Anda di halaman 1dari 45

 SKENARIO TRIASE

 MEGACODE HENTI
 TEKNIK PENGELOLAAN JALAN
JANTUNG DEWASA
NAPAS & PERNAPASAN

 TEKNIK BANTUAN HIDUP


DASAR

 STABILISASI & TRANSPORTASI

218
PANDUAN PRAKTIKUM
SKENARIO TRIASE

 Tujuan
1. Mampu melakukan triase pada penderita tunggal maupun massal, baik dalam kondisi sehari-
hari maupun pada saat bencana
2. Mampu melakukan penilaian cepat pada penderita gawat darurat
3. Mampu memilah penderita sesuai kategori kegawatdaruratannya
4. Mampu melakukan tindakan pertolongan awal
5. Mampu mengatur rujukan sesuai kebutuhan penderita

 Alokasi waktu : 45 menit (1JPL)

 Pembagian waktu : - 15 menit diskusi kelompok mengenai kasus skenario triase.


- 30 menit pembahasan hasil diskusi dengan dibimbing instruktur.

SKENARIO 1
Tabrakan Mobil
Anda seorang perawat sedang bertugas di unit gawat darurat sebuah rumah sakit tempat anda
bekerja.Anda mendapat telepon dari atasan yang menginformasikan telah terjadi kecelakaan lalu
lintas di dekat rumah sakit Anda dan Anda ditugaskan ke tempat kejadian untuk melakukan triage.4
menit kemudian Anda sampai di tempat kejadian, ternyata sebuah minibus dengan 5 orang
penumpang menabrak pagar pembatas jalan.Menurut informasi dari saksi mata kecepatan minibus
tadi sekitar 100 km/jam.

Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan keadaan korban sebagai berikut:


Pasien A
Laki-laki, umur 45 tahun, pengemudi minibus, tanpa sabuk pengaman pada saat kejadian.
Nampaknya menghantam kaca depan mobil. Pada saat diperiksa tampak sesak berat dan
pucat.Mengalami perlukaan berat di daerah maksilo-facial, banyak darah di daerah wajah, keluar
darah dari mulut dan hidung.Tampak jejas di daerah dada. Tanda-tanda vital: nadi 120 kali/menit,
pernafasan 40 kali/menit, GCS 8.

Pasien B
Perempuan, umur 38 tahun, berada 9 meter dari minibus, tampaknya terpental keluar dari dalam
mobil.Pada saat Anda temukan pasien dalam keadaan sadar, pasien mengeluh sangat nyeri di daerah
perut.Pada saat Anda palpasi teraba krepitasi di daerah panggul. Tanda-tanda vital: nadi 140
kali/menit, kecil serta akral terasa dingin, pernafasan 28 kali/menit, GCS 15

Pasien C
Laki-laki, usia 48 tahun, Anda temukan berada di belakang jok mobil. Pada saat Anda periksa
nampak sangat sesak dan hanya berespon bila diajak bicara.Perlukaan yang nampak, ada ekskoriasi
di daerah wajah, dada dan abdomen.Bising nafas tidak terdengar pada paru sisi kiri dan pada
abdomen ada nyeri tekan. Tanda-tanda vital: nadi 140 kali/menit, kecil serta akral terasa dingin,
pernafasan 35 kali/menit, GCS 14

219
Pasien D
Perempuan, usia 25 tahun, ditemukan di tempat duduk belakang dalam keadaan histeris dan
mengeluh nyeri perut. Ternyata perempuan tersebut sedang hamil 8 bulan dan nampaknya akan
partus. Ada perlukaan ekskoriasi daerah wajah dan abdomen. Tanda-tanda vital: nadi 96
kali/menit, besar, respirasi 25 kali/menit, GCS 15

Pasien E
Anak laki-laki umur 6 tahun, ditemukan di lantai mobil, pada saat ditemukan masih bisa diajak bicar,
3 menit kemudian tidak bisa lagi.Dari hasil pemeriksaan nampak ekskoriasi di seluruh tubuh serta
tungkai kanan tampak angulasi.Keluar darah dari mulut dan hidung. Tanda-tanda vital: nadi 180
kali/menit, sedang, respirasi 30 kali/menit, GCS 12.

Pertanyaan:
1. Kenali apa yang dapat Anda lakukan dalam menyelesaikan masalah primer yang
membutuhkan penanganan segera
2. Tuliskan prioritas pasien menurut Anda, untuk penanganan lebih lanjut dengan menuliskan 1
– 5 (dengan # 1 prioritas tertinggi dan # 5 prioritas terendah) pada tiap baris dibawah ini.
___ Pasien A
___Pasien B
___Pasien C
___Pasien D
___Pasien E
3. Jelaskan dengan singkat alasan Anda dalam menentukan prioritas pasien tersebut:
Prioritas 1 .....................................................

Prioritas 2 .....................................................

Prioritas 3 .....................................................

Prioritas 4 .....................................................

Prioritas 5 .....................................................

SKENARIO 2

Tabrakan Mobil

Anda seorang perawat yang mendapat tugas untuk melakukan triage setelah mendapat
informasi, telah terjadi kecelakaan mobil. 5 menit setelah sampai di tempat kejadian,
ternyata sebuah mobil sedan dengan 5 orang penumpang menabrak bagian belakang truck
yang sedang membawa kayu.
Setelah Anda melakukan pemeriksaan di dapatkan kondisi pasien:

Pasien A
Laki-laki, umur 24 tahun, telah diekstrikasi dari dalam mobil.Pernafasan ada bunyi gurgling,
darah keluar dari hidung saat ekspirasi, pembengkakan di daerah leher dan nampak
sianosis.Ditemukan fraktur maksila, gigi banyak yang patah dan ada fraktur klavikula terbuka.
Tanda-tanda vital: nadi 140 kali/menit, kekuatan sedang, respirasi 40 kali/menit, GCS 12.
220
Pasien B
Perempuan, umur 38 tahun, pasien mengeluh sakit, ada kayu menancap di dada sebelah
kanan serta ada luka selebar 4 cm dan tampak jaringan paru keluar masuk dari luka
tersebut. Tanda-tanda vital: nadi 100 kali/menit, kekuatan sedang, respirasi 35 kali
permenit, GCS 15.

Pasien C
Laki-laki, umur 40 tahun, mengeluh nyeri dada, ada nyeri tekan di sternum dan nampak
sesak, bising nafas berkurang pada paru sebelah kiri.Perlukaan, ada fraktur kostae 3 – 6 kiri
dan fraktur femur kiri terbuka. Tanda-tanda vital: nadi 110 kali/menit, kecil, respirasi 35
kali/menit, GCS 15.

Pasien D
Laki-laki, umur 35 tahun, sadar, sedikit gelisah.Dari hasil pemeriksaan, seluruh perut nyeri
tekan dan nampak ada jejas di abdomen bagian atas. Tanda-tanda vital: nadi 105 kali/menit,
respirasi 30 kali/menit, GCS 15.

Pasien E
Laki-laki, umur 32 tahun, mengeluh nyeri di tungkai bawah sebelah kanan.Hasil pemeriksaan
tungkai kanan dingin, pulsasi bagian distal tidak teraba. Tanda-tanda vital: nadi 105
kali/menit, respirasi 20 kali/menit, GCS 15.

Pertanyaan :
1. Kenali apa yang dapat Anda lakukan dalam menyelesaikan masalah primer yang
membutuhkan penanganan.
2. Tuliskan prioritas pasien menurut Anda, untuk penanganan lebih lanjut dengan
menuliskan nomor 1 – 5 (dengan # 1 prioritas tertinggi dan # 5 prioritas terendah)
pada tiap baris dibawah ini.
___ Pasien A
___Pasien B
___Pasien C
___Pasien D
___Pasien E
3. Jelaskan dengan singkat alasan Anda dalam menentukan prioritas pasien tersebut:
Prioritas 1 .....................................................

Prioritas 2 .....................................................

Prioritas 3 .....................................................

Prioritas 4 .....................................................

Prioritas 5 .....................................................

221
PANDUAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN JALAN NAPAS & PERNAPASAN

 Tujuan
1. Menilai secara dini gangguan jalan napas dan pernapasan
2. Melakukan pembebasan jalan napas secara manual atau dengan alat
3. Melakukan pernapasan bantuan secara manual atau dengan alat

 Alokasi waktu : 90 menit (2 jpl)


 Pembagian waktu : - 30 menit pengenalan alat dan demo instruktur
- 60 menit praktek peserta
 Peralatan
1. Handscoon, masker muka, kacamata
2. Orofaring tube (tipe guedel/berman uk lengkap) nasofaringeal tube
3. Laringoskop set (tipe miller/macintosh)
4. Tube et (uk 3.0-8.0 dengan dan tanpa cuff)
5. Bag valve mask (dengan reservoir)
6. Stetoskop
7. Jarum 14 g
8. Stillet
9. Spuit 10 cc
10. Suction lunak
11. Suction keras
12. Forcep mcgill
13. Mouth ekstraktor
14. Nasal kanul
15. Non rebreathing mask
16. rebreathing mask
17. Sungkup sederhana
18. Xylocain spray
19. Gelly spray (untuk manekin)
20. Gelly tube
21. Gunting perban
22. Masker muka
23. Spaltel tongue
24. Tabung oksigen
25. Manual suction
26. Mesin suction
27. Manekin intubasi dewasa dan anak
28. Manekin anatomi jalan napas

222
Teknik menjaga jalan napas
Prosedur untuk mengevaluasi jalan napas, dan pernapasan paling baik bila dilakukan pada pasien
dengan posisi terlentang (supinasi) , punggungnya datar. Pasien yang ditemukan tidak dalam kondisi
terlentang harus dipindahkan dalam posisi terlentang terlebih dahulu untuk evaluasi dan penanganan.
Pada penderita tidak sadar lidah dapat jatuh ke belakang dan kemudian menyebabkan obstruksi jalan
napas. Hal ini dapat diatasi secara manual dengan chin lift-Head tilt atau Jaw thrust , untuk kemudian
dipasang alat bantu berupa pipa orofaring atau pipa nasofaring.
Jika pasien trauma dengan gangguan jalan napas yang memerlukan tindakan segera maka harus
dipindahkan segera untuk pembukaan jalan napas dan memberikan bantuan pernapasan.
Jika dicurigai terdapat trauma, lindungi kepala dan leher saat memposisikan pasien. Jalan napas dan
pernapasan
bagaimanapun merupakan prioritas dibandingkan proteksi terhadap tulang belakang dan harus dinilai
secepat mungkin.
Jika waktu dan sarana untuk melakukan imobilisasi dengan cervical collar atau peralatan imobilisasi
kepala tidak tersedia, sebagai gantinya dilakukan imobilisasi manual sebisa mungkin.

a. Chin lift-Head Tilt


Manuver ini merupakan salah satu manuver terbaik untuk mengkoreksi obstruksi yang disebabkan
oleh lidah karena dapat membuat pembukaan maksimal jalan napas. Teknik ini mungkin akan memanipulasi
gerakan leher sehingga tidak disarankan pada penderita dengan kecurigaan patah tulang leher dan sebagai
gantinya, gunakan manuver jaw-thrust.
Untuk melakukan manuver head-tilt, chin-lift, ikuti langkah-langkah berikut:
1. Pertama, posisikan pasien dalam keadaan terlentang, letakkan satu tangan di dahi dan letakkan ujung jari
tangan yang lain di bawah daerah tulang pada bagian tengah rahang bawah pasien (dagu).
2. Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien.
3. Gunakan ujung jari Anda untuk mengangkat dagu dan menyokong rahang bagian bawah. Jangan menekan
jaringan lunak di bawah rahang karena dapat menimbulkan obstruksi jalan napas.

