Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MANAJEMEN INFEKSI NOSOKOMIAL

Nama kelompok 4:

1. Natalia Estrie Kurnia (201811086)


2. Puri Pudyastuti (201811087)
3. Raden Benedectus p (201811088)
4. Raema Noviantika D (201811089)
5. Riski Jullanar Z (201811090)
6. Rosando Bayu S (201811091)
7. Sylvan Syaefatul W (201811092)
8. Theodora Via W (201811093)
9. Valentina Ferisanti (201811094)
10. Yobileum Iskatri (201811095)
11. Yulianti Ayu W (201811098)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH YOGYAKARTA

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
kasih karunia-Nya yang tak terhingga sehingga makalah ini dapat tersusun dengan
baik hingga selesai dan tanpa suatu halangan apapun. Tidak lupa ucapan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dari awal penyusunan hingga selesai.
Terima kasih pula kami haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah
Manajement Patient Saftey Ibu C. Sri Hari Ujiningtyas, S.Kp., M.Sc yang telah sabar
membimbing kami selama proses perkuliahan. Tidak lupa juga dengan bangga kami
ucapkan terima kasih atas seluruh ilmu yang di berikan dalam mata kuliah
Manajement Patient Saftey yang telah menyumbangkan seluruh kemampuannya
untuk kemajuan ilmu medis terkhususnya ilmu keperawatan sehingga kami generasi
penerus bangsa dapat menikmati hasil jerih payah usaha yang telah diberikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari
segi penyusunan kalimat maupun dari tata bahasanya dan beberapa kekurangan lain.
Dengan lapang dada kami sangat mengapresiasi segala saran dan kritik dari segenap
pembaca agar makalah ini dapat direvisi dan dikaji ulang demi kebaikan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah mengenai Manajement Patient Saftey ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi pembaca yang berkecimpung dalam
dunia medis.

Yogyakarta, 28 Februari 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Klien yang berada dalam lingkungan kesehatan dapat berisiko tinggi
mendapat infeksi. Infeksi nosocomial diakibatkan oleh pemberian layanan
kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu
dari tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung
populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin
resisten terhadap antibiotic unit perawatan intensif (UPI) merupakan salah
satu area dalam rumah sakit yang beresiko tinggi terkena infeksi nosocomial
Infeksi nosokomil adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit
pada saat pasien menjalani proses asuhan keperawatan. Infeksi nosocomial
pada umumnya terjadi pada pasien yang dirawat di ruang seperti ruang
perawatan anak, perawatan penyakit dalam, perawtan intensif, dan perawatan
isolasi (Darmadi, 2008).
Infeksi nosocomial menurut Brooker, 2008 adalah infeksi yang
didapat dari rumah sakit yan terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam
dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat
masuk rumah sakit.
Berdasarkan uraian di atas penelitian mentimpulkan bahwa
nosokomialm adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat maupun
sesudah dirawat yang dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan di rumah
sakit seperti pemasangan infus, kateter, dan tindakan-tindakan operatif
lainnya.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa memahami apa yang dimaksud dengan manajemen
infeksi nosocomial.
2. Mahasiswa dapat mngerti cara memotong rantai penularan infeksi
nosocomial.
3. Mahasiswa mampu mengetahui kewaspadaan standar di setiap unit
kerja.
BAB II

