Anda di halaman 1dari 6

SOSOK : ZANU TRIYONO

“SI PENYABAR DALAM BANYAK MASALAH”

Disusun Oleh ;

Arif Febriyanto
13030117130051
Sejarah B 2017

DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
DATA DIRI NARASUMBER :

Nama Lengkap : Zanu Triyono

Nama Panggilan : Janu

Usia : 20 Tahun

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 20 November 1998

Keluarga : Anak ke-3 dari 3 bersaudara

Hobi : Baca buku dan nonton Anime

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Riwayat Kerja :-

Cita-cita : Antropolog

Harapan : Jadi orang kaya

Sosok Zanu alias Janu adalah salah satu anak kos di Baskoro 84, bersama dengan 17 anak
penghuni kos yang lain. Pemuda 20 tahun kelahiran Jakarta adalah seorang mahasiswa
Antropologi Undip yang ingin jadi orang kaya. Ia adalah anak ketiga dari tiga bersaudara.
Kehidupanya yang serba kecukupan membuatnya tidk terlalu banyak bertingkah atau berbuat
yang bukan-bukan. Bahkan kita sendiri perlu belajar banyak dari sosok ini, terutama dari
sikapnya yang penyabar dan menyerahkan semua pada yang maha kuasa. Pernah suatu hari
ketika hari kuliah libur. Ia kehilangan barang yang sangat penting bagi seorang mahasiswa
rantau. Laptop dan HP nya seharga lima juta telah raib dibawa oleh pencuri pagi itu.

Ruangan tersebut nampak lusuh dengan sampah yang berserakan disetiap sisi. Ditambah
dengan rak sepatu didalamnya yang semakin menunjukan kesan kumuh bagi pemilik kos. Di
luar ruangan terpampang tulisan alamat rumah kos “Baskoro 84” yang dihuni oleh beberapa
mahasiswa dari salah satu Universitas beken di Semarang. Di luar ruangan kondisi jalan
tampak sepi, hanya ada beberapa motor saja yang terparkir tidak rapi berjejer di luar.

Itu adalah hari minggu malam senin 18 Maret 2018 pukul 19.00. Tiga orang sedang
berdiskusi memikirkan sesuatu dengan pandangan kosong dan tatapan mata yang nampak
serius. Mereka sedang sibuk memikirkan sesuatu. Orang–orang disekitarnya penasaran
tentang apa yang sedang mereka fikirkan. Beberapa orang mendekat menanyakan apa yang
sebenarnya terjadi. Tapi mereka hanya diam tanpa kata, seolah menutupi apa yang
sebenarnya terjadi.

Septian salah satu penghuni kos mencoba bertanya. Ia nampak serius memandangi ketiga
temanya. Tujuh meter dari kamar kosnya ia mulai beranjak berjalan.
“Ada apa nih?”

Semua tampak diam, hingga kemudian salah seorang bernama Jeki menjawab.

“Telah terjadi pencurian yang menimpa Zanu”

Tiba-tiba salah seorang dari ketiga orang yang serius tadi bernama Reza angkat suara

“Tolong biarkan kami berfikir dulu atau coba kalian cari jalan keluarnya”

Zanu yakin bahwa si pencuri adalah orang sekitar kos yang sebelumnya telah mengamati
kondisi kamarnya terlebih dulu sebelum melakukan aksi. Gagasanya yang demikian ini pun
didukung oleh kondisi anak-anak dan pemuda sekiar kos nya yang memang tidak
mencermikan wilayah Tembalang sebagai daerah pelajar.

Karena mereka takut hal serupa akan terulang lagi, kejadian ini akhirnya dilaporkan kepada
pemilik kos. Pemilik kos takut akan keamanan yang ada di rumahnya akan berdampak pada
ketakutan penghuni kos lain yang mencoba berfikir untuk pindah kos. Kejadian ini kemudian
dilaporkan kepada pihak kepolisian. Kepada pihak polisi, Zanu menceritakan kronologi yang
sebenarnya. Polisi bergeming dan berjanji akan mengussut tuntas kasus ini. Apalagi memang
akhir-akhir itu kondisi keamanan di kota Smarang sedang dipertanyakan masnyarakat perihal
banyaknya gengster yang mengganggu aktivitas masyarakat terutama di malam hari. Bahkan
yang terbaru, baru-baru ini segerombol gangster berhasil ditangkap dan diamankan oleh
pihak polisi terkait kasus kejahatan yang mereka lakukan.

