MEGACODE HENTI
TEKNIK PENGELOLAAN JALAN
JANTUNG DEWASA
NAPAS & PERNAPASAN
218
PANDUAN PRAKTIKUM
SKENARIO TRIASE
Tujuan
1. Mampu melakukan triase pada penderita tunggal maupun massal, baik dalam kondisi sehari-
hari maupun pada saat bencana
2. Mampu melakukan penilaian cepat pada penderita gawat darurat
3. Mampu memilah penderita sesuai kategori kegawatdaruratannya
4. Mampu melakukan tindakan pertolongan awal
5. Mampu mengatur rujukan sesuai kebutuhan penderita
SKENARIO 1
Tabrakan Mobil
Anda seorang perawat sedang bertugas di unit gawat darurat sebuah rumah sakit tempat anda
bekerja.Anda mendapat telepon dari atasan yang menginformasikan telah terjadi kecelakaan lalu
lintas di dekat rumah sakit Anda dan Anda ditugaskan ke tempat kejadian untuk melakukan triage.4
menit kemudian Anda sampai di tempat kejadian, ternyata sebuah minibus dengan 5 orang
penumpang menabrak pagar pembatas jalan.Menurut informasi dari saksi mata kecepatan minibus
tadi sekitar 100 km/jam.
Pasien B
Perempuan, umur 38 tahun, berada 9 meter dari minibus, tampaknya terpental keluar dari dalam
mobil.Pada saat Anda temukan pasien dalam keadaan sadar, pasien mengeluh sangat nyeri di daerah
perut.Pada saat Anda palpasi teraba krepitasi di daerah panggul. Tanda-tanda vital: nadi 140
kali/menit, kecil serta akral terasa dingin, pernafasan 28 kali/menit, GCS 15
Pasien C
Laki-laki, usia 48 tahun, Anda temukan berada di belakang jok mobil. Pada saat Anda periksa
nampak sangat sesak dan hanya berespon bila diajak bicara.Perlukaan yang nampak, ada ekskoriasi
di daerah wajah, dada dan abdomen.Bising nafas tidak terdengar pada paru sisi kiri dan pada
abdomen ada nyeri tekan. Tanda-tanda vital: nadi 140 kali/menit, kecil serta akral terasa dingin,
pernafasan 35 kali/menit, GCS 14
219
Pasien D
Perempuan, usia 25 tahun, ditemukan di tempat duduk belakang dalam keadaan histeris dan
mengeluh nyeri perut. Ternyata perempuan tersebut sedang hamil 8 bulan dan nampaknya akan
partus. Ada perlukaan ekskoriasi daerah wajah dan abdomen. Tanda-tanda vital: nadi 96
kali/menit, besar, respirasi 25 kali/menit, GCS 15
Pasien E
Anak laki-laki umur 6 tahun, ditemukan di lantai mobil, pada saat ditemukan masih bisa diajak bicar,
3 menit kemudian tidak bisa lagi.Dari hasil pemeriksaan nampak ekskoriasi di seluruh tubuh serta
tungkai kanan tampak angulasi.Keluar darah dari mulut dan hidung. Tanda-tanda vital: nadi 180
kali/menit, sedang, respirasi 30 kali/menit, GCS 12.
Pertanyaan:
1. Kenali apa yang dapat Anda lakukan dalam menyelesaikan masalah primer yang
membutuhkan penanganan segera
2. Tuliskan prioritas pasien menurut Anda, untuk penanganan lebih lanjut dengan menuliskan 1
– 5 (dengan # 1 prioritas tertinggi dan # 5 prioritas terendah) pada tiap baris dibawah ini.
___ Pasien A
___Pasien B
___Pasien C
___Pasien D
___Pasien E
3. Jelaskan dengan singkat alasan Anda dalam menentukan prioritas pasien tersebut:
Prioritas 1 .....................................................
Prioritas 2 .....................................................
Prioritas 3 .....................................................
Prioritas 4 .....................................................
Prioritas 5 .....................................................
SKENARIO 2
Tabrakan Mobil
Anda seorang perawat yang mendapat tugas untuk melakukan triage setelah mendapat
informasi, telah terjadi kecelakaan mobil. 5 menit setelah sampai di tempat kejadian,
ternyata sebuah mobil sedan dengan 5 orang penumpang menabrak bagian belakang truck
yang sedang membawa kayu.
Setelah Anda melakukan pemeriksaan di dapatkan kondisi pasien:
Pasien A
Laki-laki, umur 24 tahun, telah diekstrikasi dari dalam mobil.Pernafasan ada bunyi gurgling,
darah keluar dari hidung saat ekspirasi, pembengkakan di daerah leher dan nampak
sianosis.Ditemukan fraktur maksila, gigi banyak yang patah dan ada fraktur klavikula terbuka.
Tanda-tanda vital: nadi 140 kali/menit, kekuatan sedang, respirasi 40 kali/menit, GCS 12.
220
Pasien B
Perempuan, umur 38 tahun, pasien mengeluh sakit, ada kayu menancap di dada sebelah
kanan serta ada luka selebar 4 cm dan tampak jaringan paru keluar masuk dari luka
tersebut. Tanda-tanda vital: nadi 100 kali/menit, kekuatan sedang, respirasi 35 kali
permenit, GCS 15.
Pasien C
Laki-laki, umur 40 tahun, mengeluh nyeri dada, ada nyeri tekan di sternum dan nampak
sesak, bising nafas berkurang pada paru sebelah kiri.Perlukaan, ada fraktur kostae 3 – 6 kiri
dan fraktur femur kiri terbuka. Tanda-tanda vital: nadi 110 kali/menit, kecil, respirasi 35
kali/menit, GCS 15.
Pasien D
Laki-laki, umur 35 tahun, sadar, sedikit gelisah.Dari hasil pemeriksaan, seluruh perut nyeri
tekan dan nampak ada jejas di abdomen bagian atas. Tanda-tanda vital: nadi 105 kali/menit,
respirasi 30 kali/menit, GCS 15.
