Luas maksimum untuk kegiatan kehutanan yang dapat dilelang di setiap provinsi adalah
maksimum 100.000 hektar (kecuali Papua yang memiliki maksimum 200.000 hektar), dan
400.000 hektar di Indonesia secara total.
Seperti disebutkan dalam Permenhut nomor 31/2014 tentang Tatacara Pemberian dan
perluasasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di hutan produksi, maka
terdapat tiga macam izin yang dapat dikeluarkan, masing-masing IUPHHK-Hutan Alam
(HA), IUPHHK-Hutan Tanaman (HT), dan IUPHHK-Restorasi Ekosistem (RE).
Diberikan dalam jangka waktu 55 tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi
Menhut setiap 5 tahun sekali. IUPHHK-HA diberikan oleh Menteri Kehutanan setelah
mempertimbangkan permohonan yang diajukan oleh pemohon izin. Izin tersebut diberikan
berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh gubernur setelah mendapatkan pertimbangan
dari bupati/walikota.
Restorasi Ekosistem (RE) merupakan upaya untuk memulihkan kondisi hutan alam
sebagaimana sedia kala sekaligus meningkatkan fungsi dan nilai hutan baik ekonomis
maupun ekologis agar kembali mendekati ekosistem sebelum terdegradasi dengan cara
suksesi alam, penunjangsuksesi alam, pengkayaan tanaman atau penanaman.
Izin RE dinamakan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem
(IUPHHK-RE) yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan yang berlokasinya berada di hutan
alam produksi. Izin dikeluarkan berdasarkan Permenhut Nomor P.31/Menhut-II/2014.
Perizinan meliputi langkah:
IUPHHK-HTI adalah izin yang diberikan oleh Menteri Kehutanan, yang dapat
menyerahkan kewenangan kepada Gubernur untuk areal di bawah 10.000 hektar. Izin
diberikan tidak lebih dari 35 tahun untuk setiap konsesi. Izin ini dicari oleh perusahaan kayu
untuk membangun dan memanen hutan tanaman.
Proses persetujuan untuk IUPHHK-HTI di bawah 10.000 hektar – memerlukan izin dari
Menteri Kehutanan dan Gubernur. Proses persetujuan lisensi termasuk langkah-langkah
berikut:
Secara prinsip, kawasan hutan negara dikuasai oleh negara dan selanjutnya diberikan
wewenang kepada pemerintah untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan,
menetapkan wilayah tertentu sebagai kawasan hutan dan menetapkan hubungan hukum
antara orang dengan hutan.
Hal ini mengubah paradigma dari pengelolaan hutan yang berbasis kepada hasil
produksi, dengan masyarakat yang hanya menjadi “penonton” dan “orang upahan” berubah
menjadi pengelolaan yang melibatkan masyarakat untuk memiliki rasa memiliki terhadap
hutan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Brown (2004) dan CES-UI (2005) adanya
pemberdayaan penting karena terdapat lebih kurang 50 juta orang miskin yang hidup di
dalam dan sekitar kawasan hutan.
Terdapat tiga skema yang dikembangkan untuk pelibatan pengelolaan hutan berbasis
masyarakat yaitu Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman
Rakyat (HTR).
Adapun perizinan Hutan Desa dilakukan lewat Penetapan Areal Kerja (PAK) Hutan
Desa adalah Menteri Kehutanan, berdasarkan surat usulan dari Bupati dan telah diverifikasi
oleh UPT Kementerian Kehutanan. Adapun ijin yang harus diperoleh adalah Hak Pengelolan
Hutan Desa (HPHD) yang diterbitkan oleh gubernur sehingga lembaga desa bisa mengelola
kawasan hutan tersebut. Kemudian bila lembaga desa ingin memanfaatkan kayu, maka harus
mengurus lagi untuk mendapatkan IUPHHK-HD (ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu) di
hutan desa. Ijin ini akan diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan.
Izin Usaha Pemanfaatan Pengelolaan HKm (IUPHKm) diberikan untuk jangka waktu 35
tahun dan diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 tahun. HKm diperuntukkan bagi
masyarakat miskin yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan serta menggantungkan
penghidupannya dari memanfaatkan sumberdaya hutan.
Adapun izin HKM dilakukan berdasarkan Penetapan Areal Kerja (PAK) dikeluarkan
oleh Menteri Kehutanan, berdasarkan surat usulan dari Bupati dan telah diverifikasi oleh
UPT Kementerian Kehutanan.
Izin yang harus diperoleh adalah Ijin Usaha Pemanfaatan/IUP-HKm yang diterbitkan
oleh gubernur untuk area lintas kabupaten dan bupati yang di dalam satu kabupaten.
Kemudian bila kelompok masyarakat (berbentuk badan hukum koperasi) ingin
memanfaatkan kayu, maka harus mengurus lagi untuk mendapatkan IUPHHK-HKm (ijin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu) di HKm. Ijin ini akan diterbitkan oleh Kementerian
Kehutanan.