ISI

A. Manajemen Infeski Nosokomial


Saat ini perhataian terhadap infeksi nosocomial di sejumlah rumah
sakit di Indonesia cukup tinggi. Tingginya angka kejadaian infeksi
nosocomial dapat menunjukkan turunnya kualitas mutu pelayanan medis,
sehingga perlu adanya upaya pencegahan dan pengendaliannya.
Hendaknya perlu dipahami, rumah sakit adalah unit kerja dengan tugas
utamanya memberikan pelayanan medis komperhensif dalam bentuk
promotif, preventif, kuartif, serta rehabilitative. Pelayanan medis dalam
bentuk promoif adalah upaya agara penderita yang sedang dalam asuhan
keperawatan termotivasi cepat sembuh dan diharapkan agar penderita dapat
meningkatkaan kualitas hidupnya paska asuhan keperawatan.
Pelayanan medis dalam bentuk preventif adalah upaya melindungi
penderita yang masih menjalani proses asuhan keprawtaan agar tidak
memperoleh resiko terjadinya invasi mikroba pathogen karena adanya
prosedur dan tindaakn medis. Invasi mikroba pathogen harus dicegah agat
tidak meinbulkan infeksi naskomial.
Pelayanan medis dalam bentuk kuratif adalah upaya diagnosis beserta
pengobatan melalui berbagai proedur dan tindakan medis, termasukna
pemberian terapi medikamentosa. Prosedur dan tindakan medis yang tidak
aman dan tidak procedural dapat memberi peluang terjadinya infeksi
nosocomial. Sedaangkan pelayanan medis dalam bentuk rehabilitative adalah
upaya tindak lanjut setelah pelayanan medis dalam bentuk kuratif berakhir
agar penderita cepat pulih secara fisik, psikis dan social.
Dari rincian fungsi pelayanan medis diatas, mengamankan dan
melindungi penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan adalah
tugas dan tanggungjawab semua petugas (health provider). Artinya bukan
semata-mata tugas dan tanggungjawab petugas yang langsung merawat
penderita, tetapi juga bagi petugas yang bertugas diunit-unit kerja yang lain
seperti laboratorium, dapur, instalasi sterilisasi, dan lain-lain.
Kembali diingatkan, pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomia
tidak berbeda dengan penyakit infeksi lainnya, yaitu dengan metode
“memotong rantai penularan” agar invasi mokroba pathogen tidak terjadi.
Sasaran yang perlu diwaspadai dalam upaya ini ada tiga, yaitu:
1. Sumber penularan
Seperti lingkungan rumah sakit, petugas, keluarga atau pengunjung, dan
penderita lainnya, terutama peralatan medis yang digunakan.
2. Objek penularan
Penderita yang sedang dalam asuhan keperawatan, khususnya yang berada
dalam kondisi rentan.
3. Cara perpindahan mikroba pathogen
Mekanisme tranmisi mikroba pathogen dari sumber penularan ke objek
penularan.

Ketiga factor diatas harus dihadapi serta dicermati. Ketentuan


pengimplementasian tertuang dalam standar kerja yang berlaku untuk semua
unit kerja di rumah sakit. Inti butir-butir atau penerapan “ upaya memotong
rantai penularan” telah disinggung sebelumnya.

B. Kewaspadaan Standar di Setiap Unit Kerja


Rumah sakit adalah “gudang” mikroba pathogen menular yang
bersumber terutama pada penderita penyakit menular. Sumber lainnya petugas
itu sendiri, orang lain lalu lalang, peralatan medis, serta lingkungan rumah
sakit. Semakin besar rumah sakit ( jumlah tempat tidur, fasilitas, serta
jangkauan pelayanan), maka semakin besar pula peluang penularan dan
kompleksitas permasalahan yang harus dihadapi.
Dari sisi lain, rumah sakit adalah tempat untuk merawat penderita
yang rentan. Penyebaran atau transmisi mikroba pathogen ke penderita baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat terjadi setiap saat di setiap unit
kerja. Karena permasalahan infeksi nosokomialadalah terjadinya invasi
mikroba pathogen ke penderita, maka semua prosedur dan tindakan medis
serta perawatan, diharuskan benar-benar aman dan bebas dari beberapa
mikroba dan pathogen sesuai kewaspadaan standaar.
Kewaspadaan standar itu masing – masing unit kerja tidak sama dan
dbersifat spesifik, disesuaikan dengan tugas utamanya. Yang disamping itu,
upaya pencegahan juga harus mampu melindungi petugas itu sendiri.
Berlandaskan pada upaya “ memotong rantai penularan”, maka secara umum
kewaspadaan standar terperinci sebagai berikut.
1. Sumber penularan
Dalam hal ini focus perhatian tertuju kepada keberadaan atau sumber
mikroba pathogen dan cara pengeliminasiannya.
a. Lingkungan sebagai sumber penularan: kebersihan dan sanitasi
lingkungan
b. Petugas dan sumber penularan: kondisi kesehatan fisik petugas, cuci
tangan setiap saat akan dan sesudah melakukan prosedur dan tindakan
medis serta perawatan.
c. Makanan atau minuman sebagai sumber penularan: pengolahan dan
penyajiannya harus higienis.
d. Peralatan medis sebagai sumber penularan: proses disinfeksi dan
sterilisasi yang baik.
e. Penderita lain sebagai infeksi: melakuken source isolation
2. Objek penularan
Penderita yang berada dalam ruangan atau bangsal keperawatan harus
diamankan atau dilindungi dengan:
a. Melakukan isolasi protektif
b. Menggunakan alat pelindung diri bagi petugas
c. Membatasi keluar masuk petugas dalam ruangan atau bangsal
perawatan, sedangkan bagi keluarga atau pengunjung harus ada ijin
khusus.
3. Cara perpindahan mikroba pathogen
Upaya mencegah perpindahan mikroba pathogen dari sumber
penularan ke penderita dengan :
a. Penggunaan alat pelindungan diri bagi petugas
b. Setiap melakukan prosedur dan tindakan medis harus dengan indikasi
tepat, serta dikerjakan dalam keadaan benar-benar aman.
c. Membatasi tindaka-tindakan medis invasive yang berlebihan.