Pasien E
Laki-laki, umur 32 tahun, mengeluh nyeri di tungkai bawah sebelah kanan.Hasil pemeriksaan
tungkai kanan dingin, pulsasi bagian distal tidak teraba. Tanda-tanda vital: nadi 105
kali/menit, respirasi 20 kali/menit, GCS 15.
Pertanyaan :
1. Kenali apa yang dapat Anda lakukan dalam menyelesaikan masalah primer yang
membutuhkan penanganan.
2. Tuliskan prioritas pasien menurut Anda, untuk penanganan lebih lanjut dengan
menuliskan nomor 1 – 5 (dengan # 1 prioritas tertinggi dan # 5 prioritas terendah)
pada tiap baris dibawah ini.
___ Pasien A
___Pasien B
___Pasien C
___Pasien D
___Pasien E
3. Jelaskan dengan singkat alasan Anda dalam menentukan prioritas pasien tersebut:
Prioritas 1 .....................................................
Prioritas 2 .....................................................
Prioritas 3 .....................................................
Prioritas 4 .....................................................
Prioritas 5 .....................................................
221
PANDUAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN JALAN NAPAS & PERNAPASAN
Tujuan
1. Menilai secara dini gangguan jalan napas dan pernapasan
2. Melakukan pembebasan jalan napas secara manual atau dengan alat
3. Melakukan pernapasan bantuan secara manual atau dengan alat
222
Teknik menjaga jalan napas
Prosedur untuk mengevaluasi jalan napas, dan pernapasan paling baik bila dilakukan pada pasien
dengan posisi terlentang (supinasi) , punggungnya datar. Pasien yang ditemukan tidak dalam kondisi
terlentang harus dipindahkan dalam posisi terlentang terlebih dahulu untuk evaluasi dan penanganan.
Pada penderita tidak sadar lidah dapat jatuh ke belakang dan kemudian menyebabkan obstruksi jalan
napas. Hal ini dapat diatasi secara manual dengan chin lift-Head tilt atau Jaw thrust , untuk kemudian
dipasang alat bantu berupa pipa orofaring atau pipa nasofaring.
Jika pasien trauma dengan gangguan jalan napas yang memerlukan tindakan segera maka harus
dipindahkan segera untuk pembukaan jalan napas dan memberikan bantuan pernapasan.
Jika dicurigai terdapat trauma, lindungi kepala dan leher saat memposisikan pasien. Jalan napas dan
pernapasan
bagaimanapun merupakan prioritas dibandingkan proteksi terhadap tulang belakang dan harus dinilai
secepat mungkin.
Jika waktu dan sarana untuk melakukan imobilisasi dengan cervical collar atau peralatan imobilisasi
kepala tidak tersedia, sebagai gantinya dilakukan imobilisasi manual sebisa mungkin.
4. Jangan biarkan mulut pasien menutup. Untuk mendapatkan pembukaan mulut yang adekuat, Anda dapat
menggunakan ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien tertarik ke belakang.
b. Jaw thrust
Manuver jaw-thrust digunakan untuk membuka jalan napas pasien yang tidak sadar dengan
kecurigaan trauma pada kepala, leher atau spinal. Karena dengan teknik ini diharapkan jalan napas dapat
terbuka tanpa menyebabkan pergerakan leher dan kepala. Ikuti langkah-langkah berikut untuk melakukan
manuver jaw-thrust:
223
Gb. Jaw Thrust
(aman untuk penderita dengan trauma servikal)
1. Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan spinal pasien tetap satu garis.
2. Ambil posisi di atas kepala pasien, letakkan lengan sejajar dengan permukaan pasien berbaring.
3. Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang bawah pasien, pada sudut rahang di bawah
telinga.
4. Stabilkan kepala pasien dengan lengan bawah Anda.
5. Dengan menggunakan jari telunjuk, tekan sudut rahang bawah pasien ke arah depan.
6. Anda mungkin membutuhkan mendorong ke depan bibir bagian bawah pasien dengan menggunakan ibu
jari untuk mempertahankan mulut tetap terbuka.
7. Jangan mendongakkan atau memutar kepala pasien.
224
1) Gunakan alat bantu jalan napas pada semua pasien yang tidak sadar yang tidak menunjukkan adanya gag
reflex (reflek muntah).
2) Buka jalan napas pasien secara manual terlebih dahulu sebelum menggunakan alat bantu jalan napas.
Masukkan pipa secara hati-hati jangan sampai mendorong lidah pasien ke dalam faring.
3) Jangan melanjutkan memasukkan pipa jika pasien mulai menunjukkan reflek muntah.
4) Jika pipa telah terpasang pada tempatnya, Anda harus mempertahankan
head-tilt, chin lift atau jaw-thrust dan memonitor jalan napas.
5) Lakukan penghisapan jalan napas pasien untuk membersihkan sekresi saat pipa telah terpasang pada
tempatnya.
6) Jika pasien mulai sadar atau reflek muntah mulai muncul, lepaskan pipa secepatnya.
a. Pipa orofaring
Pipa orofaring adalah peralatan berbentuk kurva, biasanya terbuat dari plastik yang dapat
dimasukkan ke dalam mulut pasien. Penggunaan yang benar dari alat ini dapat mengurangi kemungkinan jalan
napas penderita mengalami obstruksi.
Alat ini tidak efektif jika ukuran yang digunakan tidak sesuai. Ukuran yang sesuai dapat diukur dengan
membentangkan pipa dari sudut mulut pasien ke arah ujung daun telinga (bagian lobulus) sisi wajah yang
sama. Metode lain untuk mengukur pipa yaitu dengan mengukur dari tengah mulut pasien ke arah sudut
tulang rahang bawah. Jangan gunakan alat ini kecuali anda telah memastikan/mengukur ukuran yang sesuai
untuk pasien.
6. Tempatkan masker yang akan Anda gunakan untuk ventilasi pasien di atas alat bantu jalan napas.
7. Monitor pasien dari dekat. Jika ada gag reflex, lepaskan alat bantu jalan napas segera. Lepaskan alat bantu
jalan napas dengan mengikuti lekukan anatomis. Anda tidak perlu memutar alat saat melepasnya.