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah pengelolaan hutan tanaman pada hutan produksi
yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan produksi dan potensi kayu
lewat cara-cara silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Aturan
tentang HTR diatur dalam bab 1 (pasal 1) Peraturan Pemeritah (PP) nomor 6 Tahun 2007
(hasil revisi PP 34/2002) tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan.
Dalam HTR sasarannya adalah masyarakat yang berada di dalam dan sekitar kawasan
hutan produksi yang tidak produktif, tidak dibebani izin/hak dan diutamakan dekat dengan
lokasi industri hasil hutan. Pembangunan HTR dilakukan perorangan/ kelompok tani atau
koperasi masyarakat yang mendapat izin pengelolaan hutan. Karena bersifat membangun
hutan tanaman, pemerintah menyediakan peluang pendanaan lewat Badan Pembiayaan
Pembangunan Hutan (BP2H) satu instansi yang menerapkan pola pembangunan hutan lewat
Badan Layanan Umum (BLU). Fungsi dari BP2H adalah mengatur dan mengelola pemberian
pinjaman dana bergulir bagi pembangunan HTR.
HTR Pola Mandiri: adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang
IUPHHK-HTR secara mandiri
HTR Pola Kemitraan: adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang
IUPHHK-HTR bersama mitra yang difasilitasi pemerintah
HTR Pola Developer, adalah HTR yang dibangun oleh BUMN atau BUMS dan
selanjutnyadiserahkan oleh Pemerintah kepada Kepala Keluarga pemohon IUPHHK-
HTR dan biayapembangunannya menjadi tanggung jawab pemegang ijin dan
dikembalikan secara mengangsur.
Alokasi dan Penetapan Areal Pembangunan HTR dilakukan oleh Menteri Kehutanan dengan
Kriteria berdasarkan peta arahan indikatif lokasi HTR dari Ditjen Planologi. Selanjutnya
Bupati/Walikota mengusulkan rencana pembangunan HTR kepadan Menteri Kehutanan
lewat peta usulan lokasi. Setelah dilakukan verifikasi administrasi dan teknis oleh Ditjen
BUK Kemenhut penetapan lokasi pencadangan areal HTR dilakukan oleh Menteri
Kehutanan.
Sering dijumpai masalah yang mempengaruhi perizinan adalah peta tidak akurat, dan
kurangnya kejelasan atas kepemilikan lahan adat. Sering izin dialokasikan di tempat yang
diklaim oleh masyarakat setempat atau digunakan oleh masyarakat untuk bermatapencarian.
Jika hal ini terjadi perusahaan harus bernegosiasi dengan masyarakat setempat untuk mencari
kesepakatan atas bagaimana cara agar masyarakat tetap dapat mengakses tanah atau
memberikan kompensasi.
Proses perizinan di Indonesia sangat beresiko menimbulkan korupsi, di mana suap sering
dibayar untuk mengeluarkan izin tanpa mengikuti prosedur. Modus suap diantaranya adalah
untuk mengubah zonasi dari suatu daerah untuk memungkinkan dilakukannya konversi, dan
untuk memberikan izin yang melanggar rencana tata ruang.
Berbagai kementerian yang ada di pemerintah (yaitu kehutanan, pertanian, energi dan sumber
daya mineral) sering memiliki kebijakan yang berbeda atau bertentangan penggunaan lahan,
termasuk proses untuk mendapatkan izin. Tak jarang, hal ini telah menyebabkan dua atau
lebih izin yang diberikan tumpang tindih untuk bagian yang sama dari tanah.
Karena pendapatan yang menguntungkan dari pemberian izin, telah menyebabkan beberapa
pemerintah kabupaten telah mengalokasikan hingga 50 persen dari tanah mereka untuk
lisensi ekstraksi di wilayah administrasinya. Menangani tumpang tindih izin dan operasi
ilegal akan memerlukan tinjauan terhadap alokasi lisensi, dan diperlukan upaya transparansi
dalam proses perizinan.
Rumus Kimia Fotosintesis
Rumus Kimia Fotosintesis – Terdapat rumus kimia fotosintesis yang terjad pada organisme
terutama pada tumbuhan berklorofil. Pengertian fotosintesis adalah suatu proses biokimia
pembentukan zat makanan seperti karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama
tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Selain tumbuhan berkalori tinggi,
makhluk hidup non-klorofil lain yang berfotosintesis adalah alga dan beberapa jenis bakteri.
Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida, dan air serta
bantuan energi cahaya matahari.
Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah
yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam organel yang disebut
kloroplas. klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun
seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian
besar energi dihasilkan di daun.
Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta
kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna
dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis.
Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk
mencegah terjadinya penyerapan sinar Matahari ataupun penguapan air yang berlebihan.
Hanya sebagian kecil saja yang bersifat heterotrof yang berarti bergantung pada materi yang
dihasilkan oleh organisme lain. Ada sejumlah bakteri yang melakukan fotosintesis contohnya
Rhodobacter sphaeroides. Bakteri berfotosintesis menggunakan klorosom. Klorosom adalah
struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan
pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang
melakukan fotosintesis.