Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Balita
Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Balita
Disusun Oleh :
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga akhirnya kami dapat membuat
makalah Keperawatan Komunitas II.
Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada kami dalam pembuatan makalah ini
terutama kepada :
1. Ibu Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku dosen pada
mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini
3. Rekan satu kelompok tutorial yang telah berperan dalam menyelesaikan
makalah ini
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ..................................................................................................... i
III.1. Kesimpulan......................................................................... 44
III.2. Saran .................................................................................. 44
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara
miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan
masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju
cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000).
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola
makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah
gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya
persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh
kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya
pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004).
Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam
menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya
peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan cara
penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi
dan perawatan yang baik. Dengan lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya
infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat dihindari. Di tingkat
masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis, ketahanan pangan
keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer sangat
menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk.
1
pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara tidak
langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah dalam hal
perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak.
1.2.Rumusan Masalah
1. apa saja program kesehatan gizi di Indonesia?
2. Apa saja program kota sehat?
3. Bagaimana prevalensi gizi buruk dan anemia pada balita?
4. Apa saja karakteristik dan bagaimana proses tumbuh-kembang pada
balita?
5. Apa saja pengertian, etiologi, dan tanda gejala dari kasus?
6. Apa saja akibat dan komplikasi dari kasus?
7. Bagaimana cara pencegahan dalam kasus?
8. Apa saja penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus?
9. Bagaimana asuahan keperawatan pada kasus?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui program kesehatan gizi di Indonesia
2. Untuk mengetahui program kota sehat
3. Untuk mengetahui prevalensi gizi buruk dan anemia pada balita
4. Untuk mengetahui karakteristik dan proses tumbuh-kembang pada balita
2
5. Untuk mengetahui pengertian, etiologi, tanda dan gejala yang ada didalam
kasus
6. Untuk mengetahui akibat dan komplikasi yang ada di dalam kasus
7. Untuk mengetahui cara pencegahan yang ada di dalam kasus
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang ada didalam kasus
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
b. Manfaat Posyandu
1) Bagi Masyarakat
a) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi, dan anak balita.
b) Pertumbuhan anak balita terpantau sehingga tidak menderita
gizi kurang atau gizi buruk.
c) Bayi dan anak balita mendapatkan kapsul Vitamin A
d) Bayi memperoleh imunisasi lengkap.
e) Ibu hamil akan terpantau berat badannya dan memperoleh
tablet tambah darah (Fe) serta imunisasi Tetanus Toksoid
(TT).
f) Ibu nifas memperoleh kapsul Vitamin A dan tablet tambah
darah (Fe).
g) Memperoleh penyuluhan kesehatan terkait tentang kesehatan
ibu dan anak.
h) Apabila terdapat kelainan pada bayi, anak balita, ibu hamil,
ibu nifas dan ibu menyusui dapat segera diketahui dan
dirujuk ke puskesmas.
i) Dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang
kesehatan ibu, bayi, dan anak balita
2) Bagi Kader
a) Mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan
lebih lengkap.
b) Ikut berperan secara nyata dalam perkembangan tumbuh
kembang anak balita dan kesehatan ibu.
c) Citra diri meningkat di mata masyarakat sebagai orang yang
terpercaya dalam bidang kesehatan.
d) Menjadi panutan karena telah mengabdi demi pertumbuhan
anak dan kesehatan ibu.
5
c. Pemberian Asi
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI mudah dicerna oleh
bayi dan mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhan untuk
pertumbuhan kekebalan dan mencegah berbagai penyakit, serta untuk
kecerdasan.
1) Beri ASI saja sampai anak berumur 6 bulan.
2) Setelah 6 bulan, teruskan menyusui sampai anak berumur 2 tahun
dan berikan makanan pendamping ASI.
3) Makanan pendamping ASI berupa makanan lumat diberikan
secara bertahap, mula-mula 2 kali berangsur sampai 3 kali sehari,
dalam jumlah yang kecil sebagai makanan perkenalan. Kenalkan
buah/ sari buah 2 kali sehari sedikit demi sedikit.
6
e. Pemberian kapsul vitamin A
1. Vitamin A bersumber dari sayur-sayuran berwarna hijau (bayam,
daun katuk, serta buah-buahan segar berwarna cerah seperti
pepaya, tomat, wortel, mangga dan dari sumber hewani seperti
telur, hati, ikan).
