Anda di halaman 1dari 71

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Otonomi daerah sebagai wujud dari kewenangan penyelenggaraan
pemerintahan di daerah secara luas dicanangkan melalui Undang-undang Nomor
32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Undang-undang otonomi daerah tersebut memberikan angin segar kepada
pemerintah daerah karena otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas,
nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara professional termasuk
menentukan kebijakan dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang berasal
dari daerah sebagai pendapatan asli daerah (PAD) yang digunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan dan sebesar-besar kemakmuran rakyat di daerah.
Salah satu sumber pendapatan yang ada di daerah melalui penerapan kebijakan
publik adalah parkir berlangganan disamping bertujuan untuk mengatur ketertiban
dan tata ruang kota yang nyaman dan aman.
Salah satu Kabupaten yang menerapkan kebijakan parkir berlangganan
adalah Kabupaten Sidoarjo yakni Kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa
Timur. Kebijakan parkir berlanggananan di Kabupaten Sidoarjo didasarkan pada
Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2006 tentang Retribusi Parkir, Peraturan Bupati
Sidoarjo Nomor 4 tahun 2006 tentang Pelayanan Retribusi Parkir, Surat
Keputusan Bupati Sidoarjo No.188/71/404.1.1.3/2006 dan Peraturan Daerah
Kabupaten Sidoarjo Nomor 8 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pajak Parkir.
Peraturan Daerah tersebut diberlakukan sebagai upaya pemerintah daerah dalam
menggali dan mengembangkan potensi daerah dalam rangka memperoleh dana
sehubungan dengan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan

I-1
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

daerah sebagaiamana Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 salah satu sumber


penerimaan daerah adalah dari PAD (Pendapatan Asli Daerah) yakni Pendapatan
yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 Pendapatan
Asli Daerah diperoleh dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolahan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang
sah.
Pelaksanaan kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo pada
prakteknya mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana
disajikan dalam tabel berikut.
Tabel I.1
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2014 dan 2015
NO. URAIAN TAHUN 2015 % TAHUN 2014
1 Retribusi Jasa Umum 28,782,236,291 114.76 23,942,846,333
Retribusi Pelayanan
1.1 11,194,400,500 170.48 6,262,836,500
Kesehatan
Retribusi Pelayanan
1.2 1,363,467,000 63.62 1,323,438,000
Persampahan/Kebersihan
Retribusi Biaya Pengurusan
Dokumen Penyelenggaraan
1.3 0 0.00 237,730,000
Administrasi
Kependudukan
1.4 Retribusi Pelayanan Pasar 10,620,872,350 100.08 9,881,209,475
Retribusi Pengujian
1.5 4,084,215,000 112.23 3,979,395,000
Kendaraan Bermotor
Retribusi Pemeriksaan Alat
1.6 247,076,000 103.70 226,491,500
Pemadam Kebakaran
Retribusi Pengendalian
1.7 1,272,205,441 67.67 2,031,745,858
Menara Telekomunikasi
2 Retribusi Jasa Usaha 34,294,758,991 100.32 31,867,601,724
Retribusi Pemakaian
2.1 3,445,339,411 129.14 2,564,842,974
Kekayaan Daerah

I-2
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

2.2 Retribusi Terminal 808,012,600 103.06 751,342,000


Retribusi Rumah Potong
2.3 1,054,815,000 70.42 1,526,277,100
Hewan
Retribusi Tempat Rekreasi
2.4 1,583,181,980 117.88 1,452,124,150
dan Olah Raga
2.5 Retribusi Parkir 27,403,410,000 98.24 25,573,015,500
Retribusi Perizinan
3 76,292,837,079 111.85 40,834,942,202
Tertentu
Retribusi Izin Mendirikan
3.1 61,442,457,229 109.06 31,311,596,847
Bangunan
Retribusi Izin
3.2 10,343,167,450 117.54 9,451,724,355
Gangguan/Keramaian
3.3 Retribusi Izin Trayek 68,173,000 97.99 71,621,000
Retribusi Perpanjangan
IMTA (Izin
3.4 4,439,039,400 147.97 0
Memperkerjakan Tenaga
Asing)
TOTAL PENERIMAAN
139,369,832,361 109.33 96,645,390,259
RETRIBUSI

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa pada tahun 2014 total


penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari penerimaan retribusi sebesar Rp.
96.645.390.259, sementara pada tahyn 2014 Pendapatan Asli Daerah dari
penerimaan retribusi sebesar Rp. 139,369,832,361 dengan penerimaan jumlah
retribusi parkir yang juga meningkat yakni sebesar Rp. 25,573,015,500 pada tahun
2014 dan 27,403,410,000 pada tahun 2015. Data tersebut menunjukan parkir
berlangganan menjadi salah satu pendongkrak pendapatan asli daerah Kabupaten
Sidaorjo. Namun dengan adanya peningkatan pendapatan asli daerah tersebut
apakah mampu meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya
pelanggan parkir berlangganan yang nanti akan penulis bahas pada penelitian ini
sedangkan berdasarkan data hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Yulia Febrianti dengan judul Analisis Kualitas Pelayanan Retribusi Parkir

I-3
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Berlangganan (Studi di Dinas Perhubungan perihal Parkir Berlangganan di


Kabupaten Sidoarjo) memberikan kesimpulan bahwa penyelenggaraan pelayanan
parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo pelu untuk lebih ditingkatkan kembali.
Hal ini ditunjukkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab penyelenggara layanan
belum mampu dilaksanakan dengan baik, hak pengguna jasa layanan parkir
berlangganan belum mampu dipenuhi secara keseluruhan, persepsi dan respon
pengguna terhadap layanan parkir berlangganan tidak memuaskan dan
beranggapan layanan parkir berlangganan perlu untuk lebih ditingkatkan, capaian
tujuan penyelenggaraan layanan parkir berlangganan lebih berorientasi pada
peningkatan PAD dari pada peningkatan pelayanan parkir dan belum mampu
mencapai tujuan yang diharapkan masyarakat yaitu menikmati parkir gratis,
layanan parkir berlangganan perlu untuk lebih ditingkatkan kembali.1
Penelitian yang berkaitan dengan parkir berlangganan adalah penelitian
yang dilakukan oleh Martinus Richard Norin Reswa yang berjudul Efektifitas
Kebijakan Parkir Berlangganan dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Lamongan. Kesimpulan hasil penelitian menyebutkan bahwa
kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Lamongan telah berjalan secara
efektif dan terlihat dari beberapa indikator yaitu kebijakan parkir berlangganan di
kabupaten Lamongan memiliki tujuan yang jelas yaitu peningkatan pendapatan
asli daerah dan system pengawasan pelaksanaannya telah diatur dengan baik
melalui peraturan lisan dan tertulis untuk mengontrol kinerja juru parkir dalam
pelayanan kepada pengguna jasa serta membentuk tim pengawas. Sedangkan dari
segi pendapatan asli daerah setelah diberlakukannya kebijakan parkir
berlangganan di Kabupaten Lamongan sangat berpengaruh hingga mencapai
lonjakan pendapatan 385,9 di tahun pertama dari yang awalnya hanya Rp.
600.000.000,- pertahun menjadi Rp. 6.244.503.000,-. Terdapat beberapa
kesamaan dan perbedaan antara penelitian ini persamaannya adalah sama-sama
meneliti pengaruh parkir berlangganan terhadap pendapatan asli daerah sedangkan
perbedaannya fokus penelitian ini pada evaluasi kebijakan parkir dan lokasi
penelitian di Kabupaten Sidoarjo.

1
Yulia Febrianti, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1077-1085

I-4
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Penelitian selanjutnya adalah yang berjudul Implementasi Kebijakan


Publik (Studi Deskriptif tentang Implementasi Kebijakan parkir Berlangganan di
Kabupaten Sidoarjo) yang ditulis oleh Faris Angger Hidayatullah. Kesimpulan
hasil penelitian menyebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan parkir
berlangganan di Kabupaten Sidoarjo tidak baik terlihat dalam pola dan tahap
pelayanan, pengendalian serta pada tahap pengawasan masih kurang. Hal ini
ditunjukkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab penyelenggara layanan belum
mampu dilaksanakan dengan baik, hak pengguna jasa layanan parkir
berlangganan belum mampu dipenuhi secara keseluruhan, persepsi dan respon
pengguna terhadap layanan parkir berlangganan tidak memuaskan dan
beranggapan layanan parkir berlangganan perlu untuk lebih ditingkatkan,
mekanisme pengawasan yang tidak maksimal ketika di lapangan yang dilakukan
oleh pengawas juru parkir kepada juru parkir dengan tidak melakukan tugas
sebagaimana kewajiban pengawas juru parkir, capaian tujuan penyelenggaraan
layanan parkir berlangganan lebih berorientasi pada peningkatan Pendapatan Asli
Daerah. Terdapat beberapa kendala dalam penyelenggaraan pelayanan parkir
berlangganan yaitu: belum adanya kerjasama yang optimal antar berbagai
stakeholder, masih adanya juru parkir berlangganan yang memungut uang parkir,
SDM pengawas yang kurang, sistem pengawasan yang kurang optimal, sarana dan
prasarana yang kurang, Miss oriented. Persamaan dengan penelitian ini adalah
objek penelitian yakni parkir berlangganan di kabupaten Sidoarjo perbedaannya
pada penelitian terdahulu tersebut mendeskripsikan implementasi atau penerapan
kebijakan parkir berlangganan sedangkan pada penelitian ini menekankan pada
evaluasi eksistensi dan implikasi kebijakan parkir berlangganan terhadap
kepuasan masyarakat Kabupaten Sidoarjo.
Sejak diberlakukannya peraturan daerah tentang parkir berlangganan di
Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2015 sudah berjalan 9
tahun yang diharapkan oleh sebagian masyarakat mampu meningkatkan ketertiban
dan kenyamanan dalam berparkir serta memiliki dampak postitif secara langsung
kepada masyarakat khususnya pemilik kendaraan bermotor. Pada kenyataannya
kebijakan parkir berlangganan telah mampu meningkatkan pendapatan asli daerah
Kabupaten Sidoarjo namun disisi lain bagaimana eksistensi kebijakan parkir dan

I-5
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

implikasinya pada tingkat kepuasan masyarakat Sidoarjo masih belum diktehaui


secara pasti sehingga perlu diadakan peneletian dengan maksud tersebut,
mengingat bahwa implementasi kebijakan perkir berlangganan yang didasarkan
pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 telah menuai berbagai reaksi dari
masyarakat diantaranya pada tahun 2009 berdasarkan data yang penulis dapatkan
melalui situs www.pusaka-community.org yaitu media aplikasi pengaduan yang
bernama Aplikasi P3M Online diperoleh data sebagai berikut:

Tabel I.2
Pengaduan Masyarakat Melalui Aplikasi P3 M Online
Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009
Tanggal Subyek
Materi Aduan
Pengaduan Pengaduan
22 Juli 2009 Parkir Mohon untuk parkir berlangganan pada saat
berlangganan pengurusan STNK ditiadakan saja, karena di
saat nguruss Krian tidak ada tempat untuk itu. Buat dahulu
STNK sarananya, sosialisasikan baru kemudian di
ujikan ke masyarakat apakah layak ataukah
tidak. Setelah itu baru bikin aturan. Berapa duit
yang masuk tapi fasilitas parkir berlangganan
nggak ada.
27 Agustus parkir saya pemegang restribusi langganan parkir seri
2009 berlangganan A dgn no 006525, pada tanggal 26 agust 2009.
saya parkir mobil ddepan apotik & optik gama
sidoarjo, baru prtama kali mau menggunakan
fasilitas parkir brlangganan thun 2009. yg ada
saya merasa kecewa dgn juru parkir yg ada
dsana, sya sudah tunjukkan stiker langganan
parkir saya, trnyata juru parkir dsana malah
marah & memukul mobil saya. memang stiker
parkir langganan 2009 saya miliki sejak juli, sya
g'mau gunakan karena sudah ada stiker

I-6
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

langganan masih ditarik uang parkir & g'da


karcisnya lagi, ternyata perasaan saya benar,
saya ditarik uang parkir & saya g'beri juru parkir
malah memukul mobil saya. kpada pihak yg
berwenang mohon tanggapannya, klu memang
blom bisa pake sistem langganan jgn paksa
pemilik kendaraan membayar retribusi parkir
berlanggan melalui samsat saat perpanjangan
Pajak kendaraan bermotor. trima kasih atas
perhatian.
24 Agustus Biaya Parkir Yth. 1. Dinas Perhubungan
2009 di Pemda Dengan Hormat,
Sidoarjo Bapak-bapak/Ibu-ibu yang sedang menjalankan
amanah..rakyat.
Saya ingin menanyakan mengenai masalah uang
Pakir yang sedang anda pungut, yang mana
setiap Warga wajib PKB diharuskan membayar
Retribusi PARKIR berlangganan Rp. 25.000 utk
R 2 dan Rp. 50.000 tk R. 4. sebagaimana
tercantum pada Perda 1 TAHUN 2006
Yang ingin Saya Tanyakan:
1. Tolong Publikasikan kepada masyarakat
penggunaan uang tersebut setiap bulan sekali.
2. Lokasi tempat parkirnya itu dimana ? (jangan
cuma di tulis sepeti di informasi yang ada di
samsat : tepi jalan, Rumah sakit pemkab, pasar
dll) tapi apa kenyataanya jukir di situ malah
berkata ke pada saya ...kalao ngak mau bayar
pakir saja di samsat mas... lo gimana nih.. la
wong di SAMSAT sendiri masih bayar kok
kataku.
3. Apakah sudah ada tenaga Pakir yang resmi

I-7
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

untuk mengatasai pelanggan pakir ini


pakkkkkkkkkk?
4. apakah sudah ada Sosialisasi ke masyarakat
luas pakkkkkkkkkkkkkk (kapan kok aku ngak
pernah tahu)?
5. Jelaskan lokasinya dimana saja, bila perlu ada
lokasi jelas jadi kita ngak bingung pakkkkkkk,
misal kalao di pasar sebelah mana kanan, kiri,
atas bawah, atau ada lokasi sendiri) gituuuu
loh pakkkkkkk, bila perlu SRAGAM
KHUSUS PARKIR BERLANGGANAN.
Terima kasih pakkkkkkkkkkkkkkkk...
saya tungggu jawabannya...
paaaaaaaaaaaaaaak
18 parkir tujuan orang bayar pajak kendaraan, bukan bayar
September berlangganan parkir berlangganan (Rp. 25.000,-). yg namanya
2009 berlangganan itu jangan dipaksakan, biarkan
orang itu memilih (bayar/tidak)...kayak preman
saja.
apa pemda sidoarjo sekarang jadi preman
kacangan?
8 Parkir Tadi saya parkir sepeda motor di kawasan parkir
September Berlangganan berlangganan depan apotek tujuh jl raden patah,
2009 Omong saya masih ditarik parkir, saya kasih 500, minta
Kosong, seribu, lalu saya tunjukkan tanda langganan
guyonan tok parkir. saya tanya, apa ini ndak berlaku, dgn
santainya dijawab "ya berlaku, tapi ndak
sekarang, sekarang ini lebaran sekali setahun".
saya ngga habis pikir kok bisa gitu, terpaksa saya
bayar, saya pikir percuma berurusan dgn orang
yg tidak punya otak. saya sangat kecewa, buat
apa bikin peraturan kalo cuma untuk

I-8
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

menyengsarakan rakyat, kalau sudah gini siapa


yg bertanggung jawab. ya moga moga aja pihak2
yg bertanggung jawab bisa menindak lanjuti
aduan ini degan tindakan nyata, demi sidoarjo yg
lebih maju. terima kasih
13 Oktober Parkir saya mau menanggapi masalah PARKIR di
2009 Sidoarjo
1. Tarif parkir dikawasan alun-alun (sebelah
parkir kereta kuda). Disitu tarif parkirnya
Rp.2.000. Ada Stempel Pemkab lagi di karcis
parkir khususnya. yang saya mau tanyakan,
sebenarnya berapa tarif parkir di Sidoarjo ini?
Apa dananya masuk ke kas Pemkab atao
tidak? karena dengan hal ini, alun2 yang
sebenarnya menjadi tempat rekreasi yg murah
menjadi mahal. tolong dievaluasi & ditindak
apabila ada pelanggaran mengingat lokasi
tersebut cukup dekat dengan kantor pemkab
maupun Pol PP. thx
2. Lokasi parkir berlangganan di Sidoarjo
khususnya Sidoarjo kota ini dimana saja?
karena setiap kita memperpanjang STNK
kendaraan diwajibkan membayar karcis parkir
berlangganan, tetapi manfaat dari karcis itu
tidak bisa kita nikmati. tolong dievaluasi
karena cukup merugikan masyarakat.
24 NopemberParkir Yang menjadi Wilayah / Lokasi parkir
2009 Berlangganan berlanggankan termasuk jalan umum, RSUD
Kab. Sidoarjo dan halaman kantor gedung milik
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, saya sudah
punya rekening parkir berlangganan tetapi saya
parkir sepeda motor ditempat parkir kolam

I-9
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

renang Gor Sidoarjo tetap ditarik Rp. 1.000,-


menurut perda retribusi karcis parkir di
Kabupaten Sidoarjo Rp. 500,- kan percuma saja
saya mempunyai rekening parkir berlangganan
yang tarik melalul pembayaran pajak kendaraan
bermotor, dan petugas juru parkir di tempat
parkir kolam GOR Sidoarjo yang tidak
menggiraukan rekening parkir berlangganan dan
tetap menarik bayar parkir adala orang
perempuan, maka kami mohon juru parkir
berlokasi di kolam renang GOR Sidoarjo supaya
ditertibkan sebab halaman parkir kolam renang
GOR Sidoarjo adala aset milik Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo.
Demikian atas perhatiannya kami sampaikan
terima kasi
4 NopemberRetribusi Parkir Yth. Pejabat berwenang
2009 Berlangganan Beberapa waktu lalu saya mendengarkan radio
Suara Surabaya dengan topik Retribusi Parkir
Berlangganan. Salah satu warga mengemukakan
pendapat bahwa percuma dengan retribusi
berlangganan, toh kalo ke kantor SAMSAT tetap
ditarik biaya parkir. Saya juga membuktikan hal
tersebut, ketika mengurus atau membayar PKB.
Baik di SAMSAT dekat Gelora Delta Sidoarjo,
maupun di SAMSAT Krian, saya juga
mengalami hal sama yaitu tetap ditarik biaya
parkir meskipun telah membayar parkir
berlangganan. Setahu saya, SAMSAT melalui
Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur juga
mendapat bagi hasil dari Retribusi Parkir
Berlangganan Tersebut.

I-10
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Bagaimana kebijakan yang senyatanya?? Apakah


Kantor SAMSAT tidak termasuk lokasi yang
bebas parkir?? Kiranya pejabat berwenang
memberikan penjelasan segamblang mungkin,
sehingga masyarakat tidak merasa 'bingung' atau
ada yang bilang 'tertipu' dengan kebijakan ini.
Semoga setiap kebijakan pemkab Sidoarjo
senantiasa bermuara pada masyarakat.
Wassalam,
Sarjono

Berdasarkan tabel di atas selama tahun 2009 setidaknya ada 8 jenis aduan
yang masuk dan masing-masing aduan merupakan bentuk protes dan ketidak
puasan atas diberlakukannya kebijakan parkir berlangganan. Beeberapa aduan
sepanjang bulan Juli sampai dengan Desember 2009 tersebut membuktikan bahwa
semenjak diterapkan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo, pelayanan parkir
berlangganan terus mendapat sorotan, kritik, dan bahkan penentangan oleh
masyarakat. Sorotan tajam tersebut mengindikasikan adanya pelayanan yang
dipandang tidak memberikan hasil yang sesuai dengan harapan masyarakat.
Keluhan dan kritikan masyarakat terhadap layanan parkir berlangganan di
Kabupaten Sidoarjo merupakan isu yang sangat luas. Hal tersebut dibuktikan
dengan fakta dominannya protes parkir berlangganan sebagai aduan masyarakat
yang resmi disampaikan melalui salah satu pusat pengaduan dibanding keluhan
masyarakat yang lain.
Penentangan terhadap layanan parkir berlangganan tidak hanya datang dari
masyarakat melainkan juga dari beberapa Fraksi yang ada di DPRD Kabupaten
Sidoarjo, bahkan mereka mulai melahirkan usulan untuk dilakukannya
pencabutan Peraturan Daerah tentang parkir berlangganan sebagaimana
disampaikan fraksi PDI Perjuangan yang penulis kutip berikut ini.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) meminta agar
parkir berlangganan yang selama 6 tahun ini diterapkan untuk ditinjau
ulang karena selama ini dalam penerapannya dirasa cukup merugikan

I-11
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

warga Sidoarjo. “Maka fraksi kami meminta kepada eksekutif untuk


meninjau ulang parkir berlangganan,” kata juru bicara fraksi PDI-P,
Sudjalil, Senin (1/12/2014). Menururt Sudjalil bahwa masih saja dijumpai
adanya pungutan liar kepada setiap kendaraan yang sudah menerapkan
sistem parkir berlangganan. Berbeda dengan fraksi PDI-P, fraksi Gerindra
justru mendukung dengan adanya sistem parkir berlangganan yang selama
ini telah diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo,
Karena sistem parkir berlangganan terbukti telah meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sidoarjo sebesar Rp 18 miliar
untuk tahun anggaran 2014. “Sistem parkir berlangganan tidak perlu
dihapus, karena selama ini telah terbukti menyumbang terhadap PAD
Kabupaten Sidoarjo dengan jumlah yang sangat besar,” ucap M. Rifa’i,
namun wakil ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo itu meminta agar Pemkab
Sidoarjo membenahi pelayanan sistem parkir berlangganan sehingga
masyarakat tidak merasa dirugikan.
“Sistem pelayanannya saja yang harus dibenahi oleh Pemkab Sidoarjo,
terutama marakanya pungli yang dilakukan oleh jukir-jukir nakal,”
tegasnya. Sebagaimana diketahui bahwa sistem parkir berlangganan telah
digugat oleh M. Sholeh (38 tahun) warga Magersari 82, Kecamatan Krian
ke Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo karena dianggap telah meresahkan
dan memaksakan kehendak kepada masyarakat Kabupaten Sidoarjo.
Adapun dalam gugatanya itu, M. Sholeh menggugat Bupati Sidoarjo dan
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolahan, Kekayaan dan Aset (DPPKA)
Kabupaten Sidoarjo. Menurut M. Sholeh bahwa dalam Peraturan Daerah
(Perda) Kabupaten Sidoarjo nomor 2 tahun 2012 tentang parkir
berlangganan sama sekali tidak mencantumkan kalimat yang menyatakan
wajib dalam membayar parkir berlangganan.2

Evaluasi yang disampaikan DPRD Kabupaten Sidoarjo tersebut


sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2012 dengan alasan pengelolaan parkir

2
http://www.beritasidoarjo.com/?p=5944, 1 Desember 2014 (dikutip tanggal 18 Januari 2016)

I-12
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

oleh dinas perhubungan amburadul DPRD meminta pengelolaan parkir ditangani


perusahaan daerah (PD) parkir. Berikut kutipannnya.

Pengelolaan parkir berlangganan yang ditangani Dinas Perhubungan


(Dishub) Sidoarjo masih berantakan. Sehingga kalangan dewan mendesak,
agar pengelolaan parkir ditangani Perusahaan Daerah (PD) Parkir.
Ketua Komisi B DPRD Sidoarjo Agil Effendy mengatakan, dari hasil
evaluasi, pengelolaan parkir berlangganan tidak sesuai yang diharapkan.
Padahal sudah ada pengawas juru parkir (jukir) yang bertugas mengawasi
jukir nakal."Meski sudah ada pengawas jukir, ternyata masih ada keluhan
dari masyarakat. Saat parkir di kawasan parkir berlangganan masih ditarik
uang parkir," kata Agil Effendy, di Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), Rabu
(26/12/2012). Politikus Partai Demokrat (PD) itu menegaskan, segera
mengusulkan Peraturan Daerah (Perda) inisiatif PD Parkir ke Badan
Legislasi (Baleg) DPRD Sidoarjo. Sehingga, PD Parkir paling tidak sudah
bisa diterapkan Tahun 2014 nanti. "Itu dilakukan, untuk pendapatan dari
parkir berlangganan saat ini mencapai Rp 23 miliar. Namun, disinyalir di
lapangan masih terjadi kebocoran," ucapnya. Bukan hanya itu, jika
nantinya parkir ditangani PD, keseluruhan pendapatan akan masuk ke
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo. "Sedangkan saat ini hasil dari
pendapatan parkir sebagian kecil diterima Polres Sidoarjo dan Dispenda
Pemprov Jatim," tandasnya. Sekedar diketahui, sejak diberlakukannya
parkir berlangganan tahun 2009 lalu, kendaraan berpelat nomor W
(Sidoarjo) langsung dipunguti parkir berlangganan saat membayar pajak
kendaraan bermotor di Samsat. Untuk kendaraan roda dua dipungut Rp
25.000,-, kendaraan roda empat Rp 50.000,- dan kendaraan roda lebih dari
empat Rp 60.000,-. Parkir berlangganan banyak dikeluhkan warga karena
saat mereka parkir di kawasan parkir berlangganan masih ditarik uang
parkir. Selain itu, jumlah kawasan parkir berlangganan terbatas dan
kebanyakan di pusat kota. Bukan hanya itu, di beberapa fasilitas umum
milik Pemkab, seperti di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo
sebagian belum masuk kawasan parkir berlangganan. Sehingga, program

I-13
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

parkir berlangganan terkesan hanya mengeruk pendapatan tapi pelayanan


tak maksimal.3

Sementara pada bulan Juni 2016 kebijakan peraturan parkir berlangganan


di Kabupaten Sidoarjo dicabut oleh Kementerian Dalam Negeri, berikut
kutipannya.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI mencabut peraturan daerah


(perda) yang mengatur tentang retribusi parkir, termasuk parkir
berlangganan. Pencabutan perda ini dilakukan pada Juni 2016 bersamaan
dengan pencabutan 3.143 perda se-Indonesia. Pada laman
http://www.kemendagri.go.id, perda-perda seperti Perda Perparkiran,
Perda Retribusi Parkir Di Tepi Jalan Umum, dan Perda Retribusi Jasa
Umum, yang di dalamnya juga mengatur cara pemungutan parkir
berlangganan ini dinyatakan dibatalkan dan direvisi. Tak hanya Perda
2/2012 tentang Penyelenggaraan Parkir di Sidoarjo, tetapi juga di kota dan
kabupaten lain, seperti Mojokerto, Kediri, Lamongan dan lainnya juga
dibatalkan berdasarkan keputusan Mendagri, Tjahjo Kumolo pada 13 Juni
2016. Meskipun telah dibatalkan, pungutan parkir berlangganan di
Sidoarjo, Kota Mojokerto, dan sejumlah wilayah lain di Jatim masih tetap
berlangsung. Pencabutan perda ini dilakukan, karena dianggap bermasalah.
"Mendagri mempunyai kewenangan untuk membatalkan peraturan di
tingkat provinsi, kabupaten/kota," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen)
Kemendagri, Yuswandi A, Kamis (16/6/2016) dalam jumpa pers di
Jakarta. Secara terpisah, Kepala Bagian Hukum Pemkab Sidoarjo, Heri
Soesanto mengatakan, Kemendagri baru menyerahkan surat keputusan
pembatalan Perda tentang Penyelenggaraan Parkir di Kabupaten Sidoarjo
pekan lalu. Sekarang, surat keputusan itu masih berada di Biro Hukum
Pemprov Jatim. "Kami belum tahu bagaimana kelanjutannya, kami akan
konsultasi dengan DPRD dulu. Kami juga belum terima surat
keputusannya, sekarang (surat keputusan) masih di Biro Hukum Pemprov

3
http://daerah.sindonews.com/ (dikutip, 19 Januari 2016)

I-14
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Jatim," kata Heri, Senin (19/9/2016). Dikatakannya, penyerahan surat


keputusan pembatalan Perda itu dibarengkan dengan rapat antara
Kemendagri dan Bagian Hukum seluruh Jawa, Bali, dan Sumatera. Acara
itu digelar tiga hari mulai Rabu (14/9/2016) sampai Jumat (16/9/2016).
Rapat itu juga membahas soal pembatalan beberapa perda di sejumlah
daerah. "Kemendagri secara simbolis menyerahkan surat keputusan
pembatalan Perda ke Sekda Sumatera Selatan dan Sekda Jawa Barat.
Secara legitimasi, kami baru menerima surat keputusan itu sekarang,"
ujarnya. Menurutnya, kebijakan pembatalan Perda itu ditanggapi ramai
oleh daerah. Banyak daerah yang masih bingung dengan keputusan
Kemendagri itu. Termasuk, Pemkab Sidoarjo terkait pembatalan Perda
tentang Penyelenggaraan Parkir. Ia sempat menanyakan soal kebijakan itu
ke Kemendagri, apakah perda itu dibatalkan atau diubah. Tapi,
Kemendagri juga belum bisa memberikan penjelasan secara detail.
Menurutnya, ada ketidakjelasan dengan pembatalan perda itu. Ia
konfirmasi ke Kemendagri, yang dimaksud pembatalan bukan pembatalan
perda. Tetapi, ada poin-poin tertentu di perda yang harus diubah.
Misalnya, soal pemungutan retribusi parkir tidak boleh dilakukan di jalan
provinsi dan jalan pemerintah pusat. "Makanya kami akan bahas dulu
dengan dewan. Kalau perda itu dibatalkan berarti UU 28/2009 tentang
Pajak dan Retribusi juga harus dicabut. Karena pembuatan Perda itu
merujuk pada UU itu," katanya. Ia menegaskan, tidak ada Perda soal
Parkir Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo. Yang ada Perda tentang
Penyelenggaraan Parkir. Di dalam Perda itu mengatur tata cara
pemungutan retribusi parkir. Yakni dengan cara berlangganan dan
dipungut langsung di tempat parkir. "Jangan salah, Perda soal Parkir
Berlangganan itu tidak ada, yang ada Perda soal Penyelenggaraan Parkir,"
ujarnya.4

Untuk mengetahui eksitensi kebijakan retribusi parkir berlangganan dan


implikasinya pada tingkat kepuasan masyarakat maka penulis tertarik untuk

4
http://surabaya.tribunnews.com/2016/09/20/ (dikutip, 19 Januari 2016)

I-15
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

mengadakan penelitian dengan judul Studi Evaluasi Kebijakan Retribusi Parkir


Berlangganan di Kabupaten Sidoarjo.

