Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara holistik dalam keperawatan diperlukan adanya suatu perubahan dengan


merubah cara pikir masyarakat tentang jenis-jenis pelayanan kesehatan yang muncul di
dalamnya. Karena perubahan itu merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan
atau perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis. Artinya
dapat menyesuaikan diri dari lingkungan yang ada atau beranjak untuk mencapai
kesehatan yang optimal. Holistik terkait dengan kesejahteraan (wellnes). Pelayanan pada
klinik HOLISTIC CARE didasarkan pada konsep keperawatan holistik yang meyakini
bahwa penyakit yang dialami seseorang bukan saja merupakan masalah fisik yang hanya
dapat diselesaikan dengan pemberian obat semata. Pelayanan keperawatan holistik
memberikan pelayanan kesehatan dengan lebih memperhatikan keutuhan aspek
kehidupan sebagai manusia yang meliputi kehidupan jasmani, mental, sosial dan
spiritual yang saling mempengaruhi. Klinik ini tidak saja menawarkan pelayanan
keperawatan dengan memanfaatkan teknologi perawatan moderen maupun beragam
terapi alternatif ataupun komplementer, tetapi juga pelayanan konseling dan promosi
kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


2. Apa definisi holisme ?
3. Bagaimana tujuan keperawatan secara holisme?
4. Apa contoh kasus dari holisme?
5. Bagaimana penyelesaian terhadap contoh kasus ?
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui definisi holisme.
3. Untuk mengetahui tujuan keperawatan secara holisme itu sendiri.
4. Untuk mengetahui contoh kasus yang berhubungan dengan holisme.
5. Untuk mengetahui penyelasaian dari contoh kasus.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Holisme

Holisme adalah memandang manusia secara utuh atau menyeluruh meliputi


empat aspek yaitu: bio, psiko, sosio, dan spiritual. Konsep ini meyakini bahwa empat
aspek diatas saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang
lainnya. Jadi dalam proses merawat klien tidak bisa hanya memprioritaskan salah satu
atau beberapa aspek, namun harus menyeluruh. Konsep holisme selalu mengemukakan bahwa
organisme merupakan satu kesatuan yang utuh, bukan terbagi-bagi dalam bagian-bagian.
Sehingga pikiran dan tubuh bukan merupakan bagian yang terpisah, tetapi merupakan satu bagian
yang utuh, dan apabila terjadi sesuatu pada salah satunya maka akan berpengaruh pada
keseluruhan. Jadi holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah laku sebagai
kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen berbeda. Jiwa dan
tubuh bukan dua unsur terpisah tetapi bagian dari satu kesatuan dan apa yang terjadi
dibagian satu akan mempengaruhi bagian lain.

Semisal seseorang menderita suatu penyakit yang mempengaruhi fisiknya, secara


tidak langsung psikologinya terganggu. Hal ini juga mempengaruhi hubungan sosial
dengan lingkungannya dan juga mempengaruhi keyakinannya (spiritual). Oleh karena itu
dalam keperawatan penyembuhan terhadap pasien harus meliputi empat aspek agar
terjadi keseimbangan antara yang satu dengan yang lain. Dan pasien juga akan sehat
secara utuh.

Semua bentuk praktik keperawatan yang tujuannya adalah membantu


kesembuhan seseorang secara menyeluruh. Perawat melihat pasien sebagai manusia
secara total dimana ada keterkaitan antara tubuh, pikiran, emosi, sosial/budaya, spirit,
relasi, konteks lingkungan. Asuhan keperawatan yang didasarkan kepada perawatan
pasien secara total yang mempertimbangkan kebutuhan fisik, emosi, sosial, ekonomi dan
spiritual seseorang. Perawat perlu mempertimbangkan respon pasien terhadap
penyakitnya dan mengkaji tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
dirinya. Perawat harus menjadi teman yang mendukung dan memotivasi pasien,
mendorong pasien agar pasien memahami arti kehidupan.
2.2 Tujuan Keperawatan Secara Holisme