Gb. Chin Lift-Head Tilt


(tidak dianjurkan pada cedera servikal)

4. Jangan biarkan mulut pasien menutup. Untuk mendapatkan pembukaan mulut yang adekuat, Anda dapat
menggunakan ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien tertarik ke belakang.

b. Jaw thrust
Manuver jaw-thrust digunakan untuk membuka jalan napas pasien yang tidak sadar dengan
kecurigaan trauma pada kepala, leher atau spinal. Karena dengan teknik ini diharapkan jalan napas dapat
terbuka tanpa menyebabkan pergerakan leher dan kepala. Ikuti langkah-langkah berikut untuk melakukan
manuver jaw-thrust:

223
Gb. Jaw Thrust
(aman untuk penderita dengan trauma servikal)

1. Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan spinal pasien tetap satu garis.
2. Ambil posisi di atas kepala pasien, letakkan lengan sejajar dengan permukaan pasien berbaring.
3. Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang bawah pasien, pada sudut rahang di bawah
telinga.
4. Stabilkan kepala pasien dengan lengan bawah Anda.
5. Dengan menggunakan jari telunjuk, tekan sudut rahang bawah pasien ke arah depan.
6. Anda mungkin membutuhkan mendorong ke depan bibir bagian bawah pasien dengan menggunakan ibu
jari untuk mempertahankan mulut tetap terbuka.
7. Jangan mendongakkan atau memutar kepala pasien.

Gb. Jalan napas yang lancar


(posisi setelah dilakukan teknik manual)

Alat bantu jalan napas


Walaupun manuver head-tilt, chin-lift dan jaw-thrust akan membantu membuka jalan napas
penderita, lidah akan kembali ke posisi tersumbat bila manuver dihentikan. Terkadang, bahkan saat teknik
head-tilt, chin-lift dan jaw-thrust masih dilakukan, lidah dapat jatuh ke belakang dan menyumbat faring.
Alat bantu jalan napas adalah peralatan yang dirancang khusus untuk membantu mempertahankan
terbukanya jalan napas, dapat digunakan pada awal penanganan pasien yang tidak responsif dan dilanjutkan
sepanjang perawatan. Alat bantu jalan napas yang paling umum digunakan pada penderita adalah pipa
orofaring dan pipa nasofaring. Oro - berarti mulut, naso - berarti hidung dan faring berarti tenggorokan. Pipa
orofaring dimasukkan ke dalam mulut dan membantu menjaga lidah jatuh ke belakang ke arah faring. Pipa
nasofaring dimasukkan melalui hidung dan berhenti di faring, juga membantu menjaga lidah menutupi jalan
napas.
Beberapa kaidah umum penggunaan pipa orofaring dan pipa nasofaring:

224
1) Gunakan alat bantu jalan napas pada semua pasien yang tidak sadar yang tidak menunjukkan adanya gag
reflex (reflek muntah).
2) Buka jalan napas pasien secara manual terlebih dahulu sebelum menggunakan alat bantu jalan napas.
Masukkan pipa secara hati-hati jangan sampai mendorong lidah pasien ke dalam faring.
3) Jangan melanjutkan memasukkan pipa jika pasien mulai menunjukkan reflek muntah.
4) Jika pipa telah terpasang pada tempatnya, Anda harus mempertahankan
head-tilt, chin lift atau jaw-thrust dan memonitor jalan napas.
5) Lakukan penghisapan jalan napas pasien untuk membersihkan sekresi saat pipa telah terpasang pada
tempatnya.
6) Jika pasien mulai sadar atau reflek muntah mulai muncul, lepaskan pipa secepatnya.

a. Pipa orofaring
Pipa orofaring adalah peralatan berbentuk kurva, biasanya terbuat dari plastik yang dapat
dimasukkan ke dalam mulut pasien. Penggunaan yang benar dari alat ini dapat mengurangi kemungkinan jalan
napas penderita mengalami obstruksi.
Alat ini tidak efektif jika ukuran yang digunakan tidak sesuai. Ukuran yang sesuai dapat diukur dengan
membentangkan pipa dari sudut mulut pasien ke arah ujung daun telinga (bagian lobulus) sisi wajah yang
sama. Metode lain untuk mengukur pipa yaitu dengan mengukur dari tengah mulut pasien ke arah sudut
tulang rahang bawah. Jangan gunakan alat ini kecuali anda telah memastikan/mengukur ukuran yang sesuai
untuk pasien.

Gb. Pipa Orofaring


Atas: tipe Berman (dengan lubang sisi)
Bawah: tipe Guedel (bentuk tubular)

Gb. Cara mengukur panjang pipa


(Selalu ukur panjang pipa sebelum dipasang)

Untuk memasukkan pipa orofaring ikuti langkah-langkah berikut:


1. Tempatkan pasien pada posisi terlentang dan gunakan teknik chin lift/head-tilt/jaw-thrust untuk
mengamankan jalan napas secara manual.
2. Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dan letakkan pada gigi bagian atas dan bawah di
sudut mulut pasien. Lebarkan/jauhkan jari Anda untuk membuka rahang pasien (teknik crossed-finger).
225
Masukkan pipa secara terbalik (ujung pipa ke langit-langit) dan jalankan sepanjang dasar mulut pasien,
melewati jaringan lunak menggantung dari belakang (uvula), atau hingga Anda menemukan tahanan
melawan palatum mole.
3. Putar airway 180o dengan hati-hati, sehingga ujungnya mengarah ke bawah ke faring pasien.
4. Tempatkan pasien non-trauma dalam posisi head-tilt. Jika ada kemungkinan cedera spinal, pertahankan
stabilisasi leher sepanjang waktu manajemen jalan napas.
5. Periksa dan lihat respon penderita setelah pipa terpasang. Pertimbangkan apakah pipa sudah terpasang
dengan baik. Jika pipa terlalu panjang atau pendek, lepas dan ganti dengan ukuran yang sesuai.

Gb. Posisi pipa orofaring dalam mulut


(amati pernapasan pasien setelah pipa terpasang)

6. Tempatkan masker yang akan Anda gunakan untuk ventilasi pasien di atas alat bantu jalan napas.
7. Monitor pasien dari dekat. Jika ada gag reflex, lepaskan alat bantu jalan napas segera. Lepaskan alat bantu
jalan napas dengan mengikuti lekukan anatomis. Anda tidak perlu memutar alat saat melepasnya.

Metode ini akan mencegah terdorongnya lidah pasien ke belakang. Cara lain, masukkan airway
dengan ujung yang telah mengarah ke bawah ke arah faring pasien, gunakan depressor lidah untuk menekan
lidah ke bawah depan untuk mencegahnya menyumbat jalan napas. Metode ini lebih dipilih untuk
memasukkan airway pada bayi atau anak.

b. Pipa Nasofaring
Pipa nasofaring lebih menguntungkan karena sering tidak menimbulkan reflek muntah. Sehingga
diperbolehkan digunakan bagi pasien dengan kesadaran yang menurun namun reflek muntahnya masih baik.
Keuntungan lain adalah dapat digunakan walau gigi mengatup rapat atau terdapat cedera pada mulut.agar
efektif Ukur nasopharyngeal airway dari lubang hidung pasien ke lobulus telinga atau ke sudut rahang pasien.
Memilih panjang yang benar akan memastikan diameter yang sesuai.

Gb. Pipa nasofaring


(tidak terlalu merangsang reflek muntah)

Untuk memasukkan pipa nasofaring ikuti langkah-langkah berikut:


1. Tempatkan pasien pada posisi terlentang dan gunakan teknik chin lift/head-tilt/jaw-thrust untuk
mengamankan jalan napas secara manual. Lubrikasi bagian luar pipa dengan lubrikan berbahan dasar air

226
sebelum dimasukkan. Substansi seperti jelly dan bahan lain dapat merusak jaringan yang melapisi rongga
hidung dan faring dan meningkatkan resiko infeksi.
2. Dorong dengan hati-hati ujung hidung ke atas. Hampir semua pipa nasofaring dirancang untuk digunakan
pada lubang hidung kanan. Bevel (bagian sudut ujung selang) harus menghadap dasar lubang hidung atau
septum nasi.
3. Masukkan pipa ke dalam lubang hidung. Majukan terus hingga bagian pinggir pipa berhenti dan tertahan
kuat pada lubang hidung pasien. Jangan pernah mendorong kuat, jika sulit untuk memajukan pipa tarik
keluar dan coba pada lubang hidung yang lain.

Peringatan: Jangan mencoba menggunakan pipa nasofaring jika ada bukti keluarnya cairan bening (cairan
serebrospinal) dari hidung atau telinga. Keadaan ini mengindikasikan fraktur tulang tengkorak pada daerah
yang akan dapat dilalui pipa.
------------------------------------------------------------

Penghisapan dan alat hisap (suctioning and suction device)


Jalan napas penderita harus dijaga tetap bersih dari benda-benda asing, darah, muntahan dan sekret
yang lain. Material ini bila dibiarkan berada dalam jalan napas dapat terdorong ke dalam trakhea dan
terkadang ke dalam paru. Kejadian ini akan menimbulkan komplikasi mulai dari pneumonia hingga obstruksi
jalan napas total. Penghisapan adalah metode menggunakan peralatan vakum untuk menghilangkan benda-
benda tersebut. Pasien perlu untuk dihisap secepatnya begitu terdengar suara cegukan (gurgling) – baik
sebelum, selama atau setelah pernapasan buatan.
Setiap unit penghisap terdiri dari sumber penghisap, kontainer pengumpul untuk material yang
dihisap, tabung dan ujung penghisap atau kateter. Sistem ini dapat dipasang di ambulan atau dibawa ke
tempat kejadian (portable).
Agar penghisapan dapat efektif, peralatan yang tepat harus digunakan. Walaupun menggunakan unit
penghisap terbaik, tidak akan baik hasilnya bila peralatan tidak digunakan dengan tepat. Bagian dari suction
adalah:

a. Pipa/selang suction
Pipa yang digunakan dalam unit penghisap harus berdinding tebal, tidak kusut, lubangnya besar dan
cukup panjang untuk dapat dicapai dengan nyaman dari unit penghisap sampai penderita.

b. Ujung Penghisap (suction tip)


Jenis ujung penghisap yang paling populer adalah rigid pharyngeal tip, atau disebut juga penghisap
‘Yankauver’. Peralatan yang kaku (rigid) ini akan memudahkan penghisapan mulut dan faring dengan kontrol
yang baik pada ujung distal peralatan. Alat ini juga memiliki lubang yang lebih besar dibandingkan kateter
fleksibel.

Penghisap kaku
Ujung penghisap kaku ini digunakan pada pasien yang tidak responsif. Saat ujung penghisap diletakkan

Gb. Penghisap kaku


(ujung penghisap harus selalu dalam pandangan)

di faring, reflek muntah


dapat terjadi atau mungkin terjadi stimulasi pada nervus vagus di belakang faring yang dapat memperlambat

227
detak jantung. Sehingga diperlukan kehati-hatian untuk tidak menghisap lebih dari beberapa detik dalam satu
waktu dan jangan pernah kehilangan pandangan dari ujung penghisap.

c. Kateter penghisap
Kateter penghisap adalah selang plastik fleksibel. Kateter fleksibel didesain untuk digunakan dalam
situasi dimana ujung penghisap kaku tidak dapat digunakan. Sebagai contoh, kateter lunak dapat dapat
melewati pipa seperti pipa nasopharyngeal atau endotracheal.

d. Kontainer pengumpul
Semua unit harus memiliki kontainer yang tidak mudah pecah untuk mengumpulkan material yang
dihisap. Kontainer ini harus mudah dilepas dan di-dekontaminasi.
Unit penghisap juga harus memiliki kontainer untuk air bersih di dekatnya. Air ini digunakan untuk
membersihkan material yang menyumbat tabung. Jika sumbatan terjadi, letakkan ujung penghisap atau
kateter pada kontainer air. Ini akan menyebabkan air mengalir melalui ujung penghisap atau kateter, biasanya
akan mendorong sumbatan hingga keluar.

Teknik Penghisapan
Beberapa hal perlu diperhatikan pada saat melakukan penghisapan:
1) Selalu lakukan kontrol terhadap infeksi saat melakukan penghisapan (gunakan pelindung mata, masker
dan sarung tangan sekali pakai).
2) Nyalakan unit penghisap, tempelkan kateter dan cobakan untuk menghisap pada baju Anda.
3) Posisikan pasien miring sehingga akan membuat sekret bebas mengalir ke mulut saat dilakukan
penghisapan
4) Ukur panjang kateter penghisap seperti pada pipa orofaring. Panjang kateter yang harus dimasukkan ke
dalam mulut pasien sebanding dengan jarak antara sudut mulut dengan lobulus telinga. Untuk penghisap
kaku tidak memerlukan pengukuran (jangan kehilangan pandangan dari ujung penghisap)
5) Perlahan dan tanpa tekanan, masukkan ujung kateter ke daerah yang memerlukan dihisap. Jika tidak hati-
hati ujung penghisap kaku dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan perdarahan.
6) Mulai penghisapan dengan meletakkan jari Anda pada lubang proksimal, dan hisap sambil perlahan
menarik ujung penghisap dari mulut pasien, gerakkan ujung penghisap dari satu sisi ke sisi yang lain.
7) Jangan pernah melakukan penghisapan lebih dari 15 detik pada waktu yang sama, karena suplementasi
oksigen atau ventilasi dihentikan selama penghisapan, sehingga harus dipertimbangkan juga untuk
mempertahankan oksigenasi pasien.
8) Jika ujung pipa penghisap menyebabkan reflek muntah, segera tarik ujung penghisap dan letakkan pada
pada posisi lain yang tidak menstimulasi reflek muntah.

JALAN NAPAS DEFINITIF


Mempertahankan jalan napas yang efektif dan dalam jangka waktu yang panjang memerlukan suatu
jalan napas definitif. Jalan napas definitif terdiri dari suatu pipa dalam trachea yang terfiksasi dengan baik,
balon yang berkembang dan biasanya memerlukan suatu bentuk ventilasi bantuan dan juga memakai oksigen.
Ada beberapa jenis airway definitive, seperti misalnya : Pipa Endotrakheal
(nasotrakheal/orotrakheal) atau tindakan pembedahan/surgical (krikotiroidotomi atau trakheostomi).
Ketidakmampuan intubasi akibat edema glotis, fraktur laring atau perdarahan orofaring yang berat dapat
dipertimbangkan untuk melakukan surgical airway. Pemasangan jarum (needle kriko tiroidotomi) merupakan
cara sementara dalam keadaan gawat untuk memberikan oksigen sampai dapat dipasang jalan napas
definitive.

Indikasi
Indikasi untuk pemasangan jalan napas definitif adalah :
1) Pasien yang tidak bernapas (apnea/nonbreathing).
2) Kegagalan menjaga jalan napas dengan cara lain.
3) Meminimalkan resiko jalan napas terhadap aspirasi darah atau muntahan.
4) Kemungkinan terganggunya jalan napas karena perlukaannya sendiri seperti pada luka bakar inhalasi,
fraktur tulang wajah atau kejang.
228
5) Trauma capitis berat yang memerlukan hiperventilasi.
6) Kegagalan memberikan cukup oksigen melalui masker wajah.
7) Adanya bahaya sumbatan (hematoma leher, cedera laring, trakhea, dan trauma maksillofasial berat

1. Needle krikotiroidotomi
Dengan tindakan ini dapat memberikan 45 menit tambahan waktu untuk menunggu intubasi dilakukan.
Tindakan dilakukan dengan memakai jarum ukuran 12G atau 14G ditusukkan melalui membrana
krikotiroid, jarum kemudian dihubungkan dengan oksigen pada flow 15 liter/menit dengan suatu Y
connector atau dengan tube yang dilubangi pada sisinya, kemudian dilakukan insufflasi 1 detik tutup 4 detik
buka dengan ibu jari. Pada penderita dengan cara seperti ini hanya dapat dilakukan oksigenasi selama 30–45
menit, karena CO2 akan terakumulasi secara perlahan.

Gb. Needle krikotiroidotomi


(tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa)

Krikotiroidotomi dengan jarum merupakan suatu tindakan sementara untuk menciptakan jalan napas
sehingga memungkinkan ventilasi dan oksigenasi. Ventilasi yang adekuat mungkin sulit untuk didapatkan.
Hasil terbaik yang bisa dicapai dari krikotiroidotomi dengan jarum ini adalah peluang untuk memperbaiki
oksigenasi dan ventilasi pada pasien dengan obstruksi jalan napas total atau hampir total yang tidak mampu
bernapas dengan cara lain.

Indikasi
 Untuk penanggulangan sementara terhadap hipoksemia sekunder terhadap obstruksi jalan napas
 Sebagai petunjuk sementara krikotiroidotomi standar
 Manakala intubasi endotrakheal tidak dapat dilakukan dengan aman dan cepat.

Peralatan
 Kateter ukuran 14 G yang terpasang pada semprit 10 ml yg telah diisi dengan larutan garam
fisiologis yang steril.
 Larutan antiseptik dan duk steril.
 Masker bedah, pelindung mata dan sarung tangan steril.

Teknik
a) Jika status pasien dan situasinya memungkinkan, jelaskan prosedur tindakan, indikasi dan komplikasi
kepada pasien/keluarga dan mintalah izin untuk melakukan tindakan (informed consent).
b) Temukan membrana krikotiroid yang terletak di sebelah inferior kartilago tiroid dan di sebelah superior
tepi krikoid.
c) Lakukan persiapan pembedahan ( antiseptik, duk steril dan anestesia) jika waktu memungkinkan.
d) Tusukkan jarum melalui kulit dan kemudian melalui bagian inferior membran krikotiroid dengan
penghisapan yang konstan dan posisi jarum membentuk sudut 45 derajat terhadap kulit serta mengarah
ke kaudal.
e) Begitu gelembung udara teraspirasi, kurangi sudut terhadap kulit sampai kira-kira 15 derajat, kemudian
tusukkan lebih lanjut 1 sampai 2 mm, dan pastikan kembali aspirasi udara ke dalam semprit. Segera
dorong kateter mengikuti jarum ke dalam trakhea hingga pangkal kateter mengenai kulit.
f) Pastikan lagi aspirasi udara dengan semprit.
g) Lakukan oksigenasi dan ventilasi dengan salah satu cara di bawah ini :
229
 Oksigenasi difusi secara pasif pada keadaan apnea: kalau jalan napas pasien tersumbat total sehingga
tidak terjadi ekspirasi, maka PaO2 dapat dipertahankan dengan mengalirkan oksigen 100% ke dalam
paru-paru dengan kecepatan kira-kira 5 L/menit.
 Adapter dari pipa endotrakea pediatric ukuran 3mm dihubungkan dengan pangkal kateter sehingga
memungkunkan ventilasi dengan alat kantong respirasi yang dapat mengembang sendiri.
 Di pasaran tersedia alat hand trigger valves yang memungkinkan oksigen dari sumber bertekanan
tinggi untuk ditiupkan langsung melalui kateter.

2. Intubasi Orotracheal
Pada setiap penderita tidak sadar dengan trauma kepala tentukanlah perlunya intubasi. Bila penderita
dalam keadaan gagal napas, intubasi dilakukan oleh 2 orang dengan satu petugas melakukan imobilsasi
segaris.
Setelah pemasangan orotrakheal tube, balon dikembangkan dan dimulai ventilasi assisted. Penempatan pipa
yang tepat dapat diperiksa dengan auskultasi kedua paru, bila terdengar bunyi pernapasan pada kedua paru
tanpa borborigmi dapat diduga bahwa pemasangan pipa sudah benar. Terdengarnya suara dalam lambung
terutama pada inspirasi memperkuat dugaan bahwa pipa terpasang dalam oesophagus dan diperlukan
intubasi ulang.

3. Intubasi Nasotrakheal
Intubasi naso tracheal bermanfaat pada fraktur cervical.
Perlu kehati-hatian pada penderita dengan fraktur tulang wajah yang berat atau fraktur basis cranii anterior.
Perhatian akan adanya fraktur cervical adalah sama seperti pada intubasi oro tracheal.
Pemilihan jenis intubasi terutama tergantung pada pengalaman dokter. Kedua teknik tersebut adalah
aman bila dilakukan dengan cara yang tepat. Malposisi pipa harus dipertimbangkan pada semua penderita
yang datang dengan sudah terpasang pipa endotrakheal. Malposisi dapat terjadi karena pipa yang terdorong
lebih jauh masuk kedalam bronchus atau tercabut selama transportasi. Kembungnya daerah epigastrium
harus diwaspadai kemungkinan malposisi pipa. Foto thoraks dapat membantu mengetahui posisi dari pipa
yang benar namun tidak menyingkirkan kemungkinan intubasi masuk ke oesophagus.

Prosedur intubasi
Persiapan peralatan intubasi:
 Laringoskop dengan batere dan lampu menyala serta siapkan lampu cadangan
 Alat penghisap (suction)
 Introduser untuk pipa (stillet)
 Endotrakheal ukuran 2,5 – 8,5
 Benzokain anestesi lokal
 Semprit 10 cc
 Kateter penghisap
 Pipa Orofaring segala ukuran
 Forcep magill
 Pembuka mulut
 Bag Valve mask
 stetoskop
 Masker muka segala ukuran
 Silender oksigen
 Masker oksigen
 Gunting dan plester untuk fiksasi

Metode intubasi Orotrakheal


a. Cek alat-alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik dan pilih pipa endotrakheal (ET)
yang sesuai dengan ukuran. Masukkan stillet ke dalam pipa endotrakheal jangan sampai ada penonjolan
ke luar pada bagian ujung balon, buat lengkungan pada pipa dan stillet dan cek fungsi balon dengan
mengembangkan dengan udara 10 ml. Jika fungsi baik kempeskan balon. Beri pelumas pada ujung pipa ET
sampai daerah cuff.
b. Letakkan bantal kecil/penyangga handuk setinggi 10 cm di oksiput dan pertahankan kepala sedikit
ekstensi (jika resiko fraktur servikal dapat disingkirkan).
230
c. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring dan berikan semprotan benzokain atau
tetrakain jika pasien sadar/tidak dalam keadaan anestesi yang dalam.
d. Lakukan preoksigenasi minimal 30 detik dengan kecepatan 2 kali lipat (± 24 kali/menit) melalui bag
masker dengan FiO2 100%.

Gb. Hiperventilasi
(harus dilakukan sebelum melakukan intubasi)

e. Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop.
f. Masukkan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri.
Masukkan bilah sedikit-demi sedikit sampai ujung laringoskop mencapai dasar lidah, perhatikan agar
lidah atau bibir tidak terjepit di antara bilah dan gigi pasien.
g. Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30-40º sejajar dengan aksis pegangan,
jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu.

Gb. Masukkan bilah laringoskop

h. Bila pita suara sudah terlihat tahan tarikan/posisi Laringoskop dengan menggunakan kekuatan siku dan
pergelangan tangan, masukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai bagian proksimal
dari cuff ET melewati pita suara ± 1–2 cm atau pada orang dewasa kedalaman pipa ET ± 19–23 cm.

231
Sumber gambar: Jatremski MS, Dumas M, Penalver L. Penuntun Kedaruratan. Edisi 1 Jakarta EGC, 1995
Gb. Gambaran pita suara

j. Angkat laringoskop dan stillet pipa endotrakheal dan isi balon dengan udara 5-10 ml. Waktu intubasi tidak
boleh lebih dari 30 detik.
k. Hubungkan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil melakukan auskultasi (asisten),
pertama pada lambung kemudian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan pengembangan dada.
Bila terdengar gurgling pada lambung dan dada tidak mengembang berarti pipa ET masuk ke esofagus
dan pemasangan pipa harus diulangi setelah melakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik.
Berkurangnya bunyi napas di atas dada kiri biasanya mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus
utama kanan dan memerlukan tarikan beberapa cm dari pipa ET.
l. Setelah bunyi napas optimal dicapai
kembangkan balon cuff dengan
menggunakan spuit 10 cc.
m. Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tidak terdorong/tercabut.
n. Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit pipa ET jika korban mulai sadar.
o. Lakukan ventilasi terus dengan
oksigen 100% (aliran 10–12 liter/menit).

Gb. Posisi pipa endotrakheal


Komplikasi
 Pipa ET masuk ke dalam esofagus yang dapat menyebabkan hipoksia.
 Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara laringoskop dengan gigi.
 Gigi patah.
 Laserasi pada faring dan trachea akibat stilet pada ujung pipa.
 Kerusakan pita suara.
 Perforasi pada faring dan esofagus.
 Muntah dan aspirasi.
 Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan intubasi.
sehingga terjadi hipertensi, takikardi dan aritmia.
 Pipa masuk ke salah satu bronkus, umumnya masuk ke bronkus kanan, untuk mengatasinya tarik pipa
1 – 2 cm sambil dilakukan inspeksi gerakan dada dan auskultasi bilateral.

232
4. Surgical krikotiroidotomi
Tindakan ini dilakukan pada penderita intubasi oral atau intubasi nasal yang dikontraindikasikan atau
tidak dapat terlaksana. Tindakan tersebut dapat dibutuhkan untuk trauma maksilofasial atau trauma laring,
obstruksi jalan napas atas (edema, benda asing, lesi massa), atau tindakan kewaspadaan terhadap vertebra
servikalis.Krikotiroidotomi dengan insisi kulit sampai membrana krikotiroid, kemudian dipasang pipa
trakheostomi.

4. Surgical krikotiroidotomi

Indikasi:
Untuk penatalaksanaan jalan napas segera pada pasien dengan intubasi oral atau intubasi nasal yang
dikontraindikasikan atau tidak dapat terlaksana. Tindakan tersebut dapat dibutuhkan untuk trauma
maksilofasial atau trauma laring, obstruksi jalan napas atas (edema, benda asing, lesi massa), atau tindakan
kewaspadaan terhadap vertebra servikalis.

Kontraindikasi
Anak-anak dengan usia kurang dari 8 tahun yang membutuhkan pembedahan jalan napas, sebaiknya
dilakukan krikotiroidotomi dengan jarum. Koagulopati dan trauma leher dengan distorsi bagian bagian
penting.

 Larutan antiseptik dan kain penutup/duk


 Obat anestesi lokal
 Skalpel dengan mata pisau
 Pipa trakheostomi atau pipa endotrakhea
 Masker dan gaun bedah
 Semprit 5, 10 ml dan jarum 25 G dan 20 G
 Hemostat bengkok
 Pengikat trakheostomi
 Gunting mayo

Teknik
a) Jelaskan tindakan kepada pasien/keluarga mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan, indikasi dan
komplikasi dan mintalah persetujuan untuk melakukan tindakan kepada pasien/keluarga.
233
b) Pastikan semua alat telah tersedia dan pilih ukuran selang trakheostomi atau pipa endotrakheal yang
sesuai ukuran.
c) Pakailah pakaian bedah, masker dan sarung tangan steril
d) Posisikan kepala pasien sedikit ekstensi (jika kecurigaan fraktur servikal dapat disingkirkan). Persiapkan
lapangan bedah dengan antiseptik dan duk steril dan beri anestesi lokal apabila penderita masih sadar.
e) Tentukan lokasi membrana krikotiroid di bawah kartilago tiroid dan di atas cincin krikoid. Gunakan ibu
jari dan jari telunjuk untuk membantu imobilisasi laring, gunakan jari telunjuk tangan yang lain untuk
membantu identifikasi membrana krikotiroid.
f) Buat incisi kulit melintang 2 – 3 cm di atas membrana krikotiroidea, dan dengan hati-hati iris melintang
melewati membrana sampai ke dalam trakhea. Arahkan semua gerakan instrumen 30-40 ke arah kaudal
untuk menghindari perlukaan pada pita suara (anda dapat menempatkan jarum dengan ukuran lumen
yang besar melalui membrana terlebih dahulu sebagai petunjuk insisi dan memberikan ventilasi
sementara /krikotiroidotomi dengan jarum)
g) Sisipkan gagang pisau pada masuk pada irisan dan putar 90 untuk membuka airway (dapat juga digunakan
hemostat atau trakheal spreadel sebagai ganti gagang pisau)
h) Sisipkan pipa endotrakheal atau pipa trakheostomi dengan cuff dengan ukuran yang sesuai (biasanya #5
atau #6) masuk ke irisan membrana, dengan mengarahkan pipa ke dalam trakhea sebelah distal.
(gambar )
i) Kembangkan cuff dan ventilasi penderita.
j) Perhatikan pengembangan paru dan auskultasi dada untuk mengetahui ventilasi yang cukup.
k) Plester pipa endotrakheal atau ikat pipa trakheostomi pada penderita untuk mencegahnya tercabut

Komplikasi
 Hipoksia lama/sekunder terhadap upaya pemasangan kanula trakhea yang lama.
 Perdarahan
 Kerusakan pita suara
 Laserasi trakhea dan esofagus
 Kerusakan arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus akibat insisi yang terlalu lateral
 Stenosis subglottis dan laring
 Stoma yang menetap
 Aspirasi
 Infeksi
TEKNIK PENGGUNAAN BAG VALVE MASK

Teknik
 Pasang masker kedap udara pada muka sambil mempertahankan posisi chin lift dengan meletakkan jari
ke 3,4,5 pada ramus mandibula sambil mendorong rahang ke atas sedangkan ibu jari dan jari telunjuk
membantu merapatkan masker ke muka dengan menekan masker ke bawah. Tangan penolong yang lain
memijat balon resusitasi.

Teknik penggunaan balon dan masker resusitasi

234
 Pertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala dan leher sehingga ventilasi yang efektif dapat
dilakukan. Ventilasi yang efektif dapat dinilai dengan terjadinya pengembangan dada pada waktu balon
dipompa.
 Bila dada tidak mengembang dengan baik, lakukan perbaikan posisi, pertimbangkan juga pembersihan
jalan napas dengan alat penghisap, bila usaha bernapas masih baik, cukup berikan oksigen.

Konsentrasi oksigen pada pemakaian BVM

Tanpa oksigen tambahan 21% konsentrasi oksigen udara


Dengan tambahan oksigen 50 %
Dengan pemasangan 95-100 %
reservoir

Keberhasilan terapi oksigen (monitoring terapi) dapat dipantau dengan observasi klinis (hilangnya
sianosis), atau dengan oksimetri dan analisis gas darah. Oksimetri pada orang normal menunjukkan
angka diatas 95%.

 Ceck List Prosedur Manajemen Jalan Napas & Pernapasan

TIDAK MELAKUKAN (TEKNIK)


NO TINDAKAN MELAKUKAN SALAH BENAR
Pasien dengan penurunan kesadaran
1 Pakai alat perlindungan diri, masker, sarung
tangan, alat pelindung mata
2 Pastikan kesadaran korban
3 Minta bantuan dan Aktifkan sistem emergensi di
UGD
4 Amankan jalan napas dengan dengan manual
teknik chin lift-head tilt (jaw thrust jika dicurigai
trauma servikal)
Cek pernapasan dengan teknik Look, Feel &
5 Listen (maksimal 10 detik) menentukan apakah
pernapasan adekuat
Penilaian 0 1 2
JUMLAH (maksimal = 10)
Napas spontan tetapi tidak adekuat (ngorok) kemungkinan lidah menutup jalan napas
6 Suction terhadap adanya lendir yang kemungkinan
menutup jalan napas (menggunakan suction keras
dan lunak)
7 Memasang orofaringeal tube (sebelumnya
mengukur panjang tube)
8 Memasukkan orofaringeal tube dengan cara
terbalik
9 Berikan oksigenasi dengan menggunakan non
rebreathing mask
Penilaian 0 1 2
JUMLAH (maksimal = 8)
Pasien dalam penurunan kesadaran yang dalam memerlukan airway definitif (pemasangan
intubasi)
Meminta asisten utk mempersiapkan alat untuk
intubasi endotrakheal, dicek fungsinya apakah
10
baik atau tidak.
Posisikan korban dengan kepala sedikit ekstensi
11
pada satu garis lurus (jika tidak ada trauma
servikal)
12 Menentukan ukuran ET sesuai dengan penderita
235
(pada keadaan darurat ukuran 7,5) ideal laki-laki
8-8,5/wanita 7-8 mm)
Berikan lubrikasi pada ujung distal pipa ET
13
sampai cuff
Menghubungkan balon dan masker resusitasi
14
dengan oksigen 100%
Hiperventilasi dengan balon dan masker
resusitasi kecepatan 2 kali lipat, kecepatan 24
15 kali permenit/± tiap 3 detik (peserta
mempraktekan satu penolong dan 2 penolong)
minimal 30 detik
16 Lepas orofaringeal Tube sebagai persiapan untuk
memasukkan pipa ET
Posisi tangan. Tangan kiri memegang gagang
17 laringoskop dan memasukan laringoskop ke
celah bibir sebelah kanan dengan lembut hingga
mencapai valecula
18 Visualisasikan laring. Angkat laringoskop ke atas
dan ke depan dengan kemiringan 30-40º sejajar
dengan aksis pegangan tangan dan visualisasi
laring (jangan menggunakan gigi sebagai titik
tumpu)
19 Lakukan teknik Sellick manuver untuk membantu
visualisasi laring.
Masukkan endotrakheal tube ke dalam laring,
20 letakkan ukuran pipa pada angka 22 pada gigi
penderita
21 Kunci pipa dengan mengisi balon dengan udara 5-
10 cc
22 Cek balon pilot apakah balon mengembang atau
tidak.
23 Lepaskan Stillet dari pipa ET
Lakukan ventilasi bantuan. Dengan bantuan
24 asisten hubungkan pipa ET dengan ambubag dan
lakukan ventilasi 10-12 kali/menit (± tiap 6 detik)
25 Lakukan pengecekan posisi pipa.
a Lihat pengembangan dada tiap kali dilakukan
ventilasi, simetris atau tidak
b Lakukan pengecekan ke lambung dan paru-paru
kanan dan kiri, pastikan bahwa suara napas
positif dan seimbang di paru-paru kanan dan kiri
c Jika pipa masuk ke esophagus, deflasi balon
segera dan lepas pipa – hiperventilasi ulang (30
detik)
d Jika pipa masuk bronchus kanan, deflasi balon
dan tarik sedikit pipa, kembangkan balon dan cek
lagi suara napas di kedua paru.
Periksa respon pasien setelah dipasang pipa ET,
26 adanya gangguan napas dan sianotik mungkin
menunjukkan kesalahan pada pemasangan pipa.
27 Pasang orofaringeal tube untuk mencegah pipa
tergigit
28 Fiksasi pipa ET
Penilaian 0 1 2
JUMLAH (maksimal = 44)
Ada lendir dalam pipa ET/suara ronkhi
Lakukan penghisapan orothrakheal melewati pipa
ET dengan suction lunak jika terdapat lendir
29
(suara ronkhi basah pada saat ventilasi) tarik
dengan cara zig-zag tidak lebih dari 10 detik
30 Lepas pipa ET (ekstubasi) jika pasien telah
236
menunjukkan reflek muntah dan kesadaran mulai
membaik.
Penilaian 0 1 2
JUMLAH (maksimal = 4)
TOTAL JUMLAH (maksimal = 66)

Nilai Akhir = Total Jumlah x 100 % = ...........


66

237
PANDUAN PRAKTIKUM
BANTUAN HIDUP DASAR DEWASA

 Tujuan
Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta pelatihan dapat :
1. Memahami definisi kematian klinis dan biologis.
2. Memahami tujuan Bantuan Hidup Dasar
3. Memahami indikasi Bantuan Hidup Dasar
4. Mampu mengenali tanda – tanda korban henti jantung dan paru.
5. Melakukan teknik Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang benar dan berkualitas
6. Memahami kapan RJP dihentikan.
7. Melakukan pertolongan terhadap korban obstruksi jalan napas (choking)

 Alokasi waktu : 90 menit (2 jpl)


 Pembagian waktu : - 30 menit pengenalan alat dan demo instruktur
- 60 menit praktek peserta

 Peralatan
1. Boneka RJP dewasa dengan lampu indicator
2. Bag valve mask
3. Masker saku
4. Karpet alas peserta
5. Tissue rol
6. Alkohol semprot
7. Metronom

238
BANTUAN HIDUP DASAR

Skenario : penderita kolaps mendadak

1. Memastikan keamanan penderita, penolong, dan sekitar


 Pergunakan alat pengaman diri (APD) bila tersedia.
 Tempatkan penderita dalam posisi yang aman.
 Lakukan pengawasan singkat untuk mengetahui ada tidaknya ancaman lingkungan
sekitar yang membahayakan proses pertolongan.

Gb. Memastikan keamanan

2. Memeriksa respon
 Periksa respon penderita dengan
menepuk atau menggoyangkan bahu
korban dengan hati-hati dan bertanya
dengan keras : “ Halo! Halo! Apakah
anda baik-baik saja ?

Gb. Cek respon

Skenario : penderita menjawab atau bergerak terhadap respon yang diberikan


 Pertahankan posisi pasien seperti saat ditemukan
 Lakukan primary-secondary survey
 Baringkan pasien dalam posisi aman/pulih
 Pantau kondisi umum dan tanda vital penderita secara periodik sampai bantuan
datang

Skenario : penderita menjawab atau bergerak terhadap respon yang diberikan


 Segera lanjutkan ke langkah berikutnya

3. Mengaktifkan sistem tanggap darurat / memanggil bantuan


 Di luar RS : minta bantuan orang terdekat, telepon
emergency call center setempat, ambil AED bila
tersedia di dekat tempat kejadian
 Di dalam RS : minta bantuan orang terdekat,
aktifkan code blue, ambil AED/defibrilator
terdekat.

Gb. Panggil bantuan


239
.
4. Memeriksa napas dan nadi (khusus tenaga kesehatan)
 Periksa napas dan nadi secara cepat dan
simultan, paling lama 10 detik.
 Periksa napas dengan look-listen-feel secara
cepat untuk menentukan apakah penderita
bernapas spontan atau apneu / gasping / napas
agonal.
 Raba denyut nadi dengan dua jari, paling lama 10
detik. Nadi yang diperiksa adalah nadi karotis Gb. Memeriksa napas
pada penderita dewasa; nadi karotis/femoralis
pada penderita anak; nadi brachialis pada
penderita bayi .

Gb. Memeriksa nadi Gb. Memeriksa nadi Gb. Memeriksa nadi


karotis (dewasa) femoralis (anak) brachialis (bayi)

Skenario : napas dan nadi ada


 Lakukan primary-secondary survey
 Pertahankan pasien pada posisi aman
 Pantau kondisi umum dan tanda vital penderita secara periodik sampai bantuan
lebih lanjut datang

Skenario : napas tidak ada, nadi ada (henti napas)


 Berikan bantuan napas (rescue breathing) selama 2 menit. Penderita dewasa : 1 kali
napas tiap 5-6 detik atau sekitar 10-12 x/menit. Anak/bayi : 1 kali napas tiap 3-5
detik atau sekitar 12-20 x/menit
 Setelah 2 menit, pastikan untuk memanggil bantuan lagi
 Periksa nadi setiap 2 menit. Bila tidak ada nadi, mulai RJP. Pada penderita
anak/bayi, lakukan RJP juga apabila nadi < 60 menit dengan disertai tanda perfusi
yang buruk.

Skenario : napas dan nadi tidak ada (henti jantung)


 Segera lanjutkan ke langkah berikutnya (RJP)

5. Resusitasi Jantung Paru (RJP) segera


 Pastikan penderita berbaring di atas permukaan yang datar dan keras (dapat
menggunakan papan RJP)
 Posisi penolong berjongkok/berdiri dengan pijakan kaki, di samping kanan/kiri
penderita, lutut penolong sejajar dengan bahu dan dada penderita.
 Menentukan titik kompresi dada

240
Dewasa dan anak : separuh bawah sternum atau dua jari di superior proc.
Xiphoideus
Bayi : di bawah garis imajiner antara kedua papilla mammae
 Memposisikan tangan untuk kompresi :
 Dewasa/remaja//anak dengan fisik relatif besar : gunakan kedua tangan;
letakkan pangkal salah satu telapak tangan pada titik kompresi, kaitkan jari
tangan yang diletakkan diatas tangan yang menempel pada titik kompresi
 Anak dengan fisik relatif kecil : gunakan satu tangan
 Bayi : gunakan dua jari

Gb. Menentukan titik kompresi dada Gb. Posisi tangan untuk kompresi dada

 Luruskan dan kunci kedua siku.


 Gunakan berat badan penolong untuk menekan dada.
Gerakan harus dari panggul, panggul berfungsi sebagai
titik tumpu.
 Kecepatan kompresi dada 100-120 x/menit
 Kedalaman kompresi dada :
- Dewasa/remaja : 2-2,4 inchi (5-6 cm)
- Anak : minimal sepertiga kedalaman dada (diameter anteroposterior dada)
atau sekitar 2 inchi (5 cm)
- Bayi : minimal sepertiga kedalaman dada (diameter anteroposterior dada)
atau sekitar 1,5 inchi (4 cm)
 Lepaskan tekanan pada sternum penderita sepenuhnya pada setiap akhir kompresi
agar dada kembali mengembang penuh seperti posisi awal.
 Kompresi harus diberikan secara ritmis, bukan dengan “menusuk”
 Bila RJP dlakukan oleh 2 penolong/lebih, maka selama kompresi dada dikerjakan,
penolong yang lain membantu mempertahankan patensi jalan napas penderita.

Gb. Kompresi dada Gb. Kompresi dada Gb. Kompresi dada


pada dewasa pada anak pada bayi

241
Gb. RJP oleh 2 penolong

Skenario : RJP tanpa alat bantu jalan napas tingkat lanjut


 Kompresi dada sebanyak 30 hitungan (15, pada penderita anak/bayi dengan dua
penolong/lebih)
Contoh cara menghitung kompresi :
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 20
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 30
 Lanjutkan dengan pemberian bantuan napas (rescue breathing) sebanyak 2 kali. Bila
RJP dilakukan oleh 1 penolong, sedapat mungkin penolong tidak terlalu banyak
melakukan perpindahan posisi badan saat akan memberikan bantuan napas.
 Setiap napas bantuan diberikan dalam waktu 1 detik dengan memperhatikan
pengangkatan dinding dada
 Bila pemberian napas yang pertama tidak menunjukkan pengangkatan dinding dada
maka lakukan reposisi jalan napas terlebih dahulu sebelum memberikan bantuan
napas yang kedua.
 Setelah memberikan napas yang kedua, segera lanjutkan kompresi dada lagi

Gb. Bantuan napas mouth-to-mouth Gb. Bantuan napas dengan bag-valve mask

Skenario : RJP dengan alat bantu jalan napas tingkat lanjut


 Salah satu penolong melakukan kompresi dada secara kontinyu
 Penolong yang lain memberikan ventilasi dengan kecepatan 1 napas tiap 6 detik
(10 x/menit).

242
6. Defibrilasi segera

Skenario : tersedia AED


 Segera nyalakan AED dan pasangkan electrode pads pada kulit dada depan
penderita. Bila terdapat penolong lain, tetap teruskan RJP selama AED disiapkan.
 Instruksi AED : analisis irama jantung.
Hentikan RJP, pastikan tidak ada yang menyentuh pasien, tunggu AED menganalisis
irama.
 Instruksi AED : indikasi shock.
Pastikan tidak ada yang menyentuh pasien, tekan tombol shock/biarkan alat
melakukan shock secara otomatis (sesuai spesifikasi alat), segera lanjutkan RJP, ikuti
instruksi alat selanjutnya.
 Instruksi AED : tidak indikasi shock
Segera lanjutkan RJP, ikuti instruksi alat selanjutnya.

Gb. Langkah-langkah defibrilasi dengan AED (sumber : ERC, 2015)

7. Evaluasi RJP
 Lakukan RJP (kompresi dan ventilasi) secara kontinyu selama 2 menit.
 Setelah 2 menit lakukan evaluasi nadi.

Skenario : nadi ada


 Periksa airway-breathing
 Bila nadi ada, napas ada :
o Hentikan RJP
o Lanjutkan primary-secondary survey
o Pertahankan pasien pada posisi aman/pulih (recovery position)
o Pantau kondisi umum dan tanda vital penderita secara periodik sampai
bantuan lebih lanjut datang
 Nadi ada, napas tidak ada :
o Hentikan kompresi dada
o Berikan bantuan napas (rescue breathing) selama 2 menit.
Penderita dewasa : 1 kali napas tiap 5-6 detik atau sekitar 10-12 x/menit.
Anak/bayi : 1 kali napas tiap 3-5 detik atau sekitar 12-20 x/menit
o Setelah 2 menit, pastikan untuk memanggil bantuan lagi
o Periksa nadi setiap 2 menit. Bila tidak ada nadi, mulai RJP. Pada penderita
anak/bayi, lakukan RJP juga apabila nadi < 60 menit dengan disertai tanda
perfusi yang buruk.

243
Skenario : nadi ada
 Segera lakukan RJP

8. Menempatkan penderita dalam posisi aman/pulih (recovery position)


 Berjongkok di samping penderita dan luruskan lutut penderita
 Letakkan tangan yang dekat dengan penolong pada posisi lurus ke atas kepala
tempatkan tangan yang lain di di dada. Dekatkan tubuh penolong di atas tubuh
penderita, salah satu tangan penolong menarik ke atas lutut penderita dan tangan yang
lain memegang bahu pasien.
 Gulingkan penderita ke arah penolong dalam satu kesatuan bahu dan lutut penderita
secara perlahan
 Atur posisi kaki penderita seperti terlihat di gambar, letakkan punggung tangan pada
pipi penderita untuk mengatur posisi kepala.
 Tindakan selanjutnya adalah terus memantau penderita, pastikan bantuan datang, dan
bersiaga melakukan RJP lagi bila penderita kembali ke kondisi henti jantung.

Gb. Posisi Recovery

Penanganan obstruksi jalan napas Pasien Dewasa


Tidak semua masalah jalan napas disebabkan oleh lidah yang jatuh ke belakang. Jalan napas juga dapat
tersumbat oleh benda atau bahan asing. Bisa berupa potongan makanan, mainan, es, atau muntahan. Masalah
ini sering sekali pada anak dan pada pasien penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan. Hal ini juga terjadi
pada pasien cedera yang jalan napasnya tersumbat oleh darah, patahan gigi, gigi palsu, atau ketika pasien
tersedak makanan.
Sumbatan jalan napas bisa sebagian atau seluruhnya. Obstruksi parsial atau komplit memiliki
karaktersik yang berbeda yang harus dicatat selama pemeriksaan, dan setiap tipe memiliki prosedur
penanganan yang berbeda. Sangat penting untuk memahami perbedaan antara obstruksi parsial dan komplit
dan cara penanganan keduanya.

1. Obstruksi Jalan Napas Parsial


Pasien sadar biasanya mencoba menunjukkan masalah jalan napasnya dengan menunjuk mulutnya
atau memegang lehernya. Banyak yang melakukan hal ini walaupun obstruksi parsial tidak mengganggu
bicara. Tanya pasien apakah ia tersedak, atau tanya apakah ia dapat bicara atau batuk. Jika bisa, berarti
obstruksinya parsial.
Untuk pasien sadar yang jelas-jelas tampak mengalami obstruksi jalan napas parsial, minta dia untuk
batuk dengan harapan bahwa cara tersebut akan mengeluarkan atau memaksa keluar benda asing.
Pada kasus-kasus dimana pasien yang tampak memiliki obstruksi jalan napas parsial tapi tidak dapat
batuk atau batuknya sangat lemah, atau pasien tampak kebiruan atau abu-abu atau tanda-tanda lain yang
menunjukkan pertukaran udara yg rendah, rawat pasien layaknya obstruksi jalan napas komplit.

2. Obstruksi Jalan Napas Komplit

244
Waspadai tanda-tanda obstruksi jalan napas komplit pada pasien sadar maupun tidak sadar.
 Pasien sadar dengan sumbatan jalan napas komplit akan tidak bisa berbicara, bernapas dan batuk.
Biasanya, dia akan menunjukkkan tanda-tanda dstress tersedak dengan menggenggam leher antara ibu
jari dan telunjuk.
 Pasien tidak sadar dengan obtruksi jalan napas komplit akan terjadi henti napas.

3. Prosedur Pembersihan Jalan Napas


Jika Anda telah menentukan bahwa jalan napasnya tersumbat, Anda harus mengambil tindakan yang tepat
untuk membersihkannya.
a. Buka jalan napas. Karena banyak sekali sumbatan disebabkan oleh lidah, anda harus mencoba membuka
jalan napas dengan menggunakan manuver head tilit, chin lift, atau jaw thrust.
b. Jika pasien tidak sadar dan tidak bernapas, cobalah untuk melakukan ventilasi (napas rangsang). Jika
ventilasi pertama tidak berhasil, sesuaikan kembali posisi kepala dan coba untuk berikan ventilasi lagi.
c. Ambil semua benda asing. Jika pasien tersedak atau untuk pasien tak sadar (jika Anda telah membuka
jalan napas dan tidak berhasil malakukan ventilasi), ada dua teknik yang direkomendasikan untuk
mengeluarkan benda asing.
 Manual thrust (abdominal atau chest thrust)
 Sapuan jari (finger sweep)

Teknik Sapuan Jari


 Buka mulut korban di antara ibu jari dan jari-jari lain, kemudian buka mulut dengan mendorong rahang
bawah.
 Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian dalam pipi, jauh ke dalam kerongkongan di bagian
dasar lidah, kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda asing. Hati-hati jangan sampai
mendorong benda asing lebih jauh ke jalan napas.

Gb. Teknik sapuan jari


(hanya dilakukan apabila benda asing terlihat mata)
Abdominal Thrust
Penggunaan abdominal thrust (manuver Heimlich) untuk mengeluarkan benda asing dari jalan napas untuk
pasien dewasa dijelaskan berikut :
Untuk pasien dewasa yang duduk atau berdiri
1. Buatlah gengaman dan tempatkan di area tepat di bawah sternum.
2. Lakukan penekanan ke arah dalam atas menuju kepala dengan gerakan yang lembut dan cepat. Lakukan
lima kali dorongan yang cepat.

Gb. Heimlich manuver pada pasien sadar/posisi berdiri

245
Chest Thrust. Chest thrust digunakan untuk menggantikan abdominal thrust pada pasien dewasa yang
sadar dengan tahap akhir kehamilan, terlalu gemuk sehingga abdominal thrust tidak efektif. Penggunaan chest
thrust untuk menghilangkan obstruksi jalan napas dideskripsikan sebagai berikut :
1. Posisikan diri Anda di belakang pasien dan selipkan lengan anda di bawah ketiaknya sehingga anda
melingkari dadanya.
2. Buat genggaman dengan satu tangan dan letakkkan sisi ibujari genggaman ini pada garis pertengahan
sternum sekitar 2-3 jari di atas processus xyphoideus. Cara ini akan menempatkan genggaman anda
pada pertengahan bawah sternum tapi tidak menyentuh ujung tulang rusuk.
3. Cengkeram genggaman tadi dengan tangan yang lain dan lakukan lima kali chest thrust secara langsung
ke arah belakang menuju spinal.

Obstruksi jalan napas pada penderita dewasa yang tidak sadar :


Tatalaksana menyerupai BHD, yaitu :
1. Letakkan pasien pada posisi supine
2. Segera aktifkan layanan sistem gawat darurat
3. Lakukan kompresi 30 kali, tidak diperlukanuntk mengecek nadi, dilanjutkan dengan pemberian 2 napas
bantuan. Usahakan untuk memeriksa posisi benda asing setiap kali mulut pasien terbuka saat dilakukan
kompresi. Bila memungkinkan untuk dikeluarkan, sebaiknya dikeluarkan.
4. Ulangi seperti prosedur BHD

Prosedur pembersihan jalan napas dianggap berjalan efektif jika hal tersebut di bawah ini terjadi
 Pasien kembali mendapatkan pertukaran udara yg baik atau bernapas spontan
 Benda asing dikeluarkan dari mulut
 Benda asing dikeluarkan ke dalam rongga mulut sehingga dapat diambil oleh penolong
 Pasien tak sadar menjadi sadar
 Warna kulit pasien membaik

Penanganan obstruksi jalan napas Pada Anak anak


Tidak semua masalah jalan napas disebabkan oleh lidah yang jatuh ke belakang. Jalan napas juga dapat
tersumbat oleh benda atau bahan asing. Bisa berupa potongan makanan, mainan, es, atau muntahan. Masalah
ini sering sekali pada anak dan pada pasien penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan. Hal ini juga terjadi
pada pasien cedera yang jalan napasnya tersumbat oleh darah, patahan gigi, gigi palsu, atau ketika pasien
tersedak makanan.
Sumbatan jalan napas bisa sebagian atau seluruhnya. Obstruksi parsial atau komplit memiliki
karaktersik yang berbeda yang harus dicatat selama pemeriksaan, dan setiap tipe memiliki prosedur
penanganan yang berbeda. Sangat penting untuk memahami perbedaan antara obstruksi parsial dan komplit
dan cara penanganan keduanya.

1. Obstruksi Jalan Napas Parsial


Pasien sadar biasanya mencoba menunjukkan masalah jalan napasnya dengan menunjuk mulutnya
atau memegang lehernya. Banyak yang melakukan hal ini walaupun obstruksi parsial tidak mengganggu
bicara. Tanya pasien apakah ia tersedak, atau tanya apakah ia dapat bicara atau batuk. Jika bisa, berarti
obstruksinya parsial.
Untuk pasien sadar yang jelas-jelas tampak mengalami obstruksi jalan napas parsial, minta dia untuk
batuk dengan harapan bahwa cara tersebut akan mengeluarkan atau memaksa keluar benda asing.
Pada kasus-kasus dimana pasien yang tampak memiliki obstruksi jalan napas parsial tapi tidak dapat
batuk atau batuknya sangat lemah, atau pasien tampak kebiruan atau abu-abu atau tanda-tanda lain yang
menunjukkan pertukaran udara yg rendah, rawat pasien layaknya obstruksi jalan napas komplit.

2. Obstruksi Jalan Napas Komplit


Waspadai tanda-tanda obstruksi jalan napas komplit pada pasien sadar maupun tidak sadar.
 Pasien sadar dengan sumbatan jalan napas komplit akan tidak bisa berbicara, bernapas dan batuk.
Biasanya, dia akan menunjukkkan tanda-tanda dstress tersedak dengan menggenggam leher antara ibu
jari dan telunjuk.
 Pasien tidak sadar dengan obtruksi jalan napas komplit akan terjadi henti napas.
246
3. Prosedur Pembersihan Jalan Napas
Jika Anda telah menentukan bahwa jalan napasnya tersumbat, Anda harus mengambil tindakan yang tepat
untuk membersihkannya.
d. Buka jalan napas. Karena banyak sekali sumbatan disebabkan oleh lidah, anda harus mencoba membuka
jalan napas dengan menggunakan manuver head tilit, chin lift, atau jaw thrust.
e. Jika pasien tidak sadar dan tidak bernapas, cobalah untuk melakukan ventilasi (napas rangsang). Jika
ventilasi pertama tidak berhasil, sesuaikan kembali posisi kepala dan coba untuk berikan ventilasi lagi.
Ambil semua benda asing. Jika pasien tersedak atau untuk pasien tak sadar (jika Anda telah membuka
jalan napas dan tidak berhasil malakukan ventilasi), ada dua teknik yang direkomendasikan untuk
mengeluarkan benda asing.
 Manual thrust (abdominal atau chest thrust)
 Sapuan jari (finger sweep)
Teknik Sapuan Jari
 Buka mulut korban di antara ibu jari dan jari-jari lain, kemudian buka mulut dengan mendorong rahang
bawah.
 Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian dalam pipi, jauh ke dalam kerongkongan di bagian
dasar lidah, kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda asing. Hati-hati jangan sampai
mendorong benda asing lebih jauh ke jalan napas.

Gb. Teknik sapuan jari


(hanya dilakukan apabila benda asing terlihat mata)

Abdominal Thrust
Penggunaan abdominal thrust (manuver Heimlich) untuk mengeluarkan benda asing dari jalan napas untuk
pasien anak-anak (tidak untuk bayi) dijelaskan berikut :
Untuk pasien anak (bukan bayi) yang duduk atau berdiri
3. Buatlah gengaman dan tempatkan di area tepat di bawah sternum.
4. Lakukan penekanan ke arah dalam atas menuju kepala dengan gerakan yang lembut dan cepat. Lakukan
lima kali dorongan yang cepat.

Untuk pasien anak-anak (bukan bayi) tak sadar atau untuk pasien sadar yang tidak bisa berdiri atau duduk,
atau jika anda terlalu pendek melingkari pasien dan melakukan dorongan :

Gb. Heimlich manuver pada anak-anak

247
Prosedur untuk bayi (sadar)
Prosedur pembersihan jalan napas untuk bayi (sadar) menggunakan kombinasi back blow dan
kompresi dada (chest thrust) sebanyak 5 kali pukulan.

Gb. back blow


 Letakkan bayi dengan posisi telungkup, kepala lebih rendah. Di atas lengan bawah topang dagu dan leher
dengan lengan bawah dan lutut penolong
 Tangan lainnya melakukan pukulan punggung di antara kedua tulang belikat secara hati-hati dan cepat.
 Balikkan dan lakukan hentakan pada dada sebagaimana
melakukan pijit jantung luar sebanyak lima kali

Gb. Chest Thrust


 Pada neonatus tidak boleh melakukan cara di atas, pengambilan benda asing hanya dapat dilakukan
dengan alat penghisap.
 Baik untuk anak maupun bayi, dua perbedaan utama dari prosedur untuk dewasa adalah :
 Jika anak atau bayi menjadi tak sadar, kirim seseorang untuk mengaktifkan/memanggil bantuan. Jika tidak
satupun bisa, tunggu hingga anda bisa mengeluarkan obstruksinya atau berusaha untuk mengeluarkan
obstruksi selama 1 menit.
 Jangan lakukan sapuan jari tanpa melihat. Namun, lihatlah ke dalam mulutnya dan lakukan sapuan jari
hanya jika Anda melihat benda asing.

Obstruksi jalan napas pada penderita anak dan bayi yang tidak sadar :
1. Letakkan pasien pada posisi supine
2. Segera aktifkan layanan sistem gawat darurat
3. Lakukan 30 kompresi : 2 ventilasi (1 penolong) atau 15 kompresi : 2 ventilasi (2 penolong), tidak
diperlukan untuk mengecek nadi. Usahakan untuk memeriksa posisi benda asing setiap kali mulut
pasien terbuka saat dilakukan kompresi. Bila memungkinkan untuk dikeluarkan, sebaiknya dikeluarkan.
4. Ulangi seperti prosedur BHD
Prosedur pembersihan jalan napas dianggap berjalan efektif jika hal tersebut di bawah ini terjadi
 Pasien kembali mendapatkan pertukaran udara yg baik atau bernapas spontan
 Benda asing dikeluarkan dari mulut
 Benda asing dikeluarkan ke dalam rongga mulut sehingga dapat diambil oleh penolong
 Pasien tak sadar menjadi sadar
 Warna kulit pasien membaik

248
Form Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Nama Peserta : ......................................................


No. Absen : ......................................................

Nilai
No. Kriteria Unjuk Kerja
1 2 3 4
1 Penolong menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
2 Merespons dengan menepuk bahu dan memanggil pasien
3 Aktifkan SPGDT dengan berteriak "tolong ada pasien apnoe
siapkan AED/defibrilator"
4 Cek nadi karotis teraba, cukup berikan bantuan nafas setiap 5
atau 6 detik
Bila nadi karotis tidak teraba, lakukan kompresi dada
5 sebanyak 30 x dilanjutkan dengan bantuan nafas 2 x (rasio 30
: 2) dilakukan sebanyak 5 siklus dalam 2 menit
6 Cek nadi karotis setiap 2 menit
Bila nadi karotis belum teraba lanjutkan siklus 30 : 2 sampai
7 bantuan datang atau diambil alih oleh petugas yang lebih
kompeten
Total Nilai
Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:

Nilai = Total Nilai


Nilai Maksimal X 100

249
PANDUAN PRAKTIKUM STABILISASI & TRANSPORTASI

 Tujuan
1. Memahami prinsip stabilisasi dan transportasi penderita gawat darurat.
2. Melaksanakan stabilisasi dan transportasi penderita gawat darurat .
3. Menggunakan peralatan stabilisasi dan transportasi penderita gawat darurat
4. Memahami transportasi ambulance gawat darurat.

 Alokasi waktu : 90 menit (2 jpl)

 Pembagian waktu : - 30 menit pengenalan alat dan demo instruktur


- 60 menit praktek peserta
 Peralatan
1. Cervikal Collar
2. Sandal Jepit
3. Long Spine Board ( LSB )
4. Scoope Stretcher / Orthopaedik Stretcher
5. Kendrick Extricatio Device ( KED )
6. Splint Traksi / Thomas Splint
7. Vacum Splint / Vacum Matras
8. Pompa
9. Air Splint
10. Bidai / Spalk
11. Arm Sling
12. Ransel Verban / Figur of aid
13. Elastic Verband
14. Mitella
15. Platenga
16. Funda
17. Helm SNI
18. Selimut
19. Karpet Alas
20. Kursi

250
 Check List Prosedur Stabilisasi & Transportasi

MELAKUKAN
TIDAK
NO TINDAKAN
MELAKUKAN
SALAH BENAR
1 Nilai kesadaran Korban dengan menepuk
pundak dan memanggil korban.
2 Minta Bantuan Orang Lain atau telpon
Rumah sakit / Ambulan Gawat Darurat
3 Posisikan Korban secara supine dengan
teknik Log Roll dan letakkan pada alas yang
keras
4 Melepas helm dengan benar jika korban
masih terpasang helm dengan posisi tulang
cervical terfiksasi / terimobilisasi kemudian
pasang cervical collar.
5 Amankan jalan nafas korban dengan jaw
trust ( chin lift jika kecurigaan trauma leher
dapat disingkirkan )
6 Memeriksa pernapasan korban dengan
teknik look, feel and listenmaksimal 10
detik ( lihat apakah adekuat atau tidak ada
nafas )
7 Memberikan inisiasi pernafasan mouth to
mouth, mouth to masker, bag valve mask
sebanyak 2 kali dengan durasi 1 detik jika
korban tidak ada nafas / non rebreathing
mask atau nasal kanule jika korban ada
nafas spontan dan periksa adanya obstruksi
jalan nafas oleh benda asing
8 Lakukan Resusitasi Jantung Paru jika
korban tidak ada nadi
9 Periksa adanya perdarahan yang
menyebabkan syok ( perdarahan di ronga
perut / internal bleeding, fraktur tulang
panjang maupun pelvis, perdarahan di
rongga dada )
10 Kontrol perdarahan ( untuk perdarahan
eksternal bisa kitalakukan penekanan
langsung / balut tekan, elevasi / ditinggikan,
pressure point / penekanan arteri
brachialis dan femoralis ) metode lain
termasuk pembidaian dan penggunaan
pneumatik anti shock garment ( PASG )
atau pelvic sling ( fiksasi tulang pelvis
menggunakan elastik verband atau mitella )
11 Lakukan pemasangan infus dengan jarum
dan selang ukuran besar ( pada umumnya
cairan yang diberikan Ringer Laktat 20 –
40 cc/kb BB dalam tempo 10 – 15 menit
dan dapat diulang 1- 2 kali )
12 Melakukan Fiksasi pada Fraktur dan cek
nadi dibagian distal.
13 Memindahkan korban dengan
menggunakan Long Spine Board
( LSB ) dengan teknik Log Roll
14 Memindahkan korban dengan Scoop
Stretcher
15 Memindahkan korban dengan Short Spine

251
Board atau KED ( Kendrick Extricatio
Device )
16 Mengangkat Korban dengan menggunakan
kekuatan otot tulang paha bukan otot
tulang punggung
17 Menggunakan Mitella sesuai dengan
fungsinya ( penekan, penarik, fiksasi,
penyangga, penutup )
Penilaian 0 1 2
JUMLAH (maksimal = 34)

Nilai Akhir = Total Jumlah x 100 % = ...........


34

252
Form Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Initial Assessment (Penilaian Awal)

Nama Peserta : ..................................................


No. Absen : ..................................................
Nilai
No. Kriteria Unjuk Kerja
1 2 3 4
1 Penolong menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
2 Imobilisasi leher pasien dengan cara memegang kepala pasien
3 Kaji kemungkinan adanya sumbatan jalan nafas
Lakukan jawtrhust atau pasang oropharingeal airway bila pasien mengorok,
4 lakukan suction bila ada darah di mulut pasien, atau miringkan pasien
dengan loggroll bila pasien tiba-tiba muntah
5 Pasang neck collar sesuai dengan ukuran panjang leher pasien
6 Kaji pernafasan pasien
7 Bila pasien sesak, berikan oksigen menggunakan simple mask
8 Kaji sirkulasi pasien dan kemungkinan adanya perdarahan
Bila ada perdarahan, nadi cepat dan kecil, akral dingin, stop perdarahan
eksternal/yang nampak dengan balut tekan, pasang infus 2 jalur
9
menggunakan IV catheter nomor besar (G14), ambil sampel darah sebelum
cairan diberikan
Nilai tingkat kesadaran pasien menggunakan skala Glasgow Coma Scale
10 (GCS). Dan periksa tanda lateralisasi dengan melihat pupil pasien,
bandingkan diameter pupil kanan dan kiri sama atau tidak
11 Buka pakaian pasien kemudian diselimuti untuk mencegah hipotermi
12 Pasang folley catheter untukmenilai produksi urine
13 Pasang gastric tube untuk dekompresi lambung
14 Lakukan re-evaluasi, mulai dari airway, breathing, circulation dan GCS
Pemeriksaan sekunder, memeriksa dari ujung kepala sampai ke ujung kaki
15 untuk mencari cedera yang lain (Deformity, Open Injury, Tenderness,
Swelling/DOTS)
Dokumentasikan semua hasil pemeriksaan dan tindakan yang sudah
16
dilakukan
17 Konsultasikan ke dokter spesialis untuk penanganan selanjutnya atau rujuk
pasien bila di RS setempat tidak mampu untuk menangani
Total Nilai

Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:

Nilai = Total Nilai


Nilai Maksimal X 100

253
Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Stabilasi Spinal

Nama Peserta : ..............................................................


No. Absen : ..............................................................

Nilai
No. Kriteria Unjuk Kerja
1 2 3 4
1 Siapkan alat-alat transportasi dan rujukan
2 Beritahukan ke pasien tindakan yang akan dilakukan
3 Stabilkan pasien mulai dari airway, breathing dan circulation
4 Bila menggunakan scoopestretcher:
a) Posisikan terlentang pasien yang sudah distabilkan
b) Ukur panjang scoope stretcher sesuai panjang pasien
c) Buka scoope stretcher
Miringkan pasien dengan cara logroll (satu penolong
mengimobilisasi leher dengan2 tangan memegang bahu pasien
d) sambil menjepit kepala, satu penolong lagi memegang bahu
pasien dan pinggang pasien dari sisi pasien, satu penolong lagi
memegang pinggang dan kaki pasien dari sisi yang sama
dengan penolong kedua)
Miringkan pasien secara bersama-sama dari kepala sampai
e) kaki sekitar 200, satu penolong lagi memasukkan scooper
stretcher yang sudah dibuka

f) Kedua penolong yang disisi pasien pindah kesisi yang


satunya, dengan cara yang sama pasien dimiringkan kembali
g) Penolong yang lain memasukkan scoope stretcher yang
sebelahnya kemudian mengunci
h) Pasien siap dipindahkan
Angkat pasien secara bersama-sama dengan 4 orang
i) penolong, dua orang di bagian kepala dan 2 orang lagi
dibagian kaki
j) Pada saat pasien dibawa jalan, yang dibagian depan/yang
jalan duluan yang dibagian kaki
5 Bila menggunakan Long Spine Board (LSB):
a) Posisikan terlentang pasien yang sudah distabilkan
Miringkan psien dengan cara logroll (satu penolong
mengimobilisasi leher dengan 2 tangan memegang bahu
b) pasien sambil menjepit kepala, satu penolong lagi memegang
bahu pasien dan pinggang pasien dari sisi pasien, satu
penolong lagi memegang pinggang dan kaki pasien dari sisi
yang sama dengan penolong kedua)
Miringkan pasien secara bersama-sama dari kepala sampai
c) kaki sekitar 900, satu penolong lagi menyorongkan LSB ke
bagian punggung pasien

254
d) Secara bersama-sama miringkan kembali pasien ke posisi
terlentang
e) Pasang head stabilizer di bagian kiri dan kanan kepala pasien,
kemudian ikat dengan tali yang sudah tersedia
f) Ikat pasien dengan safety belt di bagian dada, pinggang dan
kaki
g) Pasien siap dipindahkan
Angkat pasien secara bersama-sama dengan 4 orang
h) penolong, dua orang di bagian kepala dan 2 orang lagi
dibagian kaki
i) Pada saat pasien dibawa jalan, yang dibagian depan/yang
jalan duluan yang dibagian kaki
Total Nilai
Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:

Nilai = Total Nilai


Nilai Maksimal X 100

255
Form Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Stabilasi Muskuloskeletal

Nama Peserta : ...............................................................


No. Absen : ...............................................................

Nilai
No. Kriteria Unjuk Kerja
1 2 3 4
1 Siapkan alat balut dan bidai
2 Beritahu ke pasien tindakan yang akan dilakukan, tenangkan
pasien
3 Lepaskan pakaian pasien di daerah yang fraktur
4 Bersihkan daerah yang luka dengan normal salin
5 Tutup daerah luka dengan balut tekan untuk menghentikan
perdarahan
6 Siapkan bidai sesuai dengan kebutuhan, panjang harus melewati
dari 2 sendi tulang yang patah
7 Siapkan verban gulung yang lebar atau elastis verban
8 Lakukan traksi/tarikan ringan pada tulang yang patah
9 Periksa pulsasi, sensorik dan motorik bagian distal dari tulang
yang patah sebelum bidai dipasang
10 Angkat ekstremitas yang patah tetapi jangan terlalu tinggi,
letakkan bidai dibawahnya dan tali pengikat
11 Letakkan kembali ekstremitas tadi, pasang bidai di bagian luar
dan dalam dari ekstremitas atau tulang yang patah
12
Atur letak tali pengikat mulai dari bagian distal ke proksimal
13 Ikat masing-masing tali dengan kuat
Periksa kembali pulsasi, sensorik dan motorik bagian distal,
14 pastikan pulsasi teraba, sensorik (+), motorik (+), bila pulsasi
menjadi tidak teraba, artinya pengitakan terlalu kuat, pengikatan
sedikit di longgarkan
15 Konsultasikan ke dokter spesialis atau rujuk ke RS lain bila RS
setempat tidak mampu menangani
Total Nilai
Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:

Nilai = Total Nilai


Nilai Maksimal X 100

256
PANDUAN PRAKTIKUM
MEGACODE HENTI JANTUNG

 Tujuan
1. Memahami dan menerapkan algoritma penatalaksanaan henti jantung dewasa
2. Melakukan penanganan pasien dengan VT/VF tanpa nadi.
3. Melakukan penanganan pasien dengan Asistole dan PEA.

 Alokasi waktu : 90 menit (2 jpl)

 Pembagian waktu : - 30 menit pengenalan alat dan demo instruktur


- 60 menit praktek peserta

 Peralatan
1. Boneka megacode lengkap dengan paddle dan laptop software megacode
2. Defibrilator
3. Meja
4. Resusitasi box (megacode box)

DEFIBRILASI
Pada penggunaan defibrilator bifasik energi yang direkomendasikan untuk defibrilasi adalah 200 J. Bila
digunakan defibrilator monofasik, pilih dosis 360 J. Apabila gagal pada level energi tersebut, defibrilasi dapat
diulangi pada level yang sama. Pengulangan defibrilasi pada level energi yang sama dapat menambah
keberhasilan defibrilasi. Arus yang mengalir dari defibrillator akan lebih tinggi bila energi yang sama diberikan
berulang, karena transthoracic impedance menurun dengan pengulangan kejutan listrik.

Batasan
Kejut Listrik (electric shock) dengan memberikan aliran listrik secara “asinkron” sehingga terjadi
depolarisasi sel miokard dan akan terjadi repolarisasi yang seragam dan akan menjadikan jantung
berkontraksi dengan baik.

Tujuan
Membuat kontraksi jantung menjadi lebih baik.

Indikasi
Ventrikel Fibrilasi / Ventrikel takhikardi pulseless.

Persiapan
 Defibrilator lengkap dengan pedalnya
 EKG Monitor
 Jelly EKG
 Trolley Emergency siap dengan obat jantung
 Alat pemberian oksigen
 Peralatan Intubasi

Prosedur penggunaan defibrilator


Defibrilator diletakkan disamping (dekat telinga kiri) korban, penolong pertama sebagai pemegang
paddle defibrillator di samping kanan korban, dan penolong kedua yang melakukan resusitasi jantung di
samping kiri korban. Posisi ini dapat disesuaikan sesuai dengan situasi dan kondisi.

257
Langkah-langkah dalam menggunakan defibrillator :
1. Pastikan klinis penderita dan gambaran EKG Ventrikel Fibrilasi/Ventrikel takikardi tanpa nadi
2. Siapkan peralatan, bila peralatan belum siap lakukan resusitasi jantung dan paru terlebih dahulu.
3. Nyalakan power defibrillator, usahakan layar monitor terbaca jelas
4. Letakan pads electrode di upper-right sternal border (dibawah klavikula) dan di samping kiri puting susu
kiri. Atau “apex” paddle diletakkan di prekordium kiri dan “sternum” paddle diletakkan di right
infraclavicular. Apabila korban menggunakan Pacu Jantung Permanen/ICD, jangan terlalu dekat
meletakkan paddle dengan generator tersebut.
5. Pastikan penolong tidak bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan korban, tekan tombol
ANALIZE untuk menganalisa irama. Pada alat defibrillator tertentu akan menganalisis secara otomatis
setelah pads electrode ditempalkan
6. Tekan tombol SHOCK, dengan sebelumnya memastikan tidak ada seorangpunbersentuhan dengan
korban dengnan mengucapkan “I’m clear, you’re clear, everybody clear” atau “clear”. Setelah defibrilasi
pertama, segera lanjutkan RJP hingga 5 siklus atau 2 menit untuk selanjutnya melakukan cek irama.
Perhatian:
 Lakukan RJP jika alat belum siap.
 Jika pasien terpasang Pace Maker maka matikan terlebih dahulu.

Perawatan post defibrilasi


1. Nilai sirkulasi pasien.
2. Monitor EKG,pasang IV Line (jika belum ada).
3. Siapkan pemberian obat - obatan dan observasi efeknya.
4. Terapi oksigen sesuai dengan keadaan pasien.
5. Catat kejadian yang ada selama dilakukan defibrilasi, antara lain :
 perubahan EKG sebelum, selama dan setelah tindakan,
 jumlah dan besarnya energi yang diberikan,
 kejadian lain selama defibrilasi.

Skill interpretasi EKG


1) Siapkan alat EKG
2) Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan
3) Baringkan pasien terlentang dengan tungkai lurus, lengan lurus tidak bersentuhan
4) Anjurkan pasien tenang selama perekaman
5) Hubungkankabel power, ground, kabel pasienpada alat EKG
6) Daerah yang akan dipasang elektrode dibersihkan dengan kasa dan alkohol
7) Pasang semua elektrode (ekstremitas dan prekordial) pada dada pasien dengan
menggunakan jelly
8) Hubungkankabel pasien dengan elektrode yang telah dipasang sesuai denganlabel yang ada
dikabel pasien
9) Tekan tombol power untuk menghidupkan mesin
10) Sebelum mengaktifkan mesin, periksa tombol kertas (posisi instand/stop), tombol selektro
pada posisi standar, tombol sensitivity pada 1 mv, speed 25mm/sec
11) Mesin diaktifkan, biarkan sebentar agar alat melakukan pemanasan
12) Buat kalibrasi dengan menekan tombol start/run, sambil menekan tombol 1mV (kalibrasi)
sebanyak 3 kali berturut-turut
13) Lakukan perekaman EKG dengan memutar tombol selektro mulai dari lead I s/d V6
14) Setelah itu pindahkan kembali selektor pada standar dan lakukan kalibrasi lagi
15) Perekaman EKG selesai
16) Bersihkan dada dan ekstremitas klien dari jelly
17) Beritahu klien bahwa prosedur telah selesai
18) Bersihkan alat-alat danletakkan pada tempatnya

258
 Algoritma Megacode Henti Jantung

(Sumber : American Heart Association, 2015)

259
 Check List Prosedur Megacode

Dilakukan Tidak
No. Tindakan dilakukan

1 Pastikan keamanan diri (APD), pasien, dan lingkungan


2 Memeriksa respon pasien
Tidak ada respon
3 Panggil bantuan tim, persiapkan peralatan resusitasi dan defibrilator
4 Memeriksa napas dan nadi karotis secara simultan (tidak lebih dari 10 detik)
Apneu, Nadi karotis tak teraba
5 Ketua tim memberi instruksi untuk melakukan kompresi dada secara benar
6 Ketua tim memberi instruksi untuk melakukan bantuan ventilasi secara benar
7 Ketua tim memasang monitor defibrilator, dapat dibantu asisten
Ketua tim memberi instruksi untuk memasang akses intravena & mempersiapkan
8
obat resusitasi
9 Ketua tim menginterpretasikan irama jantung ( I ) pada monitor dengan benar
10 Tatalaksana sesuai algoritma AHA 2015
11 Ketua tim menginterpretasikan irama jantung ( II ) pada monitor dengan benar
12 Tatalaksana sesuai algoritma AHA 2015
13 Ketua tim menginterpretasikan irama jantung ( III ) pada monitor dengan benar
14 Tatalaksana sesuai algoritma AHA 2015
15 Ketua tim menginterpretasikan irama jantung ( IV ) pada monitor dengan benar
16 Tatalaksana sesuai algoritma AHA 2015
Nadi karotis teraba / ROSC

17 Menjelaskan kapan/alasan RJP dihentikan


18 Re-evaluasi survei primer, diikuti survei sekunder
19 Cari dan atasi penyebab (5H & 5T)
20 Keputusan merawat/merujuk yang sesuai dengan kasus

260
Form Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Defibrilasi

Nama Peserta : ..................................................................


No. Absen : ..................................................................

Nilai
No. Kriteria Unjuk Kerja
1 2 3 4
1 Hidupkan defibrilator
2 Pilih paddies atau (lead I, II, III) tombol lead select
3 Oleskan jeli pada paddle
4 Pilih energi yang diperlukan
5 Letakkan paddle pada apex dan sternum
6 Nilai irama pada monitor, VF/VT tanpa nadi
7 Tekan tombol pengisian energi (charge) pada paddle apex/pada unit
defibrilator
8 Setelah energi tercapai, berikan aba-aba yang jelas Energi siap...Saya
siap...Area siap
9 Berikan tekanan ± 10 kg pada paddle
10 Nilai kembali irama EKG, bila masih VF/VT tanpa nadi tekan tombol
discharge pada kedua paddle
11
Apabila masih VF/VT tanpa nadi lakukan tahap ACLS berikutnya
Total Nilai
Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:

Nilai = Total Nilai


Nilai Maksimal X 100

261
form Penilaian Keterampilan Peserta
Kompetensi : Interpretasi EKG

Nama Peserta : ................................................................


No. Absen : ................................................................
Nilai
No. Kriteria Unjuk Kerja
1 2 3 4
1 Siapkan alat EKG
2 Jelaskan pada klien, prosedur yang akan dilakukan
3 Baringkan pasien terlentang dengan tungkai lurus, lengan lurus tidak
bersentuhan
4 Anjurkan pasien tenang selama perekaman
5
Hubungkan kabel power, ground, kabel pasien pada alat EKG
6 Daerah yang akan dipasang elektrode dibersihkan dengan kasa dan
alkohol
7 Pasang semua elektrode (ekstremitas dan prekordial) pada dada pasien
dengan menggunakan jelly
8 Hubungkan kabel pasien dengan elektrode yang telah dipasang sesuai
dengan label yang ada dikabel pasien
9 Tekan tombol power untuk menghidupkan mesin
Sebelum mengaktifkan mesin, periksa tombol kertas (posisi
10 instand/stop), tombol selektor pada posisi standar, tombol sensitivity
pada 1 mv, speed 25 mm/sec.
11 Mesin diaktifkan, biarkan sebentar agar alat melakukan pemanasan
Buat kalibrasi dengan menekan tombol start/run, sambil menekan
12
tombol 1 mV (kalibrasi) sebanyak 3 kali berturut-turut
13 Lakukan perekaman EKG dengan memutar tombol selektor mulai dari
lead 1 s/d V6
14 Setelah itu pindahkan kembali selektor pada standar dan lakukan
kalibrasi lagi
15 Bersihkan dada dan ekstremitas klien dari jelly
16 Beritahu klien bahwa prosedur telah selesai
17 Bersihkan alat-alat dan letakkan pada tempatnya
Total Nilai
Keterangan:
Berikan tanda √ pada angka:
1 : Tidak melakukan tindakan
2 : Melakukan tetapi tidak sesuai prosedur
3 : Melakukan sesuai dengan prosedur tetapi kurang baik
4 : Melakukan sesuai dengan prosedur dengan baik dan benar
Cara penghitungan:

Nilai = Total Nilai


Nilai Maksimal X 100

262

Anda mungkin juga menyukai