C. Penyebab infeksi nosokiomial:


1. Suntikan yang tidak aman dan sering kali tidak perlu
2. Pengunaan alat medis tanpa ditunjang pelatihan maupun dukungan
laboratorium
3. Standar dan praktek yang tidak memadahi untuk pengoperasian
pelayanan tranfusi
4. Pengunaan cairan infus yang terkontaminasi
5. Meningkatnya restitensi terhadap antibiotik karena pengunaan
antibiotik yang berlebihan atau salah
6. Berat penyakit yang diderita
D. Gelaja infeksi nasokomial terjadi pada rentang waktu:
1. 48 jam setelah masuk ke rumah sakit
2. 3 har setelah pelepasan dari rumah sakit
3. 30 hri setelah operasi

Ciri infeksi nosokomial:

1. Infeksi saluran kemih


2. Infeksi bekas operasi
3. Gastrointeritis
4. Meningitis
5. Pneumonia
6. Demam, batuk dan sesak napas
7. Rasa terbakar saat kencing

E. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Unit Kerja Khusus


Dari semua unit kerja yang ada di rumah sakit, hanya kamar bedah yang
berpeluang besar terhadap terjadinya infeksi nosocomial. Peluang yang
beresiko dalam proses pembedahan terperinci sebagai berikut.
1. Objek tindakan pembedahan yang dihadapai :
a. Bersih
Luka atau operasi yang mengakibatkan luka steril dan dilakukan
dengan memperhatikan prosedur apseptik dan antiseptik.
Kemungkinan terjadinya infeksi 2-4%.
b. Bersih terkontaminasi
Oprasi seperti pada keadaan dengan daerah yang terlibat pembedahan
seperti saluran nafas, saluran kemih, atau pemasangan drain.
Kemungkinan terjadi infeksi 5-15%.
c. Kontaminasi
Dengan daerah luka yang telah terjadi 6-10 jam dengan atau tanpa
benda asing .
Tidak ada tanda-tanda infeksi namun kontaminasi jelas karna aluran
nafas, cerna, atau kemih dibuka.
Tindakan darurat yang mengabaikan prosedur aseptik antiseptik .
kemungkinan terjadi infeksi 16-25%.
d. Kotor
Daerah dengan luka terbuka yang telah terjadi lebih dari 10 jam
Luka dengan tanda-tanda klinis infeksi
Kemungkinan terjadi infeksi 40-70%
2. Tindakan medis invasive pembedahan
Tindakan medis invasive adalah tindakan medic yang langsung dapat
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh.

Tindakan invasive ada 2:

a. Tindakan invsive sederhana


Suatu tindakan memasukkan alat kesehatan ke dalam tubuh pasien
sehingga memungkinkan mikoorganisme masuk ke dalam tubuh
dan menyebar ke jaringan. Contoh : suntikan, fungsi (vena,
lumbal, pericardial, pleura suprapubik), bronkoskopi, angiografi,
pemasangan alat (kontrasepsi, kateter intravena, kateter jantung,
pipa endotrakeal, pipa nasogastrik, pacu jantung).
b. Tindakan invasive operasi
Suatu tindakan yang melakukan penyayatan pada tubuh pasien dan
dengan demikian memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam
tubuh dan menyebar.
3. Durasi tindakan pembedahan
4. Luas dan lebarnya jaringan yang dibuka
5. Tindakan medis invasive lainnya, diluar tindakan pembedahan :
a. Pemasangan cairan infus atau transfuse
b. Kateterisasi
c. Penggunaan ventilator
6. Tindakan anestesi misalnya pemasangan Endotracheal Tube
Dengan memperhatikan semua peluang terjadinya infeksi nosocomial
maka persiapan pelaksanaaan pembedahan harus diperhitungkan dengan
cermat dan memperhatikan hal-hal berikut :
1. Diagnosis kasus
 Infeksi luka operasi
 Infeksi saluran kemmih (ISK)
 Infeksi saluran cerna
 Hepatitis saluran akut
 Infeksi saluran napas bawah
2. Teknis pembedahan selama perioperative
3. Risiko atau komplikasi yang mungkin terjadi akibat pembedahan
4. Lama tindakan pembedahan berlangsung
Persiapan lain di luar teknis pembedahan yang perlu diingat kembali
adalah sterilisasi dan pembatasan jumlah personil yang ada di dalam kamar
bedah.