2. Vitamin A membuat mata sehat, tubuh kuat dan mencegah
kebutaan.
3. Beri kapsul vitamin A pada bayi dan anak balita, kapsul biru
dengan dosis 100.000 SI untuk bayi dan kapsul merah dengan
dosis 200.000 SI untuk anak balita.
4. Dapatkan kapsul vitamin A secara gratis setiap bulan Februari
dan Agustus di Posyandu atau Puskesmas
7
d. Empat Pilar Gizi Seimbang
Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia
sejak tahun 1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konferensi Pangan
Sedunia di Roma tahun 1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4
Sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi.
Dengan mengimplementasikan pedoman tersebut diyakini bahwa masalah
gizi beban ganda dapat teratasi. Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4
(empat) Pilar yang pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk
menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk
dengan memonitor berat badan secara teratur.
Empat Pilar tersebut adalah:
1) Mengonsumsi makanan beragam. Tidak ada satupun jenis makanan
yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh
untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya,
kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6
bulan. Contoh: nasi merupakan sumber utama kalori, tetapi miskin
vitamin dan mineral; sayuran dan buah-buahan pada umumnya
kaya akan vitamin, mineral dan serat, tetapi miskin kalori dan
protein; ikan merupakan sumber utama protein tetapi sedikit kalori.
Khusus untuk bayi berusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan
tunggal yang sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI dapat
mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan
optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan dan
fungsi lainnya dalam tubuh.
2) Membiasakan perilaku hidup bersih Perilaku hidup bersih sangat
terkait dengan prinsip Gizi Seimbang : Penyakit infeksi merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi seseorang
secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita
penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga
8
jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang.
Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat gizi
yang lebih banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme pada
orang yang menderita infeksi terutama apabila disertai panas. Pada
orang yang menderita penyakit diare, berarti mengalami
kehilangan zat gizi dan cairan secara langsung akan memperburuk
kondisinya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang menderita
kurang gizi akan mempunyai risiko terkena penyakit infeksi karena
pada keadaan kurang gizi daya tahan tubuh seseorang menurun,
sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk dan berkembang.
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi dan
penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik.
3) Melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang meliputi segala
macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan salahsatu
upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan
zat gizi utamanyasumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik
memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga memperlancar
sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme zat gizi.
Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan
zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh.
4) Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal Bagi
orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah
terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya
Berat Badan yang normal, yaitu Berat Badan yang sesuai untuk
Tinggi Badannya. Indikator tersebut dikenal dengan Indeks Masa
Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal merupakan
hal yang harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi
Seimbang’, sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB
normal, dan apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan
langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Bagi bayi dan
balita indikator yang digunakan adalah perkembangan berat badan
9
sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya dilakukan
dengan menggunakan KMS.
10
Selain itu, penimbangan balita yang dilakukan setiap bulan di Posyandu
berguna untuk melihat perkembangan berat badan balita yang dapat dilihat pada
KMS masing-masing balita. Serta mengapa BPB dilakukan pada Agustus karena
bersamaan dengan bulan pemberian Vitamin A pada balita, cakupan balita
biasanya lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya.
“Pencanangan BPB ini guna menaikkan angka D/S setiap bulan di tiap
Posyandu se-Kota Depok,” tandasnya. D/S berguna untuk menggambarkan berapa
besar jumlah partisipasi masyarakat di daerah tersebut yang telah tercapai.
Ia mengimbau kepada para orangtua di Kota Depok untuk membawa anak
balitanya ke Posyandu terdekat. Guna dilakukan penimbangan, pendataan, serta
diberikan Vitamin A secara gratis. Namun, bagi yang terlewat atau lupa membawa
balitanya ke Posyandu, para orangtua dapat memberikan data berat badan anaknya
ke Kader Posyandu yang berada di wilayahnya.
2. Pemberian makanan tambahan (PMT)
Merupakan salah satu komponen penting Usaha Perbaikan Gizi Keluarga
(UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah. PMT sebagai sarana
pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana untuk
penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa
makanan dari luar keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan
setiap hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan
perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan tidak
mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat ini
program PMT tampaknya masih perlu dilanjutkan mengingat masih banyak balita
dan anak-anak yang mengalami kurang gizi bahkan gizi buruk.