Metode ini akan mencegah terdorongnya lidah pasien ke belakang. Cara lain, masukkan airway
dengan ujung yang telah mengarah ke bawah ke arah faring pasien, gunakan depressor lidah untuk menekan
lidah ke bawah depan untuk mencegahnya menyumbat jalan napas. Metode ini lebih dipilih untuk
memasukkan airway pada bayi atau anak.
b. Pipa Nasofaring
Pipa nasofaring lebih menguntungkan karena sering tidak menimbulkan reflek muntah. Sehingga
diperbolehkan digunakan bagi pasien dengan kesadaran yang menurun namun reflek muntahnya masih baik.
Keuntungan lain adalah dapat digunakan walau gigi mengatup rapat atau terdapat cedera pada mulut.agar
efektif Ukur nasopharyngeal airway dari lubang hidung pasien ke lobulus telinga atau ke sudut rahang pasien.
Memilih panjang yang benar akan memastikan diameter yang sesuai.
226
sebelum dimasukkan. Substansi seperti jelly dan bahan lain dapat merusak jaringan yang melapisi rongga
hidung dan faring dan meningkatkan resiko infeksi.
2. Dorong dengan hati-hati ujung hidung ke atas. Hampir semua pipa nasofaring dirancang untuk digunakan
pada lubang hidung kanan. Bevel (bagian sudut ujung selang) harus menghadap dasar lubang hidung atau
septum nasi.
3. Masukkan pipa ke dalam lubang hidung. Majukan terus hingga bagian pinggir pipa berhenti dan tertahan
kuat pada lubang hidung pasien. Jangan pernah mendorong kuat, jika sulit untuk memajukan pipa tarik
keluar dan coba pada lubang hidung yang lain.
Peringatan: Jangan mencoba menggunakan pipa nasofaring jika ada bukti keluarnya cairan bening (cairan
serebrospinal) dari hidung atau telinga. Keadaan ini mengindikasikan fraktur tulang tengkorak pada daerah
yang akan dapat dilalui pipa.
------------------------------------------------------------
a. Pipa/selang suction
Pipa yang digunakan dalam unit penghisap harus berdinding tebal, tidak kusut, lubangnya besar dan
cukup panjang untuk dapat dicapai dengan nyaman dari unit penghisap sampai penderita.
Penghisap kaku
Ujung penghisap kaku ini digunakan pada pasien yang tidak responsif. Saat ujung penghisap diletakkan
227
detak jantung. Sehingga diperlukan kehati-hatian untuk tidak menghisap lebih dari beberapa detik dalam satu
waktu dan jangan pernah kehilangan pandangan dari ujung penghisap.
c. Kateter penghisap
Kateter penghisap adalah selang plastik fleksibel. Kateter fleksibel didesain untuk digunakan dalam
situasi dimana ujung penghisap kaku tidak dapat digunakan. Sebagai contoh, kateter lunak dapat dapat
melewati pipa seperti pipa nasopharyngeal atau endotracheal.
d. Kontainer pengumpul
Semua unit harus memiliki kontainer yang tidak mudah pecah untuk mengumpulkan material yang
dihisap. Kontainer ini harus mudah dilepas dan di-dekontaminasi.
Unit penghisap juga harus memiliki kontainer untuk air bersih di dekatnya. Air ini digunakan untuk
membersihkan material yang menyumbat tabung. Jika sumbatan terjadi, letakkan ujung penghisap atau
kateter pada kontainer air. Ini akan menyebabkan air mengalir melalui ujung penghisap atau kateter, biasanya
akan mendorong sumbatan hingga keluar.
Teknik Penghisapan
Beberapa hal perlu diperhatikan pada saat melakukan penghisapan:
1) Selalu lakukan kontrol terhadap infeksi saat melakukan penghisapan (gunakan pelindung mata, masker
dan sarung tangan sekali pakai).
2) Nyalakan unit penghisap, tempelkan kateter dan cobakan untuk menghisap pada baju Anda.
3) Posisikan pasien miring sehingga akan membuat sekret bebas mengalir ke mulut saat dilakukan
penghisapan
4) Ukur panjang kateter penghisap seperti pada pipa orofaring. Panjang kateter yang harus dimasukkan ke
dalam mulut pasien sebanding dengan jarak antara sudut mulut dengan lobulus telinga. Untuk penghisap
kaku tidak memerlukan pengukuran (jangan kehilangan pandangan dari ujung penghisap)
5) Perlahan dan tanpa tekanan, masukkan ujung kateter ke daerah yang memerlukan dihisap. Jika tidak hati-
hati ujung penghisap kaku dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan perdarahan.
6) Mulai penghisapan dengan meletakkan jari Anda pada lubang proksimal, dan hisap sambil perlahan
menarik ujung penghisap dari mulut pasien, gerakkan ujung penghisap dari satu sisi ke sisi yang lain.
7) Jangan pernah melakukan penghisapan lebih dari 15 detik pada waktu yang sama, karena suplementasi
oksigen atau ventilasi dihentikan selama penghisapan, sehingga harus dipertimbangkan juga untuk
mempertahankan oksigenasi pasien.
8) Jika ujung pipa penghisap menyebabkan reflek muntah, segera tarik ujung penghisap dan letakkan pada
pada posisi lain yang tidak menstimulasi reflek muntah.
Indikasi
Indikasi untuk pemasangan jalan napas definitif adalah :
1) Pasien yang tidak bernapas (apnea/nonbreathing).
2) Kegagalan menjaga jalan napas dengan cara lain.
3) Meminimalkan resiko jalan napas terhadap aspirasi darah atau muntahan.
4) Kemungkinan terganggunya jalan napas karena perlukaannya sendiri seperti pada luka bakar inhalasi,
fraktur tulang wajah atau kejang.
228
5) Trauma capitis berat yang memerlukan hiperventilasi.
6) Kegagalan memberikan cukup oksigen melalui masker wajah.
7) Adanya bahaya sumbatan (hematoma leher, cedera laring, trakhea, dan trauma maksillofasial berat
1. Needle krikotiroidotomi
Dengan tindakan ini dapat memberikan 45 menit tambahan waktu untuk menunggu intubasi dilakukan.
