Anda di halaman 1dari 9

Izin dalam Kawasan Hutan

Luas maksimum untuk kegiatan kehutanan yang dapat dilelang di setiap provinsi adalah
maksimum 100.000 hektar (kecuali Papua yang memiliki maksimum 200.000 hektar), dan
400.000 hektar di Indonesia secara total.

Seperti disebutkan dalam Permenhut nomor 31/2014 tentang Tatacara Pemberian dan
perluasasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di hutan produksi, maka
terdapat tiga macam izin yang dapat dikeluarkan, masing-masing IUPHHK-Hutan Alam
(HA), IUPHHK-Hutan Tanaman (HT), dan IUPHHK-Restorasi Ekosistem (RE).

Perbedaan dari tiga macam izin ini yaitu:

 IUPHHK-HA (dahulu disebut Hak Pengusahaan Hutan/HPH) adalah izin untuk


penebangan, pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan
hingga pemasaran kayu. Diutamakan di area yang masih banyak potensi tegakan
kayunya.
 IUPHHK-HT (dahulu disebut Hutan Tanaman Industri/HTI) adalah izin untuk
membangun hutan tananam (monokultur) di area hutan produksi oleh suatu kelompok
industri untuk memenuhi bahan baku industri. Diutamakan di area yang sudah tidak
produktif.
 IUPHHK-RE, adalah izin unuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan
produksi yang memiliki ekositem penting sehingga dapat dipertahanka fungsinya,
melalui pemeliharaan, perlindungan, pemulihan ekosistem lewat pengayaan,
penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora fauna untuk mengembalikan
unsur hayati dan non hayati sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistem.
Diutamakan di area yang sudah terdegradasi ekosistemnya.

IUPHHK-HA (IUPHHK-Hutan Alam)

Diberikan dalam jangka waktu 55 tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi
Menhut setiap 5 tahun sekali. IUPHHK-HA diberikan oleh Menteri Kehutanan setelah
mempertimbangkan permohonan yang diajukan oleh pemohon izin. Izin tersebut diberikan
berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh gubernur setelah mendapatkan pertimbangan
dari bupati/walikota.

Pemohon izin dibedakan menjadi empat kategori yaitu perseorangan, koperasi,


BUMN/BUMD dan swasta (berbentuk PT, CV dan Firma). Bagi pemegang ijin IUPHHK-HA
dimungkinkan mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan [IUPK] atau Izin Usaha
Pemanfaatan Jasa Lingkungan [IUPJL] di areal kerjanya.

Izin IUPHHK-RE (IUPHHK_Restorasi Ekosistem)

Restorasi Ekosistem (RE) merupakan upaya untuk memulihkan kondisi hutan alam
sebagaimana sedia kala sekaligus meningkatkan fungsi dan nilai hutan baik ekonomis
maupun ekologis agar kembali mendekati ekosistem sebelum terdegradasi dengan cara
suksesi alam, penunjangsuksesi alam, pengkayaan tanaman atau penanaman.

Izin RE dinamakan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem
(IUPHHK-RE) yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan yang berlokasinya berada di hutan
alam produksi. Izin dikeluarkan berdasarkan Permenhut Nomor P.31/Menhut-II/2014.
Perizinan meliputi langkah:

 Rekomendasi Gubernur kepada Menteri Kehutanan yang didasarkan


pertimbanganteknis Bupati/Walikota (sesuai dengan format dalam Permenhut Nomor
P.31/Menhut-II/2014).
 Pertimbangan Teknis dari Bupati/Walikota kepada Gubernur yang berisi tentang
informasi tata ruang wilayah Kabupaten/Kota atas areal yang dimohon yang berada di
dalam Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Hutan Produksi yang
tidak dibebani Izin untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kayu

IUPHHK HTI (IUPHHK-Hutan Tanaman)

IUPHHK-HTI adalah izin yang diberikan oleh Menteri Kehutanan, yang dapat
menyerahkan kewenangan kepada Gubernur untuk areal di bawah 10.000 hektar. Izin
diberikan tidak lebih dari 35 tahun untuk setiap konsesi. Izin ini dicari oleh perusahaan kayu
untuk membangun dan memanen hutan tanaman.