Semarang (Antaranews Jateng) - Polsek Tembalang, Kota Semarang, menyelidiki tindak


pidana yang dilakukan oleh sekelompok remaja yang menamanakan diri Gangster 69 yang
sudah meresahkan masyarakat. Kapolsek Tembalang Kompol Budi Rahmadi di Semarang,
Kamis, mengatakan belasan anggota geng tersebut diamankan di lokasi dan waktu yang
berbeda-beda. "Ada laporan dari masyarakat yang resah atas keberadaan kelompol remaja
ini," katanya. Ia menuturkan sekelompok remaja dengan rentang usia antara 16 hingga 20
tahun ini dilaporkan melakukan pengeroyokan terhadap warga. Menurut dia, kelompok ini
menyerang warga yang ditemui di jalan. "Ada tiga lokasi yang dilaporkan telah terjadi
penyerangan oleh kelompok ini," katanya. Ia menjelaskan Gangster 69 yang terbentuk sejak
sebulan terakhir ini berkomunikasi dengan anggotanya melalui media sosial. Ia menyebut
kelompok ini tidak memiliki pemimpin maupun markas untuk berkumpul. "Mereka ini
sekelompok remaja yang sedang mencari jati diri. Mereka ingin kelompoknya diakui oleh
kelompok lain," katanya. Aksi terakhir kelompok ini terjadi pada 2 Februari 2019 yang
menyebankan sejumlah korban luka. Bersama dengan para remaja tersebut, polisi
mengamankan sejumlah senjata tajam yang diduga digunakan untuk menakut-nakuti dan
menganiaya korbannya. Ia menyebut terdapat tujuh pelaku yang diproses hukum karena
penganiayaan. Sementara anggota sisanya, kata dia, akan dikembalikan kepada orangtuanya
untuk dibina. "Hingga saat ini masih dijerat atas tindak pidana penganiayaan, tidak sampai ke
tindak pidana lainnya," katanya.

Minimnya lapangan pekerjaan di kota Semarang disinyalir menjadi faktor utama penyebab
maraknya aksi liar yang sering terjadi di kawasan ibu kota Jawa Tengah tersebut.
Ia juga orang yang peduli dengan kondisi masyarakat sekitar terutama anak-anak yang tinggal
di lingkungan kos nya. Ia menjelaskan bahwa kondisi anak-anak disini cukup miris, ditambah
dengan minimnya peranan orang tua dalam memberikan pengawasan dan medidik anaknya.

Pengawasan dan didikan dari pada orang tua Zanu rasa masih sangat kurang, apalagi jika kita
mengamati fenomena anak-anak yang ada di kondisi sekitar kampus Undip. Anak-anak
seakan tidak pernah diajari sopan santun dan tata krama oleh orang tuanya. Mereka sangat
asyik bermain dijalanan tanpa mempedulikan hak pengguna jalan. Pengguna jalan diminta
harus mengalah jalan tersebut dijadikan sebagi tempat bermain bagi anak-anak mereka.
Seolah-olah pemerintah membangun jalan tersebut untuk kepentingan mereka sendiri bukan
untuk kepentingan umum.

Padahal jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori,
dan jalan kabel.

Hal ini tentu saja akan mengganggu para pengguna jalan dan tentunya akan berbahaya bagi
anak-anak tersebut. Para orang tua hanya menyaksikan ank-anak nya bermain bola atau
saling kejar dengan gembira sambil ngobrol dipinggir jalan dengan asiknya.

Begitupun ketika di masjid, anak-anak tampak beringas bermain berlarian kesana kemari
tanpa ada yang menegurnya. Tentu saja hal ini akan mengganggu konsentrasi warga dan
orang lain yang sedang beribadah di masjid. Bahkan orang tua yang ada di dalam masjid
seolah olah melindungi kebebasan mereka bermain tanpa mempedulikan orang dari daerah
lain yang sedang berdoa.

Padahal fungsi masjid itu sendiri adalah rumah tempat ibadah umat Islam atau Muslim.
Masjid artinya tempat sujud, dan sebutan lain bagi masjid di Indonesia
adalah musholla, langgar atau surau. Istilah tersebut diperuntukkan bagi masjid yang tidak
digunakan untuk Sholat Jum'at, dan umumnya berukuran kecil. Selain digunakan sebagai
tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-
kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering
dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam
aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.

Jelas bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat ibadah masyarakat, bukan tempat untuk
bermain anak-anak. Beberapa orang luar yang sholat di masjid tersebut juga nampak kesal
akibat ulah anak-anak yang terlalu ramai bahkan sampai teriak-teriak dan berlarian didalam
masjid. Bahkan saking kesalnya mereka memarahi anak tersebut.