Tujuan perawatan secara holisme adalah untuk membentuk manusia yang sehat
secara utuh yang meliputi empat aspek yaitu aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual. Jadi
perawatan tidak hanya memberikan obat semata, melainkan perawatan juga mengacu
pada aspek psikologi atau apa yang klien alami (rasakan). Selain itu perawatan juga
harus dilakukan pada hubungan sosial dan lingkungan yang bertujuan untuk
menyembuhkan dan mencegah agar penyakit tersebut tidak kembali lagi. Serta
perawatan juga mengacu pada keyakinan pasien dengan cara memberikan segesti kepada
klien, termasuk memberikan pendidikan kesehatan.
2.3 Kasus

Seorang ibu mempunyai anak berinisial Z. Z adalah seorang anak yang selalu ceria,
dan dia juga suka sekali berkomunikasi dengan banyak orang. Akan tetapi akhir-akhir ini
sang ibu merasa bahwa sikap anaknya mulai berubah. Ketika dirumah Z seringkali
melamun, menyendiri di kamaranya, bahkan di suruh makan pun Z sering kali menolak.
Z juga menolak untuk bersekolah. Ketika ada teman menjenguknya, Z hanya berdiam
diri dan tidak mau berkomunikasi dengan teman-temanya. Z juga seringkali tersenyum
sendiri bahkan hingga tertawa tanpa sebab. Dan hal ini sangat membuat ibunya khawatir
akan kondisi Z. Ibu Z pernah sesekali menanyakan kepada Z kenapa sikapnya yang
berubah, akan tetapi respon Z hanya diam. Sang ibu menanyakan kepada anggota
keluarga lain tentang bagaimana solusi yang tepat terhadap apa yang dialami oleh
anaknya. Salah satu anggota keluarga menyarankan agar Z dibawa ke RSJ dulu untuk
mengetahui sebab kenapa Z bersikap tidak seperti biasanya. Akan tetapi sang ibu
memilih untuk mendatangkan perawat jiwa ke rumah. Ketika perawat melihat kondisi Z
perawat mulai mendekati Z secara perlahan akan tetapi Z tidak merespon sama sekali.
Pendekatan satu sampai tiga telah dilakukan akan tetapi Z tetap tida merespon. Akan
tetapi sebagai seorang perawat jiwa yang profesional hal itu bukan menjadi hambatan.
Perawat tetap melakukan pendekatan, dan pada pendekatan ke empat Z mulai merespon.
Sang perawat menanyakan apa penyebab Z berubah. Z mengatakan bahwa dia
mengalami banyak masalah dan salah satunya masalah yang membuatnya menarik diri
dari lingkungannya yaitu disebabkan oleh keluarganya yang kurang baik. Ibu dan
ayahnya selalu bertengkar dan Z tidak tahan dengan pertengkaran yang kedua
oranguanya buat. Ditambah lagi ibu dan ayahnya memutuskan untuk bercerai. Hal inilah
yang membuat Z terpukul dan tidak mau lagi berkomunikasi dengan siapapun termasuk
orangtuanya.

Perawat lega karena Z telah mau membicarakan penyebab dari sikap Z yang
berubah. Akan tetapi Z masih saja tidak mau berkomunikasi, suka melamun dan tertawa
sendiri. Dan perawat tersebut menjelaskan kepada anggota keluarga kenapa Z bersikap
aneh. Z sekarang ini memiliki gangguan Isolasi Sosial.
A. Penjelasan Isolasi Sosial

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien
mungkin merasa ditolak, diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain.

Tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial..

1. Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari


orang lain, misalnya pada saat makan.
2. Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain / perawat.
3. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
4. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
5. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
6. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
7. Posisi janin pada saat tidur.
8. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul

Dampak dari Perilaku isolasi sosial pada klien yaitu menarik diri dapat berisiko terjadinya
perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang
sebenarnya tidak ada.
2.4. Solusi Terhadap Kasus

Solusi yang dapat diambil dalam mengatasi kasus isolasi sosial yaitu dengan cara
memasukkan empat aspek, yaitu aspek bio, psiko, sosio, dan spiritualnya.

Anda mungkin juga menyukai