Tujuan Pemberian Makanan Tambahan:
Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi
pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan
kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta
yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah. Bahan makanan
yang digunakan dalam PMT hendaknya bahan-bahan yang ada atau dapat
dihasilkan setempat, sehingga kemungkinan kelestarian program lebih besar.
11
Diutamakan bahan makanan sumbar kalori dan protein tanpa mengesampingkan
sumber zat gizi lain seperti: padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, ikan,
sayuran hijau, kelapa dan hasil olahannya
Berdasarkan grafik menurut Pantauan Status Gizi (PSG) 2017 yang dilakukan
Kementerian Kesehatan di atas, bayi usia di bawah lima tahun (Balita) yang
mengalami masalah gizi pada 2017 mencapai 17,8%, sama dengan tahun
sebelumnya. Jumlah tersebut terdiri dari Balita yang mengalami gizi buruk 3,8%
dan 14% gizi kurang. Menurut status gizi berdasarkan indeks Tinggi Badan
terhadap Usia (TB/U), Balita Indonesia yang mengalami stunting/kerdil pada
tahun lalu mencapai 29,6%. Angka ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Sedangkan menurut indeks Berat Badan terhadap Usia (BB/U) sebanyak 9,5%
Balita masuk kategori kurus dan turun dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan
Balita yang mengalami kegemukan (obesitas) mencapai 4,6%, juga lebih rendah
12
dari tahun sebelumnya. Menurut World Health organization (WHO) gizi buruk
mengakibatkan 54% kematian bayi dan anak. Hasil sensus WHO menunjukkan
bahwa 49% dari 10,4 juta kematian balita di negara berkembang berkaitan dengan
gizi buruk. Tercatat sekitar 50% balita Asia, 30% balita Afrika, 20% Amerika
Latin menderita gizi buruk (Depkes, 2010).
13
II.4. Karakteristik Balita dan Konsep Tumbuh Kembang Balita
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2014) seorang anak
dikatakan balita apabila anak berusia 12 bulan sampai dengan 59 bulan. Price dan
Gwin (2014) mengatakan bahwa seorang anak dari usia 1 sampai 3 tahun disebut
batita atau toddler dan anak usia 3 sampai 5 tahun disebut dengan usia pra sekolah
atau preschool child.
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1–3
tahun (batita) dan anak usia prasekolah. Anak usia 1−3 tahun merupakan
konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan
ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra- sekolah
sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih
lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali
makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan
yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering pada usia pra-sekolah
anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang
disukainya.
Karakteristik balita Anak usia 1 sampai 3 tahun akan mengalami
pertumbuhan fisik yang relatif melambat, namun perkembangan motoriknya akan
meningkat cepat (Hatfield, 2008). Anak mulai mengeksplorasi lingkungan secara
intensif seperti anak akan mulai mencoba mencari tahu bagaimana suatu hal dapat
bekerja atau terjadi, mengenal arti kata “tidak”, peningkatan pada amarahnya,
sikap yang negatif dan keras kepala (Hockenberry, 2016). Pertumbuhan dan
perkembangan seorang anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda di setiap
tahapannya. Karakteristik perkembangan pada balita secara umum dibagi menjadi
4 yaitu :
1) Negativism, Negativism adalah anak cenderung memberikan respon
yang negatif dengan mengatakan kata “tidak”.
2) Ritualism, Ritualism adalah anak akan membuat tugas yang
sederhana untuk melindungi diri dan meningkatkan rasa aman. Balita
akan melakukan hal secara leluasa jika ada seseorang seperti anggota
14
keluarga berada disampingnya karena mereka merasa aman ada yang
melindungi ketika terdapat ancaman.
3) Temper tantrum, Temper tantrum adalah sikap dimana anak
memiliki emosi yang cepat sekali berubah. Anak akan menjadi cepat
marah jika dia tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dia
lakukan.
4) Egocentric, Erikson tahun 1963 menyatakan Egocentric merupakan
fase di perkembangan psikososial anak. Ego anak akan menjadi
bertambah pada masa balita. Berkembangnya ego ini akan membuat
anak menjadi lebih percaya diri, dapat membedakan dirinya dengan
orang lain, mulai mengembangkan kemauan dan mencapai dengan
cara yang tersendiri serta anak juga menyadari kegagalan dalam
mencapai sesuatu (Price dan Gwin, 2014; Hockenberry, 2016).
Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah
playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada
masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan
mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan.
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya
senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni (Hartono, 2008):
1) Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke
ujung kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu
dilanjutkan belajar menggunakan kakinya.
2) Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya
adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan
untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan
jemarinya.
3) Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar
mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar,
menendang, berlari dan lain-lain.
15
Konsep Tumbuh Kembang Balita
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur
tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh);
sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. (Soetjiningsih. 1998 )
Pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya sel seluruh bagian
tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur; sedangkan perkembangan adalah
bertambah sempurnanya fungsi dari alat tubuh. ( Depkes RI )
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu; perkembangan lebih
menitikberatkan aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ atau
individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional akibat pengaruh
lingkungan. (Markum,1991)
Perkembangan selanjutnya pada balita usia 3 tahun adalah anak mulai bisa
menggunakan sepeda beroda tiga, berdiri dengan satu kaki dalam beberapa detik,
melompat luas, dapat membangun atau menyusun menara dengan menggunakan 9
sampai 10 kubus, melepaskan pakaian dan mengenakan baju sendiri. Usia 4 tahun,
anak dapat melompat dengan satu kaki, dapat menyalin gambar persegi,
mengetahui lagu yang mudah, eksplorasi seksual dan rasa ingin tahu yang
ditunjukkan dengan bermain seperti menjadi dokter atau perawat. Anak usia 5
tahun dapat melempar dan menangkap bola dengan baik, menyebutkan empat atau
lebih warna, bicara mudah dimengerti, dan sebagainya (Hockenberry et.al., 2016;
KIA, 2016).
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun
prosesnyasenantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni:
a. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung
16
kaki,anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan
belajarmenggunakan kakinya.
b. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah
anakakan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk
menggenggam,sebelum ia mampu meraih benda dengan jari.
c. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar
mengeksplorasiketerampilan-keterampilan lain. Seperti melempar,
menendang, berlari danlain-lain.Menurut Sigmun Freud tahap
perkembangan manusia terdiri dari lima fase,yaitu fase oral, fase anal,
fase phallic, fase laten, dan fase genital. Dari kelima faseini, tiga fase
awal yaitu fase oral, anal dan laten dilalui saat masa balita. (Wong,2009)
Fase oral dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Padafase
ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan
terjadikelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu.
Beberapamengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan
pada fase iniakan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada
lambung sepertimaag atau gastritis.
17
3) Fase Phallic ( 3 – 5 tahun )
Fase phallic disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang
padaanak umur 3 sampai 6 tahun. Yang paling menonjol adalah pada
anak laki-lakidimana anak ini suka memegangi penisnya, dan ini
seringkali membuat marahorangtuanya. Kegagalan pada fase ini akan
menciptakan kepribadian yangimoral dan tidak tahu aturan.Teori
perkembangan menurut Erick Erikson terdiri dari fase Kepercayaan
vsketidak-percayaan(0-1 tahun), Otonomi vs rasa malu dan ragu ragu (1-
3 tahun),Inisiatif vs rasa bersalah (3-5 tahun), Industri vs inferioritas (6-
11 tahun), Identitasvs difusi (12-18 tahun), Keintiman vs absorpsi diri
atau isolasi (19-25 tahun),Generativitas vs stagnasi, 25-45 tahun dan
Integritas vs keputus asaan danisolasi(45-meninggal). Dari beberapa fase
ini, fase yang dialami oleh balita adalahfase Kepercayaan vs ketidak-
percayaan, Otonomi vs rasa malu dan ragu ragu danInisiatif vs rasa
bersalah. (Wong, 2009)
18
adalah mulut dan panca indera, sedangkan perantara yang tepat antara bayi
dengan lingkungan dalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu
melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan
pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak
tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka dapat timbul berbagai
masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untukmeningkatkan
rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekwat,
yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik., psikologis dan sosial yang
kurang misalnya: anak tidak mendapat minuman atau air susu yang edukat
ketika ia lapar, tidak mendapat respon ketika ia menggigit dot botol dan
sebagainya.
Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya
terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi selama periode balita
berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya,
dirinya dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan
kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya
misalnya: kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak
menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil
keputusan. Rasa Otonomi diri ini perlu dikembangkan karena penting untuk
terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungan
dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri. Peran
lingkungan pada usia ini adalah memberikan support dan memberi
keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul
apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang di pilihnya serta
kurangnya support dari orangtua dan lingkungannya, misalnya orangtua
terlalu mengontrol anak.
19
3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah ( 3-6 tahun )
b. Etiologi anemia
20
1. Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massiv seperti
kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau
perdarahan menahun: cacingan.
2. Anemia defisiensi : kekurangan bahan baku pembuat sel arah. Bisa
karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang,keperluan
yang bertambah.
3. Anemia hemolitik:terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan.
Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,dll.sedangkan
factor ekstrasel : intoksikasi, infeksii mmalaria, reaksi hemolitik
transfusi darah.
4. Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh
sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).
2. Anemia Megaloblastik
21
inti sel. DNA diperlukan untuk sintesis, sedangkan RNA untuk
pematangan sel. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi megaloblastik
tergolong dalam anemi makrositik, seperti pada anemi pernisiosa.
3. Anemia Permisiosa
22
4. Anemia Pascapendarahan
23
5. Anemia Aplastik
24
6. Anemia Hemolitik
25
5) Pada tingkat lanjut atau anemia yang berat maka anak bisa
menunjukkan tanda-tanda detak jantung cepat dan bengkak pada
tangan dan kaki.
6) Sianosis pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan, dasar kuku
7) Konjungtiva okular berwarnaa kebiruan atau putih mutiara( pearly
white)
8) Takikardia
Pengertian Gizi
26
Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health
Organization –National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan
baku WHO - NCHS statusgizi dibagi menjadi empat :
1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
2. Gizi baik untuk well nourished.
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM
(Protein Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi (
PEM ) atau (MEP) Malnutrisi Energi dan Protein
4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor
dan Marasmus yaitu keadaan kurang kalori.
5. Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien
lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak
prasekolah (balita)
6. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan
kwashiorkor.
Etiologi
1. Agen
a. Makanan tidak seimbang
b. Penyakit infeksi yang mungkin di derita anak
c. Tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga
d. Pola pengasuhan anak yang tidak memadai
e. Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih
27
f. Pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai
2. Host
a. Berat Badan Lahir Anak Balita
Status Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak balita yang
disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah
memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis
sudahmemiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang
masuk ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap
kuman tersebut.
a. Status ASI Eksklusif
b. Pemberian Kolostrum
28
a. Pengetahuan Gizi Ibu
b. Pekerjaan Ibu
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata
padamasing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka
yang sangatmiskin, akan lebih mudah memenuhi makanannya jika yang
harus diberi makanjumlahnya sedikit. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu
keluarga miskin adalahpaling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh
anggota keluarga dan anakyang paling kecil biasanya paling terpengaruh
oleh kekurangan pangan.
d. Penyakit Infeksi
29
Tanda Dan Gejala Washiorkor Marasmus
1. Marasmus
- Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai
tidak ada
- Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air, serta
penyakit kronik
- Tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang.
2. Kwashiorkor
- Oedem umumnya di seluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum
medis)
- Wajah membulat dan sembab
- Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri
dan duduk, anak berbaring terus-menerus
- Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
- Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
- Pembesaran hati
- Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret
- Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
- Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah
menjadi hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Pandangan mata anak nampak sayu Marasmus-Kwashiorkor- Tanda-
tanda marasmus-kwashiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda yang
ada pada marasmus dan kwashiorkor yang ada.
30
II.6. Cara Pencegahan Teori Dan Kasus
A. MENURUT TEORI
1. Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan diakui sebagai salah satu yang paling penting komponen
kesehatan masyarakat dan kesehatan masyarakat latihan (USDHHS, 2000).
Promosi kesehatan mencakup semua upaya yang berusaha untuk memindahkan
orang lebih dekat ke kesejahteraan optimal atau tingkat kesehatan yang lebih
tinggi. Perawatan, khususnya, memiliki mandat sosial untuk terlibat dalam
promosi kesehatan (Pender, Murdaugh & Parsons, 2006). Program promosi
kesehatan dan kegiatan mencakup banyak bentuk pendidikan kesehatan.
