Tutorial C3
Interpretasi Kasus Tn. Budi, 34 tahun
Hipotesis:
1. TB Paru e.c HIV/AIDS
2. Pneumonia
3. CA Paru
4. Bronkiektasis
Interpretasi Kasus
Diagnosis :
TB Paru BTA (+) lesi luas, kasus baru dengan HIV positif
Tatalaksana:
•2RHZE/4RH
•ARV
•Obat golongan hepatoprotektor
•Vit. B6
•Kontrol 2 minggu lagi
Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit multisistemik menular
dengan banyak manifestasi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis
Tuberkulosis Paru merupakan infeksi spesifik Mycobacterium
tuberculosis pada organ paru
Robert Koch mengidentifikasi basil tahan asam M. tuberculosis
sebagai bakteri penyebab TB
Etiologi
Disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
Cara penularan dengan droplet inhalasi
Epidemiologi
TB → “global health emergency”
Tinggi pada negara berkembang (98%)
Tinggi pada usia produktif (75%)
Di Indonesia, TB masuk dalam urutan ke-4 untuk morbiditas dan urutan ke-5
untuk mortalitas
LaporanWHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif.
Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis.
Jumlah terbesar kasusTB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus
TB di dunia. 182 kasus per 100.000 penduduk.
Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000
pendduduk
Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk,
dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat
kasusTB yang muncul.
Faktor Risiko
Umur
Jenis kelamin
Merokok
Status gizi
Kelembaban udara
Sosial ekonomi
Perilaku
Kepadatan penduduk
Immunodeficiency
Klasifikasi
1. Patologis
2. Organ yang terkena
3. Hasil Px. Sputum
4. Riwayat pengobatan
5. Terapi “WHO”
Diagnosis
Dapat ditegakkan berdasarkan :
• gejala klinis
• pemeriksaan fisis/jasmani
• pemeriksaan bakteriologi
• radiologi
Gejala Klinis
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, :
1. Gejala respiratorik (Paru)
batuk 2 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
2.Gejala sistemik
Demam
gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
limfadenitis tuberkulosis:
pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak.
PX Penunjang
Bakteriologi
Radiologi
Pemeriksaan Penunjang lain : Analisi pleura, Histopatologi
Jaringan, Darah, uji tuberkulin
Bakteriologi
• Bahan pemeriksaan:
– Sputum
– Cairan tubuh lain : cairan otak, cairan pleura
– Darah, urin, feses
• Cara pengumpulan dan pengiriman bahan:
- dahak 3 kali (SPS)
- cairan ditampung dalam pot
- jaringan/BJH ,dibuat sediaan apus ditambahkan
NaCl 0,9% 5 ml
Kualitas sputum memenuhi syarat :
– Bukan saliva / ludah
–Tidak terkontaminasi saliva / ludah
– Dibatukkan dengan tekanan dari dalam
Edukasi pasien cara penampungan :
Kumur air matang dengan seksama 3x
–Tarik napas dalam 3x
-Tahan napas pada tarikan ke 3 sesaat – Batukkan dengan tekanan
1. Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan ZiehlNielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-
rhodamin (khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali
pemeriksaan ialah bila :
3kali positif / 2 kali positif, 1 kali negatif = BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif = ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif = BTA positif
bila 3 kali negatif = BTA negatif
Skala IUATLD (International Union
Against Tuberculosis and Lung
Disease)
Tidak ditemukan BTA (100 lapang pandang) disebut negatif
19 BTA (100 lapang pandang) ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
1099 (100 lapang pandang) disebut + (1+)
110 BTA (1 lapang pandang) disebut ++ (2+)
>10 BTA (1 lapang pandang) disebut +++ (3+)
Skala Bronkhorst (BR)
- BR I: 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan
- BR II : ≤20 batang per 10 lapang pandang
- BR III : 20-60 batang per 10 lapang pandang
- BR IV : 60-120 batang per 10 lapang pandang - BR V : >
120 batang per 10 lapang pandang
2. Pemeriksaan biakan kuman
Metode:
Egg base media: LowensteinJensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
Agar base media : Middle brook
Untuk mendeteksi:
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT).
Mycobacterium tuberculosis
Morfologi
Bentuk: cocobasil
Susunan: tunggal
Warna: merah
Sifat: bakteri tahan asam
Metoda: Ziehl-Nielsen
Pemeriksaan Radiologik
gambaran bermacammacam bentuk (multiform). Gambaran radiologi
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
5. Fibrotik
6. Kalsifikasi
7. Penebalan pleura
Luas lesi
Lesi minimal: mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kaviti
Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal
Pemeriksaan Khusus
1. Pemeriksaan BACTEC
2. Polymerase chain reaction (PCR)
3. Pemeriksaan serologi, metoda:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
b. ICT
c. Mycodot
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Pemeriksaan Penunjang lain
4.Uji tuberkulin
• Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis.
• Uji ini akan mempunyai makna bila kepositivan dari uji yang
didapat besar sekali.
• Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan
hasil negatif.
Penatalaksanaan
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT
Terdapat 3 aktivitas anti tuberkulosis yaitu :
1. Obat bakterisidal : INH, rifampisin, oirinazid
2. OAT dengan kemampuan sterilisasi : Rifampisin, PZA
3. OAT dengan kemampuan mencegah resistensi : rifampisin dan
INH, sedangkan streptomisin dan etambutol kurang efektif
Obat Program Nasional
Kemasan Obat
Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
Kombipak
Obat yang diresepkan
Obat lepas/obat tunggal : obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol.
Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
Alasan penggunaan :
Pasien meminum lebih sedikit obat yang meningkatkan kepatuhan dan mencegah pasien
memilih obat sehingga mengurangi risiko berkembangnya resistensi.
Prinsip Pengobatan TB
OAT (Obat antituberkulosis) harus diberikan dalam bentuk
kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
atau mono (terapi). Pemakaian OAT kombinasi dosis tetap
(OAT_KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT= Direct Observed Treatment) oleh
seorang PMO (pengawas menelan obat)
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap:
Tahap awal (intensif)
Tahap lanjutan (intermitten)
2 Fase Pengobatan TB
Tahap intensif:
pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat
Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu
Sebagian besar pasien TB positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan
Tahap lanjutan:
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
Panduan OAT yang digunakan Di
Indonesia
- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
- Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien
yang mengalami efek samping OAT KDT.
Keuntungan Penggunaan KDT
Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektivitas obat dan mengurangi efek samping
Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko
terjjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi lebih sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Panduan Peruntukan OAT
Kategori 1:
Pasien baru BTA positif
Pasien TB paru, BA negatif, foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
Kategori 2:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
OAT Sisipan :
Diberikan pada pasien BTA positif pada akhir pengobatan intensif masih tetap
BTA
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari)
14
Sumber : Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak
Contoh untuk resep pada anak;
Isoniazid sediaan 300mg, rifampisin dengan sediaan 300 mg,
piramizin dengan sediaan 500mg, etambutol dengan
sediaan500mg, dengan bb 20kg
Iso; 150/300*60= 30 tab
Rif; 250/300*60= 50 tab
Pir; 500/500*60= 60 tab
Eta; 300/500*60= 36 tab
R/ isonoazid tab 300 NO XXX
S
R/ Rifampisin tab 300 NO L
S
R/piramizin tab 500 No LX
S
R/etambutol tab 500 No XXLVI
S
Efek Samping
ES OAT dan Talaknya
ES ringan
ES berat OAT
Hasil Pengobatan
Pencegahan
Primer
• promosi kesehatan dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan
pada host, agent dan lingkungan. Contohnya :
a. Mengurangi agent: isolasi pada penderita tuberkulosa selama
menjalani proses pengobatan.
b. Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan
tuberkulosa seperti meningkatkan kualitas pemukiman dengan
menyediakan ventilasi pada rumah dan mengusahakan agar
sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah
c. Meningkatkan daya tahan pejamu seperti
meningkatkan status gizi individu, pemberian imunisasi
BCG terutama bagi anak.
d. Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal
serumah dengan bukan penderita karena bisa
menyebabkan penularan
e. Meningkatkan pengetahuan individu pejamu (host)
tentang tuberkulosa: definisi, penyebab, cara untuk
mencegah penyakit tuberculosis paru seperti imunisasi
BCG, dan pengobatan tuberculosis paru.
Sekunder
meliputi diagnosa dini dan pencegahan yang cepat untuk
mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah proses
penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi.
Sasaran:
• penderita atau dianggap menderita (suspect)
• yang terancam akan menderita tuberkulosa (masa tunas).
Contohnya:
Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada penderita
tuberkulosa paru sesuai dengan kategori pengobatan seperti
isoniazid atau rifampizin.
- Penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin
dengan melakukan diagnosa pemeriksaan sputum
(dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang dewasa.
- diagnosa dengan tes tuberculin
- Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya
- melakukan foto thorax
- Libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum
obat anti tuberkulosa
Tersier
tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau
kelainan permanent, mencegah bertambah parahnya
suatu penyakit atau mencegah kematian. Dapat juga
dilakukan rehabilitasi untuk mencegah efek fisik,
psikologis dan sosialnya.
- Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara
sistematis dan berjenjang.
- Berikan penanganan bagi penderita yang mangkir
terhadap pengobatan.
- Kadang kadang perlu dilakukan pembedahan dengan
mengangkat sebagian paru-paru untuk membuang nanah
ISTC
International Standards for Tuberculosis Care
ISTC TB
International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)
adalah kumpulan standar penananan tuberkulosis
yang bersifat internasional dengan tujuan untuk
menggambarkan suatu tingkat penanganan yang dapat
diterima secara luas yang harus dilakukan oleh seluruh
praktisi baik pemerintah maupun swasta dalam penanganan
pasienTB atau diduga menderitaTB
INTERNATIONAL STANDARDS FOR
TUBERCULOSIS CARE (standar diagnosis)
Standard 1
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih,
yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis.