Proses persetujuan untuk IUPHHK-HTI di bawah 10.000 hektar – memerlukan izin dari
Menteri Kehutanan dan Gubernur. Proses persetujuan lisensi termasuk langkah-langkah
berikut:

 Surat rekomendasi dari Menteri Kehutanan kepada Gubernur; proposal proyek;


perusahaan neraca keuangan selama 3 tahun terakhir; akte pendirian perusahaan yang
disahkan oleh kementerian luar negeri; persyaratan gubernur lainnya.

 Proses persetujuan untuk IUPHHK-HTI antara 10.000-50.000 hektar – permohonan


kepada Kementerian Kehutanan mirip dengan di atas; tetapi mencakup langkah-
langkah berikut: citra satelit; rekomendasi dari Gubernur; proposal proyek; peta;
proposal proyek; sertifikat pendirian; laporan perusahaan keuangan selama 3 tahun
terakhir; jumlah wajib pajak; studi kelayakan; dan AMDAL.

 Proses persetujuan untuk IUPHHK-HTI lebih dari 50.000 ha harus mengikuti


langkah-langkah di atas, serta:
o Mengumumkan lelang oleh Kementerian Kehutanan melalui media massa,
nasional dan/atau regional;
o Surat niat, termasuk bank garansi;
o Proposal Teknis yang mencakup tutupan hutan, batas hutan, identifikasi
lapangan dan daerah;
o Rincian sistem silviculture yang akan digunakan;
o Rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL);
o Kemitraan dengan lokal kecil dan menengah dan koperasi; dan rincian
pembangunan kapasitas.

Pemanfaatan Hutan oleh Masyarakat

Secara prinsip, kawasan hutan negara dikuasai oleh negara dan selanjutnya diberikan
wewenang kepada pemerintah untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan,
menetapkan wilayah tertentu sebagai kawasan hutan dan menetapkan hubungan hukum
antara orang dengan hutan.

Sejak era reformasi kebijakan kehutanan diarahkan kepada pengembangan ekonomi


rakyat. Dalam hal ini Kementerian Kehutanan mengeluarkan sejumlah kebijakan pengelolaan
kehutanan yang memungkinkan masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya
yang ada di hutan.

Hal ini mengubah paradigma dari pengelolaan hutan yang berbasis kepada hasil
produksi, dengan masyarakat yang hanya menjadi “penonton” dan “orang upahan” berubah
menjadi pengelolaan yang melibatkan masyarakat untuk memiliki rasa memiliki terhadap
hutan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Brown (2004) dan CES-UI (2005) adanya
pemberdayaan penting karena terdapat lebih kurang 50 juta orang miskin yang hidup di
dalam dan sekitar kawasan hutan.

Terdapat tiga skema yang dikembangkan untuk pelibatan pengelolaan hutan berbasis
masyarakat yaitu Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman
Rakyat (HTR).

Hutan Desa (HD)

Berdasarkan penjelasan UU 41/1999 tentang Kehutanan, khususnya pada penjelasan


pasal 5, hutan desa adalah hutan negara yang berada di dalam wilayah suatu desa,
dimanfaatkan oleh desa, untuk kesejahteraan masyarakat desa tersebut.

Selanjutnya di dalam PP 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana


Pengelolaan Hutan, hutan desa didefinisikan sebagai hutan negara yang belum dibebani izin
atau hak yang dikelola oleh desa dan untuk untuk kesejahteraan masyarakat desa. Prinsip
dasar dari Hutan Desa adalah untuk membuka akses bagi desa-desa tertentu, tepatnya desa
hutan, terhadap hutan-hutan negara yang masuk dalam wilayahnya.

