Anda di halaman 1dari 11

TELAAH KUALITAS AIR

(Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius)
Teknik Pengambilan Sampel Air
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam teknik pengambilan sampel air dijelaskan
dalam Kumpulan Standar Nasional Indonesia Bidang Pekerjaan Umum mengenai
Kualitas Air (1990).
1. Petimbangan dalam pemilihan lokasi pengambilan sampel
a. Sampel air limbah harus diambil pada lokasi yang mewakili seluruh karakteristik
limbah dan kemungkinan pencemaran yang akan ditimbulkannya
b. Sampel air dari badan air harus diambil dari lokasi yang menggambarkan
karakteristik keseluruhan badan air. Oleh karena itu, sampel air perlu diambil dari
beberapa lokasi dengan debit air yang harus diketahui
c. Sumber pencemar yang mencemari badan air yang dipantau harus diketahui;
berupa sumber pencemar titik (point source) atau sumber pencemar tersebar
(disperse source)
d. Jenis bahan baku dan bahan kimia yang digunakan dalam proses industri perlu
diketahui
2. Lokasi pengambilan sampel air
Lokasi pengambilan sampel air dapat dilakukan terhadap air permukaan maupun air
tanah
a. Air permukaan
Air permukaan meliputi air sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya.
Pengambilan sampel di sungai yang dekat dengan muara atau laut yang
dipengaruhi oleh air pasang harus dilakukan agak jauh dari muara. Adapun
pengambilan sampel air sungai dapat dilakukan di lokasi-lokasi sebagai berikut.
(1) Sumber alamiah, yaitu lokasi yang belum pernah atau masih sedikit mengalami
pencemaran
(2) Sumber air tercemar, yaitu lokasi yang telah mengalami perubahan atau di
bagian hilir dari sumber pencemar
(3) Sumber air yang dimanfaatkan, yaitu lokasi penyadapan/pemanfaatan sumber
air
Pengambilan sampel air danau atau waduk dapat dilakukan di tempat masuknya
air (inlet), di tengah danau atau waduk, di lokasi penyadapan air untuk
pemanfaatan, ataupun di tempat keluarnya iar (outlet).
b. Air tanah
Air tanah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu air tanah tidak tertekan
(bebas) dan air tanah tertekan. Air tanah bebas adalah air dari akuifer yang hanya
sebagian terisi air, terletak pada suatu dasar yang kedap air, dan mempunyai
permukaan bebas. Pengambilan sampel yang berupa air tanah bebas dapat
dilakukan di tempat-tempat sebagai berikut:
(1) Bagian hulu dan hilir dari lokasi penimbunan/pembuangan sampah
kota/industri
(2) Bagian hilir daerah pertanian yang diperlakukan dengan pestisida dan pupuk
kimia secara intensif
(3) Daerah pantai yang mengalami intrusi air laut
(4) Tempat-tempat lain yang dianggap perlu
Air tanah tertekan adalah air dari akuifer yang sepenuhnya jenuh air dengan
bagian atas dan bawah dibatasi oleh lapisan yang kedap air. Pengambilan sampel
yang berupa air tanah tertekan dapat dilakukan di tempat sebagai berikut:
(1) Sumur produksi air tanah untuk pemenuhan kebutuhan perkotaan, pedesaan,
pertanian, dan industri
(2) Sumur produksi air tanah PAM maupun sarana umum
(3) Sumur pemantauan kualiats air tanah
(4) Lokasi kawasan industri
(5) Sumur observasi bagi pengawasan imbuhan
(6) Sumur observasi air tanah di suatu cekungan air tanah artesis, misalnya
cekungan artesis Bandung
(7) Sumur observasi di wilayah pesisir yang mengalami penyusupan air laut
(8) Sumur observasi penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan
(9) Sumur lain yang dianggap perlu
3. Penentuan titik pengambilan sampel
Penentuan titik pengambilan sampel pada kolom air bertujuan agar pada saat
pengambilan sampel, benda yang terapung di permukaan air dan endapan yang
mungkin tergerus dari dasar sungai tidak ikut terambil. Titik pengambilan sampel air
yang berupa air permukaan dan air tanah ditetapkan dengan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut.
a. Titik pengambilan sampel air permukaan
Ketentuan titik pengambilan sampel air sungai, antara lain:
(1) Pada sungai dengan debit kurang dari 5 m3/detik, sampel air diambil pada satu
titik di tengah sungai pada 0,5 x kedalaman sungai
(2) Pada sungai dengan debit antara 5 – 150 m3/detik, sampel air diambil pada dua
titik, masing-masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada 0,5 x kedalaman
sungai
(3) Pada sungai dengan debit lebih dari 150 m3/detik, sampel air diambil
minimum pada enam titik, masing-masing pada jarak ¼, ½, dan ¾ lebar sungai,
pada 0,2 x kedalaman sungai dan 0,8 x kedalaman sungai
Ketentuan titik pengambilan sampel air danau atau waduk antara lain:
(1) Pada danau atau waduk dengan kedalaman kurang dari 10 m, sampel air
diambil dari dua titik, yaitu di permukaan dan di dasar danau/waduk
(2) Pada danau atau waduk dengan kedalaman antara 10 m – 30 m, sampel diambil
pada tiga titik, di permukaan, lapisan termoklin dan di dasar danau
(3) Pada danau atau waduk dengan kedalaman antara 30 – 100 m, sampel diambil
pada empat titik, yaitu permukaan, lapisan termoklin (metalimnion), di atas
lapisan hipolimnion dan dasar danau/waduk
(4) Pada damau atau waduk dengan kedalaman lebih dari 100 m, titik pengambilan
sampel air dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan
b. Titik pengambilan sampel air tanah
Ketentuan titik pengambilan sampel air tanah bebas antara lain:
(1) Pada sumur gali, sampel diambil pada kedalaman 20 cm di bawah permukaan
air. Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan pada pagi hari
(2) Pada sumur bor dengan pompa tangan atau mesin, sampel diambil dari
kran/mulut pompa (tempat keluarnya air). Pengambilan sampel dilakukan
kira-kira lima menit setelah air mulai dibuang (dikeluarkan).
Ketentuan titik pengambilan sampel air tanah tertekan antara lain:
(1) Pada sumur bor eksplorasi, sampel diambil pada titik yang telah ditentukan
sesuai dengan keperluan eksplorasi
(2) Pada sumur observasi, sampel diambil pada dasar sumur, setelah air dalam
sumur bor/pipa dibuang sampai habis (dikuras) sebanyak tiga kali
(3) Pada sumur produksi, sampel diambil pada kran/mulut pompa (tempat
keluarnya air)
4. Pengambilan sampel
Langakah-langkah pengambilan sampel air:
a. Disiapkan alat pengambil sampel yang sesuai dengan keadaan sumber air
b. Alat-alat tersebut dibilas sebanyak tiga kali dengan sampel air yang akan diambil
c. Dilakukan pengambilan sampel sesuai dengan keperluan; sampel yang diperoleh
dicampur secara merata di dalam penampung sementara
d. Jika pengambilan sampel dilakukan pada beberapa titik maka volume sampel dari
setiap titik harus sama
Simpan sampel air pada suhu 4oC karena pada suhu tersebut aktivitas bakteri
terhambat.
5. Frekuensi pengambilan sampel
Berdasarkan Kep. No. 51/MenLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri, pemantauan kualitas limbah cair industri dilakukan sekurang-
kurangnya sekali dalam sebulan. Hasil pemeriksaan kualitas limbah cair tersebut
harus dilaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab dalam pemantauan
lingkungan. Adapun frekuensi pengambilan sampel air tergantung pada beberapa
faktor, yaitu perubahan beban pencemaran dan debit air, tujuan pemantauan kualitas
air dan kemampuan analisis.

KARAKTERISTIK AIR
Air merupakan komponen terbesar yang menutupi permukaan bumi yaitu sekitar
70% dengan volume mencapai 1.368 juta km3 (Angel and Wolseley, 1992). Semua
badan air yang ada di daratan dihubungakan dengan laut dan atmosfer melalui
serangkaian siklus hidrologi yang terus berlangsung dan kontinyu.
A. Sifat Air
Beberapa sifat khas yang dimiliki air antara lain (Dugan, 1972):
1. Pada kisaran yang sesuai bagi kehidupan, yaitu 0oC (32oF) – 100oC, air
berwujud cair. Suhu 0oC adalah titik beku (freezing point) dan suhu 100oC
adalah titik didih (boiling point)
2. Perubahan suhu air berlangsung lambat, sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik dan air tidak akan menjadi panas ataupun
dingin dalam seketika
3. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan (evaporasi)
4. Air merupakan pelarut yang baik
5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi
6. Air merupakan satu-satunya senyawa yang meregang ketika membeku. Pada
saat membeku, air meregang sehingga es memiliki densitas (massa/volume)
yang lebih rendah daripada air dan menyebabkan es dapat mengapung di air.

B. Siklus Hidrologi

Gambar 1. Siklus hidrologi


Lebih dari 97% air di bumi merupakan air laut yang tidak dapat digunakan secara
langsung oleh manusia. Dari 3% yang tersisa, 2% di antaranya tersimpan sebagai
gunung es (glacier) di kutub dan uap air, yang juga tidak dapat dimanfaatkan
secara langsung. Air yang memang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh
manusia hanya sekitar 0,062% meliputi air-air yang terdapat di danau, sungai, dan
air tanah. Jika ditinjau dari segi kualitas, air yang memadai bagi konsumsi manusia
hanya 0,003% dari seluruh air yang ada.

Tabel 1. Distribusi Air di Bumi


Lokasi Volume (x 103 km3) Persentase (%)
1. Laut 1.320.000 – 1.370.000 97,3
2. Air Tawar:
a. Gunung es (glacier) 24.000 – 29.000 2,1
b. Uap air di atmosfer 13 – 14 0,001
c. Air tanah hingga kedalaman 4.000 – 8.000 0,6
4.000 m
d. Uap air di tanah 60 – 80 0,006
e. Sungai 1,2 0,00009
f. Danau asin 104 0,007
g. Danau air tawar 125 0,009
Sumber: Jeffries and Mills, 1996
Air tawar yang tersedia di alam selalu mengalami siklus hidrologi: pergantian total
(replacement) air sungai berlangsung sekitar 18 – 20 tahun; sedangkan pergantian
uap air uang terdapat di atmosfer berlangsung sekitar dua belas hari dan
pergantian air tanah dalam (deep groundwater) membutuhkan waktu ratusan
tahun (Miller, 1992).
Beberapa parameter hidrologi dari suatu badan air yang perlu diketahui antara
lain:
1. Kecepatan arus (velocity)
Kecepatan arus (velocity/flow rate) suatu badan air sangat berpengaruh
terhadap kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi dan
mengangkut bahan pencemar. Pengetahuan mengenai kecepatan arus berguna
untuk memperkirakan kapan suatu bahan pencemar akan mencapai suatu
lokasi tertentu apabila bagian hulu suatu badan air mengalami pencemaran.
2. Debit
Debit (discharge) diartikan sebagai volume yang mengalir pada selang waktu
tertentu dan dinyatakan dalam satuan m3/detik. Debit dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini (Jeffries and Mills, 1996).
D =VxA
Keterangan :
D = debit air (m3/detik)
V = kecepatan arus (m/detik)
A = luas pengampang saluran air (m2)
Peningkatan debit menyebabkan kadar bahan-bahan alam yang terlarut pada
suatu badan air akibat erosi meningkat secara eksponensial namun konsentrasi
bahan-bahan antropogenik yang memasuki badan air tersebut mengalami
penurunan karena terjadi proses pengenceran
3. Tinggi permukaan air
Apabila tinggi permukaan air (water level) sungai lebih rendah, maka air pada
akuifer akan mengalir ke sungai dan begitupun sebaliknya. Jika daratan lebih
rendah daripada permukaan air laut, maka akan dapat menyebabkan
terjadinya intrusi air laut ke akuifer.
4. Erosi dan sedimentasi
Proses erosi dapat mengangkut tanah bagian pucuk atau tanah lapisan atas
yang subur (top soil) dan memindahkannya ke tempat lain yang lebih rendah.
Bersama lapisan tanah pucuk tersebut, unsur-unsur hara juga ikut terangkut.
Tanah yang terbentuk akibat pengendapan tanah pucuk dikenal sebagai tanah
aluvial (Jeffries and Mills, 1996).
Di satu sisi, erosi tanah pucuk yang masuk ke badan air dapat memberikan
dampak positif, yaitu peningkatan kandungan unsur hara di perairan. Namun
di sisi lain, erosi tanah pucuk dapat mengakibatkan peningkatan nilai
kekeruhan dan padatan tersuspensi. Tanah yang terlarut akibat erosi tersebut
pada akhirnya akan mengalami sedimentasi (pengendapan) di bagian hilir
badan air sehingga menyebabkan terjadinya pendangkalan sungai.

PARAMETER KUALITAS AIR


Secara umum, kualitas air pada badan air dapat dilihat berdasarkan 3 parameter utama,
yaitu:
1. Parameter fisik
Meliputi cahaya, suhu, kecerahan dan kekeruhan, warna, konduktivitas, padatan
total, padatan terlarut, padatan tersuspensi dan salinitas.
 Cahaya menjadi sumber energi utama dalam ekosistem perairan
 Suhu badan air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu musim, lintang
(latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam sehari,
sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air.
Perubahan suhu dapat berpengaruh terhadap perubahan proses fisika, kimia
dan biologi di badan air
 Kecerahan dan Kekeruhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air
 Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan-bahan
anorganik; karena keberadaan plankton, humus dan ion-ion logam (misal:
oksida besi menyebabkan warna kemerahan dan oksida mangan menyebabkan
air berwarna kecokelatan atau kehitaman), serta bahan-bahan lain.
 Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL). Nilai DHL berkaitan erat dengan nilai
padatan terlarut total (TDS) melalui persamaan (Tebbut, 1992).
K = DHL (S/m) : TDS (mg/liter)
K = konstanta untuk jenis air tertentu
 Padatan total (residu) adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami
evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu
 Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan (Boyd, 1988).
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida,
dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan
g/kg atau promil (0/00)
Salinitas (0/00) = 0,03 + 1,805 klorinitas (0/00)
Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,50/00, perairan payau
antara 0,5 0/00 – 30 0/00 dan perairan laut 30 0/00 – 40 0/00. Pada perairan
hipersaline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40 0/00 – 80 0/00. Pada perairan
pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai.
2. Parameter kimia
Adapun bahan-bahan yang terdapat di perairan dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
1. Gas, terdiri atas karbondioksida, nitrogen, amonia, hidrogen sulfida dan metana
2. Elemen atau unsur, terdiri atas aluminium, zinc, copper, molibdenum, kobalt,
karbon, fosfor, nitrogen, sulfur, klor, fluor, iodin, boron dan silikon. Ion-ion
tersebut terdapat sebagai ion atau senyawa organik dan anorganik kompleks
3. Bahan organik terlarut, berupa gula,, asam lemak, asa, humus, tanin, vitamin,
asam amino, peptida, protein, pigmen tumbuhan, urea dan sebagainya
4. Bahan anorganik tersuspensi, berupa koloid lumpur dan partikel tanah
5. Bahan organik tersuspensi, misalnya fitoplankton, zooplankton, jamur/fungi,
bakteri, dan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati
Beberapa komponen yang diukur dalam parameter kimia antara lain:
a. pH
pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas
dapat mencapai nol (0). Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai
alkalinitas dan kadar karbondioksida bebas semakin rendah. Larutan asam (pH
rendah) bersifat korosif. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap
perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.
b. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)
Kadar oksigen terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu,
salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian
(altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin
kecil (Jeffries and Mills, 1996). Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan
konsumsi oksigen sekitar 10% (Brown, 1987). Hilangnya oksigen dalam perairan
diakibatkan oleh adanya proses respirasi tumbuhan dan hewan serta proses
oksidasi bahan organik oleh mikroba.
c. Karbondioksida (CO2)
Kadar CO2 cenderung mengalami peningkatan seiring dengan penggundulan
lahan dan pembakaran bahan bakar fosil. Kadar karbondioksida di perairan dapat
mengalami penurunan atau bahkan hilang akibat adanya proses fotosintesis,
evaporasi dan agitasi air. Perairan yang digunakan untuk kepentingan perikanan
sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas < 5 mg/liter. Kadar
karbondioksida bebas sebesar 10 mg/liter ,asih dapat ditolerir oleh organisme
akuatik, asalkan disertai dengan kadar oksigen yang cukup. Sebagian besar
organisme akuatik masih dapat bertahan hidup dengan kadar karbondioksida
bebas sekitar 60 mg/liter (Boyd, 1988).
d. Alkalinitas
Alkalinitas merupakan gambran kapasitas air untuk menetralkan asam, atau
dikenal dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di
dala, air yang dapat menetralkan kation hidrogen.
e. Kesadahan
Kesadahan adalah gambaran dari kation logam divalen (valensi dua). Kation
dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan (presipitasi), dan bereaksi
dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat
pada peralatan logam.
f. Bahan organik
Bahan organik berasal dari tiga sumber utama, antara lain (Sawyer and McCarty,
1978).
(1) Alam, misalnya fiber, minyak nabati dan hewani, lemak hewani, alkaloid,
selulosa, kanji, gula
(2) Sintesis, meliputi semua bahan organik yang diproses oleh manusia
(3) Fermentasi, misalnya alkohol, aseton, gliserol, antibiotika, dan asam; yang
diperoleh melalui aktivitas mikroorganisme
3. Parameter biologi
Kualitas air juga dapat diukur menggunakan parameter biologis dengan melihat jenis
biota-biota yang hidup dalam perairan tersebut.

ION UTAMA (Major Ion) DI PERAIRAN


Ion utama (major ion) yang terlarut dalam perairan dalam jumlah banyak yaitu kalsium
(Ca2+), magnesium (Mg2+), natrium (Na+), kalium (K+), klor (Cl-), bikarbonat (HCO3-)
dan sulfat (SO42-) dengan satuan mg/liter (Moss, 1993). Ion yang paling banyak
ditemukan di perairan tawar adalah bikarbonat.
Nutrien utama yang dibutuhkan oleh hampir semua makhluk hidup adalah karbon (C),
hidrogen (H), nitrogen (N), oksigen (O), fosfor (P), kalium (K), magnesium (Mg), sulfur
(S), kalsium (Ca) dan besi (Fe) (Dugan, 1972; Moss, 1993).
Beberapa jenis logam berat ternyata juga merupakan elemen yang dibutuhkan oleh
tumbuhan juga algae. Misalnya Co, Cu, Fe, Mn, Mo, dan Zn. Logam berat yang lainnya
seperti Cd, Cr, Hg, Pb, dan V peranannya belum diketahui dengan jelas terhadap
tumbuhan (Haslam, 1995).

ION RENIK (Trace) DI PERAIRAN


Ion renik merupakan ion yang terdapat di perairan dalam jumlah sangat sedikit dan
biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter – mikrogram/liter. Ion-ion renik di
perairan antara lain tembaga (Cu), seng (Zn), boron (B), fluor (F), brom (Br), kobalt (Co),
air raksa (Hg), kadmium (Cd), perak (Ag), kromium (Cr), vanadium (V), arsen (As),
antimonium (Sb), timah (Sn) dan lain-lain. Beberapa ion-ion tersebut dibutuhkan oleh
organisme akuatik (Haslam, 1995; Moss, 1993).

PENCEMARAN PERAIRAN
Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan), dapat berupa
gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Bahan pencemar dapat memasuki badan air
melalui berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian,
limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lain-lain.
A. Sumber Pencemar
Sumber pencemar (polutan) dapat berupa titik (point source) maupun tersebar/tak
menentu (non-point/diffuse source). Contoh dari point source adalah knalpot
kendaraan, cerobong asap pabrik dan saluran limbah industri, yang bersifat lokal dan
volume pencemar relatif tetap. Sementara contoh polutan non-point source adalah
point source dalam jumlah banyak. Contoh non-point source antara lain limpasan
dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah
permukiman (domestik) dan limpasan dari daerah perkotaan.
B. Bahan Pencemar
Bahan pencemar adalah bahan-bahan asing, baik dari alam atau bukan, yang masuk
ke dalam suatu tatanan ekosistem sehingga menyebabkan terganggunya peruntukan
dari ekosistem tersebut. Berdasarkan asalnya, bahan pencemar terbagi menjadi 2:
1. Bahan pencemar alami. Misal: letusan gunug api, tanah longsor, banjir
2. Bahan pencemar antropogenik. Misal: kegiatan domestik, kegiatan urban dan
industri
C. Jenis-jenis Pencemar
Polutan yang masuk ke dalam lingkungan perairan terdiri atas berbagai macam jenis
polutan. Apabila di perairan terdapat lebih dari dua jenis polutan, maka kombinasi
dari polutan-polutan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Additive: pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan merupakan
penjumlahan dari pengaruh masing-masing polutan. Contoh: pengaruh
kombinasi zinc dan kadmium terhadap ikan
2. Synergism: pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan lebih besar
daripada penjumlahan pengaruh dari masing-masing polutan. Contoh: pengaruh
kombinasi copper dan klorin atau pengaruh kombinasi copper dan surfaktan
3. Antagonism: pengaruh yang ditimbulkan oleh bebrapa jenis polutan saling
mengganggu sehingga pengaruh secara kumlatif lebih kecil atau bahkan hilang.
Contoh: pengaruh kombinasi kalsium dan timbal atau zinc atau aluminium
Rao (1991) mengelompokkan bahan pencemar di perairan menjadi beberapa
kelompok, antara lain:
(1) Limbah yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (oxygen
demanding waste)
(2) Limbah yang mengakibatkan munculnya penyakit (disease causing agents)
(3) Senyawa organik sintetis
(4) Nutrien tumbuhan
(5) Senyawa anorganik dan mineral
(6) Sedimen
(7) Radioaktif
(8) Panas (thermal discharge)
(9) Minyak

Anda mungkin juga menyukai