Anda di halaman 1dari 7

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Bone Bolango dan

pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Dinas Kehutanan dan

Pertambangan Provinsi Gorontalo. Penelitian dimulai pada bulan Maret dan

selesai pada bulan Mei 2012.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Altimeter, Bor Tanah,

Clinometer, GPS (Global Positioning System), Kalkulator, Kompas, Mistar,

Parang, Perangkat Lunak berupa Microsoft Office Excel 2007, Planimeter,

Printer, Seperangkat Komputer dengan Software ArcGIS versi 9.3.1, dan Alat

Tulis Menulis.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Peta Geologi Skala 1 : 250.000 Lembar Kotamobagu, Sulawesi. (T.

Apandi dan S. Bachri 1997)

b. Peta Rupa Bumi Skala 1 : 50.000 (Bakosurtanal 2006)

c. Persyaratan Penggunaan Lahan untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea

canephora ) (Djaenuddin et al. 2003)


d. Data Iklim dari Stasiun Curah Hujan BPP Suwawa dan BPP Tapa serta

Stasiun Meteorologi Jalaludin Gorontalo (Badan Meteorologi dan

Stasiun Meteorologi Jalaludin Gorontalo 2012).

e. Bone Bolango dalam Angka 2011 dan 2012 (Badan Pusat Statistik

Kabupaten Bone Bolango 2011 dan 2012)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Persiapan

Pada tahap ini, dilaksanakan studi literatur, dan pengumpulan alat maupun

bahan yang diperlukan, serta pengurusan perizinan dan administrasi lain yang

berkaitan dengan penelitian ini. Di samping itu juga, dilaksanakan orientasi

medan untuk mengetahui gambaran daerah penelitian secara umum.

3.3.2 Pengumpulan Data

Pada tahap ini, dilaksanakan pengumpulan data, yang terdiri atas:

3.3.2.1 Data tanah untuk mengetahui tekstur tanah, pH tanah, bahan

organik tanah, C-Organik, kejenuhan basa dan nilai tukar kation

tanah yang diperoleh dari Balai Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian (BP2TP) Deptan tahun 2005.

3.3.2.2 Data iklim, berupa data curah hujan yang digunakan untuk

menentukan ketersediaan air yang akan mempengaruhi kesuburan

tanaman. Data curah hujan tersebut diperoleh dari stasiun BPP

Suwawa dan BPP Tapa yang dikelola oleh Badan Meteorologi

dan Stasiun Meteorologi Jalaludin Gorontalo. Sedangkan data


temperatur, kelembaban udara, lama penyinaran dan kecepatan

angin, diambil dari stasiun Meteorologi Jalaludin Gorontalo yang

dikelola oleh Badan Meteorologi dan Stasiun Meteorologi

Jalaludin Gorontalo.

3.3.2.3 Data Sosial Ekonomi, terdiri atas:

a. Data primer LUT kopi robusta, diperoleh dari wawancara langsung

dengan petani kunci (1 atau 2 petani) yang menanam dan tinggal di

daerah penelitian. Data tersebut berupa data produksi, biaya dan

pendapatan.

b. Data sekunder, diperoleh dari instansi terkait, seperti Badan Pusat

Statistik dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, berupa data luas

lahan, penduduk dan kepadatan, penduduk menurut umur, penduduk

menurut mata pencaharian dan penduduk menurut pendidikan.

3.3.3 Analisis Data

3.3.3.1 Analisis Data

Lapang Kegiatan ini di awali dengan melakukan penyeragaman skala peta

terhadap peta-peta yang belum sama skala petanya, selanjutnya peta-peta tadi

ditumpangtindihkan (overlay) untuk memperoleh peta unit lahan. Kemudian data

lapang setiap unit lahan itu di cocokan (matching) dengan persyaratan

penggunaan lahan setiap tipe pemanfaatan lahan dalam hal ini tanaman kopi

robusta (Coffea canephora), sehingga di peroleh kelas-kelas kesesuian lahan untuk

setiap tipe pemanfaatan lahan dalam bentuk peta kesesuian lahan.


Dalam mengevaluasi kesesuaian suatu lahan terdapat berbagai asumsi

bahwa dengan tingkat pengelolaan (management) tertentu, maka kesesuaian lahan

yang rendah (KLA) dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian yang lebih tinggi

(KLP) sebab akan menaikkan kelas kesesuaian lahan satu atau dua tingkat.

Dengan asumsi tadi, maka dilaksanakan upaya perbaikan pada tingkat

pengelolaan sedang, sehingga diperoleh kelas kesesuaian lahan potensial (KLP)

dan penyebarannya untuk setiap LUT dalam bentuk peta KLP. Selanjutnya

dilaksanakan perhitungan besarnya ETp, dengan persamaan Penman (1948)

diubahsesuai oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat yang dikutip Wilson

(1993) yaitu: ETp = c [W x Rn + (1 – W) x f (U) x (ea – ed)], (1) di mana

ETp = evapotranspirasi potensial (mm/hari), c = faktor penyesuaian, W = faktor

radiasi pada ETp di berbagai suhu dan ketinggian, Rn = radiasi bersih (mm/hari), f

(U) = fungsi kecepatan angin (km/jam) dan (ea – ed) = tekanan uap air (mbar).

