Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TBC PADA ANAK DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN TBC

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5

Rindiani 14220170005
Tri Nurfiana 14220170009
Siti Hadijah Syam 14220170015
Endang Astuti 14220170023
Supardin 14220170053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................. i

Daftar Isi ........................................................................................................ ii

Kata Pengantar ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi Paru-Paru .......................................................... 3
B. Definisi dari TBC .............................................................................. 5
C. Etiologi dan Patofisiologi TBC.......................................................... 5
D. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Diagnostic TBC .................... 8
E. Farmakologi TBC .............................................................................. 9
F. Konsep Askep dari TBC .................................................................... 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 20

ii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah penulis hanturkan kehadirat Allah SWT senantiasa


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami serta sholawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
yang berjudul TB paru.

Dalam pembuatan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih


kepada semua pihak yang telah memberi doa, dorongan serta bantuan.

Demikian pembuatan makalah hadirkan dengan segala kelebihan dan


kekurangan . Oleh sebab itu, kritik dan saran di perlukan untuk membangun
penulis harapkan demi perbaikan makalah ini. semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan pengetahuan bagi pembaca.

Makassar, 6 Mei 2019

Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
TB Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah
standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat. Mikobakterium
tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Pada tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC,
karena pada sebagian besar negara di dunia penyakit TBC tidak terkendali. Ini
disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan terutama
penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun
terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO,
Treatment of Tuberculosis, Guidelines for National Programmes,1997). Di
Negara-negara berkembang kematian TBC merupakan 25 % dari seluruh
kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TBC
ada di negara berkembang, 75% adalah kelompok usia produktif (15-50
tahun). Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan akan memicu
peningkatan jumlah penderita TBC.
Di Indonesia TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa
penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi. Pada tahun 1999 WHO memperkirakan di Indonesia setiap
tahunnya terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan kematian sekitar 140.000.
Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130
kasus baru TBC Paru BTA positif.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa anatomi fisiologi paru-paru?
2. Apa definisi dari TBC?
3. Bagimana etiologi dan patofisiologi TBC?
4. Bagaimana manifestasi klinis dan pemeriksaan diagnostic TBC?
5. Bagaimana farmakologi TBC?
6. Bagaimana konsep askep dari TBC?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi paru-paru.
2. Untuk mengetahui definisi dari TBC.
3. Untuk mengetahuietiologi dan patofisiologi TBC.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dan pemeriksaan diagnostic TBC.
5. Untuk mengetahui farmakologi TBC.
6. Untuk mengetahui konsep askep dari TBC.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Paru-Paru


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
faring, laring, trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares anterior adalah
saluran-saluran didalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam
bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung
dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan
bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang
mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah pipa
berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang
laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah
faring yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring sampai
ketinggian vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh
ligamen dan membran. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm
panjangnya trachea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronchi).
Trakhea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak tetap yang berupa cincin tulang
rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran di sebelah belakang trakhea, selain itu juga membuat beberapa
jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira
vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus
lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,

3
dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa
cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan
terus menjadi bronchus. Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya
menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut
saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar
udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus
alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, assinus atau kadang disebut
lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan.
Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan
dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru
kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh
limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,
sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas. (Pearce, 2002)

4
B. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infektius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis yang merupakan salah satu
penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sebagian besar basil
tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon
(Wijaya dan Yessie, 2013).. Hanya individu yang mengidap infeksi
tuberkulosis aktif yang menularkan penyakit ke individu lain dan hanya
selama masa infeksi aktif. (Corwin, 2009)
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Penyakit tuberkulosis
pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang dapat
bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini
disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi
Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalens tuberkulosis anak
tidak mudah dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka
kejadian prevalens tuberkulosis anak (Suzanne dan Brenda, 2001).

C. Etiologi dan Patofisiologi Tuberkulosis


1. Etiologi Tuberkulosis
a. Merokok pasif : Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan
anak, sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok
mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan
zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan
pembuluh darah (Reuters Health, 2007).
b. Faktor Risiko TBC anak
1) Resiko infeksi TBC : Anak yang memiliki kontak dengan orang
dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat
intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan

5
terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi
kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien
dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat
infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak
dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor
lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak
baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain
atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang
infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang
ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk5.
Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum.
Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya
terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial
anak.
2) Resiko Penyakit TBC : Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih
besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin
karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur).
Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap
seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi
TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia
1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15%
dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih
tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun
terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus,
gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang
rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian,
pengangguran, dan pendidikan yang rendah.

6
2. Patofisiologi Tuberkulosisi
Infeksi diawali karena seseorang menghirup M. tuberculosis. Bakteri
menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan
terlihat bertumpuk. Perkembangan M. tuberculosis juga dapat
mengjangkau sampai ke area lain paru-paru (lobus atas). Basil juga
menyebar melalui sistem limfe dan pembuluh darah (ginjal, tulang, dan
korteks serebril) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis
menghancurkan (melisis) basil dan jaringan normal, sehingga
mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan
bronkopnemonia. Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk
dinding protektif.
Interaksi antara M. tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal membentuk sebuah jaringan baru yang disebut granula. Granula
terdisi atas gumpalan basil mati dan hidup yang dikelilingi oleh mikrofag
seperti dinding. Granula selanjutnya berubah bentuk menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri
dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa
ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri
menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon
inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan
seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara,
mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut.

7
D. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Diagnostik
1. Manifestasi Klinis
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta
muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak
hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul
di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan
setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan
turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di
paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua,
apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak
muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan
tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh.
Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi,
melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan
butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab
TBC adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk
mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang dewasa
bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau
dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak
mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa
dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku
untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati pada
saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat
kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak
positif TBC.
2. Pemeriksaan Diagnostic
a. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir
penyakit.
b. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.

8
c. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area
durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
d. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
f. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien
dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
g. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
h. Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ;
ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB
paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan
kerusakan sisa pada paru.
i. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim /
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis
luas).

E. Farmakologi Tuberkulosis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka
waktu 1 – 3 bulan (Streptomisin inj 750 mg, Pas 10 mg, Ethambutol 1000
mg, Isoniazid 400 mg). Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata
cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,

9
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB
paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan
jenis : INH, Rifampicin dan Ethambutol. Dengan fase selama 2 x
seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat: (Rifampicin,
Isoniazid (INH), Ethambutol, dan Pyridoxin (B6).

F. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis


1. Pengkajian
a. Identitas Penderita (mencakup: nama, jenis kelamin, umur, suku,
agama, pekerjaan, alamat, pendidikan, status perkawinan)
b. Status Perawatan (ruang rawat, nomor rekam medik, tanggal dan jam
masuk, tanggal dan jam pengambilan data, diagnosa masuk, cara
masuk, pindahan dari rumah sakit atau ruangan mana, serta tim atau
perawat yang bertanggung jawab)
c. Keluhan Utama
a. Keluhan utama klien gagal jantung adalah kelemahan saat beraktivitas,
sesak nafas, dan edema sistemik.
d. Riwayat Penyakit Saat Ini
e. Riwayat Penyakit Dahulu
f. Riwayat Keluarga (genogram)
g. Riwayat Pekerjaan dan pola Hidup
h. Pengkajian Psikososial
i. Pemeriksaan fisik (pemeriksaan fisik terdiri atas keadaan umum dan
pengkajian B1- B6)
1) B1 Breathing
a) Inspeksi: yang dilihay bentuk dada dan gerakan pernafasan.
Klien dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga bentuk
dada terlihat adanya penurunan proporsi diameter antara
posterior dengan proporsi diameter lateral.

10
b) Palpasai: palpasi trakea (adanya pergesaran trakea), gerakan
dinding toraks anterior/ekskrusi pernapasan, dan getaran suara
(fremitas local).
c) Perkusi: pada klien TB paru yang disertai komplikasi seperti
efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada
sisi yang sakit.
d) Auskultasi: pada klien TB paru didapatkan bunyi napas
tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit.
2) B2 Blood
a) Inspeksi: tentang adanya parut atau keluhan kelemahan fisik
b) Palpasi: denyut nadi perifer melemah
c) Perkusi: bata jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura massif mendorong kea rah yang sehat
d) Auskultasi: tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan tidak didapatkan.
3) B3 Brain
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguang perfusi jaringan berat. Pada pengkajian
objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat.
4) B4 Bladden
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan input cairan.
Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna
jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih
normal sebagai ekskresi.
5) B5 Bowel
Klien biasanya mengalami muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.

11
6) B6 Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru.
Gejala yang muncul anatar lain kelemahan, kelelahan, insomnia,
pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tidak teratur.
j. PemeriksaanDiagnostik
1) Pemeriksaan rontgen thoraks
2) Pemeriksaan CT scan
3) Radiologis TB paru millier
4) Pemeriksaan laboratorium
2. Diagnosis Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d skresei mucus yang kental,
hemoptysis, kelemahan, upaya batuk buruk, edema tracheal.feringeal.
b. Ketidakefektifan pola nafas b/d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumupukan cairan dengan rongga pleura.
c. Gangguan pertukaran gas b/d kerusakan membran alveolar kapiler.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia,
perasaan mual dan batuk produktif
3. Intervensi
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d skresei mucus yang kental,
hemoptysis, kelemahan, upaya batuk buruk, edema tracheal.feringeal
Tujan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, bersihan jalan nafas dapat diatasi
Kriteria hasil:
- mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih.
- pernapasan klien normel (16x-20x/menit) tanpa ada penggunaan alat bantu
nafas, bunyi nafas normal, dan pergerakan dada normal.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri Penurunan bunyi nafas menunjukkan
Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, elektasis, ronkhi menujukkan akumulasi
kecepatan, irama, kedalaman, dan secret dan ketidakefektifan pengeluaran
penggunaan alat bantu nafas). sekresei selanjutnya dapat

12
menimbulkan penggunan alat bantu
nafas dan peningkatan kerja pernafasan

Kaji kemampuan mengeluarkan Pengeluaran sangat sulit bila secret


sekresi, catat karakter, volume sangat kenta. Sputum berdarah bila ada
sputum, dan adanya hemoptysis. kerusakan (kavitasi) paru atau luka
bronchial atau memrlukan intervensi
lebih lanjut.
Berikan posisi fowler/semifowler Posisi fowler memaksimalkan eskpansi
tinggi dan bantu klien berlatih napas paru dan menurunkan upaya nafas.
dalam dan batuk efektis. Ventilasi maksimal membuka area
atelectasis dan meningkatkan gerakan
secret , ke jalan nafas besar untuk
dikeluarkan.
Pertahankan intake cairan sedikitnya Hidrasi yang adekuat membantu
2500ml/hari kecuali tidak mengencerkan secret dan
diindikasikan. mengefektifan bersihan jalan nafas.
Bersihkan secret dari mulut dan Mencegah obstruksi dan aspirasi.
trachea, bila perlu lakukan pengisapan Pengisapan diperlukan bila klien tidak
(suction). mampu mengeluarkan secret.
Kolaborasi pemberian obat sesuai Pengobatan tuberculosis terbagi
indikasi OAT. menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).
Pada obat yang digunakan teridri atas
obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WO adalah
rifampisisn, INH, pirazinamid,
streptomizin, dan etambutol.

13
Ketidakefektifan pola nafas b/d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumupukan cairan dengan rongga pleura.
Tujuan: setelah dilakukan intervensi pola nafas kembali efektif
Keriteria hasil:
- Klien ampu melakukan batuk efektif
- Irama, frekunsi, dan kedalamn pernafasan berada pada batas normal, pada
pemeriksaan rontgen data tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan
bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana Intervensi Rasional
Identifikasi faktor penyebab Dengan mengidentifikasi penyebab,
kita dapat menentukan jenis efusi
pleura sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.
Kaji fungsi pernapasan, catat Distress pernapasan dan perubahan
kecepatan pernapasan, dispnua, tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
sianosis, dan perubahan tanda vital. stress fisiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syok akibat
hipoksia
Berikan posisi fowler/semifowler Posisi fowler memaksimalkan ekspansi
tinggi dan miring, bantu klien nafas paru dan menurunkan upaya bernapas.
dalam dan batuk efektif Ventilasi maksimal membuka semua
area atelectasis dan meningkatkan
gerakan secret ke jalan napas besae
untuk dikeluarkan.
Auskultasi bunyi nafas Bunyi napas menurun/tidak ada pada
area kolaps. Deviasi trachea kea rah
ekspansi paru secara maksimal.
Kaji pengembangan dada dan posisi Ekspansi paru menurun pada area
trachea kolaps. Deviasi trachea kea rah sisi
yang sehat pada tension

14
pneumothoraks.
Kolaborasi untuk tindakan Bertujuan sebagai evakuasi cairan
thorakosintesis atau kalau perlu WSD antara udara dan memudahkan ekspansi
paru secara maksimal.
Bila dipasang WSD: periksa Mempertahankan tekanan negative
pengontrol pengisap dan jumlah intrapleura yang meningkatkan
isapan yang benar ekspansi paru optimum
Periksa isapan cairan pada botol Air dalam botol penampung berfungsi
pengisap dan pertahankan pada batas sebagai sekat yang mencegah udara
yang ditentukan atmosfer masuk ke dalam pleura
Observasi gelembung udara dalam Gelembung udara selama ekspansi
botol penampung menunjukkan keluarnya udara dari
pleura sesuai dengan yang diharapkan.
Gelembung biasanya menurun seiring
dengan bertambahnya ekspansi paru.
Tidak adanya gelembung udara dapat
menunjukkkan bahwa ekspansi paru
sudah optimal atau tersumbatnya selang
drainase
Setelah WSD dilepas, tutup sisi Deteksi dini terjadinya komplikasi
lubang dengan kassa steril dan penting seperti berulangnya
observasi tanda yang dapat pneumothoraks.
menunjukkan berulangnya
pneumothoraka seperti nafas pendik,
keluhan nyeri

Gangguan pertukaran gas b/d kerusakan membran alveolar kapiler


Tujuan: setelah dilakukan intervensi gangguang pertukaran gas tidak terjadi
Keriteria hasil:
- Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea

15
- Klien menunjukkan tidak ada gejala distress pernapasan
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat dengan
gas darah dalam arteri dalam rentang normal
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri TB paru mengakibatkan efek luas pada
Kaji dyspnea, takipnae, bunyi napas paru dari bagian kecil
peningkatan uapay pernapasan, bronchopneumonia sampai inflamasi
ekspansi thoraks, dan kelemahan. difus yang luas, nekrosis, efusi pleura,
dan fibrosis yang luas. Efeknya
terhadap pernapasan bervariasi dari
gejala ringan, dipnea berat, sampai
distress pernapasan.
Evaluasi perubahan tingkat Akumulasi secret dan berlurangnya
kessadaran, catat sianosis, dan jaringan paru yang sehat dapat
perubahan warna kulit, termasuk mengganggu oksigenasi organ vital dan
membrane mukosa dan kuku. jaringan tubuh.
Tunjukan dan dukung pernpasan bibir Membuat tahanan melawan udara luar
selama ekspirasi khusunya untuk klien untuk mencegah kolaps/penyempitan
dengan fibrosis dan kerusakan jalan naps sehingga membantu
parenkim paru menyebarkan udara melalui paru dan
mengurangi napas pendek.
Tingkatkan tirah baring, batasi Menurunkan konsmsi oksigen selama
aktivasi, dan bantu kebutuhan periode penurunan pernapasan dan
peraturan diri sehari-hari sesuai dapat menurunkan beratnya gejala.
keadaan klien.
Kolaborasi Penurunan kadar O2 (PO2) dan/atau
Pemeriksaan AGD saturasi dan peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk
intevensi/perubahan program terapi.
Pemberian oksigen sesuai kebutuhan Terapi oksigen dapat mengoreksi

16
tambahan hiposekmia yang terjadi akibat
penurunan ventilasi/menurannya
permukaan elveolar paru.
Kotikosteroid Kotikosteroid berguna dengan
keterlibatan luas pada hipoksemia dan
bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, perasaan


mual dan batuk produktif.

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawataan, intake nutrisi klien terpenuhi

Kriteria Evaluasi :
 Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula kurang
menjadi adekuat
 Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
Rencana Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi klien, turgor kulit,
berat badan, derajat penurunan berat Memvalidasi dan menetapkan derajat
badan, integritas mukosa oral, masalah untuk menetapkan pilihan
kemampuan menelan, riwayat intervensi yang tepat.
mual/muntah, dan diare
Fasilitasi klien untuk memperoleh diet
Memperhitungkan keinginan individu
biasa yang disukai klien (sesuai
dapat memperbaiki intake gizi.
indikasi)
Pantau intake dan output, timbang berat Berguna dalam mengukur keefektifan
badan secara periodik (sekali seminggu) intake gizi dan dukungan cairan.
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut Menurunkan rasa tak enak karena sisa
sebelum dan sesudah makan serta makanan, sisa sputum, atau obat pada
sebelum dan sesudah pengobatan sistem pernapasan yang
intervensi/pemeriksaan oral dapat merangsang pusat muntah.
Memaksimalkan intake nutrisi tanpa
Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan
kelelahan dan energi besar serta
dalam porsi kecil tapi sering
menurunkan iritasi saluran cerna.
Merencanakan diet dengan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kandungan gizi yang cukup untuk
menetapkan komposisi dan jenis diet
memenuhi peningkatan kebutuhan
yang tepat
energi dan kalori sehubungan dengan

17
status hipermetabolik klien.
Kolaborasi untuk pemeriksaan Menilai kemajuan terapi diet dan
laboratorium khususnya BUN, protein membantu perencanaan intervensi
serum, dan albumin selanjutnya.
Multivitamin bertujuan untuk
Kolaborasi untuk pemberian memenuhi kebutuhan vitamin yang
multivitamin tinggi sekunder dari peningkatan laju
metabolisme umum.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak
kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain
mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya.
Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi
Tuberkulosis aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka
melalui udara.

19
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Hudan dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Medi
Action.

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal
Bedah Jilid I. Yogyakarta: Nuha Medika

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal


Bedah 2, Edisi 8. Jakarta : EGC.

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medkal Bedah: Asuhan Keperawaan pada


Pasien Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Mutaqqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan dengan Gangguang Sistem


Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Reuters Health. 2007. Merokok pasif dikaitkan dengan risiko TB pada anak-anak.

20

Anda mungkin juga menyukai