Tindakan dilakukan dengan memakai jarum ukuran 12G atau 14G ditusukkan melalui membrana
krikotiroid, jarum kemudian dihubungkan dengan oksigen pada flow 15 liter/menit dengan suatu Y
connector atau dengan tube yang dilubangi pada sisinya, kemudian dilakukan insufflasi 1 detik tutup 4 detik
buka dengan ibu jari. Pada penderita dengan cara seperti ini hanya dapat dilakukan oksigenasi selama 30–45
menit, karena CO2 akan terakumulasi secara perlahan.
Krikotiroidotomi dengan jarum merupakan suatu tindakan sementara untuk menciptakan jalan napas
sehingga memungkinkan ventilasi dan oksigenasi. Ventilasi yang adekuat mungkin sulit untuk didapatkan.
Hasil terbaik yang bisa dicapai dari krikotiroidotomi dengan jarum ini adalah peluang untuk memperbaiki
oksigenasi dan ventilasi pada pasien dengan obstruksi jalan napas total atau hampir total yang tidak mampu
bernapas dengan cara lain.
Indikasi
Untuk penanggulangan sementara terhadap hipoksemia sekunder terhadap obstruksi jalan napas
Sebagai petunjuk sementara krikotiroidotomi standar
Manakala intubasi endotrakheal tidak dapat dilakukan dengan aman dan cepat.
Peralatan
Kateter ukuran 14 G yang terpasang pada semprit 10 ml yg telah diisi dengan larutan garam
fisiologis yang steril.
Larutan antiseptik dan duk steril.
Masker bedah, pelindung mata dan sarung tangan steril.
Teknik
a) Jika status pasien dan situasinya memungkinkan, jelaskan prosedur tindakan, indikasi dan komplikasi
kepada pasien/keluarga dan mintalah izin untuk melakukan tindakan (informed consent).
b) Temukan membrana krikotiroid yang terletak di sebelah inferior kartilago tiroid dan di sebelah superior
tepi krikoid.
c) Lakukan persiapan pembedahan ( antiseptik, duk steril dan anestesia) jika waktu memungkinkan.
d) Tusukkan jarum melalui kulit dan kemudian melalui bagian inferior membran krikotiroid dengan
penghisapan yang konstan dan posisi jarum membentuk sudut 45 derajat terhadap kulit serta mengarah
ke kaudal.
e) Begitu gelembung udara teraspirasi, kurangi sudut terhadap kulit sampai kira-kira 15 derajat, kemudian
tusukkan lebih lanjut 1 sampai 2 mm, dan pastikan kembali aspirasi udara ke dalam semprit. Segera
dorong kateter mengikuti jarum ke dalam trakhea hingga pangkal kateter mengenai kulit.
f) Pastikan lagi aspirasi udara dengan semprit.
g) Lakukan oksigenasi dan ventilasi dengan salah satu cara di bawah ini :
229
Oksigenasi difusi secara pasif pada keadaan apnea: kalau jalan napas pasien tersumbat total sehingga
tidak terjadi ekspirasi, maka PaO2 dapat dipertahankan dengan mengalirkan oksigen 100% ke dalam
paru-paru dengan kecepatan kira-kira 5 L/menit.
Adapter dari pipa endotrakea pediatric ukuran 3mm dihubungkan dengan pangkal kateter sehingga
memungkunkan ventilasi dengan alat kantong respirasi yang dapat mengembang sendiri.
Di pasaran tersedia alat hand trigger valves yang memungkinkan oksigen dari sumber bertekanan
tinggi untuk ditiupkan langsung melalui kateter.
2. Intubasi Orotracheal
Pada setiap penderita tidak sadar dengan trauma kepala tentukanlah perlunya intubasi. Bila penderita
dalam keadaan gagal napas, intubasi dilakukan oleh 2 orang dengan satu petugas melakukan imobilsasi
segaris.
Setelah pemasangan orotrakheal tube, balon dikembangkan dan dimulai ventilasi assisted. Penempatan pipa
yang tepat dapat diperiksa dengan auskultasi kedua paru, bila terdengar bunyi pernapasan pada kedua paru
tanpa borborigmi dapat diduga bahwa pemasangan pipa sudah benar. Terdengarnya suara dalam lambung
terutama pada inspirasi memperkuat dugaan bahwa pipa terpasang dalam oesophagus dan diperlukan
intubasi ulang.
3. Intubasi Nasotrakheal
Intubasi naso tracheal bermanfaat pada fraktur cervical.
Perlu kehati-hatian pada penderita dengan fraktur tulang wajah yang berat atau fraktur basis cranii anterior.
Perhatian akan adanya fraktur cervical adalah sama seperti pada intubasi oro tracheal.
Pemilihan jenis intubasi terutama tergantung pada pengalaman dokter. Kedua teknik tersebut adalah
aman bila dilakukan dengan cara yang tepat. Malposisi pipa harus dipertimbangkan pada semua penderita
yang datang dengan sudah terpasang pipa endotrakheal. Malposisi dapat terjadi karena pipa yang terdorong
lebih jauh masuk kedalam bronchus atau tercabut selama transportasi. Kembungnya daerah epigastrium
harus diwaspadai kemungkinan malposisi pipa. Foto thoraks dapat membantu mengetahui posisi dari pipa
yang benar namun tidak menyingkirkan kemungkinan intubasi masuk ke oesophagus.
Prosedur intubasi
Persiapan peralatan intubasi:
Laringoskop dengan batere dan lampu menyala serta siapkan lampu cadangan
Alat penghisap (suction)
Introduser untuk pipa (stillet)
Endotrakheal ukuran 2,5 – 8,5
Benzokain anestesi lokal
Semprit 10 cc
Kateter penghisap
Pipa Orofaring segala ukuran
Forcep magill
Pembuka mulut
Bag Valve mask
stetoskop
Masker muka segala ukuran
Silender oksigen
Masker oksigen
Gunting dan plester untuk fiksasi
Gb. Hiperventilasi
(harus dilakukan sebelum melakukan intubasi)
e. Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop.
f. Masukkan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri.