Pemberian akses ini dituangkan dalam Peraturan MenteriKehutanan Nomor


P.49/Menhut-I/2008, tentang Hutan Desa. Peraturan ini kemudian dikuti dengan perubahan-
perubahannya (Permenhut No. P.14/Menhut-I/2010 dan Permenhut No. P.53/Menhut-I/2011).
Di dalam Hutan Desa, hak-hakpengelolan secara permanen diberikan oleh Menteri
Kehutanan/Pemerintah Daerah kepadalembaga desa dengan waktu 35 tahun dan dapat
diperpanjang. Perizinan Hutan Desa dapat diberikan di areal hutan lindung dan juga produksi
yang berada di dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan.

Adapun perizinan Hutan Desa dilakukan lewat Penetapan Areal Kerja (PAK) Hutan
Desa adalah Menteri Kehutanan, berdasarkan surat usulan dari Bupati dan telah diverifikasi
oleh UPT Kementerian Kehutanan. Adapun ijin yang harus diperoleh adalah Hak Pengelolan
Hutan Desa (HPHD) yang diterbitkan oleh gubernur sehingga lembaga desa bisa mengelola
kawasan hutan tersebut. Kemudian bila lembaga desa ingin memanfaatkan kayu, maka harus
mengurus lagi untuk mendapatkan IUPHHK-HD (ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu) di
hutan desa. Ijin ini akan diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan.

Hutan Kemasyarakatan (HKm)

Aturan tentang Hutan Kemasyarakatan (HKm) dilakukan berdasarkan peraturan Menteri


Kehutanan nomor P.37/2007 jo P.13/2010. HKm hanya diberlakukan di kawasan hutan
lindung dan hutan produksi yang tidak dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan
dimana kawasan tersebut menjadi sumber mata pencarian masyarakat setempat.

Izin Usaha Pemanfaatan Pengelolaan HKm (IUPHKm) diberikan untuk jangka waktu 35
tahun dan diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 tahun. HKm diperuntukkan bagi
masyarakat miskin yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan serta menggantungkan
penghidupannya dari memanfaatkan sumberdaya hutan.

Adapun izin HKM dilakukan berdasarkan Penetapan Areal Kerja (PAK) dikeluarkan
oleh Menteri Kehutanan, berdasarkan surat usulan dari Bupati dan telah diverifikasi oleh
UPT Kementerian Kehutanan.

Izin yang harus diperoleh adalah Ijin Usaha Pemanfaatan/IUP-HKm yang diterbitkan
oleh gubernur untuk area lintas kabupaten dan bupati yang di dalam satu kabupaten.
Kemudian bila kelompok masyarakat (berbentuk badan hukum koperasi) ingin
memanfaatkan kayu, maka harus mengurus lagi untuk mendapatkan IUPHHK-HKm (ijin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu) di HKm. Ijin ini akan diterbitkan oleh Kementerian
Kehutanan.

Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah pengelolaan hutan tanaman pada hutan produksi
yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan produksi dan potensi kayu
lewat cara-cara silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Aturan
tentang HTR diatur dalam bab 1 (pasal 1) Peraturan Pemeritah (PP) nomor 6 Tahun 2007
(hasil revisi PP 34/2002) tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan.

Dalam HTR sasarannya adalah masyarakat yang berada di dalam dan sekitar kawasan
hutan produksi yang tidak produktif, tidak dibebani izin/hak dan diutamakan dekat dengan
lokasi industri hasil hutan. Pembangunan HTR dilakukan perorangan/ kelompok tani atau
koperasi masyarakat yang mendapat izin pengelolaan hutan. Karena bersifat membangun
hutan tanaman, pemerintah menyediakan peluang pendanaan lewat Badan Pembiayaan
Pembangunan Hutan (BP2H) satu instansi yang menerapkan pola pembangunan hutan lewat
Badan Layanan Umum (BLU). Fungsi dari BP2H adalah mengatur dan mengelola pemberian
pinjaman dana bergulir bagi pembangunan HTR.

Terdapat tiga pola HTR yaitu:

 HTR Pola Mandiri: adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang
IUPHHK-HTR secara mandiri
 HTR Pola Kemitraan: adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang
IUPHHK-HTR bersama mitra yang difasilitasi pemerintah
 HTR Pola Developer, adalah HTR yang dibangun oleh BUMN atau BUMS dan
selanjutnyadiserahkan oleh Pemerintah kepada Kepala Keluarga pemohon IUPHHK-
HTR dan biayapembangunannya menjadi tanggung jawab pemegang ijin dan
dikembalikan secara mengangsur.

Alokasi dan Penetapan Areal Pembangunan HTR dilakukan oleh Menteri Kehutanan dengan
Kriteria berdasarkan peta arahan indikatif lokasi HTR dari Ditjen Planologi. Selanjutnya
Bupati/Walikota mengusulkan rencana pembangunan HTR kepadan Menteri Kehutanan
lewat peta usulan lokasi. Setelah dilakukan verifikasi administrasi dan teknis oleh Ditjen
BUK Kemenhut penetapan lokasi pencadangan areal HTR dilakukan oleh Menteri
Kehutanan.

Kritisi terhadap sistem Perizinan di Indonesia

Sistem perizinan di Indonesia menderita karena berbagai masalah birokrasi, serta


persyaratan perizinan yang memakan waktu dan mahal. Permasalahan yang sering dijumpai
pada proses perizinan industri berbasis ekstraktif atau lahan diantaranya penggunaan lahan
yang tidak berkelanjutan, perusahaan yang beroperasi tanpa set izin lengkap, izin hampir
selalu kurang ditegakkan, dan mekanisme penanganan keluhan yang tidak berfungsi dengan
baik, atau tidak ada sama semua.

Kesulitan dalam memperoleh izin menyebabkan banyak perusahaan mulai beroperasi


tanpa izin yang diperlukan, yang mengakibatkan hilangnya penerimaan negara dan
memunculkan konflik tanah. Menurut data Kementrian Kehutanan, di Kalimantan saja, 1.236
perusahaan pertambangan dan perkebunan kelapa sawit 537 beroperasi secara ilegal, tanpa
izin penuh atau hukum. Ekonomi Indonesia kehilangan USD 36 miliar per tahun sebagai
akibat dari operasi yang tidak lengkap atau ilegal.
Masalah dalam Perpetaan

Sering dijumpai masalah yang mempengaruhi perizinan adalah peta tidak akurat, dan
kurangnya kejelasan atas kepemilikan lahan adat. Sering izin dialokasikan di tempat yang
diklaim oleh masyarakat setempat atau digunakan oleh masyarakat untuk bermatapencarian.
Jika hal ini terjadi perusahaan harus bernegosiasi dengan masyarakat setempat untuk mencari
kesepakatan atas bagaimana cara agar masyarakat tetap dapat mengakses tanah atau
memberikan kompensasi.

Kurangnya transparansi dalam proses perizinan.

Proses perizinan di Indonesia sangat beresiko menimbulkan korupsi, di mana suap sering
dibayar untuk mengeluarkan izin tanpa mengikuti prosedur. Modus suap diantaranya adalah
untuk mengubah zonasi dari suatu daerah untuk memungkinkan dilakukannya konversi, dan
untuk memberikan izin yang melanggar rencana tata ruang.

Kurangnya transparansi juga membatasi kemampuan kelompok masyarakat sipil untuk


berpartisipasi dalam pemantauan penggunaan lahan dan alokasi lahan. Informasi tentang
aplikasi lisensi, dan lahan yang dialokasikan untuk diberikan izin juga tidak tersedia untuk
umum.

Kurangnya kejelasan atas kebijakan penggunaan lahan.

Berbagai kementerian yang ada di pemerintah (yaitu kehutanan, pertanian, energi dan sumber
daya mineral) sering memiliki kebijakan yang berbeda atau bertentangan penggunaan lahan,
termasuk proses untuk mendapatkan izin. Tak jarang, hal ini telah menyebabkan dua atau
lebih izin yang diberikan tumpang tindih untuk bagian yang sama dari tanah.

Desentralisasi memberikan kewenangan perizinan lahan kepada pemerintah kabupaten tanpa


adanya kewajiban untuk mempertahankan jasa ekosistem. Banyak kasus pemberian izin
hanya untuk memperoleh kas PAD dan pada akhirnya menimbulkan freerider (pihak lain
yang hanya coba cari untung).