Pendidikan anak-anak yang ada disekitar lingkungan kos juga perlu dipertanyakan. Jika
diamati banyak anak-anak yang sudah berumur enam tahun tidak bersekolah. Hanya sekolah
mengaji saja di sore hari bersama pak ustad. Di dalam lingkungan kelurahan tersebut juga tak
ditemukan adanya sekolah dasar. Hanya ada satu saja wadah bermain dan belajar bagi anak,
dan itupun hanya dikeloka oleh perorangan. Reza sendiri tak pernah menjumpai ada kegiatan
belajar mengajar di tempat tersebut. Padahal anak-anak yang sudah berusia empat tahun
sekalipun seharusnya sudah dapat memeroleh pendidikan playgroup atau kelompok bermain.

Kini, usia anak masuk sekolah kian bergeser menjadi semakin cepat. Jika dahulu anda
mengetahui usia rata-rata anak mulai masuk TK adalah 4 tahun, dewasa ini para orang tua –
terutama orang tua muda mulai memasukkan anak mereka ke PAUD (pendidikan anak usia
dini) sejak usia 3 tahun. Bahkan, ada pula orang tua yang sudah menyekolahkan anaknya
sejak usia 1,5 tahun! Pandangan masyarakat terbagi dua dalam hal ini. Ada yang mendukung
anak bersekolah sedini mungkin. Mereka berpendapat bahwa anak-anak dapat memanfaatkan
momen bermain dan stimulasi yang memadai dan optimal selama ia bersekolah. Namun ada
pula yang kurang setuju dengan hal tersebut, karena khawatir anak keburu jenuh belajar
lantaran terlalu cepat disekolahkan.

Reza menambahkan, bahwa anak yang berumur enam tahun yang tingal di depan kos nya
tidak tahu-menahu tentang teknologi HP. Padalah biasanya anak seusia itu sudah paham apa
itu HP, terlebih lagi untuk mein game. Hal ini cukup miris, apalagi jika diajak bicara sang
anak sering kebingungan.

Reza menambahkan

“Pernah kemarin saat saya sedang main game anak tersebut hanya diam dari teras rumahnya”
Sedangkan beberapa anak lainya sedang asik menonton game yang saya mainkan”

Teman Reza, Okta yang saat itu sedang berada di lokasi menambahkan

“Iya seakan-akan anak-anak yang menonton saya main game ini terlalu nakal, bahkan HP
saya mau diminta dan memukul kalau tidak saya kasih pinjam”

Sehingga jika kondisi anak-anak yang demikian ini dibiarkan, maka generasi gangster yang
ada di Semarang akan semakin bertambah banyak saja dan tentunya juga akan
membahayakan para mahasiswa yang datang dari penjuru Indonesia.

Mengenai kondisi anak-anak yang tinggal di lingkungan kos nya bahkan sering mengganggu
penghuni kos ketika hari libur. Janu menambahkan bahwa ia bertekad untuk membantu
memberi masukan kepada anak-anak agar lebih bersikap tenang dalam artian tidak liar seperti
bermain dan berlarian seenaknya sendiri. Ia bahkan akan mengajak teman-temanya untuk ikut
serta membangun karakter anan-anak yang ada di lingkungan kos.

Teman-teman satu kos Zanu pun emnganggap Zanu sebagai orang yang hebat dan juga
penyabar dalam menghadapi segala masalah. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa teman,
seperti Reza, Okta, Jeki, dan Septian. Mereka pun siap untuk membantu temanya tersebut
dalam segala hal.

Sehingga Zanu dapat menyimpulkan bahwa kondisi masyarakat sekitar yang terlalu apatis
bahkan tidak peduli dengan perkembangan sang anak, meyakinkanya bahwa HP dan laptop
nya yang hilang telah dicuri oleh orang luar. Karena ia sendiri tak yakin jika teman-temanya
sendiri yang mencuri barang miliknya. Meski ia sempat melaporkan kasus ini kepada pihak
polisi tetapi tidak mendapatkan respon positif, Zanu tetap bersabar dan menganggap semua
yang menimpa dirinya ini adalah suatu ujian dari sang maha kuasa.
Hobi nya membaca buku memperluas pengetahuan dan pola pikirnya dalam hal menghadapi
segala sesuatu dengan kepala dingin. Sosok seperti inilah yang seharusnya dipelajari oleh
semua mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Yaitu dengan menyerahkan segala
masalah kepada Tuhan sang maha pencipta setelah kita berusaha keras. Karena usaha tanpa
doa akan sia-sia dan doa tanpa usaha adalah kebodohan.

Anda mungkin juga menyukai