Masukkan bilah sedikit-demi sedikit sampai ujung laringoskop mencapai dasar lidah, perhatikan agar
lidah atau bibir tidak terjepit di antara bilah dan gigi pasien.
g. Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30-40º sejajar dengan aksis pegangan,
jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu.
h. Bila pita suara sudah terlihat tahan tarikan/posisi Laringoskop dengan menggunakan kekuatan siku dan
pergelangan tangan, masukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai bagian proksimal
dari cuff ET melewati pita suara ± 1–2 cm atau pada orang dewasa kedalaman pipa ET ± 19–23 cm.
231
Sumber gambar: Jatremski MS, Dumas M, Penalver L. Penuntun Kedaruratan. Edisi 1 Jakarta EGC, 1995
Gb. Gambaran pita suara
j. Angkat laringoskop dan stillet pipa endotrakheal dan isi balon dengan udara 5-10 ml. Waktu intubasi tidak
boleh lebih dari 30 detik.
k. Hubungkan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil melakukan auskultasi (asisten),
pertama pada lambung kemudian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan pengembangan dada.
Bila terdengar gurgling pada lambung dan dada tidak mengembang berarti pipa ET masuk ke esofagus
dan pemasangan pipa harus diulangi setelah melakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik.
Berkurangnya bunyi napas di atas dada kiri biasanya mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus
utama kanan dan memerlukan tarikan beberapa cm dari pipa ET.
l. Setelah bunyi napas optimal dicapai
kembangkan balon cuff dengan
menggunakan spuit 10 cc.
m. Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tidak terdorong/tercabut.
n. Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit pipa ET jika korban mulai sadar.
o. Lakukan ventilasi terus dengan
oksigen 100% (aliran 10–12 liter/menit).
232
4. Surgical krikotiroidotomi
Tindakan ini dilakukan pada penderita intubasi oral atau intubasi nasal yang dikontraindikasikan atau
tidak dapat terlaksana. Tindakan tersebut dapat dibutuhkan untuk trauma maksilofasial atau trauma laring,
obstruksi jalan napas atas (edema, benda asing, lesi massa), atau tindakan kewaspadaan terhadap vertebra
servikalis.Krikotiroidotomi dengan insisi kulit sampai membrana krikotiroid, kemudian dipasang pipa
trakheostomi.
4. Surgical krikotiroidotomi
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan jalan napas segera pada pasien dengan intubasi oral atau intubasi nasal yang
dikontraindikasikan atau tidak dapat terlaksana. Tindakan tersebut dapat dibutuhkan untuk trauma
maksilofasial atau trauma laring, obstruksi jalan napas atas (edema, benda asing, lesi massa), atau tindakan
kewaspadaan terhadap vertebra servikalis.
Kontraindikasi
Anak-anak dengan usia kurang dari 8 tahun yang membutuhkan pembedahan jalan napas, sebaiknya
dilakukan krikotiroidotomi dengan jarum. Koagulopati dan trauma leher dengan distorsi bagian bagian
penting.
Teknik
a) Jelaskan tindakan kepada pasien/keluarga mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan, indikasi dan
komplikasi dan mintalah persetujuan untuk melakukan tindakan kepada pasien/keluarga.
233
b) Pastikan semua alat telah tersedia dan pilih ukuran selang trakheostomi atau pipa endotrakheal yang
sesuai ukuran.
c) Pakailah pakaian bedah, masker dan sarung tangan steril
d) Posisikan kepala pasien sedikit ekstensi (jika kecurigaan fraktur servikal dapat disingkirkan). Persiapkan
lapangan bedah dengan antiseptik dan duk steril dan beri anestesi lokal apabila penderita masih sadar.
e) Tentukan lokasi membrana krikotiroid di bawah kartilago tiroid dan di atas cincin krikoid. Gunakan ibu
jari dan jari telunjuk untuk membantu imobilisasi laring, gunakan jari telunjuk tangan yang lain untuk
membantu identifikasi membrana krikotiroid.
f) Buat incisi kulit melintang 2 – 3 cm di atas membrana krikotiroidea, dan dengan hati-hati iris melintang
melewati membrana sampai ke dalam trakhea. Arahkan semua gerakan instrumen 30-40 ke arah kaudal
untuk menghindari perlukaan pada pita suara (anda dapat menempatkan jarum dengan ukuran lumen
yang besar melalui membrana terlebih dahulu sebagai petunjuk insisi dan memberikan ventilasi
sementara /krikotiroidotomi dengan jarum)
g) Sisipkan gagang pisau pada masuk pada irisan dan putar 90 untuk membuka airway (dapat juga digunakan
hemostat atau trakheal spreadel sebagai ganti gagang pisau)
h) Sisipkan pipa endotrakheal atau pipa trakheostomi dengan cuff dengan ukuran yang sesuai (biasanya #5
atau #6) masuk ke irisan membrana, dengan mengarahkan pipa ke dalam trakhea sebelah distal.
(gambar )
i) Kembangkan cuff dan ventilasi penderita.
j) Perhatikan pengembangan paru dan auskultasi dada untuk mengetahui ventilasi yang cukup.
k) Plester pipa endotrakheal atau ikat pipa trakheostomi pada penderita untuk mencegahnya tercabut
Komplikasi
Hipoksia lama/sekunder terhadap upaya pemasangan kanula trakhea yang lama.
Perdarahan
Kerusakan pita suara
Laserasi trakhea dan esofagus
Kerusakan arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus akibat insisi yang terlalu lateral
Stenosis subglottis dan laring
Stoma yang menetap
Aspirasi
Infeksi
TEKNIK PENGGUNAAN BAG VALVE MASK
Teknik
Pasang masker kedap udara pada muka sambil mempertahankan posisi chin lift dengan meletakkan jari
ke 3,4,5 pada ramus mandibula sambil mendorong rahang ke atas sedangkan ibu jari dan jari telunjuk
membantu merapatkan masker ke muka dengan menekan masker ke bawah. Tangan penolong yang lain
memijat balon resusitasi.
234
Pertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala dan leher sehingga ventilasi yang efektif dapat
dilakukan. Ventilasi yang efektif dapat dinilai dengan terjadinya pengembangan dada pada waktu balon
dipompa.