Misalnya, mengajarkan bahaya penggunaan narkoba, berdemonstrasi praktik sehat
seperti olahraga teratur, dan memberikan lebih banyak pilihan promosi kesehatan
seperti menu yang sehat untuk jantung pilihan. Promosi kesehatan masyarakat,
kemudian, mencakup pengembangan dan manajemen pencegahan layanan
perawatan kesehatan yang responsif terhadap kesehatan masyarakat kebutuhan.
Program kesehatan di sekolah dan industri adalah contoh. Demonstrasi praktik
sehat seperti makan makanan bergizi dan berolahraga lebih sering dilakukan dan
dipromosikan oleh petugas kesehatan perorangan. Sebagai tambahan, kelompok
dan lembaga kesehatan yang mendukung bebas rokok lingkungan, mendorong
program kebugaran fisik untuk semua usia, atau menuntut agar produk makanan
diberi label dengan benar menggaris bawahi pentingnya praktik-praktik ini dan
menciptakan kesadaran publik.
31
Upaya kesehatan masyarakat mencapai tujuan ini upaya tiga cabang untuk:
32
prihatin tentang primer pencegahan. Konsep pencegahan dan perencanaan
primer untuk masa depan adalah asing bagi banyak kelompok sosial, siapa
dapat menolak atas dasar nilai-nilai yang saling bertentangan.
33
3. Pencegahan Sekunder ( Pathogenesis : Asimtomatik – Simtomatik )
34
2) Disability limitation (pambatasan kecacatan)
Pada pencegahan level ini menekankan pada upaya penemuan kasus secara
dini atau awal dan pengobatan tepat atau “early diagnosis and prompt
treatment”. Pencegahan sekunder ini dilakukan mulai saat fase patogenesis
(masa inkubasi) yang dimulai saat bibit penyakit masuk kedalam tubuh
manusia sampai saat timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan.
Diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk menghambat
prosespatologik (proses perjalanan penyakit) sehingga akan dapat
memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan atau keseriusan
penyakit.
35
populasi, atau berorientasi komunitas, cabang praktik medis yang menggabungkan
kesehatan masyarakat sains dan prinsip (Kriebel & Tickner, 2001).
B. MENURUT KASUS
1. Masalah Kesehatan
36
3) Menurut hasil pengkajian Kader : 30 balita memiliki tubuh kurus, 56
balita tampak lemah, 25 balita memiliki rmbut seperti jagung, 38
balita memiliki konjungtiva mata anemis
4) Keluarga balita dengan gizi kurang belum memeriksakan anaknya ke
pelayanan kesehatan
5) Perilaku keluarga balita dengan kebiasaan tidak makan dengan gizi
seimbang
2. Cara Pencegahan
1. Pencegahan Primer ( Pre – Pathogenesis )
- Health Promotion
- Melakukan pendidikan kesehatan : pentingnya makanan bergizi
untuk balita, gizi buruk, gizi seimbang
- General a Spesific Protection
- Menggalakkan program gizi seimbang dari posyandu atau kader
– kader kesehatan setempat : poster, banner, iklan, dll
2. Pencegahan Sekunder ( Pathogenesis )
- Early Diagnosis dan Prompt Treatment
- Pemeriksaan Kasus Dini : tempat tinggal balita
- Pemeriksaan gizi dan MTBS di posyandu
- Meminum asam folat atau suplemen zat besi
- Meningkatkan konsumsi berbagai vitamin (sayur – sayuran, buah
– buahan, dlll)
- Segera melakukan pemeriksaan di puskesmas atau rumah sakit
agar mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan usianya
- Disability Limitation Melakukan pencegahan komplikasi gizi
buruk : menjalankan pengobatan yang diberikan
37
3. Pencegahan Tersier
- Melakukan pendidikan kesehatan lanjutan
- Melanjutkan dan meningkatkan program gizi seimbang : 4 sehat,
5 sempurna
II.7. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan berat badan dan tinggi badan untuk Body Massa Indeks
secara teratur
2. Pemeriksaan MTBS dan gizi di Posyandu secara rutin
3. Pemeriksaan kadar darah : hemoglobin. Batas normal hemoglobin
menurut WHO : 6 bulan – 6 tahun 11gr/dl
4. Konsumsi suplemen zat besi atau asam folat sesuai dengan kebutuhan.
Kebutuhan zat besi menurut WHO :
- 0 – 6 bulan 3mg
- 7 – 12 bulan 5mg
- 1 – 3 tahun 8mg
- 4 – 6 tahun 9mg
5. Pengaturan pola makan dan vitamin (sayur – sayuran hijau, kacang –
kacangan, buah – buahan, daging, ikan, dll)
6. Pemeriksaan Xray. Untuk melihat adanya kerusakan pada organ lain atau
tidak
38
II.8. Kasus dan Asuhan Keperawatan
Kasus
Kasus Balita Data survei di Desa L (Makmur Sejahtera), balitanya memiliki berat
badan yang kurang dari normal usianya. Kondisi balita saat ini dari data
posyandu, bahwa 100 balita menderita anemia. Data hasil pengkajian kader
didapatkan sebanyak 30 balita memiliki tubuh kurus, sebanyak 56 balita tampak
lemah, sebanyak 25 balita memiliki rambut seperti jagung dan sebanyak 38 balita
memiliki konjungtiva mata anemis. Keluarga balita yang gizi kurang umumnya
belum memeriksakan anaknya ke pelayanan kesehatan. Perilaku keluarga balita
kebanyakan tidak memiliki kebiasaan makan dengan gizi seimbang.
39
Demografi Variable yang dikaji adalah jumlah balita laki-
laki dan perempuan. Data diperoleh melalui
Puskesmas dan juga laporan dari Kader dari
Desa.
40
dan beberapa warga ada yang
menggunakan sepeda motor
d. Pusat pelayanan: posyandu dan
puskesmas
e. Pusat belanja: di pasar tradisional
f. Tempat ibadah: satu masjid dan satu
gereja
41
Pendidikan Tingkat pendidikan orang tua balita 30 orang
luluan SD, 40 orang lulusan SMP, dan 30
orang lulusan SMA. Terdapat satu TK (Taman
Kanak - Kanak) dan PAUD.
Analisa Data
42
pelayanan kesehatan.
Data objektif :
Hasil pengkajian puskesmas
bahwa 100 balita mengalami
anemia, selain itu didapatkan
hasil pengkajian dari kader
setempat bahwa 30 balita
memiliki tubuh yang kurus, 56
balita tampak lemah sebanyak
25 balita memiliki rambut
seperti kulit jagung dan 38
balita memiliki konjungtiva
mata yang anemis.
Kemudian selain itu dari data
dikelurahan sebagian orang tua
memiliki Pendidikan terakhir
SD selain itu sebanyak 60%
mereka memiliki penghasilan
rendah.
43
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Gizi kurang atau kurang gizi (sering kali tersebut malnutrisi) muncul akibat
asupan energi dan makronutrien yang tidak memadai. Pada beberapa orang kurang
gizi juga terkait dengan defisiensi mikronutrien nyata ataupun subklinis (Webster-
Gandy, 2014).
Dari kasus yang tersedia bisa disimpulkan bahwa kasus tersebut
bertemakan balita dengan gizi buruk. Diagnosa pada kasus terdiri dari: Gizi buruk
yang dialami balita sehubungan dengan masalah rendahnya pendapatan orangtua,
kurangnya pengetahuan orang tua dengan kebiasaan memberi makan balita tidak
sesuai dengan gizi seimbang dan Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada
balta dengan masalah rendahnya pendidikan orang tua dengan kebiasaan tidak
memperhatikan kondis rumah kotor dan tidak mengikutsertakan anak kedalam
program perbaikan gizi.
III.2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung
jawabkan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC
Allender, J. A., Rector C., & Warner, K.D . 2010. Community Health Nursing:
Promoting
& Protecting the Public's Health (7 ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins
Budi S, Bagus. 2017. Artikel Ikatan Dokter Anak Indonesia : Artikel ini dibuat
berdasarkan
wawancara dengan Dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K) M.Sc di Dept. Ilmu
Sari W, Arlinda. 2004. Anemia Defisiensi Pada Balita. Sumatera Utara : USU
Digital LibraryUniversity. Dalam Research Journal of Medical Sciences 6
(3) 148-153. ISSN : 1815-9346
45