Karena pendapatan yang menguntungkan dari pemberian izin, telah menyebabkan beberapa
pemerintah kabupaten telah mengalokasikan hingga 50 persen dari tanah mereka untuk
lisensi ekstraksi di wilayah administrasinya. Menangani tumpang tindih izin dan operasi
ilegal akan memerlukan tinjauan terhadap alokasi lisensi, dan diperlukan upaya transparansi
dalam proses perizinan.
Rumus Kimia Fotosintesis
Rumus Kimia Fotosintesis – Terdapat rumus kimia fotosintesis yang terjad pada organisme
terutama pada tumbuhan berklorofil. Pengertian fotosintesis adalah suatu proses biokimia
pembentukan zat makanan seperti karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama
tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Selain tumbuhan berkalori tinggi,
makhluk hidup non-klorofil lain yang berfotosintesis adalah alga dan beberapa jenis bakteri.
Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida, dan air serta
bantuan energi cahaya matahari.

Rumus Kimia Fotosintesis


6 H2O (air) + 6 CO2 (karbondioksida) + Cahaya dan Kloroplas → C6H12O6 (glukosa) +
6O2 (oksigen)
Pada dasarnya, rangkaian reaksi fotosintesis dapat dibagi menjadi dua bagian utama: reaksi
terang (karena memerlukan cahaya) dan reaksi gelap (tidak memerlukan cahaya tetapi
memerlukan karbon dioksida). Reaksi terang terjadi pada grana (tunggal: granum), sedangkan
reaksi gelap terjadi di dalam stroma.

Reaksi Terang pada Fotosintesis


Reaksi Gelap pada Fotosintesis
Dalam reaksi terang, terjadi konversi energi cahaya menjadi energi kimia dan menghasilkan
oksigen (O2). Sedangkan dalam reaksi gelap terjadi seri reaksi siklik yang membentuk gula
dari bahan dasar CO2 dan energi (ATP dan NADPH). Energi yang digunakan dalam reaksi
gelap ini diperoleh dari reaksi terang. Pada proses reaksi gelap tidak dibutuhkan cahaya
Matahari. Reaksi gelap bertujuan untuk mengubah senyawa yang mengandung atom karbon
menjadi molekul gula.

Fotosintesis pada Tumbuhan


Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung dari
senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan
gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini
berasal dari fotosintesis. Berikut ini adalah persamaan reaksi fotosintesis yang menghasilkan
glukosa:
6 H2O + 6 CO2 + cahaya, kloroplas → C6H12O6 (glukosa) + 6O2
Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa dan dapat
pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang
terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara umum reaksi yang terjadi pada respirasi
seluler berkebalikan dengan persamaan di atas. Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa
lain akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi
kimia.

Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah
yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam organel yang disebut
kloroplas. klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun
seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian
besar energi dihasilkan di daun.

Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta
kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna
dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis.
Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk
mencegah terjadinya penyerapan sinar Matahari ataupun penguapan air yang berlebihan.

Fotosintesis pada Alga dan Bakteri


Alga terdiri dari alga multiseluler seperti ganggang hingga alga mikroskopik yang hanya
terdiri dari satu sel. Meskipun alga tidak memiliki struktur sekompleks tumbuhan darat,
fotosintesis pada keduanya terjadi dengan cara yang sama. Hanya saja karena alga memiliki
berbagai jenis pigmen dalam kloroplasnya, maka panjang gelombang cahaya yang diserapnya
pun lebih bervariasi. Semua alga menghasilkan oksigen dan kebanyakan bersifat autotrof.

Hanya sebagian kecil saja yang bersifat heterotrof yang berarti bergantung pada materi yang
dihasilkan oleh organisme lain. Ada sejumlah bakteri yang melakukan fotosintesis contohnya
Rhodobacter sphaeroides. Bakteri berfotosintesis menggunakan klorosom. Klorosom adalah
struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan
pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang
melakukan fotosintesis.

Anda mungkin juga menyukai