Bila dada tidak mengembang dengan baik, lakukan perbaikan posisi, pertimbangkan juga pembersihan
jalan napas dengan alat penghisap, bila usaha bernapas masih baik, cukup berikan oksigen.
Keberhasilan terapi oksigen (monitoring terapi) dapat dipantau dengan observasi klinis (hilangnya
sianosis), atau dengan oksimetri dan analisis gas darah. Oksimetri pada orang normal menunjukkan
angka diatas 95%.
237
PANDUAN PRAKTIKUM
BANTUAN HIDUP DASAR DEWASA
Tujuan
Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta pelatihan dapat :
1. Memahami definisi kematian klinis dan biologis.
2. Memahami tujuan Bantuan Hidup Dasar
3. Memahami indikasi Bantuan Hidup Dasar
4. Mampu mengenali tanda – tanda korban henti jantung dan paru.
5. Melakukan teknik Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang benar dan berkualitas
6. Memahami kapan RJP dihentikan.
7. Melakukan pertolongan terhadap korban obstruksi jalan napas (choking)
Peralatan
1. Boneka RJP dewasa dengan lampu indicator
2. Bag valve mask
3. Masker saku
4. Karpet alas peserta
5. Tissue rol
6. Alkohol semprot
7. Metronom
238
BANTUAN HIDUP DASAR
2. Memeriksa respon
Periksa respon penderita dengan
menepuk atau menggoyangkan bahu
korban dengan hati-hati dan bertanya
dengan keras : “ Halo! Halo! Apakah
anda baik-baik saja ?
240
Dewasa dan anak : separuh bawah sternum atau dua jari di superior proc.
Xiphoideus
Bayi : di bawah garis imajiner antara kedua papilla mammae
Memposisikan tangan untuk kompresi :
Dewasa/remaja//anak dengan fisik relatif besar : gunakan kedua tangan;
letakkan pangkal salah satu telapak tangan pada titik kompresi, kaitkan jari
tangan yang diletakkan diatas tangan yang menempel pada titik kompresi
Anak dengan fisik relatif kecil : gunakan satu tangan
Bayi : gunakan dua jari
Gb. Menentukan titik kompresi dada Gb. Posisi tangan untuk kompresi dada
241
Gb. RJP oleh 2 penolong
Gb. Bantuan napas mouth-to-mouth Gb. Bantuan napas dengan bag-valve mask
242
6. Defibrilasi segera
7. Evaluasi RJP
Lakukan RJP (kompresi dan ventilasi) secara kontinyu selama 2 menit.
Setelah 2 menit lakukan evaluasi nadi.
243
Skenario : nadi ada
Segera lakukan RJP
244
Waspadai tanda-tanda obstruksi jalan napas komplit pada pasien sadar maupun tidak sadar.
Pasien sadar dengan sumbatan jalan napas komplit akan tidak bisa berbicara, bernapas dan batuk.
Biasanya, dia akan menunjukkkan tanda-tanda dstress tersedak dengan menggenggam leher antara ibu
jari dan telunjuk.
Pasien tidak sadar dengan obtruksi jalan napas komplit akan terjadi henti napas.
245
Chest Thrust. Chest thrust digunakan untuk menggantikan abdominal thrust pada pasien dewasa yang
sadar dengan tahap akhir kehamilan, terlalu gemuk sehingga abdominal thrust tidak efektif. Penggunaan chest
thrust untuk menghilangkan obstruksi jalan napas dideskripsikan sebagai berikut :
1. Posisikan diri Anda di belakang pasien dan selipkan lengan anda di bawah ketiaknya sehingga anda
melingkari dadanya.
2. Buat genggaman dengan satu tangan dan letakkkan sisi ibujari genggaman ini pada garis pertengahan
sternum sekitar 2-3 jari di atas processus xyphoideus. Cara ini akan menempatkan genggaman anda
pada pertengahan bawah sternum tapi tidak menyentuh ujung tulang rusuk.
3. Cengkeram genggaman tadi dengan tangan yang lain dan lakukan lima kali chest thrust secara langsung
ke arah belakang menuju spinal.
Prosedur pembersihan jalan napas dianggap berjalan efektif jika hal tersebut di bawah ini terjadi
Pasien kembali mendapatkan pertukaran udara yg baik atau bernapas spontan
Benda asing dikeluarkan dari mulut
Benda asing dikeluarkan ke dalam rongga mulut sehingga dapat diambil oleh penolong
Pasien tak sadar menjadi sadar
Warna kulit pasien membaik
Abdominal Thrust
Penggunaan abdominal thrust (manuver Heimlich) untuk mengeluarkan benda asing dari jalan napas untuk
pasien anak-anak (tidak untuk bayi) dijelaskan berikut :
Untuk pasien anak (bukan bayi) yang duduk atau berdiri
3. Buatlah gengaman dan tempatkan di area tepat di bawah sternum.
4. Lakukan penekanan ke arah dalam atas menuju kepala dengan gerakan yang lembut dan cepat. Lakukan
lima kali dorongan yang cepat.
Untuk pasien anak-anak (bukan bayi) tak sadar atau untuk pasien sadar yang tidak bisa berdiri atau duduk,
atau jika anda terlalu pendek melingkari pasien dan melakukan dorongan :
247
Prosedur untuk bayi (sadar)
Prosedur pembersihan jalan napas untuk bayi (sadar) menggunakan kombinasi back blow dan
kompresi dada (chest thrust) sebanyak 5 kali pukulan.
Obstruksi jalan napas pada penderita anak dan bayi yang tidak sadar :
1. Letakkan pasien pada posisi supine
2. Segera aktifkan layanan sistem gawat darurat
3. Lakukan 30 kompresi : 2 ventilasi (1 penolong) atau 15 kompresi : 2 ventilasi (2 penolong), tidak
diperlukan untuk mengecek nadi. Usahakan untuk memeriksa posisi benda asing setiap kali mulut
pasien terbuka saat dilakukan kompresi. Bila memungkinkan untuk dikeluarkan, sebaiknya dikeluarkan.
4. Ulangi seperti prosedur BHD
Prosedur pembersihan jalan napas dianggap berjalan efektif jika hal tersebut di bawah ini terjadi
Pasien kembali mendapatkan pertukaran udara yg baik atau bernapas spontan
Benda asing dikeluarkan dari mulut
Benda asing dikeluarkan ke dalam rongga mulut sehingga dapat diambil oleh penolong
Pasien tak sadar menjadi sadar
Warna kulit pasien membaik
248
Form Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Nilai
No. Kriteria Unjuk Kerja
1 2 3 4
1 Penolong menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
2 Merespons dengan menepuk bahu dan memanggil pasien
3 Aktifkan SPGDT dengan berteriak "tolong ada pasien apnoe
siapkan AED/defibrilator"
4 Cek nadi karotis teraba, cukup berikan bantuan nafas setiap 5
atau 6 detik
Bila nadi karotis tidak teraba, lakukan kompresi dada
5 sebanyak 30 x dilanjutkan dengan bantuan nafas 2 x (rasio 30
: 2) dilakukan sebanyak 5 siklus dalam 2 menit
6 Cek nadi karotis setiap 2 menit
Bila nadi karotis belum teraba lanjutkan siklus 30 : 2 sampai
7 bantuan datang atau diambil alih oleh petugas yang lebih
kompeten
Total Nilai
Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:
249
PANDUAN PRAKTIKUM STABILISASI & TRANSPORTASI
Tujuan
1. Memahami prinsip stabilisasi dan transportasi penderita gawat darurat.
2. Melaksanakan stabilisasi dan transportasi penderita gawat darurat .
3. Menggunakan peralatan stabilisasi dan transportasi penderita gawat darurat
4. Memahami transportasi ambulance gawat darurat.
250
Check List Prosedur Stabilisasi & Transportasi
MELAKUKAN
TIDAK
NO TINDAKAN
MELAKUKAN
SALAH BENAR
1 Nilai kesadaran Korban dengan menepuk
pundak dan memanggil korban.
2 Minta Bantuan Orang Lain atau telpon
Rumah sakit / Ambulan Gawat Darurat
3 Posisikan Korban secara supine dengan
teknik Log Roll dan letakkan pada alas yang
keras
4 Melepas helm dengan benar jika korban
masih terpasang helm dengan posisi tulang
cervical terfiksasi / terimobilisasi kemudian
pasang cervical collar.
5 Amankan jalan nafas korban dengan jaw
trust ( chin lift jika kecurigaan trauma leher
dapat disingkirkan )
6 Memeriksa pernapasan korban dengan
teknik look, feel and listenmaksimal 10
detik ( lihat apakah adekuat atau tidak ada
nafas )
7 Memberikan inisiasi pernafasan mouth to
mouth, mouth to masker, bag valve mask
sebanyak 2 kali dengan durasi 1 detik jika
korban tidak ada nafas / non rebreathing
mask atau nasal kanule jika korban ada
nafas spontan dan periksa adanya obstruksi
jalan nafas oleh benda asing
8 Lakukan Resusitasi Jantung Paru jika
korban tidak ada nadi
9 Periksa adanya perdarahan yang
menyebabkan syok ( perdarahan di ronga
perut / internal bleeding, fraktur tulang
panjang maupun pelvis, perdarahan di
rongga dada )
10 Kontrol perdarahan ( untuk perdarahan
eksternal bisa kitalakukan penekanan
langsung / balut tekan, elevasi / ditinggikan,
pressure point / penekanan arteri
brachialis dan femoralis ) metode lain
termasuk pembidaian dan penggunaan
pneumatik anti shock garment ( PASG )
atau pelvic sling ( fiksasi tulang pelvis
menggunakan elastik verband atau mitella )
11 Lakukan pemasangan infus dengan jarum
dan selang ukuran besar ( pada umumnya
cairan yang diberikan Ringer Laktat 20 –
40 cc/kb BB dalam tempo 10 – 15 menit
dan dapat diulang 1- 2 kali )
12 Melakukan Fiksasi pada Fraktur dan cek
nadi dibagian distal.
13 Memindahkan korban dengan
menggunakan Long Spine Board
( LSB ) dengan teknik Log Roll
14 Memindahkan korban dengan Scoop
Stretcher
15 Memindahkan korban dengan Short Spine
251
Board atau KED ( Kendrick Extricatio
Device )
16 Mengangkat Korban dengan menggunakan
kekuatan otot tulang paha bukan otot
tulang punggung
17 Menggunakan Mitella sesuai dengan
fungsinya ( penekan, penarik, fiksasi,
penyangga, penutup )
Penilaian 0 1 2
JUMLAH (maksimal = 34)
252
Form Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Initial Assessment (Penilaian Awal)
Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:
253
Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Stabilasi Spinal
Nilai
No. Kriteria Unjuk Kerja
1 2 3 4
1 Siapkan alat-alat transportasi dan rujukan
2 Beritahukan ke pasien tindakan yang akan dilakukan
3 Stabilkan pasien mulai dari airway, breathing dan circulation
4 Bila menggunakan scoopestretcher:
a) Posisikan terlentang pasien yang sudah distabilkan
b) Ukur panjang scoope stretcher sesuai panjang pasien
c) Buka scoope stretcher
Miringkan pasien dengan cara logroll (satu penolong
mengimobilisasi leher dengan2 tangan memegang bahu pasien
d) sambil menjepit kepala, satu penolong lagi memegang bahu
pasien dan pinggang pasien dari sisi pasien, satu penolong lagi
memegang pinggang dan kaki pasien dari sisi yang sama
dengan penolong kedua)
Miringkan pasien secara bersama-sama dari kepala sampai
e) kaki sekitar 200, satu penolong lagi memasukkan scooper
stretcher yang sudah dibuka
254
d) Secara bersama-sama miringkan kembali pasien ke posisi
terlentang
e) Pasang head stabilizer di bagian kiri dan kanan kepala pasien,
kemudian ikat dengan tali yang sudah tersedia
f) Ikat pasien dengan safety belt di bagian dada, pinggang dan
kaki
g) Pasien siap dipindahkan
Angkat pasien secara bersama-sama dengan 4 orang
h) penolong, dua orang di bagian kepala dan 2 orang lagi
dibagian kaki
i) Pada saat pasien dibawa jalan, yang dibagian depan/yang
jalan duluan yang dibagian kaki
Total Nilai
Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:
255
Form Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Stabilasi Muskuloskeletal
Nilai
No. Kriteria Unjuk Kerja
1 2 3 4
1 Siapkan alat balut dan bidai
2 Beritahu ke pasien tindakan yang akan dilakukan, tenangkan
pasien
3 Lepaskan pakaian pasien di daerah yang fraktur
4 Bersihkan daerah yang luka dengan normal salin
5 Tutup daerah luka dengan balut tekan untuk menghentikan
perdarahan
6 Siapkan bidai sesuai dengan kebutuhan, panjang harus melewati
dari 2 sendi tulang yang patah
7 Siapkan verban gulung yang lebar atau elastis verban
8 Lakukan traksi/tarikan ringan pada tulang yang patah
9 Periksa pulsasi, sensorik dan motorik bagian distal dari tulang
yang patah sebelum bidai dipasang
10 Angkat ekstremitas yang patah tetapi jangan terlalu tinggi,
letakkan bidai dibawahnya dan tali pengikat
11 Letakkan kembali ekstremitas tadi, pasang bidai di bagian luar
dan dalam dari ekstremitas atau tulang yang patah
12
Atur letak tali pengikat mulai dari bagian distal ke proksimal
13 Ikat masing-masing tali dengan kuat
Periksa kembali pulsasi, sensorik dan motorik bagian distal,
14 pastikan pulsasi teraba, sensorik (+), motorik (+), bila pulsasi
menjadi tidak teraba, artinya pengitakan terlalu kuat, pengikatan
sedikit di longgarkan
15 Konsultasikan ke dokter spesialis atau rujuk ke RS lain bila RS
setempat tidak mampu menangani
Total Nilai
Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:
256
PANDUAN PRAKTIKUM
MEGACODE HENTI JANTUNG
Tujuan
1. Memahami dan menerapkan algoritma penatalaksanaan henti jantung dewasa
2. Melakukan penanganan pasien dengan VT/VF tanpa nadi.
3. Melakukan penanganan pasien dengan Asistole dan PEA.
Peralatan
1. Boneka megacode lengkap dengan paddle dan laptop software megacode
2. Defibrilator
3. Meja
4. Resusitasi box (megacode box)
DEFIBRILASI
Pada penggunaan defibrilator bifasik energi yang direkomendasikan untuk defibrilasi adalah 200 J. Bila
digunakan defibrilator monofasik, pilih dosis 360 J. Apabila gagal pada level energi tersebut, defibrilasi dapat
diulangi pada level yang sama. Pengulangan defibrilasi pada level energi yang sama dapat menambah
keberhasilan defibrilasi. Arus yang mengalir dari defibrillator akan lebih tinggi bila energi yang sama diberikan
berulang, karena transthoracic impedance menurun dengan pengulangan kejutan listrik.
Batasan
Kejut Listrik (electric shock) dengan memberikan aliran listrik secara “asinkron” sehingga terjadi
depolarisasi sel miokard dan akan terjadi repolarisasi yang seragam dan akan menjadikan jantung
berkontraksi dengan baik.
Tujuan
Membuat kontraksi jantung menjadi lebih baik.
Indikasi
Ventrikel Fibrilasi / Ventrikel takhikardi pulseless.
Persiapan
Defibrilator lengkap dengan pedalnya
EKG Monitor
Jelly EKG
Trolley Emergency siap dengan obat jantung
Alat pemberian oksigen
Peralatan Intubasi
257
Langkah-langkah dalam menggunakan defibrillator :
1. Pastikan klinis penderita dan gambaran EKG Ventrikel Fibrilasi/Ventrikel takikardi tanpa nadi
2. Siapkan peralatan, bila peralatan belum siap lakukan resusitasi jantung dan paru terlebih dahulu.
3. Nyalakan power defibrillator, usahakan layar monitor terbaca jelas
4. Letakan pads electrode di upper-right sternal border (dibawah klavikula) dan di samping kiri puting susu
kiri. Atau “apex” paddle diletakkan di prekordium kiri dan “sternum” paddle diletakkan di right
infraclavicular. Apabila korban menggunakan Pacu Jantung Permanen/ICD, jangan terlalu dekat
meletakkan paddle dengan generator tersebut.
5. Pastikan penolong tidak bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan korban, tekan tombol
ANALIZE untuk menganalisa irama. Pada alat defibrillator tertentu akan menganalisis secara otomatis
setelah pads electrode ditempalkan
6. Tekan tombol SHOCK, dengan sebelumnya memastikan tidak ada seorangpunbersentuhan dengan
korban dengnan mengucapkan “I’m clear, you’re clear, everybody clear” atau “clear”. Setelah defibrilasi
pertama, segera lanjutkan RJP hingga 5 siklus atau 2 menit untuk selanjutnya melakukan cek irama.
Perhatian:
Lakukan RJP jika alat belum siap.
Jika pasien terpasang Pace Maker maka matikan terlebih dahulu.
258
Algoritma Megacode Henti Jantung
259
Check List Prosedur Megacode
Dilakukan Tidak
No. Tindakan dilakukan
260
Form Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Defibrilasi
Nilai
No. Kriteria Unjuk Kerja
1 2 3 4
1 Hidupkan defibrilator
2 Pilih paddies atau (lead I, II, III) tombol lead select
3 Oleskan jeli pada paddle
4 Pilih energi yang diperlukan
5 Letakkan paddle pada apex dan sternum
6 Nilai irama pada monitor, VF/VT tanpa nadi
7 Tekan tombol pengisian energi (charge) pada paddle apex/pada unit
defibrilator
8 Setelah energi tercapai, berikan aba-aba yang jelas Energi siap...Saya
siap...Area siap
9 Berikan tekanan ± 10 kg pada paddle
10 Nilai kembali irama EKG, bila masih VF/VT tanpa nadi tekan tombol
discharge pada kedua paddle
11
Apabila masih VF/VT tanpa nadi lakukan tahap ACLS berikutnya
Total Nilai
Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:
261
form Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Interpretasi EKG
262