Standard 2
Semua pasien (dewasa, remaja dan anak yang dapat mengeluarkan
dahak) yang diduga menderita tuberkulosis paru harus menjalani
pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Jika
mungkin paling tidak satu spesimen harus berasal dari dahak pagi
hari.
Standard 3
Pada semua pasien (dewasa, remaja dan anak) yang diduga menderita
tuberkulosis ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit
seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopik dan jika tersedia
fasiliti dan sumber daya, dilakukan pemeriksaan biakan dan
histopatologi.
Standard 4
Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberculosis
seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Standard 5
Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus
didasarkan kriteria berikut : minimal pemeriksaan dahak
mikroskopik 3 kali negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari);
temuan foto toraks sesuai tuberkulosis dan tidak ada respons
terhadap antibiotika spektrum luas (Catatan : fluorokuinolon harus
dihindari karena aktif terhadap M.tuberculosis complex
Standard 6
Diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni, paru, pleura dan kelenjar
getah bening hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala namun
sediaan apus dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan
radiografi toraks sesuai tuberkulosis dan pajanan kepada kasus
tuberkulosis yang menular atau bukti infeksi tuberkulosis (uji kulit
tuberkulin positif atau interferron gamma release assay). Untuk
pasien seperti ini, bila tersedia fasiliti, bahan dahak seharusnya
diambil untuk biakan (dengan cara batuk, kumbah lambung atau
induksi dahak).
Standar pengobatan
Standard 7
Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban
tanggung jawab kesehatan masyarakat yang penting. Untuk
memenuhi tanggung jawab ini praktisi tidak hanya wajib memberikan
paduan obat yang memadai tapi juga harus mampu menilai kepatuhan
pasien kepada pengobatan serta dapat menangani ketidakpatuhan bila
terjadi
Standard 8
Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum
pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama yang disepakati
secara internasional menggunakan obat yang biovalibilitinya telah
diketahui.
Standar 9
Untuk membina dan menilai kepatuhan (adherence) kepada pengobatan,
suatu pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien,
berdasarkan kebutuhan pasien dan rasa saling menghormati antara pasien
dan penyelenggara kesehatan, seharusnya dikembangkan untuk semua
pasien
Standar 10
Semua pasien harus dimonitor responnya terhadap terapi, penilaian
terbaik pada pasien tuberkulosis ialah pemeriksaan dahak mikroskopik
berkala (dua spesimen) paling tidak pada waktu fase awal pengobatan
selesai (dua bulan), pada lima bulan, dan pada akhir pengobatan
Standar 11
Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respon
bakteriologis dan efek samping seharusnya disimpan untuk semua pasien
Standar 12
Di daerah dengan prevalensi HIV tinggi pada populasi umum dan daerah
dengan kemungkinan tuberkulosis dan infeksi HIV muncul bersamaan,
konseling dan uji HIV diindikasikan bagi semua pasien tuberkulosis
sebagai bagian penatalaksanaan rutin.
Standar 13
Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi
untuk menemukan perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan
selama masa pengobatan tuberkulosis
Standar 15
Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya
MDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung
obat anti tuberkulosis lini kedua. Paling tidak harus digunakan empat
obat yang masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18
bulan
Standar untuk tanggung jawab
kesehatan
Standar 16
Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien tuberkulosis
seharusnya memastikan bahwa semua orang (khususnya anak
berumur di bawah 5 tahun dan orang terinfeksi HIV) yang
mempunyai kontak erat dengan pasien tuberkulosis menular
seharusnya dievaluasi dan di tata laksana sesuai dengan rekomendasi
internasional. Anak berumur di bawah 5 tahun dan orang terinfeksi
HIV yang telah terkontak dengan kasus menular seharusnya
dievaluasi untuk infeksi laten M. tuberkulosis maupun tuberkulosis
aktif.
Standar 17
Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus melaporkan kasus
tuberkulosis baru maupun kasus pengobatan ulang serta hasil
pengobatannya ke kantor Dinas Kesehatan setempat sesuai dengan
peraturan hukum dan kebijakan yang berlaku
Pencegahan
1. Vaksinasi BCG
2. Kemopropfilaksis
Primer
Sekunder
Komplikasi
1. Dini
Pleuritis
Efusi pleura
Emphisema
Laringitis
2. Lanjut
Obstruksi jalan napas
Kor pulmonal
Karsinoma paru
TB milier
Sindrom gagal napas
Prognosis
Dalam kasus reguler dan tanpa penyulit dapat sembuh total
dengan pemberian OAT selama kurang lebih 6 bulan rutin
Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
50% meninggal
25% sembuh sendiri dengan sistem imun tinggi
25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
Referensi
Buku pedoman nasional penangananTB
http://ppti.info/ArsipPPTI/makalah-dr-erlina-burhan-
peran-istc-dalam-pencegahan-tb-mdr.pdf
Farmakologi UI