1.2. Rumusan Masalah


Adanya penerapan kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo
maka akan berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
digunakan untuk kegiatan pembangunan di Kabupaten Sidoarjo. Bukan hanya
pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kebijakan parkir berlangganan
diharapkan akan berimplikasi positif terhadap tingkat kepuasan masyarakat.
Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil evaluasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten
Sidoarjo?
2. Bagaimana tingkat kepuasan masyarakat terhadap kebijakan parkir
berlangganan di Kabupaten Sidoarjo?

1.3. Tujuan Penelitian


Dengan melihat pokok permasalahan, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hasil evaluasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten
Sidoarjo
2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap kebijakan parkir
berlangganan di Kabupaten Sidoarjo

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
akademis maupun secara praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah:

1.4.1 Manfaat Akademis


1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi
perkembangan Ilmu Admnistrasi Negara khususnya dalam bidang evaluasi
kebijakan publik parkir berlangganan dan tingkat kepuasan masyarakat.

I-16
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

2. Sebagai rujukan bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian


yang relevan

1.4.2 Manfaat praktis


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau kontribusi
pemikiran bagi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam menentukan kebijakan
dalam penggalian pendapatan asli daerah dari sektor perkir berlangganan

1.5. Kerangka Teori


1.5.1. Kebijakan Publik
1.5.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Menurut kamus Bahasa Indonesia kebijakan berasal dari kata bijak yang
artinya pandai, mahir. Kebijakan berarti kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan
dalam suatu rangkaian konsep dan azas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak dalam
pemerintahan umum.5 Istilah kebijaksanaan dan kebijakan berasal dari kata policy,
biasanya berkaitan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintah yang
mempunyai wewenang dan kekuasaan untuk mengarahkan suatu masyarakat dan
bertanggungjawab melayani kepentingan umum.6
Menurut Friedrick dalam Suntoro dan Hariri kebijakan adalah:
“… a proposed course of action of a person, group, or government within
a given environment providing obstacles and apportunities which the
policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or
realize an objective or a purpose”. Melalui perkataan yang sederhana,
kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah, dalam suatu lingkungan tertentu dengan
menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap
pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.7

5
Irawan Suntoro dan Hasan Hariri, Kebijakan Publik., (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), hal. 2.
6
Ibid. hal. 2
7
Ibid.,hal. 2

I-17
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Anderson dalam Suntoro dan Hariri mengemukakan bahwa “A Purposive


cours of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or
matter of concern”. Kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau
sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.8
Menurut pendapat Alfonsus Sirait kebijakan merupakan garis pedoman
untuk pengambilan keputusan.9 Pedoman atau garis besar tersebut bermanfaat
sebagai petunjuk haluan dan arah bagaimana tujuan akan dilaksankan. Dalam
mengambil keputusan kebijakan merupakan sesuatu yang bermanfaat dan dapat
membantu dan mengurangi masalah-masalah dan serangkaian tindakan untuk
memecahkan masalah tertentu, oleh sebab itu suatu kebijakan dianggap sangat
penting.
Dye dalam Suntoro dan Hariri menyebutkan kebijakan dengan istilah “is
whatever government choose to do or not to do”. Kebijakan publik adalah apapun
yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.10 Segala
sesuatu yang diperintahkan ataupun dilarang oleh pemerintah untuk ditaati oleh
masyarakat. Jadi berdasarkan pendapat tersebut segala sesuatu tindakan untuk
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah serta perintah atau larangan
kepada masyarakat dinamakan kebijakan.Merujuk pendapat tesebut kebijakan
tentunya berkaitan dengan masyarakat secara umum atau kebijakan ynag
diberlakukan kepada publik.
Wiliiam N. Dunn menyebut istilah kebijakan publik sebagai berikut:

“Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pola ketergantungan yang


kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung, termasuk
keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau
kantor pemerintah” 11

8
Ibid. hal. 2
9
Alfonus Sirait, Manajemen. (Jakarta: PT Gelora Aksara, 1991), hal. 115
10
Irawan Suntoro dan Hasan Hariri, Op.Cit., hal. 3
11
William N Dunn, Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada Uiversity Press, 2003),
hal. 112.

I-18
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Bedasarkan pendapat William N Dunn tersebut di atas mengindikasikan


bahwa dalam kebijakan publik adanya pilihan-pilihan kolektif yang saling
bergantung satu dengan yang lainnya, dimana didalamnya keputusan-keputusan
untuk melakukan tindakan dan kebijakan publik tersebut dibuat atau dikeluarkan
oleh badan atau kantor pemerintah. Suatu kebijakan apabila telah dibuat dan
ditetapkan, selanjutnya harus diimplementasikan atau diterapkan untuk
dilaksanakan oleh bagian-bagian yang ada di sejajarnya atau dibawahnya, serta
dilakukan evaluasi pada penerapan tersebut untuk dapat dijadikan sebagai bahan
pengawasan terhadap kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan itu
sendiri dan bahan menentukan tindakan kebijakan selanjutnya.
Edward III dan Sharkansky dalam Widodo mengemukakan kebijakan
publik adalah:
“What government say and do, or not to do, it is the goals or purpose of
government programs. (apa yang dikatakan dan dilakukan, atau tidak
dilakukan. Kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari
program-program pemerintah.12

Pendapat Edward III dan Sharkansky menyebutkan kebijakan publik


adalah apa yang yang dikatakan untuk dilakukan atau tidak dilakukan yang
berkaitan dengan tujuan dan sasaran yang termuat dalam program-program yang
telah dirancang oleh pemerintah. Sementara Miriam Budiarjo mengemukakan
pengertian kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh
seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan
dan cara-cara untuk mencapai tujuan itu.13
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik merupakan suatu kumpulan keputusan dari keputusan-keputusan
yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik yaitu pemerintah
dengan berusaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan yang ingin
dicapai. Sejalan dengan pendapat di atas Harold Laswell dalam Inu Kencana
Syafie mengemukakan istilah kebijakan sebagai berikut:

12
Widodo, Implementasi Kebijakan, (Bandung: CV Pustaka Pelajar, 2001), hal. 190.
13
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Indonesia, 2000),
hal. 56

I-19
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

“Tugas intelektual pembuatan keputusan meliputi penjelasan tujuan,


penguraian kecenderungan, penganalisaan keadaan, proyeksi
pengembangan masa depan dan penelitian, penilaian dan penelitian, serta
penilaian dan pemilihan kemungkinan” 14

Berdasarkan pendapat Harold Laswell tersebut, kebijakan diartikan oleh


Harold sebagai tugas intelektual pembuatan keputusan yang meliputi berbagai hal
yaitu penjelasan mengenai tujuan yang ingin dicapai dari suatu kebijakan yang
telah direncanakan, penguraian kecenderungan untuk memilih beberapa tujuan
yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi yang ada, memproyeksikan
pengembangan dampak dan kinerja kebijakan di masa depan serta melakukan
penelitian dan evaluasi sebagai dasar tindak lanjut hasil evaluasi kebijakan
tersebut.
Pendapat lain dikemukakan David Easton dalam Muchsin dan Fadillah
bahwa kebijakan publik adalah sebuah proses pengalokasian nilai-nilai secara
paksa kepada seluruh masyarakat yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang
seperti pemerintah.15 Pendapat tersebut diartikan bahwa suatu nilai-nilai yang
diterapkan pemerintah kepada masyarakat dapat dilakukan melalui paksaan dan
paksaan ini sah dilakukan dan sifat paksaan ini hanya dimiliki oleh kebijakan
pemerintah bukan kebijakan yang diambil oleh organisasi-organisasi swasta. Hal
ini berarti kebijakan publik menuntut adanya ketaatan dari masyarakat secara
paksa. Sifat paksaan ini yang membedakan kebijakan sektor publik atau kebijakan
yang diterapkan pemerintah dengan kebijakan sektor swasta. Pemahaman ini,
pada sebuah kebijakan umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk hukum,
dalam bentuk Peraturan Daerah misalnya. Sebab, sebuah proses kebijakan tanpa
adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi operasionalisasi
dari kebijakan publik tersebut. Perlu diperhatikan, kebijakan publik tidaklah sama
dengan hukum, walaupun dalam sasaran praktis di lapangan kedua-duanya sulit
dipisahkan.

14
Inu Kencana Syafei , Pengantar Ilmu Pemerintahan, (Bandung: Refika Aditama, 1992), hal. 235
15
H. Muchsin, & Fadillah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik, (Malang: Averroes, 2002), hal.
23.

I-20
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Berbagai pengertian kebijakan publik telah dikemukakan di atas dari


berbagai pendapat ahli. Sebagai bahan pembahasan selanjutnya dalam pnlitian ini
merujuk pada pengertian kebijakan publik sebagaimana disimpulkan oleh Suntoro
dan Hariri adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi
pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. 16

1.5.1.2 Perumusan Kebijakan Publik


Munculnya kebijakan publik diawali dengan suatu perumusan. Irawan
Suntoro dan Hasan Hariri menyebutkan perumusan usulan kebijakan adalah
kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk
memecahkan masalah, fase ini seringkali disebut formulasi kebijakan.17 Kraft dan
Furlong dalam Suntoro dan Hariri menjelaskan bahwa formulasi kebijakan
sebagai desain dan penyusunan rancangan tujuan kebijakan dan strategi untuk
pencapaian tujuan kebijakan tersebut.18 Perumusan masalah merupakan langkah
awal dalam pembuatan suatu kebijakan publik. Suatu kebijakan tidak akan
dimunculkan dan ditetapkan apabila tidak ada suatu masalah yang
melatarbelakanginya.
Pendapat di atas sejalan dengan William N. Dunn yang menyebtukan
suatu perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah
dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan agenda (agenda
setting).19 Hal tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan publik dibuat dikarenakan
adanya masalah publik yang terjadi, sehingga permasalahan tersebut dapat
diantisipasi dan mencapai tujuan yang diharapkan. William N Dunn menjelaskan
bahwa:
“Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang
tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-

16
Suntoro dan Hariri, Op.Cit, hal. 4
17
Suntoro dan Hariri, Ibid, hal. 69
18
Suntoro dan Hariri, Ibid
19
William N Dunn, Op.Cit, hal. 26

I-21
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

tujuan yang memungkinkan memadukan pandangan-pandangan yang


bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru”.20

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah awal


dari pembuatan kebijakan publik adalah perumusan kebijakan publik dengan
menyusun setiap permasalahan publik yang terjadi seperti suatu agenda contohnya
peraturan atau Undang-undang. Untuk merumuskan masalah publik yang benar
dan tepat dapat didasarkan atau melihat dari karakteristik masalah publik
sebagaimana pendapat Subarsono, yaitu:
1. Saling ketergantungan (interdependence) antara berbagai masalah.
2. Subyektivitas dari masalah kebijakan.
3. Artificiality masalah.
4. Dinamika masalah kebijakan.21
Saling ketergantungan antara berbagai masalah menjadi pertimbangan
pertama mengingat bahwa suatu permasalahan dapat mempengaruhi permasalahan
lainnya sehingga apabila salah satu permasalahan diselesaikan akan berdampak
pada penyelesaian masalah yang lain paling tidak dapat berdampak positif dari
satu masalah terhadap masalah yang lainnya. Sehingga perumusan suatu masalah
bukan pekerjaan yang mudah karena masalah publik bersifat kompleks oleh
karenanya dalam mrumuskan masalah harus mengetahui terlebih dahulu
karakteristik permasalahannya. Suatu masalah tidak dapat berdiri sendiri, selalu
ada keterkaitan antara masalah yang satu dengan yang lain. Sehingga dari hal
tersebut mengharuskan dalam analisis kebijakan untuk menggunakan pendekatan
holistik dalam memecahkan masalah dan dapat mengetahui akar dari
permasalahan tersebut.
Masalah kebijakan haruslah bersifat subyektif, dimana masalah tersebut
merupakan hasil dari pemikiran dalam lingkungan tertentu. Ketiga, yaitu suatu
fenomena yang dianggap sebagai masalah karena adanya keinginan manusia
untuk mengubah situasi. Keempat, suatu masalah kebijakan solusinya dapat
berubah-ubah. Maksudnya adalah kebijakan yang sama untuk masalah yang sama

20
Wiliiam N Dunn.. Ibid, hal. 26.
21
Subarsono, A. G , Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), hal. 24-25.

I-22
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

belum tentu solusinya sama, karena mungkin dari waktunya yang berbeda atau
lingkungannya yang berbeda.

1.5.1.3 Unsur-unsur Kebijakan Publik


Sebagai suau sistem yang terdiri dari sub sistem atau elemen komposisi
kebijakan publik terdiri dari beberapa unsur. Unsur-unsur kebijakan publik dapat
dijadikan pedoman dalam perumusan maupun sebagai bahan evaluasi. Adapun
unsur kebijakan publik menurut Abidin dalam Suntoro dan Hariri dilihat dari
strukturnya terdapat lima unsur kebijakan yaitu22:
1. Unsur Tujuan Kebijakan
Tujuan menjadi unsur utama kebijakan karena tanpa adanya tujuan tidak
perlu adanya kebijakan. Kebijakan yang baik sudah tentu memiliki tujuan yang
baik. Tujuan yang baik sekurang-kurangnya memenuhi empat kriteria:
a) Tujuan yang diinginkan dapat diterima banyak pihak dan didukung oleh
golongan yang kuat dalam masyarakat dan mewakili mayoritas
b) Tujuan yang rasional merupakan pilihan yang terbaik dari beberapa
alternative yang diperhitungkan atas dasar kriteria-kriteria yang relevan dan
masuk akal
c) Tujuan yang baik masuk akal (logis) dan mempunyai gambaran yang jelas.
d) Tujuan kebijakan mempunyai orientasi kedepan
2. Unsur Masalah
Masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam kebijakan.
Kesalahan dalam menentukan masalah secara tepat dapat menimbulkan kegagalan
total dalam seluruh proses kebijakan. Masalah harus dapat diidentifikasi secara
tepat agar dapat menentukan metode pemecahan masalah tersebut dengan tepat
pula.
3. Unsur tuntutan (demand)
Tuntutan atau dukungan merupakan salah satu partisipasi dari masyarakat.
Apabila dalam menanggapi tuntutan dengan cara yang baik tentu akan terwujud
suatu kebijakan yang baik pula. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus

22
Suntoro dan Hariri, Op.Cit, hal. 4

I-23
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

mampu mengadopsi tuntutan tersebut dan mengklasifikasikannya sebagai tuntutan


untuk kepentingan semua golongan.
4. Unsur dampak (outcomes)
Dampak merupakan tujuan lanjutan yang timbul sebagai pengaruh dari
tercapainya suatu tujuan. Tiap tindakan menimbulkan akibat atau dampak dalam
masyarakat daripada target yang diperhitungkan dalam suatu kebijakan.
5. Unsur sarana atau alat kebijakan (policy instrument)
Suatu kebijakan dilaksanakan dengan menggunakan sarana dimaksud.
Beberapa dari sarana ini antara lain kekuasaan, insentif, penngembangan
kemampuan, simbolis dan perubahan kebijakan itu sendiri.

1.5.1.4 Implementasi Kebijakan Publik


Ripley dan Franklin dalam Suntoro dan Hariri berpendapat bahwa
implementasi adalah apa yang terjadi setelah peraturan perundang-undangan
ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan atau suatu
jenis keluaran yang nyata.23 Program kebijakan yang telah diambil sebagai
alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh
badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Hersel
Nogi S Tangkilisan mengutip pengertian implementasi menurut Patton dan
Sawicki bahwa:

”Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk


merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara
untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan
yang telah diseleksi”.24

Berdasarkan pengertian di atas, implementasi berkaitan dengan berbagai


kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan suatu program, dimana pada posisi
ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir. Seorang eksekutif mampu
mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat
mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap
perencanaan yang telah dibuat dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah

23
Ibid, hal. 77.
24
Hersel Nogi S Tangkilisan, Kebijakan, (Jakarta: Media Persada, 2003), hal. 9

I-24
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

bagi realisasi program yang dilaksanakan. Sementara Dunn mengistilahkan


implementasi dengan lebih khusus dengan menyebutnya implementasi kebijakan
(policy implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan
dalam kurun waktu tertentu25. Pendapat William N Dunn ini menekankan
pengertian implementasi sebagai suatu pelaksanaan pengendalian dari sebuah
kebijakan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan merupakan pelaksanaan dari pengendalian aksi kebijakan dalam kurun
waktu tertentu. Sementara Riant Nugroho D berpendapat bahwa:

“Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah


kebijakan dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang. Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah
yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-
program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari
kebijakan publik tersebut”.26

Implementasi kebijakan menurut pendapat di atas, tidak lain berkaitan


dengan cara agar kebijakan dapat mencapai tujuan. Kebijakan publik tersebut
diimplementasikan melalui bentuk program-program serta melalui turunan.
Turunan yang dimaksud adalah dengan melalui proyek intervensi dan kegiatan
intervensi. Menurut Darwin dalam Widodo terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam persiapan proses implementasi yang perlu dilakukan,
setidaknya terdapat empat hal penting dalam proses implementasi kebijakan, yaitu
pendayagunaan sumber, pelibatan orang atau sekelompok orang dalam
implementasi, interpretasi, manajemen program, dan penyediaan layanan dan
manfaat pada publik.27
Persiapan proses implementasi kebijakan agar suatu kebijakan dapat
mewujudkan tujuan yang diinginkan harus mendayagunakan sumber yang ada,
melibatkan orang atau sekelompok orang dalam implementasi,
menginterprestasikan kebijakan, program yang dilaksanakan harus direncanakan

25
William N Dunn, Op.Cit, hal. 132
26
Riant Nugroho, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2004), Hal. 158
27
Widodo, Op.Cit., hal. 194.

I-25
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

dengan manajemen yang baik, dan menyediakan layanan dan manfaat pada
masyarakat. Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan
suatu program, Subarsono mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan Dennis A.
Rondinelli bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi
kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor
tersebut adalah28:

1. Kondisi lingkungan. Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi


kebijakan, lingkungan tersebut mencakup lingkungan sosio cultural
serta keterlibatan penerima program.
2. Hubungan antar organisasi. Implementasi sebuah program perlu
dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan
koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu
program.
3. Sumberdaya organisasi untuk implementasi program. Implementasi
kebijakan perlu disukung sumberdaya, baik sumberdaya manusia
(human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non human
resources).
4. Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana. Maksudnya adalah
mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan
yang terjadi dalam birokrasi dimana semua itu akan mempengaruhi
implementasi suatu program

Berdasarkan faktor di atas, yaitu kondisi lingkungan, hubungan antar


organisasi, sumberdaya organisasi untuk mengimplementasi program,
karakteristik dan kemampuan agen pelaksana merupakan hal penting dalam
mempengaruhi suatu implementasi program. Sehingga faktor-faktor tersebut
menghasilkan kinerja dan dampak dari suatu program yaitu sejauh mana program
tersebut dapat mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.

28
Subarsono, A. G, Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), hal. 101.

I-26
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Sementara menurut Anderson dalam Suntroro dan Hariri menyebutkan ada


beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan sebagai berikut:29
1. Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan-keputusan
badan pemerintah
2. Adanya kesadaran untuk menerima kebijaksanaan
3. Anya keyakinan bahwa kebijaksanaan itu dibuat secara sah,
konstitusional dan oleh pejabat yang berwenang untuk itu serta melalui
prosedur yang benar
4. Adanya kepentingan pribadi
5. Adanya hukuman-hukuman tertentu bila tidak melaksanakan
kebijaksanaan.

Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan orang tidak mematuhi dan


melaksanakan kebijaksanaan Negara menurut Anderson dalam Suntoro dan Hariri
adalah: 30
1. Kebijaksanaan bertentangan dengan sistem nilai masyarakat
2. Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum
3. Keanggotaan seseorang dalam suatu perkumpulan atau kelompok
4. Adanya ketidakpastian hukum

Edward III dalam dalam Suntoro dan Hariri menyebutkan lima faktor yang
berpengaruh terhadap implementasi kebijakan yaitu:31

1) Komunikasi. Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar


implementator mengeyahui apa yang harus dilakukan yaitu tujuan dan
sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran
sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.
2) Sumber daya. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya
manusia dan sumber daya financial

29
Suntoro dan Hariri, Op.Cit., hal. 79.
30
Ibid., hal. 80.
31
Ibid. hal. 80

I-27
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

3) Disposisi. Watak dan karakter yang dimiliki implementator seperti;


komitmen, kejujuran, sifat demokrasi
4) Struktur birokrasi. Salah satu struktur birokrasi yang penting adalah
SOP (standard operating procedure) menjadi pedoman bagi setiap
implementator dalam bertindak.

Meriles dalam Suntoro dan Hariri menyebutkan bahwa keberhasilan


implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variabel bebas yaitu isi kebijakan
dan lingkungan kebijakan.32
1. Isi kebijakan; mencakup kadar kepentingan kelompok sasaran termuat dalam
isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran, perubahan
yang diinginkan dari sebuah kebijakan.
2. Lingkungan kebijkan; mencakup seberapa besar kekuatan dan strategi yang
dimiliki oleh para actor yang terlibat dalam implementasi kebijakan,
karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa, tingkat kepatuhan dan
responsive kelompok sasaran.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas peranan badan atau lembaga
pemerintah sangat besar untuk secara persuasive mampu memberikan dorongan
kepada anggota-anggota masyarakat agar mematuhi dan melaksanakan setia
kebijakan Negara.

1.5.1.5 Evaluasi Kebijakan Publik


1. Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik
Evaluasi merupakan salah satu tingkatan di dalam proses kebijakan publik,
evaluasi adalah suatu cara untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program itu
berjalan dengan baik atau tidak. Evaluasi mempunyai definisi yang beragam,
William N. Dunn, memberikan arti pada istilah evaluasi bahwa:

“Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran


(appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-
kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti

32
Suntoro dan Hariri, Op.Cit., hal. 81.

I-28
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan
produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan”.33

Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan merupakan hasil


kebijakan dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau
sasaran kebijakan. Bagian akhir dari suatu proses kebijakan adalah evaluasi
kebijakan. Menurut Lester dan Stewart yang dikutip oleh Leo Agustino bahwa
evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan
dan untuk mengetahui apakah kebijakan telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat
menghasilkan dampak yang diinginkan34. Jadi, evaluasi dilakukan karena tidak
semua program kebijakan publik dapat meraih hasil yang diinginkan. Adapun
menurut Taliziduhu Ndraha bahwa evaluasi merupakan proses perbandingan
antara standar dengan fakta dan analisa hasilnya.35 Kesimpulannya adalah
perbandingan antara tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah
dengan kejadian yang sebenarnya, sehingga dapat disimpulkan dengan analisa
akhir apakah suatu kebijakan harus direvisi atau dilanjutkan. Sudarwan Danim
mengemukakan definisi penilaian (evaluating) adalah sebagai berikut.36

“Proses pengukuran dan perbandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang


nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya. Ada beberapa hal
yang penting diperhatikan dalam definisi tersebut, yaitu:
a. Bahwa penilaian merupakan fungsi organik karena pelaksanaan fungsi
tersebut turut menentukan mati hidupnya suatu organisasi.
b. Bahwa penilaiaan itu adalah suatu proses yang berarti bahwa penilaian
adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan oleh administrasi dan
manajemen
c. Bahwa penilaian menunjukkan jurang pemisah antara hasil pelaksanaan
yang sesungguhnya dengan hasil yang seharusnya dicapai”

33
William N. Dunn, Op.Cit., hal. 608.
34
Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2006), hal. 186.
35
Taliziduhu Ndraha, Konsep Administrasi dan Administrasi di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,
1989), hal. 201.
36
Sudarwan Danim, Pengantar studi Penelitian Kebijakan, (Jakarta: BumiAksara, 2000), hal. 14

I-29
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Berdasarkan pendapat di atas dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi


adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur serta membandingkan
hasil-hasil pelaksanaan kegiatan yang telah dicapai dengan hasil yang seharusnya
menurut rencana. Sehingga diperoleh informasi mengenai nilai atau manfaat hasil
kebijakan, serta dapat dilakukan perbaikan bila terjadi penyimpangan didalamnya.
Menurut Muchsin evaluasi kebijakan pemerintah adalah sebagai hakim yang
menentukan kebijakan yang ada telah sukses atau gagal mencapai tujuan dan
dampak-dampaknya.37 Evaluasi kebijakan pemerintah dapat dikatakan sebagai
dasar apakah kebijakan yang ada layak untuk dilanjutkan, direvisi atau bahkan
dihentikan sama sekali.
2. Fungsi dan Karakteristik Evaluasi Kebijakan Publik
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan.
Menurut William N. Dunn fungsi evaluasi, yaitu:

“Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid
dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Kedua, evaluasi memberi
sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
pemilihan tujuan dan target. Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada
aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan
masalah dan rekomendasi”.38

Berdasarkan pendapat William N. Dunn di atas dapat disimpulkan bahwa


evaluasi merupakan suatu proses kebijakan yang paling penting karena dengan
evaluasi kita dapat menilai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan dengan
melalui tindakan publik, dimana tujuan-tujuan tertentu dapat dicapai. Sehingga
kepantasan dari kebijakan dapat dipastikan dengan alternatif kebijakan yang baru
atau merevisi kebijakan. Evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakannya
dari metode-metode analisis kebijakan lainnya yaitu39:

37
H. Muchsin dan Fadillah Putra, Op.Cit., hal. 110.
38
William N Dunn. Op.Cit., hal. 610.
39
Ibid, Hal. 608-609.

I-30
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

a. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada


penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan
program.
b. Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik ”fakta”
maupun “nilai”.
c. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda
dengan tuntutan-tuntutan advokat, diarahkan pada hasil sekarang dan
masa lalu, ketimbang hasil di masa depan.
d. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai
kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus
cara.
Berdasarkan penjelasan di atas, karakteristik evaluasi terdiri dari empat
yang pertama yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah penilaian dari suatu
kebijakan dalam ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Kedua yaitu
interdependensi fakta-nilai, karena untuk menentukan nilai dari suatu kebijakan
bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dilihat dari bukti atau fakta
bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu. Ketiga yaitu orientasi masa
kini dan masa lampau, karena tuntutan evaluatif diarahkan pada hasil sekarang
dan masa lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan nilai dari kebijakan
tersebut. Keempat yaitu dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai
arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai
yang diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain.
3. Tipe Evaluasi
James Anderson membagi evaluasi kebijakan kedalam tiga tipe, yaitu:
a. Tipe pertama (evaluasi kebijakan fungsional), evaluasi kebijakan dipahami
sebagai kegiatan fungsional. Maka evaluasi kebijakan dipandang sebagai
kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri.
b. Tipe kedua, merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri pada
bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi seperti
ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut: apakah
program dilaksanakan dengan semestinya? Berapa biayanya? Siapa yang
menerima manfaat dan berapa jumlahnya? Apakah terdapat duplikasi atau

I-31
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

kejenuhan dengan program-program yang lain? Apakah ukuran-ukuran


dasar dan prosedur-prosedur secarah sah diikuti? Dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam melakukan evaluasi dan
memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program,
maka evaluasi dengan tipe seperti ini akan lebih membicarakan sesuati
mengenai kejujuran atau efisiensi dalam melaksanakan program.
c. Tipe ketiga adalah tipe evaluasi kebijakan sistematis. Tipe ini secara
komparatif masih dianggap baru, tetapi akhir-akhir ini telah mendapat
perhatian yang meningkat dari para peminat kebijakan publik. Evaluasi
sistematis melihat secara obyektif program-program kebijakan yang
dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat
sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai.
Evaluasi sistematis diarahkan untuk melihat dampak yang ada dari suatu
kebijakan dengan berpijak pada sejauh mana kebijakan tersebut menjawab
kebutuhan atau masalah masyarakat.40
4. Pendekatan Evaluasi
a. Evaluasi semu, evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan
evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan,
tanpa mannyakan manfaat atau nilai dari hasil kebijkaan tersebut pada
individu, kelompok atau masyarakat. Asumsi yang digunakan adalah
bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang
terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial.
b. Evaluasi formal, adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid
mengenai hasil-hasil kebijakan berdasarkan sasaran program kebijakan
yang telah ditetapkan secara formal oleh pembuat kebijakan. Asumsi
yang digunakan adalah bahwa sasaran dan target yang ditetapkan secara
formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk melihat manfaat atau
nilai dari program dan kebijakan.

40
Budi Winarno, Kebijakan Publik (Teori, Proses Dan Studi Kasus) (Yogyakarta: CAPS, 2012),
hal. 230.

I-32
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

c. Evaluasi keputusan teoritis, adalah pendekatan evaluasi yang


menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang
dapat dipercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara
eksplisit diinginkan oleh berbagai stakeholder. Dalam hal ini, evaluasi
keputusan teoritik berusaha untuk menentukan sasaran dan tujuan yang
tersembunyi dan dinyatakan oleh para stakeholder.41
5. Pengukuran dan Kriteria Evaluasi Kebijakan Publik
Menurut Bridgman & Davis Pengukuran evaluasi kebijakan publik secara
umum mengacu pada empat indikator pokok yaitu: (1) indikator input, (2)
indikator process, (3) indikator outputs dan (4) indikator outcomes.42 Adapun
penjelasannya sebagai berikut :
a. Indikator input memfokuskan pada penilaian apakah sumber daya pendukung
dan bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan.
Indikator ini dapat meliputi sumber daya manusia, uang atau infrastruktur
pendukung lainnya.
b. Indikator proses memfokuskan pada penilaian bagaimana sebuah kebijakan
ditransformasikan dalam bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat.
Indikator ini meliputi aspek efektivitas dan efisiensi dari metode atau cara yang
dipakai untuk melaksanakan kebijakan publik tertentu.
c. Indikator outputs (hasil) memfokuskan penilaian pada hasil atau produk yang
dapat dihasilkan dari sistem atau proses kebijakan publik. Indikator hasil ini
misalnya berapa orang yang berhasil mengikuti program tertentu.
d. Indikator outcomes (dampak) memfokuskan diri pada pertanyaan dampak yang
diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang terkena kebijakan.
Untuk memudahkan tentang pengukuran evaluasi kebijakan Badjuri &
Yuwono menyajikan tabel indikator evaluasi kebijakan sebagai berikut :43

41
Ibid., Hal. 233.
42
Bridgman, J. & Davis G. Australian Policy Handbook, (Allen & Unwin, NSW, 2000), hal. 130.
43
Abdulkahar Badjuri, & Teguh Yuwono, Kebijakan Publik Konsep & Strategi, (Semarang: Undip
Press, 2002), hal. 141

I-33
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Tabel I.3
Indikator Evaluasi Kebijakan
No Indikator Fokus Penilaian
1 Input 1. Apakah sumber daya pendukung dan bahan-bahan dasar
yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan ?
2. Berapakah SDM (sumber daya), uang atau infrastruktur
pendukung lain yang diperlukan?
2 Proses 1. Bagaimanakah sebuah kebijakan ditransformasikan
dalam bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat ?
2. Bagaimanakah efektivitas dan efisiensi dari metode / cara
yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan publik
tersebut ?
3 Outputs 1. Apakah hasil atau produk yang dihasilkan sebuah
kebijakan publik ?
2. Berapa orang yang berhasil mengikuti program /
kebijakan tersebut ?
4 Otcomes 1. Apakah dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau
pihak yang terkena kebijakan ?
2. Berapa banyak dampak positif yang dihasilkan ?
3. Adakah dampak negatifnya ? seberapa seriuskah ?
Sumber : Badjuri & Yuwono (2002:140-141)

Mengevaluasi suatu program atau kebijakan publik diperlukan adanya


suatu kriteria untuk mengukur keberhasilan program atau kebijakan publik
tersebut. Mengenai kinerja kebijakan dalam menghasilkan informasi terdapat
kriteria evaluasi menurut William N Dunn sebagai berikut44:

44
William N Dunn., Op.Cit. hal. 610.

I-34
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Tabel I.4
Kriteria Evaluasi Kebijakan
Tipe Kriteria Pertanyaan
Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan?
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan
masalah?
Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata
kepada kelompok-kelompok tertentu?
Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau
nilai kelompok-kelompok tertentu?
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna
atau bernilai?

Kriteria-kriteria di atas merupakan tolak ukur atau indikator dari evaluasi


kebijakan publik. Dikarenakan penelitian ini menggunakan metode kualitatif
maka pembahasan dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan yang
dirumuskan oleh William N. Dunn untuk setiap kriterianya. Sedangkan untuk
ilustrasi dilihat dari tabel di atas pembahasannya lebih kepada metode kuantitatif.
Untuk lebih jelasnya setiap indikator tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas
disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil
yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Seperti yang
dikemukakan oleh Arthur G. Gedeian dkk mendefinisikan efektivitas adalah That
is, the greater the extent it which an organization`s goals are met or surpassed,
the greater its effectiveness (Semakin besar pencapaian tujuan-tujuan organisasi
semakin besar efektivitas.45

45
Gedeian, A. G, Organization Theory and Design, (University of Colorado at danver, 1991), hal.
61.

I-35
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa apabila pencapaian tujuan-tujuan dari


organisasi semakin besar, maka semakin besar pula efektivitasnya. Pengertian
tersebut dapat disimpulkan adanya pencapaian tujuan yang besar dari organisasi,
maka makin besar pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-tujuan tersebut.
William N. Dunn menyatakan bahwa:

“Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternative


mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari
diadakannya tindakan yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas
teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai
moneternya”.46

Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata


dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi
masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut telah
gagal, tetapi adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif
dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu. Menurut
pendapat Mahmudi efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan,
semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka
semakin efektif organisasi, program atau kegiatan.47 Ditinjau dari segi pengertian
efektivitas usaha tersebut, maka dapat diartikan bahwa efektivitas adalah
sejauhmana dapat mencapai tujuan pada waktu yang tepat dalam pelaksanaan
tugas pokok, kualitas produk yang dihasilkan dan perkembangan. Pendapat lain
juga dinyatakan oleh Susanto yaitu efektivitas merupakan daya pesan untuk
mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi.48
Berdasarkan definisi tersebut, peneliti beranggapan bahwa efektivitas bisa tercipta
jika pesan yang disampaikan dapat mempengaruhi khalayak yang diterpanya.

46
William N Dunn., Op.Cit., hal. 429
47
Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), hal. 92
48
Astrid Susanto, Pendapat Umum, (Bandung:Bina Cipta, 1975), hal. 156

I-36
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Menurut pendapat David Krech, Ricard S. Cruthfied dan Egerton L.


Ballachey yang dikutip Sudarwan Danim menyebutkan ukuran efektivitas,
sebagai berikut:49

1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa


kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil
dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan
(input) dengan keluaran (output).
2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini
dapat kuantitatif (berdasarkan pula jumlah atau banyaknya) dan dapat
kualitatif (berdasarkan pada mutu).
3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif
dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan
kemampuan.
4. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi
dalam suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling
memiliki dengan kadar yang tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ukuran efektivitas


diharuskan adanya suatu perbandingan antara masukan dan keluaran. Ukuran dari
efektivitas mesti adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja
yang kondusif serta intensitas yang tinggi. Artinya ukuran dariefektivitas adalah
adanya keadaan rasa saling memiliki dengan tingkatan yang tinggi. Adapun
menurut pendapat Cambell yang dikutip oleh Richard M. Steers menyebutkan
beberapa ukuran efektivitas yaitu50:

1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi;


2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan;
3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan
kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik;

49
Sudarwan Danim Danim, Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004),
hal. 119-120.
50
M.R. Steers, Efektifitas Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 1985), hal. 46-48.

I-37
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap


biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut;
5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah
semua biaya dan kewajiban dipenuhi;
6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang
dan masa lalunya;
7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya
sepanjang waktu;
8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada
kerugian waktu;
9. Semangat kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian
tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan
perasaan memiliki;
10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu
untuk mencapai tujuan;
11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai
satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan
mengkoordinasikan;
12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk
mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk
mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan;

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran


efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan
tujuan yang akan dicapai. Selain itu, menunjukan pada tingkat sejauh mana
organisasi, program/kegiatan melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.
b. Efisiensi
Efektivitas dan efisiensi sangatlah berhubungan. Apabila kita berbicara
tentang efisiensi bilamana kita membayangkan hal penggunaan sumber daya
(resources) kita secara optimum untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Maksudnya adalah efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya
diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai.

I-38
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Adapun William N. Dunn berpendapat bahwa:

“Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan


untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan
sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara
efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter.
Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk
atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya
terkecil dinamakan efisien”.51

Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata
sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan
terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan
kebijakan telah melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan.
c. Kecukupan
Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah
dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn
mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh
suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah.52 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa kecukupan masih berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau
memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai
atau kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.
Hal ini, dalam kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan
antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. Kriteria tersebut berkenaan
dengan empat tipe masalah, yaitu:
1. Masalah Tipe I. Masalah dalam tipe ini meliputi biaya tetap dan
efektivitas yang berubah dari kebijakan. Jadi, tujuannya adalah
memaksimalkan efektivitas pada batas risorsis yang tersedia.

51
William N Dunn, Op.Cit., hal. 430.
52
Ibid.

I-39
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

2. Masalah Tipe II. Masalah pada tipe ini menyangkut efektivitas yang
sama dan biaya yang berubah dari kebijakan. Jadi, tujuannya adalah
untuk meminimalkan biaya.
3. Masalah Tipe III. Masalah pada tipe ini menyangkut biaya dan
efektivitas yang berubah dari kebijakan.
4. Masalah Tipe IV. Masalah pada tipe ini mengandung biaya sama dan
juga efektivitas tetap dari kebijakan. Masalah ini dapat dikatakan sulit
dipecahkan karena satu-satunya alternatif kebijakan yang tersedia
barangkali adalah tidak melakukan sesuatu pun.53

Tipe-tipe masalah di atas merupakan suatu masalah yang terjadi dari suatu
kebijakan sehingga dapat disimpulkan masalah tersebut termasuk pada salah satu
tipe masalah tersebut. Hal ini berarti bahwa sebelum suatu produk kebijakan
disahkan dan dilaksanakan harus ada analisis kesesuaian metoda yang akan
dilaksanakan dengan sasaran yang akan dicapai, apakah caranya sudah benar atau
menyalahi aturan atau teknis pelaksanaannya yang benar.
d. Perataan
Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan
keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. William N. Dunn
menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan
rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat.54 Kebijakan yang
berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil
didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan
mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Kunci dari perataan yaitu keadilan atau
kewajaran.
Seberapa jauh suatu kebijakan dapat memaksimalkan kesejahteraan sosial
dapat dicari melalui beberapa cara, yaitu:
1. Memaksimalkan kesejahteraan individu. Analis dapat berusaha untuk
memaksimalkan kesejahteraan individu secara simultan. Hal ini

53
Ibid, hal.430- 431.
54
Ibid., hal. 434.

I-40
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

menuntut agar peringkat preferensi transitif tunggal dikonstruksikan


berdasarkan nilai semua individu.
2. Melindungi kesejahteraan minimum. Di sini analis mengupayakan
peningkatan kesejahteraan sebagian orang dan pada saat yang sama
melindungi posisi orang-orang yang dirugikan (worst off). Pendekatan
ini didasarkan pada kriteria Pareto yang menyatakan bahwa suatu
keadaan sosial dikatakan lebih baik dari yang lainnya jika paling tidak
ada satu orang yang diuntungkan dan tidak ada satu orangpun yang
dirugikan. Pareto ortimum adalah suatu keadaan sosial dimana tidak
mungkin membuat satu orang diuntungkan (better off) tanpa membuat
yang lain dirugikan (worse off).
3. Memaksimalkan kesejahteraan bersih. Di sini analisis berusaha
meningkatkan kesejahteraan bersih tetapi mengasumsikan bahwa
perolehan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengganti bagian
yang hilang. Pendekatan ini didasarkan pada kriteria Kaldor-Hicks:
Suatu keadaan sosial lebih baik dari yang lainnya jika terdapat
perolehan bersih dalam efisiensi dan jika mereka yang memperoleh
dapat menggantikan mereka yang kehilangan. Untuk tujuan praktis
kriteria yang tidak mensyaratkan bahwa yang kehilangan secara nyata
memperoleh kompensasi ini, mengabaikan isu perataan.
4. Memaksimalkan kesejahteraan redistributif. Di sini analis berusaha
memaksimalkan manfaat redistributif untuk kelompok-kelompok yang
terpilih, misalnya mereka yang secara rasial tertekan, miskin atau sakit.
Salah satu kriteria redistributif dirumuskan oleh filosof John Rawls:
Suatu situasi sosial dikatakan lebih baik dari lainnya jika menghasilkan
pencapaian kesejahteraan anggota-anggota masyarakat yang dirugikan
(worst off).55

Formulasi dari Rawls berupaya menyediakan landasan terhadap konsep


keadilan, tetapi kelemahannya adalah pengabaian pada konflik. Pertanyaan
menyangkut perataan, kewajaran, dan keadilan bersifat politis cara-cara tersebut

55
Ibid., hal. 435-436.

I-41
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

tidak dapat menggantikan proses politik, berarti cara-cara di atas tidak dapat
dijadikan patokan untuk penilaian dalam kriteria perataan. Berikut menurut
William N. Dunn:

“Pertanyaan menyangkut perataan, kewajaran, dan keadilan bersifat


politis; dimana pilihan tersebut dipengaruhi oleh proses distribusi dan
legitimasi kekuasaan dalam masyarakat. Walaupun teori ekonomi dan
filsafat moral dapat memperbaiki kapasitas kita untuk menilai secara kritis
kriteria kesamaan, kriteria-kriteria tersebut tidak dapat menggantikan
proses politik”.56

Pelaksanaan kebijakan haruslah bersifat adil dalam arti semua sektor dan
dari segi lapisan masyarakat harus sama-sama dapat menikmati hasil kebijakan.
Karena pelayanan publik merupakan pelayanan dari birokrasi untuk masyarakat
dalam memenuhi kegiatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pelayanan publik sendiri menghasilkan jasa publik.
e. Responsivitas
Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon dari
suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan
suatu kebijakan. Menurut William N. Dunn menyatakan bahwa responsivitas
(responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat
memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat
tertentu.57 Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan
masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi
pengaruh yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan, juga
tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan
dalam bentuk yang positif berupa dukungan ataupun wujud yang negatif berupa
penolakan. Dunn juga mengemukakan bahwa:

56
Ibid. hal. 437.
57
Ibid., hal. 437.

I-42
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

“Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat


memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas, efisiensi, kecukupan,
kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari
kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan”. 58

Oleh karena itu, kriteria responsivitas cerminan nyata kebutuhan,


preferensi dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria efektivitas,
efisiensi, kecukupan, dan kesamaan.
f. Ketepatan
Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada
kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. William N. Dunn
menyatakan bahwa kelayakan (Appropriateness) adalah:

“Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk


dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang
direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria
kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini
menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk
merealisasikan tujuan tersebut” 59

Artinya ketepatan dapat diisi oleh indikator keberhasilan kebijakan lainnya


(bila ada). Misalnya dampak lain yang tidak mampu diprediksi sebelumnya baik
dampak tak terduga secara positif maupun negatif atau dimungkinkan alternatif
lain yang dirasakan lebih baik dari suatu pelaksanaan kebijakan sehingga
kebijakan bisa lebih dapat bergerak secara lebih dinamis.
Menurut Widodo dalam Suntoro dan Hariri evaluasi kebijakan publik
dibedakan menjadi dua macam yaitu:60
a) Tipe evaluasi hasil merupakan riset yang mendasarkan diri pada tujuan
kebijkan

58
Ibid.
59
Ibid. hal. 499.
60
Suntoro dan Hariri, Op.Cit., hal. 85

I-43
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

b) Tipe evaluasi proses yaitu riset evaluasi yang mendasarkan diri pada petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis. Ukuran keberhasilan suatu pelaksanaan
adalah keseuaian proses implementasi suatu kebijakan dengan garis petunjuk
yang telah ditetapkan.
Menurut Hamdi dalam Suntoro dan Hariri dari segi waktunya evaluasi
kebijakan dibedakan atas evaluasi kebijakan formatif dan evaluasi kebijkan
sumatif.61 Evaluasi kebijakan formatif adalah evaluasi kebijakan yang dilakukan
terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan dan fokus pada penilaian
tentang seberapa efektif suatu kebijakan dilaksanakan.

1.5.2. Pembiayaan Pembangunan Daerah


1.5.2.1. Tujuan Pembangunan Daerah
Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus
dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi pada suatu wilayah
dari waktu ke waktu.62 Pembangunan juga merupakan suatu proses yang multi
dimensional yang menyangkut perubahan-perubahan penting dalam suatu
struktur, sistem sosial, ekonomi, sikap masyarakat, dan lembaga-lembaga
nasional, akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka pengangguran,
dan pemberantasan kemiskinan 63
.
1.5.2.2. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Abdul Halim Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan
yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.64
Menurut Samudra pendapatan asli daerah adalah penerimaan dari
pungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah dan lainnya
yang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah itu yang digali atau disajikan
oleh daerah yang bersangkutan dan merupakan pula pendapatan daerah yang sah.

61
Ibid., hal. 85.
62
Gunawan Sumodiningrat, Pemberdayaan Masyarakat dan JPS, (Jakarta: PT Gramedia, 2009),
hal. 6.
63
Michael P. Todaro, Ekonomi Pembangunan di Dunia Ketiga, (Jakarta: Erlangga, 1997)
64
Abdul Halim, Akuntansi Keuangan Daerah, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hal. 94

I-44
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

65
Sedangkan Menurut Mardiasmo Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan
daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang sah.66
1.5.2.3. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Menurut Abdul Halim kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:67
a. Pajak Daerah
1) Pajak Provinsi
2) Pajak Kabupaten/ Kota
b. Retribusi Daerah, terdiri dari: Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan
Retribusi Perijinan Tertentu.

1.5.3. Pajak dan Retribusi Daerah


Pajak merupakan sumber pendapatan yang sangat penting bagi Negara
yang merupakan iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan Perundang-Undangan dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya
untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.68
Di Indonesia dikenal berbagai jenis pajak yang diberlakukan yang meliputi
seluruh aspek kehidupan masyarakat. Agar lebih mengerti dan memahami
mengenai pajak dan juga pajak daerah, maka terlebih dahulu akan dibahas
mengenai definisi pajak menurut pendapat beberapa sarjana.
Definisi atau pengertian pajak menurut Djajadiningrat adalah suatu
kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada Negara disebabkan
suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan

65
Azhari Aziz Samudra, Perpajakan di Indonesia ; Keuangan, Pajak dan Retribusi Daerah,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995), hal. 1.
66
Mardiasmo, Perpajakan edisi Revisi, (Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta, 2008), hal. 132.
67
Abdul Halim, Op.Cit., hal. 96.
68
R. Santoso Brotodihardjo, 1995, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung, PT. Eresco), hal. 2

I-45
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.69
Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah “Iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.70
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-
unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah
negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan
kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.71
Dari beberapa pengertian pajak tersebut di atas lebih banyak bercorak
ekonomis, yaitu adanya peralihan kekayaan dan biaya/pengeluaran negara untuk
penyelenggaraan kepentingan umum (masyarakat). Pajak sebenarnya adalah
hutang, yaitu hutang anggota masyarakat kepada masyarakat. Hutang menurut
pengertian hukum adalah perikatan (verbintenis) yang didahului dengan adanya
perjanjian, namun perikatan dalam hukum pajak tidak didasarkan atas perjanjian
tetapi atas ketentuan undang-undang.
Pajak bila dilihat dan segi hukum merupakan perikatan yang timbul karena
undang-undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh undang-undang (tatbestand), untuk membayar sejumlah
uang kepada negara (kas negara) yang pelaksanaannya dapat dipaksakan, tanpa
mendapatkan suatu imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk yang digunakan

69
Djoko Muljono, Hukum Pajak – Konsep, Aplikasi Dan Penuntun Praktis,(Yogyakartya, CV.
Andi Offset, 2010), hal. 1
70
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2008), hal. 1
71
Mardiasmo MBA, Perpajakan edisi Revisi 2008, (Yogyakarta, Penerbit Andi Yogyakarta,
2008), hal. 22

I-46
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (rutin dan pembangunan) dan


yang digunakan sebagai alat/sarana untuk mencapai tujuan-tujuan
negara/pemerintah di luar bidang keuangan. Tatbestand itu sendiri artinya sebagai
suatu keadaan, perbuatan maupun peristiwa yang memberikan kedudukan hukum
tertentu pada seseorang berkaitan dengan hak dan kewajiban sehingga dapat
menimbulkan hutang pajak.
Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan serta dipungut oleh pemerintah
daerah (daerah otonom) provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan atas
kewenangan yang dimiliki. Menurut Rochmat Soemitro, pajak daerah adalah
sebagai berikut : “Pajak lokal atau pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
daerah-daerah swatantra, seperti provinsi, kotapraja, kabupaten dan sebagainya”.72
Siagian merumuskan pengertian pajak daerah adalah sebagai berikut “Pajak
daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan
sebagai pajak daerah dengan undang-undang”.73
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak
negara yang diserahkan kepada daerah otonom untuk dipungut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang dipergunakan guna membiayai
pengeluaranpengeluaran daerah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan. Pajak Daerah adalah pajak yang pengelolaannya ditangani oleh
Pemerintah Daerah, dalam hal ini Kepala Daerah, Gubernur, Walikota, Bupati.
Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena
adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara
perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang
membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara.74 Sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat ini penarikan retribusi hanya
dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi retribusi yang dipungut adalah
retribusi daerah.
Retribusi diarahkan pada pelayanan pemerintah yang bersifat final (final
good), bukan pada pelayanan yang sifatnya intermediary service. Secara normatif,

72
Josef Riwu Kaho, 2002, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia (Identifikasi
beberapa faktor yang mempengaruhi penyelenggaraannya), (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, Cet. VI, hal. 5.
73
ibid.
74
Djoko Muljono, op.cit., hal. 10.

I-47
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.75

1.5.3.1. Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah


1.5.3.1.1. Sumber Pemungutan Pajak dan Retribusi
Sebagai salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah
pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan
digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Sumber-sumber
penerimaan tersebut dapat berupa pajak atau retribusi. Sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar 1945, setiap pungutan yang membebani masyarakat baik
berupa pajak atau retribusi harus diatur dengan Undang-Undang (UU).
Pajak Daerah menurut Kesit Bambang Prakosa dibagi menjadi dua bagian,
yaitu76:
1. Pajak Propinsi, terdiri dari:
a) Pajak Kendaran Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
c) Pajak Bahan Bakar Kendaran Bermotor.
d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air di Bawah Tanah dan Air
Permukaan.
Besarnya tarif, untuk pajak provinsi ditetapkan secara seragam di seluruh
Indonesia sebagaimana diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001.
2. Pajak Kabupaten/ Kota
a) Pajak Hotel
b) Pajak Restoran
c) Pajak Hiburan
d) Pajak Reklame
e) Pajak Penerangan Jalan
f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g) Pajak Park

75
Marihot P. Siahaan, op.cit.,hal. 5.
76
Kesit Bambang Prakosa, Pajak dan Retribusi Daerah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hal. 77

I-48
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Besarnya tarif definitif untuk pajak kabupaten/kota ditetapkan dengan


Peraturan Daerah (Perda), namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif maksimum
yang telah ditentukan dalam UU.
Retribusi daerah terdiri atas 3 golongan, yaitu:
a. Retribusi jasa umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah (pemda) untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;
b. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemda
dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta; dan
c. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemda
dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya
alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

1.5.3.1.2. Jenis Pemungutan Pajak dan Retribusi


Jenis-jenis pajak daerah Kabupaten/ Kota menurut Undang-undang nomor
28 tahun 2009 antara lain:
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
7) Pajak Parkir
8) Pajak Air Tanah
9) Pajak Sarang Burung Walet
10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

I-49
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

1.5.3.2. Penggunaan Pajak dan Retribusi Daerah


1.5.3.2.1. Penggunaan Pajak dan Retribusi
Ahmad Yani menyebutkan bahwa pajak daerah sebagai salah satu
pendapatan daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan
dan memeratakan kesejahteraan masyarakat.77

1.5.3.2.2. Jenis Penggunaan Pajak dan Retribusi


Pengenaan retribusi sangat erat kaitannya dengan prinsip pemulihan biaya
(cost recovery). Dengan demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya
operasi, pemeliharaan, depresiasi, dan pembayaran hutang. Adapun tarif retribusi
umumnya bersifat proporsional, dimana tarif yang sama diberlakukan untuk
seluruh konsumen, terlepas dari besarnya konsumsi masing-masing konsumen.78
Jika retribusi dipungut secara tepat, akan memberikan beberapa
keuntungan, antara lain:
1. Retribusi memberikan kepada konsumen suatu insentif untuk mendapatkan
pelayanan pemerintah yang tepat. Karena keterbatasan dana, retribusi
dapat menentukan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat dan pemerintah
akan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pelayanan yang
diinginkan oleh masyarakat.
2. Jika tidak terdapat subsidi yang berarti dari penerimaan umum pemerintah,
retribusi dalam banyak hal dapat memperbaiki alokasi sumber-sumber
swasta.
3. Retribusi biasanya mendukung penggunaan kapasitas yang ada secara
efisien dan dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan akan perluasan
pelayanan.

77
Ahmad Yani, HUbungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 45
78
Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 7 .

I-50
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

4. Penerimaan yang direncanakan dari retribusi dapat menjadi elemen


penting dalam memutuskan apakah perlu mengadakan proyek baru
berkaitan dengan penyediaan pelayanan.79

1.5.4. Retribusi Parkir Berlangganan


Retribusi parkir berlangganan merupakan pembayaran retribusi parkir
yang harus dibayar di muka oleh setiap pemilik kendaan bermotor untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun dan bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan
bermotor yang terdiri dari retribusi parkir di tepi jalan umum, di tempat khusus
parkir, dan insidentil.

1.5.4.1. Fungsi Retribusi


Fungsi Budgeter (fungsi pengisi kas negara) pajak berfungsi sebagai
pengisi kas negara adalah fungsi yang letaknya di sektor publik dan pajak, disini
merupakan salah satu alat atau sumber untuk memasukkan uang sebanyak-
banyaknya ke dalam kas negara dan pada waktunya akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran rutin.

1.5.4.2. Jenis Retribusi Daerah


Retribusi daerah menurut UU No 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 34 Tahun 2000
dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:
a. Retribusi Jasa Umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Retribusi Jasa Usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

79
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, ,
Pedoman Nasional Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, (Jakarta, Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan, 2007), hal. 45

I-51
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

c. Retribusi Perizinan Tertentu, adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah


daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas kegiatan pemanfaatan ruang. penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum
dan menjaga kelestarian lingkungan

1.5.4.3. Pengertian Parkir


Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat
sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya. Secara hukum dilarang untuk
parkir di tengah jalan raya. Pembangunan sejumlah gedung atau tempat-tempat
umum lainnya sering tidak menyediakan ruang parkir sehingga berakibat
penggunaan badan jalan untuk parkir kendaraan.80
Parkir sendiri memiliki pengertian yaitu suatu keadaan tidak bergerak
suatu kendaraan yang bersifat sementara pada tempat parkir. Tempat parkir adalah
suatu tempat parkir tertentu yang ditetapkan oleh peraturan bupati sebagai tempat
parkir kendaraan bermotor. Hingga saat ini tempat parkir di kabupaten Sidoarjo
telah berjumlah sebanyak 236 titik parkir dan diperkirakan akan bertambah.

1.5.4.4. Dasar Hukum Pelaksanaan Parkir


Pelaskanaan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo didasarkan pada
Peraturan Daerah Kabupaten Siodoarjo Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi
Parkir.
1.5.4.5. Pemungutan Parkir
Parkir berlangganan dipungut pada saat bersamaan dengan pembayaran
pajak kendaraan bermotor.
1.5.4.6. Tujuan Parkir Berlangganan
Kebijakan parkir belagganan merupakan salah satu upaya dari pemerintah
daerah Kabupaten Sidoajo untuk melakukan penertiban parkir liar dna upaya
peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten Sidoarjo.

80
Suwardjoko Warpani. 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung : Penerbit ITB), hal.
80

I-52
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

1.5.4.7. Kendala yang Dihadapi


Kendala yang dihadapi parkir berlangganan adalah adanya broker dan juru
parkir yang masih melakukan penarikan biaya parkir kepada pelanggan parkir.
1.5.4.8. Fasilitas Parkir Berlangganan
Pada Kabupaten Sidoarjo, lokasi parkir berlangganan terletak di lahan-
lahan parkir di jalan umum serta tempat parkir khusus seperti pasar milik pemkab
Sidoarjo, RSUD, alun-alun, puskesmas, gor, terminal, kantor PDAM. Sedangkan
yang bukan termasuk lahan parkir berlangganan adalah lahan parkir yang dimiliki
perorangan atau suatu Badan Usaha Swasta sehingga dikenakan obyek pajak
parkir seperti Sun city, Sidoarjo Mall, dan sebagainya.
1.5.4.9. Reward dan Punishment
Kata reward berasal dari bahasa inggris yang berarti ganjaran atau
hadiah.81 Reward adalah sesuatu yang kita berikan kepada seseorang karena dia
melakukan sesuatu. Sesuatu tersebut wajar sebagai apresiasi, sebagai ungkapan
terima kasih dan perhatian kita. Reward ialah sesuatu yang diberikan kepada
perorangan atau kelompok jika mereka melakukan suatu keunggulan di bidang
tertentu. Reward (hadiah) menggunakan seluruh situasi yang memotivasi, mulai
dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama seseorang sampai pada
hasil-hasil yang memberikan ganjaran bagi seseorang misalnya
uang,perhatian,afeksi dan aspirasi sosial tingkat tinggi”.82
Punishment (hukuman) adalah pemberian stimulus yang tidak
menyenangkan.83 Menurut ngalim purwanto, hukuman adalah pederitaan yang
diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang sesudah terjadi suatu
pelanggaran, kejahatan atau kesalahan.84 Hukuman adalah suatu sanksi yang
diterima oleh seseorang sebagai akibat dari pelanggaran atau aturan-aturan yang
telah ditetapkan.62 Sanksi demikian, dapat berupa material dan dapat pula berupa
non material. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan mengenai bentuk
hukuman, sebagaimana berikut:

81
John M Echols Dan Hasan, Shadily. “Kamus Inggris Indonesia”, (Jakarta: Gramedia, 2005), hal.
485.
82
H. Djaali, Psikologi Pendidikan,(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal.91
83
Ibid, hal.89-90
84
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009), hal.186

I-53
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

a. Siksa yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar Undang- Undang.


b. Keputusan yang dijatuhkan oleh hakim.
c. Hasil atau akibat menghukum.85
Dari beberapa definisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa hukuman
adalah pemberian penderitaan atau penghilangan stimulasi oleh seseorang sesudah
terjadi pelanggaran, kejahatan atau kesalahan yang dilakukan seseorang.
Hukuman juga dapat dikatakan sebagai penguat yang negatif, tetapi kalau
hukuman itu diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.

1.5.5. Tingkat Kepuasan Masyarakat


1.5.5.1. Pengertian Kepuasan Masyarakat
Kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan pemerintah perlu untuk
terus diukur dan dibandingkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengukur kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah adalah dengan
menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat. Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMENPANRB) Nomor 16 Tahun
2014 Tentang Pedoman Survey Kepuasan Masyarakat penyelenggaraan
Pelayanan Publik menyebutkan Survei Kepuasan Masyarakat adalah pengukuran
secara komprehensif kegiatan tentang tingkat kepuasan masyarakat yang
diperoleh dari hasil pengukuran atas pendapat masyarakat dalam memperoleh
pelayanan dari penyelenggara pelayanan publik. Lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara an Reformasi Birokrasi
(KEPMENPANRB) Nomor 16 Tahun 2014 menyebutkan, “Survei Kepuasan
Masyarakat yang dilakukan terhadap setiap jenis penyelenggaraan pelayanan
publik menggunakan indikator dan metodologi survei sesuai kebutuhan”.
Masih menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara an
Reformasi Birokrasi (KEPMENPANRB) Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman
Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik,
bertujuan untuk mengukur kepuasan masyarakat sebagai pengguna layanan dan

85
WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, Jakarta, 1989),
hlm. 333.

I-54
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik denan sasaran sebagai


berikut:
1. Mendorong partisipasi masyarakat sebagai pengguna layanan dalam menilai
kinerja penyelenggara pelayanan.
2. Mendorong penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
3. Mendorong penyelenggara pelayanan menjadi lebih inovatif dalam
menyelenggarakan pelayanan publik.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (KEPMENPANRB) Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei
Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik BAB II
Pelaksanaan an Teknik Survei disebutkan bahwa hasil survei kepuasan
masyarakat dimaksudkan untuk:
1. Mengetahui kelemahan atau kekuatan dari masing-masing unit penyelenggara
pelayanan publik.
2. Mengukur secara berkala penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan
oleh unit pelayanan publik.
3. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan langkah perbaikan
pelayanan.
4. Sebagai umpan balik dalam memperbaiki layanan. Masyarakat terlibat secara
aktif mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik.
Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa Indeks
Kepuasan Masyarakat adalah data informasi mengenai tingkat kepuasan
pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh sebuah instansi pemerintahan.
Kepuasan menurut Zulian Yamit adalah hasil (outcome) yang dirasakan
atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan.86
Konsep inti yang menjadi objek pengukuran kepuasan pelanggan diantaranya:
1. Kepuasan pelanggan keseluruhan (overall customer satisfaction)
2. Dimensi kepuasan pelanggan
3. Konfirmasi harapan (confirmation of expectation)
4. Niat beli ulang (repurchase intention)
5. Kesediaan untuk merekomendasi (willingness to recommend)

86
Zulian Yamit, Manajemen Kualitas Produk & Jasa, (Yogyakarta: Ekonisia, 2013), hal. 78

I-55
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

6. Ketidakpuasan pelanggan
Untuk dapat memuaskan kebutuhan pelanggan, perusahaan dapat
melakukan beberapa tahapan87:
1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan
2. Mengetahui proses pengambilan keputusan dalam membeli produk
3. Membangun citra perusahaan
4. Membangun kesadaran akan pentingnya kepuasan pelanggan
Penyelenggaraan suatu pelayanan, baik kepada pelanggan internal
maupun eksternal, pihak penyedia dan pemberi pelayanan harus selalu berupaya
untuk mengacu kepada tujuan utama pelayanan yaitu kepuasan pelanggan
(consumer satisfaction) atau kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
Ukuran standar kualitas yang ditentukan oleh produsen barang atau jasa
belum tentu sama dengan ukuran standar kualitas yang ditentukan oleh pelanggan.
Misalnya, apabila dalam memberikan pelayanan yang sama kepada pelanggan
yang berbeda, maka tingkat kepuasan yang dirasakan oleh masing-masing
pelanggan akan berbeda. Dalam hal ini, tentu saja pernyataan pelanggan akan
sangat beragam, tergantung citarasa yang bersangkutan.
Sebagai pihak yang melayani hanya akan tahu tingkat kepuasan masing-
masing pelanggan dari pernyataan pelanggan yang bersangkutan. Dalam hal ini,
tentu saja sifatnya subyektif dan kita tidak akan pernah tahu secara pasti apakah
pernyataan dari pelanggan itu benar-benar tulus atau hanya sekedar basa-basi.
Peningkatan kepuasan pelanggan dapat dipahami dari ekspektasi
pelanggan dari suatu alat yang disebut jendela pelanggan (customer window) yang
diperkenalkan oleh ARBOR Inc. dalam suatu riset pasar dan TQM yang
mendesain beberapa inti simple grid yang mewakili inti dari Jendela Pelanggan.
Jendela Pelanggan membagi karakteristik pelayanan jasa ke dalam empat kuadran,
yaitu:
1. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, tetapi ia tidak
mendapatkannya.
2. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, dan ia mendapatkannya.

87
Ibid, hal. 94.

I-56
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

3. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu, tetapi ia


mendapatkannya.
4. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu, dan ia tidak
mendapatkannya.
1.5.5.2. Mengukur Kepuasan Masyarakat
Kepuasan masyarakat terhadap organisasi publik sangat penting karena
adanya hubungan kepercayaan masyarakat. Menurut Harbani Pasolong Semakin
baik kepemerintahan dan kualitas pelayanan yang diberikan, maka semakin tinggi
kepercayaan masyarakat (high trust).88 Kepercayaan masyarakat akan semakin
tinggi apabila masyarakat mendapatkan pelayanan yang baik dan merasa
terpuaskan akan pelayanan tersebut.
Menurut Kotler dalam Zulian Yamit ada beberapa metode yang
dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggannya, antara lain89:
1. Sistem pengaduan
System ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan
saran, keluhan dan bentuk ketidakpuasan lainnya dengan cara menyediakan kotak
saran. Setiap saran dan keluhan yang masuk harus menjadi perhatian bagi
perusahaan, sebab saran dan keluhan yang masuk harus menjadi perhatian bagi
perusahaan.
Informasi yang didapatkan dari metode ini dapat menjadi masukan yang
berharga bagi perusahaan sehingga memungkinkan untuk bereaksi dengan
tanggap dan cepat dalam mengatasi masalah yang timbul.Akan tetapi metode ini
pasif, sehingga sulit untuk mendapatkan gambaran secara lengkap mengenai
kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan.Tidak semua pelanggan yang tidak puas
mau menyampaikan keluhannya.Sangat mungkin bagi mereka untuk langsung
tidak mau membeli produk atau jasa dari perusahaan tersebut lagi.
2. Survey Pelanggan
Survey pelanggan merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur
kepuasan pelanggan misalnya melalui surat pos, telepon atau wawancara secara
tertutup. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik

88
Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 221-222.
89
Zulian Yamit, Op.Cit., hal. 80.

I-57
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan positif terhadap para
pelanggannya bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka.
3. Panel Pelanggan
Perusahaan mengundang pelanggan yang setia terhadap produk dan
mengundang pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah pindah menjadi
pelanggan perusahaan lain. Dari pelanggan setia akan diperoleh informasi tingkat
kepuasan yang mereka rasakan dari pelanggan yang telah berhenti membeli,
perusahaan akan memperoleh informasi mengapa hal itu dapat terjadi. Apabila
pelanggan yang telah berhenti membeli ini meningkat hal ini menunjukan
kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.
Menurut Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana yang dikutip oleh Zulian
Yamit perusahaan yang telah berhasil membentuk fokus pada kepuasan pelanggan
memiliki karakteristik sebagai berikut90:
1. Visi dan Komitmen
2. Pensejajaran dengan pelanggan
3. Kemauan mengidentifikasi masalah pelanggan
4. Memanfaatkan informasi dari pelanggan
5. Mendekati pelanggan
6. Kemampuan, kesanggupan dan pemberdayaan karyawan
Dimensi Kepuasan Pelanggan merupakan suatu ukuran untuk melihat
seberapa jauh pelanggan merasa puas. Hal yang dapat mempengaruhi kepuasan
pelanggan dapat dilihat dari ukuran atau dimensi kepuasan pelanggan menurut
Kotler & Keller yaitu91:
1. A highly satisfied customer generally stays loyal longer (Tetap setia)
Pelanggan yang sangat puas biasanya tetap setia untuk waktu yang lebih
lama. Konsumen yang terpuaskan cenderung akan menjadi setia atau loyal.
Konsumen yang puas terhadap produk yang dikonsumsinya akan mempunyai
kecenderungan untuk membeli ulang dari produsen yang sama.
2. Buys more as company introduces new and upgraded products (Membeli
produk yang ditawarkan)

90
Zulian Yamit, Op.Cit. hal. 84-87.
91
Keller, Kotler, Marketing Management. (United Stated: Global Edition. 2016), hal. 165.

I-58
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Membeli lagi ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan


memperbaharui produk lama. Keinginan untuk membeli produk atau makanan
lain yang ditawarkan karena adanya keinginan untuk mengulang pengalaman
yang baik dan menghindari pengalaman yang buruk.
3. Talks favorably to others about the company and its products
(Merekomendasikan produk)
Membicarakan hal-hal baik tentang perusahaan dan produknya kepada
orang lain. Kepuasan merupakan faktor yang mendorong adanya komunikasi dari
mulut kemulut (word of mouth communication) yang bersifat positif. Hal ini dapat
berupa rekomendasi kepada calon konsumen yang lain dan mengatakan hal-hal
yang baik mengenai produk dan perusahaan yang menyediakan produk.
4. Pay less attention to competing brands and is less sensitive to price (Bersedia
membayar lebih).
Tidak terlalu memperhatikan merek pesaing dan tidak terlalu sensitif
terhadap harga. Konsumen cenderung menggunakan harga sebagai patokan
kepuasan, ketika harga lebih tinggi konsumen cenderung berfikir kualitas menjadi
lebih tinggi juga.
5. Offer products or service ideas to company (Memberi masukan)
Menawarkan ide produk atau jasa kepada perusahaan. Walaupun kepuasan
sudah tercapai, konsumen selalu menginginkan yang lebih lagi, maka konsumen
akan memberi masukan atau saran agar keinginan mereka dapat tercapai.Untuk
dapat memuaskan kebutuhan pelanggan, perusahaan dapat melakukan beberapa
tahapan92 :
a. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan
b. Mengetahui proses pengambilan keputusan dalam membeli produk
c. Membangun citra perusahaan
d. Membangun kesadaran akan pentingnya kepuasan pelanggan
1.5.5.3. Unsur-unsur Penilaian dalam Indeks Kepuasan Masyarakat
Mengingat jenis pelayanan sangat beragam dengan sifat dan karakteristik
yang berbeda, maka untuk memudahkan penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM) di unit pelayanan diperlukan pedoman umum yang digunakan

92
Zulian Yamit, Op.Cit., hal. 94.

I-59
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

sebagai acuan bagi Instansi, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan


Kabupaten/Kota untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan di lingkungan
instansi masing-masing. Adanya penilaian atas pelayanan publik di instansi
pemerintah tidak terlepas dari adanya unsur-unsur penilaian atau standar penilaian
yang telah ditetapkan. Unsur penilaian ini dirumuskan atau ditetapkan supaya
penilaian yang diberikan.
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara an Reformasi Birokrasi
(PERMENPANRB) Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan
Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik, yang kemudian
dikembangkan menjadi 9 ruang lingkup lingkup Survei Kepuasan Masyarakat:
1. Persyaratan
Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu
jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
2. Prosedur
Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
3. Waktu pelayanan
Waktu pelayanan adalah jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
4. Biaya/Tarif
Biaya/Tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan
dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang
besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan
masyarakat.
5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan
Produk spesifikasi jenis pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan
dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk pelayanan ini
merupakan hasil dari setiap spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana
Kompetensi Pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.

I-60
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

7. Perilaku Pelaksana
Perilaku Pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
8. Maklumat Pelayanan
Maklumat Pelayanan adalah merupakan pernyataan kesanggupan dan
kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar
pelayanan.
9. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
Penanganan pengaduan, saran dan masukan, adalah tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindak lanjut.

1.5.6. Eksistensi Kebijakan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Eksistensi adalah keberadaan,
kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Sedangkan menurut Zaenal Abidin
eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini
sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar
dari, melampaui atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti,
melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya
kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan
potensipotensinya.93 Lebih jelas Graham mengemukakan bahwa Eksistensi
merupakan istilah yang diturunkan dari kosakata Latin existere yang berarti lebih
menonjol daripada (stand out), muncul, atau menjadi. Eksistensi dengan demikian
berarti kemunculan, sebuah proses menjadi ada, atau menjadi, dari pada berarti
kondisi mengada (state of being).94
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
eksistensi kebijakan adalah proses atau gerak suatu kebijakan untuk menjadi ada
kemudian melakukan suatu hal untuk tetap menjadi ada.

1.5.7. Implikasi Kebijakan Retribusi Parkir Berlangganan pada Tingkat


Kepuasan Masyarakat

93
Zainal Abidin, Analisis Ekstential, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 16
94
Helen Graham, The Human Face of Psychology: Humanistic Psychology in its Historical,
Social and Cultural Context. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 114.

I-61
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Implikasi dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai keterlibatan


atau keadaan terlibat manusia sbg objek percobaan atau penelitian semakin terasa
manfaat dan kepentingannya. Yang termasuk atau tersimpul; yg disugestikan,
tetapi tidak dinyatakan. Implikasi dalam penelitian ini adalah sebagai keadaan
dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat baik itu sebagai implikasi
positif maupun implikasi yang bersifat negatif.

1.5.7.1. Jenis-jenis implikasi


Dalam berbagai bidang kehidupan kebijakan dapat menimbulkan dampak
positif dimana kebijakan tersebut mampu membangun kehidupan masyarakat ke
arah yang lebih baik. Untuk itu perlu ada kriteria kebijakan sebagai tolok ukur
dalam menetukan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Implikasi dapat berupa
implikasi positif dan implikasi negative.
1.5.7.1.1. Implikasi positif
Implikasi yang bersifat positif yang dapat dirasakan masyarakat diantaranya
kenyamanan dalam memarkirkan kendaraannya pada lokasi-lokasi tertentu
diwilayah Kabupaten Sidoarjo.
1.5.7.1.2. Implikasi negatif
Implikasi negative dari kebijakan pakir belangganan diantaranya adalah
hanya dimanfaatkan sebagai pendapatan daerah apabila tidak disalurkan secara
langsung terhadap masyarakat. Dengan adanya parkir berlangganan masih belum
tertibnya pelaksanaan parkir serta masih adanya pungutan dari juru parkir liar.
1.5.7.2. Implikasi kebijakan parkir dan tingkat kepuasan masyarakat
Kebijakan parkir berlangganan diharapkan akan membawa implikasi positif
pada tingkat kepuasan masyarakat melalui pelayanan yang seimbang antara
besarnya iuran yang ditetapkan dengan pelayanan yang diberikan.

1.6. Metode dan Prosedur Penelitian


Salah satu yang harus dilakukan dalam penelitian untuk mengungkap
fenomena adalah digunakannya metode penelitian. Penelitian dilakukan sebagai
suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran, dan
mencari kembali suatu pengetahuan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.

I-62
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu.95
Berdasarkan rumusan masalah dari penelitian ini yaitu Bagaimana eksistensi
kebijakan parkir berlangganan dan implikasinya pada tingkat kepuasan
masyarakat. Sehingga perlu digunakan metode yang tepat dalam menjawab
pertanyaan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif.
Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini
karena peneliti berusaha untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik
fenomena, situasi sosial, peristiwa, peran dan interaksi yang berkaitan dengan
evaluasi kebijakan parkir berlangganan yang dilaksankan oleh Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo dalam hal ini Dinas Perhubungan UPT Parkir pada tingkat
kepuasan masyarakat di Kabuapten Sidoarjo.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Hal ini dikarenakan metodologi penelitian kualitatif adalah suatu
penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks
sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang
mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif diharapakan dapat
memberikan penjelasan yang cukup jelas secara alami yang tidak mampu
diungkap dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Penelitian ini juga
diharapkan agar mampu menjelaskan fenomena apa saja yang terjadi dalam hal
pengeloaan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo pada tingkat kepuasan
masyarakat di Kabupaten tersebut.
Oleh karena itu, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti
dapat memperoleh data untuk memperdalam wawasan mengenai evaluiasi
kebijakan parkir berlangganan dan bagimana tingkat kepuasan masyarkat.

1.6.1. Tipe Penelitian

95
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2010), hal.
3

I-63
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Penelitian kualitatif bersifat pada tipe penelitian deskriptif, penelitian


deskriptif dalam penelitian ini memiliki tujuan yaitu berusaha untuk menjelaskan,
menggambarkan atau mendeskripsikan tentang suatu keadaan secara objektif
mengenai evaluasi kebijakan parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo. Dalam
tipe penelitian ini memiliki dua ciri utama yaitu fokus pada masalah yang bersifat
aktual dan menggambarkan fakta-fakta sesuai dengan kondisi/ masalah yang ada
di lapangan secara objektif.
Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan kebijakan parkir
berlangganan di Kabupaten Sidoarjo, peneliti langsung terjun ke Dinas
Perhubungan UPT Parkir selaku penyelenggaran parkir dengan menggunakan
wawancara dan mengetahui bagaimana keadaan kantor Dinas Perhubungan
Kabupaten Sidoarjo sendiri serta melihat laporan pelaksanaan kegiatan parkir
berlangganan seperti halnya laporan pelaksanaan kegiatan parkir, pengaduan
masyarakat serta teknis penyelenggaraan parkir. Sedangkan untuk mengetahui
tingkat kepuasan masyarakat peneliti mendatangi masyarakat yang sudah
melakukan pembayaran parkir berlangganan di SAMSAT Kabupaten Sidoarjo
dengan melakukan wawancara untuk mengetahui tanggapan masyarakat mengenai
pelaksanaan parkir berlangganan diantaranya pelayanan dan manfaat serta
dampak apa yang telah diterima selama menjadi pelanggan parkir.

1.6.2. Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian
dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan di Kantor Dinas Perhubungan Kabupaten
Sidoarjo yang berlokasi di jalan Raya Candi Nomor 107 Candi Sidoarjo dan
lingkungan kantor bersama SAMSAT Sidoarjo dengan alasan:
1. Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai instansi yang menangani
kebijakan parkir berlangganan
2. Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo sebagai wakil dari pemerintah
Kabupaten Sidoarjo dalam upaya penggalian sumber-sumber pendapatan
daerah

I-64
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

3. Lingkungan kantor bersama SAMSAT Sidoarjo sebagai tempat pembayaran


retribusi parkir berlangganan yang dilakukan oleh masyarakat sehingga
peneliti dengan mudah menemukan informan untuk melakukan wawancara.

1.6.3. Teknik Penentuan Informan


Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah
berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan
bersedia memberikan imformasi lengkap dan akurat. Hendarso dalam Suyanto
menyatakan Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu (1) informan
kunci, (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi
pokok yang diperlukan dalam penelitian, (2) informan biasa, yaitu mereka yang
terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, (3) informan
tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak
langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti (Hendarso dalam
Suyanto. 96
Dari penjelasan yang sudah diterangkan diatas, maka peneliti
menggunakan teknik Purposive Sampling dalam menentukan informannya.
Purposive sampling merupakan penentuan informan tidak didasarkan atas strata,
kedudukan, pedoman, atau wilayah tetapi didasarkan pada adanya tujuan dan
pertimbangan tertentu yang tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian.
Yang menjadi informan peneliti adalah:
1. Informan kunci atau narasumber (key informan) dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Pejabat Dinas Perhubungan Kabupaten Sidoarjo dalam hal ini UPT Parkir
b. Masyarakat pemilik kendaraan bermotor yang menjadi anggota parkir
berlangganan
2. Informan biasa yaitu pegawai atau karyawan yang terlibat secara langsung
dalam interaksi sosial yang diteliti seperti juru parkir.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Data

96
Bagong.Suyanto, Metode Penelitian Sosial: Bergabai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Prenada
Media, 2005), hal. 171-172.

I-65
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan oleh peneliti


untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Untuk dapat menjawab rumusan
masalah dalam penelitian ini, dibutuhkan data yang relevan dengan pelaksanaan
kebijakan parkir berlangganan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo
Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data menggunakan data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan
observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan atau
dokumen lainnya yang mendukung seperti data jumlah pelanggan parkir, serta
data penerimaan retribusi parkir berlangganan.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian lapangan
(field research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke
obyek penelitian. Untuk memperoleh data-data lapangan ini penulis menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara
Menururt Creswell dalam wawancara kualitatif peneliti dapat melakukan
face-to-face interview (wawancara berhadap-hadapan) dengan partisipan,
mewawancarai mereka dengan telepon, atau terlibat dalam focus group interview
(interview dalam kelompok tertentu) yang terdiri dari enam sampai delapan
partisipan per kelompok.97 Pendekatan wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara mendalam (depth interview), sehingga
memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstruktur
(unstructured) dan bersifat terbuka (openended) yang dirancang untuk
memunculkan pandangan dan opini dari para partisipan. Agar wawancara terfokus
dan tidak meluas, instrument yang digunakan dalam wawancara adalah pedoman
wawancara (interview guide).
Untuk menghindari kehilangan informasi, maka peneliti meminta ijin
kepada informan untuk menggunakan alat perekam. Sebelum dilangsungkan
wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau memberikan sekilas gambaran
dan latar belakang secara ringkas dan jelas mengenai topik penelitian. Wawancara
dilakukan kepada informan kunci sebagai berikut:

97
Ibid

I-66
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

a. Wawancara dengan Kepala UPT parkir Kabupaten Sidoarjo yang dilakukan


di Kantor Dinas Perhubungan. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui
teknis pelaskanaan kebijakan parkir berlangganan, dasar hukum, penanggung
jawab, lokasi parkir, keterlibatan lembaga lain di Kabupaten Sidaorjo serta
besaran tariff retribusi dan mekanisme pemungutan parkir berlangganan di
Kabupaten Sidoarjo.
b. Wawancara dengan pemilik kendaraan bermotor sebagai yang telah menjadi
pelanggan parkir dilakukan dilingkungan SAMSAT Kabupaten Sidoarjo
dengan alasan pemilik kendaraan tersebut telah membayar retribusid dan
untuk memudahkan peneliti mencari informan. Wawancara dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan
kebijakan parkir berlangganan yang sudah berjalan selama 9 tahun.
2. Observasi
Menurut Creswell98, observasi kualitatif merupakan observasi yang di
dalamnya peneliti langsung turun lapangan untuk mengamati perilaku dan
aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini, sesuai
dengan objek penelitian, maka memilih observasi partisipan. Observasi ini
dilakukan dengan mengamati langsung objek penelitian yaitu dengan mengamati
kegiatan pelaksanaan parkir berlangganan. Pengamatan dilakukan secara langsung
oleh peneliti pada area parkir berlangganan di Kabupaten Sidoarjo untuk
mengetahui bagaimana penerapan kebijakan parkir dan perbedaan perlakuan
dengan parkir biasa apakah masih dilakukan penarikan oleh juru parkir atau tidak.
3. Metode Dokumentasi
Menurut Sugiyono99 dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
100
dari seseorang. Disebutkan oleh Creswell bahwa terdapat dua jenis dokumen
yang umum digunakan, yaitu dokumen publik (surat keputusan kebijakan,
petunjuk pelaksanaan, koran, majalah, harian umum, laporan pelaksanaan, dan

98
Jon W. Creswell, Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009) hal 266
99
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2010),
hal.240
100
Creswell. Op.Cit.,Hal 270

I-67
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

lain-lain), dan dokumen privat seperti buku harian (diary), peserta program, surat-
menyurat anggota program, atau e-mail.
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data yang relevan dengan
penelitian ini yang dilakukan di kantor dinas perhubungan Kabupaten Sidoarjo.
Dokumentasi yang penulis lakukan dengan cara meminta izin kepada instansi
terkait untuk memperoleh data peserta parkir berlangganan, laporan kegiatan
parkir serta seberapa besar pendapatan yang diterima dari parkir berlangganan dan
bagaimana pengaduan masyarakat tentang kebijakan parkir berlangganan.

1.6.5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang objektif.
Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting.
Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat
tercapai. Menurut Moleong101 yang dimaksud dengan keabsahan data adalah
bahwa setiap keadaan harus memenuhi: 1) Mendemonstrasikan nilai yang benar;
2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan; 3) Memperbolehkan
keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan
kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya. Untuk memeriksa keabsahan
data, diperlukan suatu teknik yang harus dilakukan.
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan
triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemerikasaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu.102 Triangulasi merupakan cara terbaik
untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam
konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan
hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi,
peneliti dapat me-recheck temuannya dengan cara membandingkannya dengan
berbagai sumber, metode, atau teori. Triangulasi sumber yang dilakukan dalam

101
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya: 2010). hal
320-321
102
Ibid, hal. 330

I-68
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

penelitian ini yaitu dengan cara membandingkan dan melakukan pemeriksaan


ulang atas data-data yang terkumpul melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
penelitian kualitatif.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek baik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam metode kualitatif dengan cara:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi
3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang saling
berkaitan.

1.6.6. Teknik Analisis Data


Setelah memperoleh data dan informasi dari wawancara, observasi serta
studi dokumentasi maka tahap selanjutnya yang harus dilakukan yaitu
menganalisis data dan informasi tersebut sehingga nantinya dapat ditarik sebuah
kesimpulan. Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan
refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis,
dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Analisis data kualitatif sebagai
suatu proses penerapan langkah-langkah dari yang spesifik hingga yang umum
dengan berbagai level analisis yang berbeda.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan
dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan
sebagainya. Menurut Bogdan dan Biklen analisis data kualitatif merupakan upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
103
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.
Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

103
Lexy J Moleong Op Cit, hlm. 248

I-69
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh
melalui tahapan berikut:

Data Collection Data


Display

Data Reduction Conclusion


drawing

Gambar I.1 Analisis Data (Interctive Model)

Berdasarkan gambar I.1 di atas dijelaskan langkah dalam penelitian sebagai


berikut:
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengolah data adalah
sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Setelah data dari hasil observasi, wawancara serta dokumentasi
terkumpul selanjutnya diadakan triangulasi yakni pengecekan keabsahan data
dengan cara membandingkan dan mengecek kesesuaian antara data hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi.104
2. Reduksi Data
Langkah kedua ini dengan cara indentifikasi data satuan untuk
dikaitkan dengan masalah penelitian kemudian membuat kode setiap satuan
data tersebut agar tetap dapat ditelusuri.105
Data-data penelitian yang berbentuk satuan data yang telah dicek
keabsahannya selanjutnya dibuat kode agar data tersebut dapat dikaitkan
dengan mudah bersama data yang lain.
3. Display Data
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Dalam penelitian ini merujuk kepada pendapat Sugiyono yakni
mendislpaykan data dengan teks yang bersifat naratif.106

104
Lexy J Moleong, Op.Cit., hal. 2008:330
105
Ibid., hal. 288.
106
Sugiyono, Op.Cit., hal. 341

I-70
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pendahuluan

Data hasil penelitian setelah diberikan kode dan dikitkan dengan data
lain yang relevan selanjutnya dideskripsikan dengan teks naratif dengan tujuan
agar data mudah difahami.
4. Validasi Data
Salah satu langkah untuk mengukur derajat kepercayaan suatu
penelitian adalah dengan validasi. Beberapa bentuk validasi yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Melakukan member check, yakni memeriksa kembali keterangan-
keterangan atau informasi data yang diperoleh selama observasi atau
wawancara dari narasumber. Validasi ini dilakukan dengan triangulasi,
yaitu memeriksa kebenaran hipotesis, konstruk atau analisis penelitian
dengan membandingkan dengan hasil orang lain. Menurut Elliot triangulasi
dilakukan berdasarkan tiga sudut pandangan, yakni sudut pandang guru,
sudut pandang siswa dan sudut pandang yang melakukan observasi atau
peneliti sendiri.
b. Meminta nasihat kepada pakar (expert opinion) kepada pembimbing atau
pakar dari penelitian guna mendapatkan arahan (judgements) terhadap
masalah-masalah penelitian
c. Melakukan key responden review, yakni meminta salah seorang atau
beberapa mitra penelitian untuk membaca draft awal laporan penelitian dan
meminta pendapatnya.107
5. Sintesisasi
Langkah selanjutnya yaitu sintesisasi yakni mencari kaitan antara satu
kategori dengan kategori lain dan diberi nama lagi untuk selanjutnya diambil
kesimpulan.108

107
Rochiati Winiatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas: untuk Meningkatkan Kinerja Guru
dan Dosen, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 168.
108
Lexy J Moleong, Op.Cit., hal. 289.

I-71
SKRIPSI STUDI EVALUASI TENTANG ... LAFITRA MARSHA KRISNINA

Anda mungkin juga menyukai