Untuk memperoleh nilai-nilai di atas, dalam penelitian ini diuraikan sebagai

berikut:

Nilai faktor penyesuaian (c) sebagai akibat perubahan cuaca pada siang

dan malam hari diperoleh dari Tabel faktor penyesuaian (Lampiran 8). Nilai

faktor radiasi (W) diperoleh dari Tabel faktor beban sebagai pengaruh radiasi ETp

di berbagai ketinggian dan temperatur yang berbeda (Lampiran 7). Nilai radiasi

bersih (Rn) diperoleh dari persamaan: Rn = Rns – Rnl, (2) di mana Rns =

radiasi gelombang pendek bersih (mm/hari) dan Rnl = radiasi gelombang panjang

bersih (mm/hari). Selanjutnya, untuk memperoleh nilai fungsi kecepatan angin

f(U) diperoleh dari persamaan: f (U) = 0,27 (1 + U/100), (3) di mana U =


kecepatan angin (km/hari). Sedangkan nilai tekanan uap jenih (ea) diperoleh dari

Tabel tekanan uap jenuh berdasarkan temperatur rata-rata bulanan (Lampiran 6).

Besarnya ETp dihubungkan dengan besarnya curah hujan efektif yang terjadi di

daerah penelitian, sebagai dasar pembuatan kalender tanaman (crop calendar).

Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang jatuh selama masa tumbuh

tanaman yang dapat dipergunakan untuk memenuhi air konsumtif tanaman. Curah

hujan efektif dihitung dengan persamaan yang direkomdasikan FAO (1986) yaitu:

Pe = 0,8 P – 25, jika P > 75 mm, (4) Pe = 0,6 P – 10, jika P < 75 mm,

(5) di mana Pe = curah hujan efektif (mm/bulan) dan P = rata-rata curah hujan

bulanan (mm/bulan)

3.3.3.2 Analisis Data Sosial Ekonomi

Sebelum penentuan kelas kesesuaian lahan untuk LUT diperoleh, diawali

dengan pendeskripsian situasi yang ada (present situation) yang berkaitan dengan

LUT, seperti keadaan sumberdaya alam, keadaan sumberdaya manusia, dan

permasalahan di daerah penelitian. Kemudian setelah diperoleh kelas KLAS

dilanjutkan dengan pendeskripsian LUT yang ada, dan direkomendasikan.

Selanjutnya setiap LUT dilaksanakan analisis usahatani, dimana analasis

usahatani yang digunakan adalah analisis finansial. Komponen-komponen

usahatani menurut Soekartawi (1995) yaitu: 1. Net Present Value (NPV) atau nilai

bersih sekarang merupakan selisih antara Present Value dari benefit dan Present

Value dari biaya. Untuk menghitung NPV, terlebih dahulu kita harus tahu berapa

PV kas bersihnya. PV kas bersih dapat dicari dengan jalan membuat dan
menghitung dari cash flow usaha selama umur investasi tertentu. Net Present

Value (NPV) dapat dihitung dengan persamaan:

NPV = nt t tt i CB 0 ) 1(

(6)

Bila NPV > 0, maka usaha tani tersebut layak Bila NPV < 0, maka usaha tani

tersebut tidak layak di mana NPV adalah nilai sekarang dalam waktu tertentu, Bt

– Ct adalah pendapatan bersih pada tahun t, i adalah tingkat suku bunga yang

berlaku dan t adalah jangka waktu (tahun ke). 2. Internal Rate of Return (IRR)

merupakan alat untuk mengukur tingkat pengembalian hasil. Kriteria layak atau

tidak layak bagi suatu usaha adalah bila IRR lebih besar daripada tingkat suku

bunga yang berlaku saat usaha itu dilaksanakan. Internal Rate of Return (IRR)

dapat dihitung dengan persamaan:

IRR = ) ( 1 2 21 1 1 i i NPVNPV NPV i (7) Bila IRR ≥ i maka usaha tani

dikatakan layak Bila IRR ≤ i maka usaha tani dikatakan tidak layak di mana

NPV1 adalah hasil perhitungan NPV positif mendekati nol, NPV2 adalah hasil

perhitungan NPV negatif mendekati nol dan i1, i2 adalah persentase tingkat suku

bunga sebelum titik impas dan sesudah titik impas. 3. B/C Ratio.

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) adalah penilaian yang

dilakukan untuk melihat tingkat efesiensi penggunaan berupa perbandingan PV

dari Groos Beenefit (nilai total produksi) dengan PV dari Gross Cost (biaya

investasi, biaya operasi dan pemeliharaan).


Gross B/C Ratio =

Cost Gross PV Benefit Gross PV(8)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah penlilaian yang dilakukan untuk

melihat tingkat efesiensi penggunaan biaya berupa perbandingan nilai biaya bersih

sekarang yang dikeluarkan dan berlaku sebaliknya.

Net B/C Ratio =

negatif yang C - BNet PVJumlah positif yang C-BNet PVJumlah

(9)

Bila B/C > 1, maka usaha tani tersebut layak Bila B/C < 1, maka usaha tani

tersebut tidak layak.

Anda mungkin juga menyukai