Dengan banyak dan kompleksnya permasalahan yang ada di kamar


bedah terkait dengan pencegahan infeksi nosocomial, maka kecermatan dalam
bekerja sangat diperlukan, di mulai saat sebelum tindakan pembedahan
(preoperative), saat tindakan pembedahan berlangsung (perioperative), dan
setelah pembedahan berakhir (postoperative).

5 tindakan pencegahan yang mudah dilakuakan:

1. Mencucui tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencucui tangan


merupakan metode yang paling efektif untuk mecegah infeksi
nosokomial, efektif mengurangi perpindahan mikroorgansime karena
bersentuhan.
2. Menggunakan alat perlindungan diri atau APD untuk menghindari
kontak degan darah atau cairan tubuh lainnya.
3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko
penularan penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh
produk darah pasien.
4. Melaukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi insrumen dengan
prinsip yang benar. Tidakan ini merupakan proses untuk mengurangi
resiko transmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada pasien dan
tenaga kesehatan.
5. Mejaga saintasi lingkunga secara benar. Sebagaimana diketahui
aktivitas pelayanan kesehatan akan menghasilkan sampah rumah
tangga, sampah medis, dan sampah berbahaya, yang memerlukan
manajemen yang baik untuk menjaga keamanan tenaga rumah sakit,
pasien, pengunjung, dan masyarakat
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas penelitian mentimpulkan bahwa


nosokomialm adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat maupun
sesudah dirawat yang dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan di rumah
sakit seperti pemasangan infus, kateter, dan tindakan-tindakan operatif
lainnya. Pelayana medis dalam bentuk preventif adalah upaya melindungi
penderita yang masih menjalani proses asuhan keprawtaan agar tidak
memperoleh resiko terjadinya invasi mikroba pathogen karena adanya
prosedur dan tindaakn medis. Invasi mikroba pathogen harus dicegah agat
tidak meinbulkan infeksi naskomial.
Pelayanan medis dalam bentuk kuratif adalah upaya diagnosis beserta
pengobatan melalui berbagai proedur dan tindakan medis, termasukna
pemberian terapi medikamentosa. Prosedur dan tindakan medis yang tidak
aman dan tidak procedural dapat memberi peluang terjadinya infeksi
nosocomial. Sedaangkan pelayanan medis dalam bentuk rehabilitative adalah
upaya tindak lanjut setelah pelayanan medis dalam bentuk kuratif berakhir
agar penderita cepat pulih secara fisik, psikis dan social.

Fungsi pelayanan medis adalah mengamankan dan melindungi


penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan merupakan tugas
dan tanggungjawab semua petugas (health provider). Artinya bukan semata-
mata tugas dan tanggungjawab petugas yang langsung merawat penderita,
tetapi juga bagi petugas yang bertugas diunit-unit kerja yang lain seperti
laboratorium, dapur, instalasi sterilisasi, dan lain-lain. Dari sisi lain, rumah
sakit adalah tempat untuk merawat penderita yang rentan. Penyebaran atau
transmisi mikroba pathogen ke penderita baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat terjadi setiap saat di setiap unit kerja. Karena permasalahan
infeksi nosocomial adalah terjadinya invasi mikroba pathogen ke penderita,
maka semua prosedur dan tindakan medis serta perawatan, diharuskan benar-
benar aman dan bebas dari beberapa mikroba dan pathogen sesuai
kewaspadaan standar.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. (2013). Fundamental of Nursing. Eighth Edition. Elsevier.


Darmadi (2008). Infeksi Nosokomial. Penetbit Salemba Medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai