Kaki Diabetik
Kaki Diabetik
PENDAHULUAN
1
A. LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. D
b. Umur : 49 Tahun
d. Alamat : Bontokassi
e. Pekerjaan : Petani
g. Agama : Islam
2. Keluhan Utama
Anamnesis : Autoanamnesis
3. Anamnesa Terpimpin
Dialami sejak satu bulan yang lalu. Awalnya luka kecil kemudian
lama kelamaan membesar. Pasien juga merasa kram pada kedua kakinya.
Pasien sering terbangun tengah malam untuk buang air kecil. Pasien cepat
merasa lapar dan haus juga disertai penurunan berat badan. Dimana keadaan
ini sudah dialami oleh pasien sejak 10 tahun yang lalu.
4. Anamnesa Sistematis
2
c. Berdebar-debar (-), nyeri dada menjalar ke tangan (-/-), sesak saat
beraktivitas (-), terbangun malam hari karena sesak (-), sesak saat
berbaring (-)
d. Nafsu makan menurun (+) sejak 1 minggu yang lalu disertai mual tetapi
tidak muntah, nyeri ulu hati (+) sejak 5 hari yang lalu, nyeri tidak
menjalar, dan hilang timbul, berkurang setelah makan.
e. Ada luka pada kaki sejak satu bulan yang lalu, berbau busuk berwarna
hitam kecokelatan, nyeri (+), tangan dan kaki terasa kram-kram sejak
dua bulan yang lalu.
f. BAK lancar, warna kuning, tidak berpasir, tidak nyeri saat BAK, tidak
ada darah di BAK, Riwayat sering buang air kecil sejak 10 tahun yang
lalu, BAB sulit sejak 5 hari yang lalu, warna kuning, tidak nyeri saat
BAB, tidak ada darah.
6. Status Pasien :
3
d. Kepala:
Anemis (-/-)
Ikterus (-/-)
Turgor kulit (normal)
Sianosis (-)
Hematoma (-)
e. Leher:
Massa tumor (-)
Nyeri tekan (-)
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran Thyroid (-/-)
Hematom (-)
f. Thorax:
I : Simetris (ka=ki), tidak mengginakan otot-otot bantu
pernafasan hematom (-), luka (-), jaringan sikiatrik (-).
P : masa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal pemitus (ka=ki), bunyi
krepitasi (-).
P : Sonor, batas paru hepar ICS VI dextraanterior, bunyi: pekak ke
timpani
A : Bunyi pernapasan : Vesikular
Bunyi tambahan : (-)
g. Jantung:
I : Ictus Cordis tidak tampak
P: Ictus Cordis tidak teraba
P: Pekak (normal)
1) Batas Kiri Atas : ICS II Linea Parasternalis Sinistra
2) Batas Apex : ICS VI Linea Midclavicula Sinistra
3) Batas Kanan Atas : ICS II Linea Parasternalis Dextra
4) Batas Kanan Bawah : IS IV Linea Parasternalis Dextra
A: Bunyi Jantung =S1 dan S2 murni regular, tidak ada bising
4
h. Abdomen:
I : datar ikut gerak napas, hematom (-), luka (-), jaringan sikatrik (-),
bekas operasi (-)
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
i. Extremitas:
Edema pretibial (-/-), edema dorsum pedis (+/+) terdapat luka kehitaman
pada dorsum pedis sinistra dengan diameter 5x6 cm, deformitas (-/-).
7. Resume
9. Diagnosis Banding
5
10. Pemeriksaan Anjuran
GDS
Darah
Elektrolit Darah
Pemeriksaan Profil Lipd
Tes Mikrobiologi
Tes HbA1C
Foto Rontgen Pedis S AP/Lateral
Tirah Baring
IVFD RL : 28 tpm
Diet
Insulin
Debridement : wound control
Microbiological control
1. Ceftriaxone 2 gr / 24 jam/ IV
2. Metronidazoe 500 mg 2 kali sehari
12. Prognosis
6
II.TINJAUAN PUSTAKA
7
Gambar 2.2 Skematik bagian eksokrin dan endokrin pankreas
(Dikutip dari kepustakaan 3)
Adapun histologi dari pancreas dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Sitoplasma sel alfa berwarna merah muda, sedang sel beta berwarna biru.
Sel alfa terletak lebih perifer di dalam insula dan sel beta lebih di tengah. Sel
beta juga mendominasi dan membentuk kira-kira 70% dari insula. Sel delta
(tidak tampak) juga terdapat pada di insula. Sel ini paling sedikit, memilii
bentuk sel bervariasi dan ditemukan dimana saja dalam insula pankreatika.
Kapiler disekitar sel endokrin menunjukkan insula pankreatika ini kaya
vaskularisasi. Kapsul jaringan ikat tipis memisahkan sel-sel insula dari asini
serosa, sel sentroasinar terlihat di beberapa asini. 4
Sel endokrin pancreas terbanyak adalah sel beta, tempat sintesis dan
sekresi insulin, yang pembebasannya dirangsang oleh kadar glukosa darah
8
meningkat sete;ah makan. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan transport membrane glukosa ke dalam hepatosit, otot, dan sel
adipose. Insulin juga mempercepat konversi glukosa menjadi glikogen di
hepatosit. Efek insulin terhadap kadar gukosa darah berlawanan dengan efek
glukagon.4,5
Sel alfa yang menghasilkan glukagon, dibebaskan sebagai respons
terhadap kadar glukosa darah yang rendah. Glucagon meningkatkan kadar
glukosa darah dengan mempercepat perubahan glikogen, asam amino dan asam
lemak dihepatosit menjadi glukosa. 4,5
Sel delta yang lebih jarang adalah tempat sintesis somatostatin. Hormon
ini menurunkan dan menghambat aktivitas sekretorik sel alfa (penghasil
glucagon) dan sel beta (penghasil insulin) melalui pengaruh local di dalam
insula pankreatika. 4,5
1. Efek Insulin
Insulin terutama menimbulkan efek dngan bekerja pada otot rangka inaktif,
hati, dan jaringan lemak. Jika sekresi insulin meningkat, maka akan
menyebabkan jalur-jalur metabolic bergeser kea rah anabolisme.
Sebaliknya, jika sekresi insulin rendah, maka akan menyebabkan jalur
metabolic bergeser ke arah katabolisme. 3
2. Efek Glukagon
9
Efek glukagon berlawanan dengan efek insulin. Tempat utama kerja
gukagon adalah hati, tempat hormone ini menimbulkan berbagai efek pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. 3
10
Gambar 2.4 Interaksi Komplementer glukagon dan insulin
(Dikutip dari kepustakaan 3)
11
Gambar 2.5 Arteri dan saraf di dorsum pedis
(Dikutip dari kepustakaan 2)
Dilihat dari dorsal ke dorsum pedis setelah tendo tendo M. extensor digitorum
longus serta otot otot ekstensor pendek jari kaki diangkat. A. tibialis anterior
terus berlanjut di Dorsum pedis sebagai A.dorsalis pedis. Setelah otot-otot
ekstensor kak serta Dorsum pedis mendapat persarafan, N. fibularis profundus
yang turut berjalan bersama arteri yang bersangkutan membagi diri menjadi
cabang-cabang sensorik terminal yang mempersarafi ruang interdigital
pertama. Di tingkat malleoli, A. tibialis anterior memberi percabangan Aa.
Malleolares anteriores medialis et lateralis untuk jejaring arteri di sekeliling
malleoli (Rete malleolare mediale dan Rete malleoare laterale). A. dorsalis
pedis bercabang menjadi Aa. Tarsals mediales yang lebih kecil dan A. tarsalis
lateralis menuju ke tarsus lalu berlanjut sebagai A. arcuata. Arteri terakhir ini
melengkung ke tepi lateral kaki dan bercabang menjadi Aa. Metatarsals
dorsales yang kemudian berjalan sebagai Aa. Digitales dorsales untuk
12
mendarahi jari kaki. A.plantaris profunda menunjang perfusi telapak kaki
dengan mendarahi Arcus plantaris profundus. 2
B. Definisi
C. Epidemiologi
D. Etiologi
Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes bermacam-macam.
Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya mengarah pada
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan
penting pada mayoritas penderita diabetes mellitus.7
13
Pada pasien-pasien diabetes mellitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola
familial yang kuat. Indeks untuk diabetes mellitus tipe 2 pada kembar
monozigot hamper 100%. Risiko berkembangnya diabetes tie 2 pada saudara
kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang tua
menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan
sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2. Pada pasien-pasien
dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor pada membrane sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat
ketidaknormalan reseptor insulin dengan system transport glukosa.7
Infeksi kaki diabetes biasanya muncul baik dalam ulserasi kulit yang
terjadi sebagai konsekuensi perifer (sensorik dan motorik) neuropati atau luka
disebabkan oleh beberapa bentuk trauma. Berbagai mikroorganisme pasti
menjajah luka, pada beberapa pasien 1 atau lebih spesies organisme
berkembang biak dalam luka, yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan,
diikuti oleh respon host disertai dengan inflamasi, yaitu, infeksi klinis. Infeksi
ini dapat kemudian menyebar, termasuk ke dalam jaringan yang lebih dalam,
sering mencapai tulang. 10,11,12
14
Faktor-faktor risiko terjadinya kaki diabetik: 11,12
1. Umur ≥ 60 tahun
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetik karena pada
usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging
terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan
fungsi tubuh pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.
2. Lama DM ≥ 10 tahun
Ulkus diabetik terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak
terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan
vaskuler sehingga mengalami mikroangiopati-mikroangiopati yang akan
terjadi vaskulopati dan neuropati.
3. Neuropati
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut saraf yang lebih
lanjut akan terjadi neuropati.
4. Obesitas
Obesitas menunjukkan hiperinsulinemia yang dapat menyebabkan
aterosklerosis yang berdampak pada vakulopati, sehingga terjadi gangguan
sirkulsi darah sedang/ besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan
mudah terjadi ulkus/ ganggren diabetika.
5. Hipertensi
Hipertensi (TD>130/80 mmHg) pada penderita Diabetes mellitus karena
adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya airan
darah sehingga terjadidefisiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang
tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan
lesi pada endotel.
15
Glikolisasi hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam
sirkulasi sistemik dengan protein plsma termasuk hemoglobin dalam sel
darah merah. Apabila glikosilasi hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan
menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang
mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi pproliferasi pada
dinding sel otot polos subendotel.
8. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung dalam rokok akan
dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penebalan dan
agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein
lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah
timbulnya aterosklerosis.
9. Ketidakpatuhan Diet DM
Kepatuhan diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam
pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati
normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus
diabetika.
16
Perawatan kaki diabetik yang teratur akan mencegah atau mengurangi
terjadinya komplikasi kronik pada kaki.
17
Staphylococcus saproticus 4 2,6
E. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diabetik diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan
autonomic akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak
kaki dan selanjutnya mempermudah tejadinya ulkus. Adanya kerentanan
terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi luas.
Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya
pengelolaan kaki diabetes.1
18
Berikut gambar patofisiologi terjadinya kaki diabetes:1
Diabetes mellitus
Neuropati Hiperlipidemi
Penyakit vaskuler
Neuropathy periferal
Autonomic Neuropathy
Somatik
Infeksi
F. Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana
seperti klasifikasi Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi
Liverpool yang sedikit lebih ruwet sampai klasifikasi Wagner yang lebih
terkait dengan pengelolaan kaki diabetes,dan juga klasifikasi Texas yang lebih
19
kompleks tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetes. Suatu
klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic
Foot.1
B Dengan infeksi
C Dengan iskemia
D Dengan infeksi dan iskemia
1 Tukak Superfisial
20
Gambar 2.7 Klasifikasi Wagner
(Dikutip dari kepustakaan 17)
Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak akan
mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil peneliti dari berbagai
tempat di muka bumi. Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan
sangat erat dengan pengelolaan adalah klasifikasi berdasar pada perjalanan
alamiah kaki diabetes.1
G. Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus (DM) harus didasarkan atas pemeriksaan
konsentrasi glukosa darah. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya
(yang melalukan program pemantauan kendali mutu secara teratur). Dalam hal
21
ini yang dikenal adanya istilah pemeriksaan penyaring dan uji diagnostik
diabetes mellitus.1
1. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan
indeks massa tubuh (IMT) ≥ 25 kg/m2 dengan faktor risiko sebagai
berikut:1,14
a. Aktivitas fisik kurang
b. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama(first degree
relative)
c. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pacific Islander),
d. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥ 4000 gram atau
riwayat Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
e. Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat
anti hipertensi),
f. Kolesterol HDL ˂ 35 mg/dl dan atau trgliserida ≥ 250 mg/dl,
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium,
h. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT),
i. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas,
akantosis, nigrikans),dan
j. Riwayat penyakit kardiovaskuler
Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau
sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
22
penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun,
sedangkan mereka bagi mereka yang berusia ˃45 tahun tanpa faktor risiko,
pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat
tegantung dari klinis masing-masing pasien.1
Tabel 2.5 Konsentrasi glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM1
23
2. Uji Diagnostik
Tabel 2.6 Rekomendasi WHO 2006 untuk kriteria diagnostik diabetes dan
hiperglikemia intermediet: 18
Diabetes
(140 mg/dl)
*Jika 2-h glukosa plasma tidak diukur, status tidak pasti sebagai diabetes atau IGT
tidak dapat dikecualikan.
24
ATAU
d. Random plasma glucose ≥200 mg/dl (11.1 mmol/L), pada pasien dengan
gejala klasik hiperglikemia krisis.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non medika mentosa diabetes mellitus sebagai berikut:5,7,9
1. Rencana Diet
Pada pasien DM tipe 2, diet biasanya direkomendasikan untuk menurunkan
berat badan dan mengurangi resistensi insulin. Jika upaya tersebut tidak
berhasil, obat-obatan dapat diberikan untuk meningkatkan sensitivitas
insulin atau untuk merangsang produksi insulin di pankreas.
25
Tabel 2.7 Prefarat insulin7
Tipe Keterangan Efek terhadap glukosa darah
(dalam jam sesudah
pemberian)
Awitan Puncak Akhir
Masa kerja Jernih Segera 30-90 3-5
singkat Lispro Jernih 30 menit Menit 6-8
regular 2-4
(Crsitalline zinc)
Masa kerja Keruh: 2-3 4-8 13,8
sedang suspense insulin seng
Kristal 50% jenuh
NPH* dengan protamine
Masa Kerja Keruh; suspensi insulin
Panjang Kristal, kadar seng 6 16-18 24
Ultralente (UL) tinggi tanpa protamine
Nilai isoelektrik 7,0;
Glargine Penurunan soubilitas - Tidak 22,8
pada pH fisiologis; ada
membentu
mikropresipitat dalam
jarngan subkutan
*Kerja NPH yang lambat diatur oleh protaminnya; tersedia dalam larutan penyangga natrium
fosfat.
Insulin lente ( semi dan ultra ) tidak mengandung protamine dan tersedia
dalam larutan penyangga natrium asetat; waktu bekerja bergantung kadar seng
dan ukuran kristalnya yang berbeda-beda.
26
memodifikasi pengobatan insulin denga kebutuhan khusus pasien. Insuli
diklasifikasikan sebagai insulin masa kerja pendek, masa kerja sedang, atau
masa kerja panjang, berdsarkan waktu yang digunakan untuk mencapai efek
penurunan glukosa plasma yang maksimal yaitu waktu untuk meringankan
efek yang terjadi setelah pemberia suntikan.7
b. Agen-agen hipogilkemik oral
Pasien-pasien dengan gejala diabetes mellitus tipe 2 dapaat
mempertahankan kadar glukosa normal hana dengan menjjalankan rencana
diet dan latihan fisik saja. Tetapi sebagai penyakit yang progresif, obat-
obat oral hipoglikemik dianjurkan. Obat-obat yang diigunakan sebgai
berikut:7
1) Pensensitif insulin
Dua tipe pensensitif insulin yang tersedia adalah metformin dan
tiazoldenidon. Metferomin yang merupakan suatu biganid, dapat
diberkan sebagai terapi tunggal pertama dengan dosis 500 hingg 17000
mg/hari. Metformin menurnkan produksi glukosa hepatic, menurunkan
absropsi glukosa pada usus, da meningkatkan jepekaan insuli,
khususnya di hati. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti
insulin sehingga biasa digunakan, khususnya pada pasien dengan
obesitas. Asidosis laktat jarang terjadi namun merupakan komplikasi
yang serius, khususnya pada insufisiensi ginjal dan gagal jantung
kongestif. Tiazoldinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan
merupakan produksi glukosa hepatic. Dua analog tiazoldinedion yaitu
rosiglitaon denga dosis 4 hingga 8 mg/hari da pioglitazone dengan dosis
30 hingga 45 mg/haridapat diberikan sebagai terapi tunnggal atau
dikombinasikan dengan metformin, sulfonylurea, atau insulin. Obat-
obatan ini dapat menyebabkan retensi air dan tidak dianjurkan untuk
diberikan pada pasie gagal jantunng kongestif.7
27
2) Sulfonylurea
Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dapat
menggunnakan cara-cara yang sudah dijelaskan, pasien-pasien diabetic
tipe 2 dengan sisa sel-sel Pulau Langerhans yang masih berfungsi
merupakan calon yang tepat untuk menggunakan sulfonyurea. Obat-
obat ini merngsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin.
Gabunagn sulfonyurea dngan pensensitif insulin adalah terapi obat
yang paling sering digunakan untuk pasien diabetes tipe 2.7
28
Terapi farmakologi yang direkomendasikan untuk hiperglikemia pada tipe 2
diabetes ADA 2013 sebagai berikut:19
Metformin jika tidak kontraindikasi dan jika ditoleransi, adalah pilihan agen
untuk farmakologis awal untuk diabetes tipe 2. Pada diagnosis baru pasien
diabetes tipe 2 dengan kadar glukaosa darah nyata gejala dan.atau tinggi atau
A1C, pertimbangkan terapi insulin dengan atau tanpa agen tambahan dai
awal.19
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
pencegahan kaki diabetes dan terjadinya ulkus ( pencegahan primer sebelum
terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang
lebih parah ( pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangguan diabeti
yang sudah terjadi).1
a. Pencegahan Primer1
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan penyuluhan pada setiap
kesempatan dengan penyandang D baik berupa ners, ahli gizi, ahli
perawatan kai, maupun dokter sebagai dirigen pengelolaan.1
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasarkan resiko
terjadinya dan resiko besarnya masalah yang mungkin timbul.
Penggolongan kaki diabetic berdsarkan resiko terjadiya masalah
(Frykberg): sensasi normal tanpa deformitas, sensasi normal dengan
deformitas atau tekanan palntar tinggi, insensitivitas tanpa deformitas,
iskemia tanpa deformitas, kombinasi/complicated yang terdiri dari
deformitas Charcot.1
b. Pencegahan Skunder1
Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerjasama multidisipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh
hasil pengellaan yang maksimal dapat digolongkan sebgai berikut, dari
semuanya harus dikelola bersama: 1
29
30
1. Mechanical control-pressure control
Jika tetap dipakai untuk berjalan, berarti kaki dipakai untuk menahan
berat badan-weight bearing. 1
Berbagai cara untuk mecapai keadaa non weight bearing dapat
dilakukan antara lain dengan: 1
a) Removable cast walker,
b) Total contact casting,
c) Tempory shoes,
d) Felt padding,
e) Crutches,
f) Electric carts,
g) Cradled insoles
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hala yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan
secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah
debridement yang adekuat. Saat ini terdapat bnyak sekali macam
dressing (pembalut)yang masing-masing tentu dapat dimanfaatkan
sesuai denga keadaan luka, da juga letak luka tersebu. Dressing yang
mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated dressing,
alginate dressig akan bermanfaat pada keadaan luka yang masih
produktif. Demikian pula hydriphylic fiber dressing atau silver
impregnated dressing akan dpat bermanfaat untuk luka produkti dan
terinfeksi. Debridement yang baik dan adekuat tentu akan sangat
membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh,
dengan demikian tentu akan sangat mengurangi produksi pus/cairan
dari ulkus/gangren.1
31
dimannfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekritik luka.
Seperti preparat enzim. 1
Jika luka sudah lebuh baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing seperti
hydrocolloid dressing yang dapat dipertahankan beberapa hari dapat
digunakan. Tentu saja untuk kesembuhan luka kronik sperti pada luka
kaki diabetes, suasana sekitar luka yang kondusif untuk penyembuhan
luka dapat dipertahankan. 1
32
ankle brachial index, ankle pressure, TcPO2, dan pemeriksan ecodopler
dan kemudian pemeriksaan arteriografi. 1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan unntuk kelainnan pembuluh darah perifer dari sudut
vaskuler, yaitu berupa: 1
a) Modifikasi faktor resiko
Stop merokok dan memperbaiki berbagai factor resiko terkait
aterosklerosis ( hiperglikemia, hipertensi, dyslipidemia ).
b) Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelainan akibat aterosklerosis di temapt lain (jantung,otak), mungkin
obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan
bermanfaa, akan bermanfaa pula untuk embluh darah kaki
penyandang DM. terapi sampai saat ini, belum ada bukti yang cukup
kuat untuk menganjurkan pemberian obat yang secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki
penyandang DM. 1
c) Revaskularisasi
Jika kemunngkinan kesembuhan luka rendah dan jika ada claudicatio
intermitten yang hebat, tindakan revaskulrisasi sangat dianjurkan.
Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan permeriksaan
arteriografi untuk mendpatkan gambaran pembulu darah yang lebih
jelas, sehingga dokter ahli bedah vaskuler dapat lebih mudah
melakukan rencana tindakan dan menngerjakaannya. 1
5. Metabolic control
Konsentrasi glukosa daraah diusahakan agar selalu senormal mungkin,
untuk memperbaiki berbgai factor terkait hiperglikemia yang daapat
menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi konsentrasi glukosa darah. Status nutrisi harus
diperhatikan da diperbaiki seperti konsentrasi albumin serum,
33
konsentrasi Hb dan derajat oksigenasi jaringan. Demikian juga fungsi
ginjalnya. 1
6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DMdan ulkus/gangrene
diabetic maupun keluarganya diharapkan aka dapat membantu dan
mendukung berbagi tinndakan yang diperukan untuk kesembuhan luka
yang optimal. 1
Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar
akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus yang
terjadinya berikut memberikan prognosis yang jauh lebih buruk
daripada ulkus yang pertama. 1
I. Pencegahan
Pencegahan diabetes mellitus tipe 2 sebagai berikut: 1
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya diabetes mellitus pada
individu yang beresiko melalui modifikasi gaya hidup ( pola makan sesuai,
aktivitas fisik, penurunan berat badan) dengan didukung program edukasi
yang berkelanjutan. Pencegahan promer merupakan cara yang palling sulit
karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit, artinya
mereka yang masih sehat. Semua pihak harus mempropagandakan pola
hidup sehat dan mennghindari pola hidup beresiko. Kendati program ini
tidak mudah, tetapi snagt menghemat biaya. Oleh karena itu, dianjurkan
untuk untuk dilakukan di Negara-negara dengan sumber daya terbatas. 1
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan tindkan pencegahab terjadinya komplikasi
akut maupun jangka panjang. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah
kadar glukosa darah harus selalu terkendali endekati angka normal, dalam
upaya pengendalian kadar glukosa darah harus diutamakan cara-cara
34
nonfarmakologis terlebih dahulu secara maksimal agar tidak terjadi
resistensi insulin misalnya dengan aktifitas fisik, edukasi makanan, dan lain-
lai.bila tidak berhasi, baru megginakan obat,baik obat oral maupun insulin. 1
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya untuk mencega komplikasi atau kecacatan
yang timbul akibat komplikasi. Pencegahan ini meliputi 3 tahap, yaitu:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes , yang pada consensus
dimasukkan sebagai pencegahan sekunder,
b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasiuntuk tidak menjurus
kepada penyakit organ, dan
c. Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ
atau jaringan1
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo. Editor. Buku Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V.
Jakarta: InternaPublishing: 2009. H. 1865, 1875-9, 1880-2, 1922, 191-5.
2. R, Putz dan R. Pabst. Editor. Anatomi pancreas dalam Atlas Anatomi
Manusia, Sobotta Jilid 2, Edisi 21. Jakarta; EGC; 2007, h. 150, 374.
3. Lauralee sherwood. Editor. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 6.
Jakarta; EGC; 2009. H. 666-8, 780, 782, 783, 789, 790.
4. Victor P. Eroschenko. Editor. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi
Fungsional. Jakarta: EGC; 2008. H. 338-9.
5. Guyton & Hall. Editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta:
EGC: 2006. H. 1010. 1026.
6. Robert K. Murray. Editor. Biokimia harper. Jakarta: EGC; 2006. H. 181.
7. Sylvia A. Price. Editor. Patofisiologi Konspe Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. H 1261-7.
8. Sulistia Gan Gunawan. Editor. Farmakologi dan Terapi. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI: 2007. H. 485.
9. Ben Greenstein dan Diana Wood. Editor. At Glance Sistem Endokrin,
Edisi Ke dua. Jakarta: Erlangga; 2010. H 86,87.
10. Lipsky BA. 2012 Infectious Disease Society of America clinical practice
guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot infections.
[online]. 30 July 2012 [cited 2013 April 5]; Available from: URL:
http://guideline.gov/content.aspx?id=37220
11. Hastuti, Faktor-Faktor Resiko Ulkus Diabetica pada Penderita Diabetes
Mellitus. [online]. 2008 [cited 2014 April 5]; Available from; URL;
www.eprints.undip.ac.id/18866/1/Rini_Tri_ Hastuti.pdf
12. Hasan H. Clinical and Laboratorium Aspects of Diabetic Foot infection.
The Indonesian Journal of medical Science 2009: 9-11. [online]. 30 July
2012 [2014 April 5]; Available from URL:
http://www.med.unhas.ac.id/jurnal/attachment/article/77/aa2-endo.pf
36
13. michael Stuart Bronze. Diabetic Foot Infection. [online]. 3 Agustus 2012
[cited 2014 April 5]; Available from; URL:
http://emedicine.medscape.com/article/237378-overview#showall
14. romesh Khaldori. Type 2 Diabetes Mellitus. [online]. 2 April 2014 [cited
2013 April 5]; Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#showall
15. Depkes, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2030 Prevalensi Diabetes
Mellitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. [online]. 2012 [cited
2014 April 5]; Available from : URL:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414-tahun-2030-
prevalensi-diabetes-mellitus-di-indonesia-mencapai-21,3-juta-orang.html
16. Pusat Data dan Informasi PERSI. Neuropati Diabetic Menyerang Lebih
Dari 50% Penderita Diabetes, [online]. 14 November 2011 [cited 2014
April 5]; Available from: URL:
http://pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&catid=23&nid=612
17. Resident Training Manual, courtesy Rancho Los Amigos Medical Center,
Downey, Calif. [online] 30 November 2011 [cited 2014 April 23];
Available from URL :
http://www.oandp.org/jpo/library/popup.asp?xmlpage=1992_01_023&pyp
e=image&id=fl
18. Wolld Health Oganization. Editor. Definition and diagnosis of Diabetes
Mellitus and Intermediate hyperglicemia: report of WHO / idf
consultation. Switzerland: the WHO document Production Services; 2006,
P. 3.
19. American Diabetes Association. The Journal of Clinical and Applied
Research Education, Diabetes Care, Volume 36, supplement 1, [online].
January 2013 [cited 2014 April 4]; Available from; URL:
http://www.DIABETES.ORG/DIABETESCARE
37