. Dari pemeriksaan fisik ditemukan bayi terlihat sesak dengan adanya napas cuping
hidung dan retraksi suprasternal. Pada auskultasi paru terdengar suara napas tambahan berupa
wheezing di kedua lapangan paru.
Berdasarkan identitas, anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut penulis menilai
pasien mengalami bronkiolitis yaitu infeksi virus akut pada saluran pernapasan bawah yang
menyebabkan obstruksi inflamasi bronkiolus. Bronkiolitis terjadi terutama pada anak-anak
dibawah umur 2 tahun, terutama <6 bulan. Penyebab terbanyak adalah RSV (Respiratory
Seinsitial Virus) (75%). Sosioekonomi rendah, jumlah keluarga yang banyak dan rumah yang
sempit, perokok pasif, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV dan bayi yang tidak
mendapatkan ASI merupakan faktor resiko terjadinya bronkiolitis.
Secara teori infeksi RSV sebagian besar ditularkan melalui droplet. Selain itu juga
bisa melalui inokulasi atau kontak langsung dengan penderita. Masa inkubasi RSV 2-5 hari.
Virus bereplikasi di nasofaring dan melalui epitel serta aspirasi sekresi nasofaring terus
menyebar ke saluran pernapasan bawah. RSV membentuk kolonisasi dan bereplikasi di
mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran awal patologi berupa nekrosis sel
epitel silia. Nekrosis ini akan menyebabkan terjadinya edema submukosa dan pelepasan
debris dan fibrin ke dalam lumen bronkiolus. Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial
atau total karena odem dan akumulasi mukus serta eksudat yang kental. Pada dinding bronkus
dan bronkiolus juga akan tersebar infiltrat sel radang. Jika obstruksi parsial ini berkelanjutan
maka dia akan menyebabkan terjadinya emfisema, sementara jika obstruksi total dibiarkan
berlanjut akan terjadi atelektasis.
Rusaknya epitel silia akan mengganggu gerakan mukosiliar sehingga mukus
tertimbun di bronkiolus. Selain itu kerusakan epitel ini juga akan mengakibatkan saraf aferen
terpapar alergen sehingga beberapa neuropeptida akan dikeluarkan yang menyebabkan otot
polos saluran nafas berkontraksi. Disamping itu kerusakan ini juga mengakibatkan terjadinya
peningkatan ekspresi intercellular adhession molecule – 1 (ICAM-1) dan produksi sitokin
7
yang akan menarik eusinofil dan mediator inflamasi lainnya. Akibat semua proses ini (proses
inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos
saluran pernapasan) bronkiolus semakin sempit.
Respon paru adalah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan
complience, meningkatkan tahanan saluran nafas, dead space serta meningkatkan shunt.
Semua faktor ini menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk,
wheezing,obstruksi saluran nafas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnia, asidosis
metabolik sampai gagal nafas. Resistensi aliran udara saluran nafas meningkat pada fase
inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep
sehingga udara akan terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada saat
ekspirasi akan meningkat 2 kali di atas normal.
Bayi biasanya dibawa orang tua berobat karena menderita gejala infeksi saluran nafas
atas yang ringan berupa pilek yang encer, batuk, bersin, dan kadang-kadang disertai dengan
demam yang tidak terlalu tinggi (subfebril) serta nafsu makan yang berkurang.gejala ini
berlangsung beberapa hari. Kemudian timbul distres respirasi yang ditandai dengan batuk
paroksismal, wheezing dan sesak nafas. Bayi akan rewel, muntah, serta sulit makan dan
minum. Timbulnya kesulitan minum karena nafas cepat sehingga menghalangi proses
menelan dan mengisap. Pada kasus ringan gejala hilang dalam 1-3 hari. Pada kasus berat
gejala bisa berlangsung beberapa hari dan progresivitasnya sangat cepat.
Kadang bayi mengalami demam ringan atau mungkin tidak demam sama sekali,
bahkan ada yang mengalami hipotermi. Terjadinya distres pernapasan dengan frekuensi >60
kali permenit, terdapat napas cuping hidung, penggunaan otot-otot pernapasan tambahan,
retraksi, dan kadang disertai dengan sianosis. Kelenturan dinding dada bayi menyebabkan
retraksi suprasternal dan costal mudah diamati. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya
hiperinflasi paru (terperangkapnya udara di dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena
terdorong oleh diafragma yang mendatar akibat hiperinflasi paru. Wheezing terdengar sangat
jelas dan kadang diikuti ronkhi. Sering terjadi hipoksia dengan saturasi <92%
Untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik juga bisa dilakukan pemeriksaan
penunjang. Pada pemeriksaan laboratorium rutin pasien tidak ada yang berarti. Sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa pemeriksaan darah rutin pada bronkiolitis tidak ditemukan
perubahan yang berarti. Namun pada gejala berat dianjurkan pemeriksaan analisis gas darah,
untuk melihat apakah terdapat hipoksia, hiperkapnia dan asidosis metabolik menandakan
terjadinya proses yang berat. Gambaran radiologi pada pasien terlihat hiperaerasi dan
diafragma sedikit mendatar. Secara teori gambaran radiologi mungkin masih normal jika
8
bronkiolitis ringan. Namun kadang dan bahkan umumnya terlihat paru-paru mengembang
(hiperaerasi). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, atelektasis. Pada foto lateral
dengan jelas terlihat penambahan diameter anteroposterior dan diagfragma tertekan kebawah.
Berdasarkan data diatas dan menyesuaikan dengan teori maka penulis mendiagnosis
pasien ini dengan bronkiolitis. Disamping data diatas, ada beberapa hal yang membedakan
bronkiolitis dengan penyakit infeksi saluran nafas lainnya yang memiliki beberapa kesamaan
gejala. Diantaranya adalah asma bronkial dan pneumonia.
a. Asma bronkial : riwayat mengi berulang dimana beberapa diantaranya tidak berkaitan
dengan batuk dan pilek. hiperinflasi dada, ekspirasi memanjang, pengurangan
pemasukan udara, respon baik terhadap bronkodilator serta riwayat asma dalam
keluarga.
b. Bronkiolitis : episode pertama mengi pada anak berumur < 2 tahun. Hiperinflasi dada,
ekspirasi memanjang, pengurangan pemasukan udara, kurang / tidak respon terhadap
bronkodilator serta tidak ada riwayat dalam keluarga.
c. Pneumonia : batuk dengan nafas cepat, retraksi dinding dada bawah, demam, suara
nafas kasar, napas cuping hidung, dan stridor.

Biasanya bronkiolitis bisa sembuh sendiri (self limited) tergantung imunitas tubuh, sehingga
pengobatan bersifat supportif. Cakupan supportifnya adalah oksigenasi, pemberian cairan untuk
mencegah dehidrasi dan nutrisi yang adekuat. Bronkiolitis ringan bisa rawat jalan, sementara
sedang-berat harus dirawat inap. Pada terapi supportif juga diberikan nebulasi agonis ß 2. Steroid.
Steroid sistemik biasanya diberikan pada infeksi sedang-berat. Pada pasien ini penulis curiga
telah terjadi bronkiolitis sedang-berat sehingga perlu dirawat inap. Pengobatan yang di berikan
adalah oksigenasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen, cairan untuk mencegah dehidrasi,
pemberian bronkodilator, kortikosteroid dan antibiotik. Untuk antibitik sendiri sebenarnya tidak
dianjurkan pada bronkiolitis karena penyebab bronkiolitis virus. Akan tetapi jika dicurigai terjadi
infeksi sekunder maka antibiotik harus diberikan. Namun pertimbangan karena proses infeksi
virus yang berlanjut berpotensi besar menimbulkan infeksi sekunder. Apalagi RSV memiliki sifat
nasokomial yang tinggi sehingga potensi infeksi sekunder saat pasien dirawat tinggi. Pilihan
pertama antibiotik pada bronkiolitis adalah ampisilin dan kloramfenikol. Pasien memiliki
prognosis yang baik apabila tatalaksana bisa berjalan secara holistik dan teratur.
Demikianlah diskusi kasus ini ditulis semoga bisa bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan case repoIrt ini. Mohon
masukan dan kritikan yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Atas
perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai