Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Anemia Aplastik


Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia pada darah tepi dan
penurunan selularitas sumsum tulang. Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan
berkurangnya sel darah dalam tepi, akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sum-
sum tulang.
Sistem limfoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga tetapi relatif lebih
ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya. Aplasia ini dapat terjadi hanya
satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik, trombopoetik)
Aplasia hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik)
yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit Schultz),
sedangkan yang mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariositik trombositoponik purpura
(ATP).
Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia yang ditandai dengan adanya
pansitopenia (defisit sel darah pada jaringan tubuh). Defisit sel darah pada sumsum tulang ini
disebabkan karena kurangnya sel induk pluripoten sehingga sumsum tulang gagal membentuk
sel-sel darah. Kegagalan sumsum tulang ini disebabkan banyak faktor. Mulai dari induksi obat,
virus, sampai paparan bahan kimia.
Istilah-istilah lain dari anemia aplastik yang sering digunakan antara lain anemia
hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika,
panmielofisis dan anemia paralitik toksik.
Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2 – 5 kasus/juta penduduk/tahun.
Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua umur. Meski termasuk jarang, tetapi penyakit ini
tergolong penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan biasanya dapat menyebabkan
kematian.Pada pria penyakit anemia aplastik ini lebih berat dibanding wanita walaupun
sebenarnya perbandingan jumlah antara pria dan wanita hampir sama. Siapa saja berpeluang
mendapat anemia aplastik ini.
2.2 Etiologi
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana
penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat memicu
terjadinya penyakit anemia aplastik ini.Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain:
2.2.1 Faktor genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar
diturunkan menurut hukum Mendel meliputi :
1.2.1.1 Anemia fanconi
1.2.1.2 Diskeratosis bawaan
1.2.1.3 Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit atau tulang
1.2.1.4 Sindrom aplastik parsial
1.2.1.5 Sindrom Pearson
1.2.1.6 Sindrom Dubowitz dan lain-lain.
Diduga penyakit-penyakit ini memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum tulang yang
mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel darah).Menurut sumber referensi yang lain,
penyakit-penyakit yang baru saja disebutkan merupakan bentuk lain dari anemia.
2.2.2 Zat Kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Zat-
zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen, insektisida, dan
lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena (secara kontak kulit) pada
seseorang.
2.2.3 Obat-obatan
Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya
pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 – 3 bulan akan menyebabkan anemia
aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association juga telah membuat daftar obat-
obat yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat yang dimaksud antara lain:
Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic anhydrase, Kloramfenikol, Ethosuksimide,
Indomethasin, Imunoglobulin limfosit, Penisilamine, Probenesid, Quinacrine, Obat-obat
sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-obat thiazide, Trimethadione.Pengaruh obat-obat pada sumsum
tulang diduga sebagai berikut :
 Penekanan bergantung dosis obat, reversible dan dapat diduga sebelumnya (obat-obat anti
tumor)
 Penekanan bergantung dosis, reversible, tetapi tidak dapat diduga sebelumnya.
 Penekanan tidak bergantung dosis obat (idiosinkrasi)
2.2.4 Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen. Infeksi virus
temasuk EBV, sitomegalovirus, herpes varisela zoster dan virus hepatitis.
2.2.5 Radiasi
Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan kerusakan pada lingkungan sel induk. Contoh
radiasi yang dimaksud antara lain pajanan sinar X yang berlebihan ataupun jatuhan radioaktif
(misalnya dari ledakan bom nuklir). Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan kronis maupun anemia
aplastik.
2.2.6 Kelainan imunologik
Zat anti terhadap sel-sel hemopoetik dan lingkungan mikro dapat menyebabkan anemia
aplastik.
2.2.7 Anemia aplastik pada keadaan / penyakit lain
2.2.8 Kelompok idiopatik
Besarnya tergantung pada usaha mencari faktor etiologi

2.3 Patofisiologi
Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sum-sum tulang dan
penggantian sum-sum tulang dengan lemak. Dapat terjadi secara kongenital maupun didapat.
Dapat juga idiopatik (tanpa penyebab yang jelas) dan merupakan penyebab utama. Berbagai
macam infeksi dan kehamilan dapat mencetuskannya atau dapat pula disebabkan oleh obat,
bahan kimia, atau kerusakan radiasi. Bahan yang sering menyebabkan aplasia sum-sum tulang
meliputi benzene dan turunan benzene (misalnya perekat pesawat terbang), obat anti tumor
seperti nitrogen mustard, antimetabolit, termasuk metotrexate dan 6-merkaptopurin dan bahan
toksik seperti arsen anorganik.
Berbagai bahan yang kadang juga menyebabkan aplasia atau hipoplasia meliputi berbagai
antimikrobial, anti kejang, obat antitiroid, obat hipoglikemik oral, antihistamin, analgetik,
sedative, phenothiazine, insektisida, dan logam berat. Yang tersering adalah antimikrobial,
chloramphenicol, dan arsenik organik, anti kejang mephenytoin ( mesantoin ) dan trimethadione
( tridione ), obat analgetik antiinflamasi phenylbutazone, sulfonamide, dan senyawa emas.
Dalam berbagai keadaan, anemia aplastik terjadi saat obat atau bahan kimia masuk dalam
jumlah toksik. Namun, pada beberapa orang dapat timbul pada dosis yang dianjurkan untuk
pengobatan. Apabila pajanannya segera dihentikan dapat diharapkan penyembuhan yang segera
dan sempurna.
Apapun bahan penyebabnya, apabila pajanan dilanjutkan setelah tanda hipoplasia muncul,
maka depresi sum-sum tulang akan berkembang sampai titik dimana terjadi kegagalan sempurna
dan irreversibel, disinilah pentingnya pemeriksaan angka darah sesring mungkin pada pasien
yang mendapat pengobatan atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat
menyebabkan anemia aplastik.
Pada anemia aplastik, tidak terdapat mekanisme patogenik tunggal sel induk hemopoetik
yang multifoten berdeferensiasi menjadi sistem – sistem eritropoetik, granulopoetik,
trombopoetik, limpoetik, dan monopoetik. Sejumlah sel induk lainnya membelah secara aktif
menghasilkan sel induk baru. Sebagian darinya dalam fase istirahat setiap saat siap
berdiferensiasi kedalam berbagai sistem tersebut. Apapun penyebab anemia aplastik, kerusakan
dapat terjadi pada sel induk yang aktif maupun yang berada dalam fase istirahat.

2.4 Manifestasi klinis


Awitan anemia aplastik biasanya khas yaitu bertahap ditandai oleh kelemahan, pucat, sesak
napas pada saat latihan, dan manifestasi anemia lainnya. Apabila granulosit juga terlibat, pasien
biasanya mengalami demam, faringitis akut, atau berbagai bentuk lain sepsis dan perdarahan.
Tanda fisik selain pucat dan perdarahan kulit, biasanya tidak jelas. Pemeriksaan hitung darah
menunjukkan adanya defisiensi berbagai jenis sel darah (pansitopenia). Sel darah merah
normositik dan normokromik artinya ukuran dan warnanya normal. Sering, pasien tidak
mempunyai temuan fisik yang khas : adenopati (pembesaran kelenjar) dan hepatosplenomegali
(pembesaran hati dan limpa).

2.5 Evaluasi diagnostik


Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sum-sum tulang, aspirasi sum-sum tulang
sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsi untuk menentukan
beratnya penurunan elemen sum-sum normal dan penggantian oleh lemak. Abnormalitas
mungkin terjadi pada sel stem, prekursor granulosit, eritrosit, dan trombosit, akibatnya terjadi
pansitopenia (defisiensi semua elemen sel darah).
Kriteria anemia aplastik yang berat
Darah tepi :
 Granulosit < 500/mm3
 Trombosit < 20.000/mm3
 Retikulosit < 1,0%
Sumsum tulang :
 Hiposeluler < 25%

2.6 Penatalaksanaan pengobatan


Dua metode penanganan yang saat ini sering dilakukan yaitu :
2.6.1 Transplantasi sum – sum tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik jika
memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara kandung).
Terapi ini sangat baik pada pasien yang masih anak-anak.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari 80% jika
memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang
mendapat terapi semakin tua. Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi
penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-versus-host disease.
Kondisi pasien akan semakin memburuk. Dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan
hematopoesis yang masih dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat berhasil, diperlukan
kemampuan menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah komplikasi selama masa
penyembuhan.
2.6.2 Terapi imuunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia aplastik.
Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang termasuk terapi
imunosupresif ini antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin
(ALG), siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone.
Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam dan kerusakan hati. Orang
dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan terapi transplantasi sumsum tulang, dapat
melakukan terapi imunosupresif ini. Dengan ATG diberikan untuk menghentikan fungsi
imunologis yang memperpanjang aplasia sehingga memungkinkan sum – sum tulang mengalami
penyembuhan. ATG diberikan setiap hari melalui kateter vena sentral selama 7 sampai 10 hari.
Pasien yang berespon terhadap terapi biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3
bulan, tetapi respon dapat lambat sampai 6 bulan setelah penanganan. Pasien yang mengalami
anemia berat dan ditangani secara awal selama perjalanan penyakitnya mempunyai kesempatan
terbaik berespon terhadap ATG.
2.6.3 Terapi suportif
Berperan sangat penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik. Setiap bahan penyebab
harus dihentikan. Pasien disokong dengan transfusi sel darah merah dan trombosit secukupnya
untuk mengatasi gejala. Selanjutnya pasien tersebut akan mengembangkan antibodi terhadap
antigen sel darah merah minor dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak lagi mampu
menaikkan jumlah sel. Kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan atau infeksi, meskipun
antibiotik khusunya yang aktif terhadap basil gram negatif, telah mengalami kemajuan besar
pada pasien ini.
Pasien dengan lekopenia yang jelas ( penurunan abnormal sel darah putih) harus dilindungi
terhadap kontak dengan orang lain yang mengalami infeksi. Antibiotik tidak boleh diberikan
secara profilaksis pada pasien dengan kadar netrofil rendah dan abnormal ( netropenia ) karena
antibiotik dapat mengakibatkan kegawatan akibat resistensi bakteri dan jamur.

2.7 Penatalaksanaan Pencegahan


Pencegahan pengobatan yang mengakibatkan anemia aplastik sangat penting. Karena tidak
mungkin meramalkan pasien mana yang akan mengalami reaksi samping terhadap bahan
tertentu, obat yang potensial toksik hanya boleh digunakan apabila terapi alternatif tidak tersedia.
Pasien yang minum obat toksik dalam jangka waktu lama harus memahami pentingnya
pemeriksaan darah secara periodik dan mengerti gejala apa yang harus dilaporkan.
Tindakan pencegahan dapat mencakup linkungan yang dilindungi dan higiene yang baik.
Pada perdarahan dan / atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yaitu sel darah merah,
granulosit, trombosit dan antibiotik. Agen – agen perangsang sum-sum tulang seperti androgen
diduga menimbulkan eritropoesis. Penderita anemia aplastik kronik dapat menyesuaikan diri
dengan baik dan dapat dipertahankan pada Hb antara 8 dan 9 g dengan transfusi darah yang
periodik

Konsep Dasar Keperawatan


2.8 Data dasar pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keeprawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk menegvaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2001:17).
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:171), pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien dengan
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah adalah sebagai berikut:
2.8.1 Keluhan utama
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai
tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak ada selera makan anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
2.8.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas, kelemahan
fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi.
Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan apa.
2.8.3 Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik Benign Prostatic Hyperplasia, dan prostatektomi. Kaji adanya
riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
2.8.4 Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).

2.8.5 Pengkajian primer


1) Airway
Airway harus diperiksa secara cepat untuk memastikan bebas dan patennya atau tidak ada
obstruksi/hambatan jalan napas. Jika terjadi gangguan lakukan head tilt chin lift atau jaw thurst,
namun bila memiliki peralatan yang lengkap gunakan oral airway, nasal airway, atau intubasi
endotracheal tube atau cricotoroidotomi). Perlu diwaspadai adanya fraktur servikal karena pada
trauma atau cedera berat harus dicurigai adanya cidera korda spinalis. Gerakan berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan neurologic akibat kompresi yang terjadi pada fraktur tulang belakang
jadi ketika menolong korban sebaiknya memastikan leher tetap dalam posisi nertal (bagi
penderita) selama pembebasan jana nafas dan pemberian ventilasi yang dibutuhkan atau
menggunakan neck collar atau penyangga leher (diindikasikan untuk tanda-tanda trauma kapitis,
trauma tumpul cranial dari clavikula, setiap kasus multi trauma, proses kejadian yang
mendukung/biomekanik trauma).
2) Breatting
Hipoksia dapat terjadi akibat ventilasi yang tidak adekuat dan kurangnya oksigen di
jaringan. Setelah dibebaskan airway kualitas dan kuantitas ventilasi harus dievaluasi dengan cara
lihat, dengar, dan rasakan. Jika tidak bernapas maka segera diberikan ventilasi buatan. Jika
penderita bernapas perkirakan kecukupan bagi penderita. Perhatikan gerakan nafas dada dan
dengarkan suara napas penderita jika tidak sadar. Frekuensi nafas atau Respiratory Rate (dewasa)
dapat dibagi menjadi:
 RR < 12 x/menit : sangat lambat
 RR 12-20 x/menit: normal
 RR 20-30 x/menit: sedang cepat
 RR > 30 x/menit: abnormal (menandakan hipoksia, asidosis, atau hipoperfusi)
Untuk lebih akurat kondisi breathing sebaiknya pasang pulse oksimetri untuk mengetahuai
jumlah saturasi oksigen, normalnya > 95%.

3) Cirlulation
Kegagalan system sirkulasi merupakan ancaman kematian yang sama dengan kegagalan
system pernapasan. Oksigen sel darah merah tanpa adanya distribusi ke jaringan tidak akan
bermanfaat bagi penderita. Perkiraan status kecukupan output jantung dan kardiovaskular dapat
diperoleh hanya dengan memeriksa denyut nadi, masa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu
kulit.
4) Disability
Setelah dilakukan Airway, Breathing, dan Circulation selanjutnya dilakukan adalah
memeriksa status neurologi harus dilakukan yang meliputi:

Tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS

Anda mungkin juga menyukai