Anda di halaman 1dari 48

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Dosen Pengampu : Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom

“Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Balita”

Disusun Oleh :

Hanifah Nur Jamilah 1610711084


Putri Ayniyah Sinta 1610711086
Agatta Surya Wijaya 1610711088
Miranti Nisrina 1610711092
Lisa Septiani 1610711103
Nida Auliya Rosyad 1610711104
Nabila Yuniar Putri 1610711105

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga akhirnya kami dapat membuat
makalah Keperawatan Komunitas II.

Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Balita”


ditulis untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan
Komunitas II.

Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada kami dalam pembuatan makalah ini
terutama kepada :

1. Ibu Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku dosen pada
mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini
3. Rekan satu kelompok tutorial yang telah berperan dalam menyelesaikan
makalah ini

Jakarta, 16 Februari 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1

I.1. Latar Belakang ...................................................................... 1


I.2. Rumusan Masalah ................................................................. 2
I.3. Tujuan ................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN ......................................................................... 4

II.1. Program Kesehatan ............................................................... 4


II.2. Program Kota Sehat ................................................................... 10
II.3. Prevalensi Populasi .................................................................... 12
II.4. Karakteristik dan Tumbuh Kembang Balita .......................... 14
II.5. Pengertian, Etiologi, Tanda dan Gejala ................................. 20
II.6. Cara Pencegahan .................................................................. 31
II.7. Penatalaksanaan ................................................................... 38
II.8. Kasus dan Asuhan Keperawatan........................................... 39

BAB III : PENUTUP ................................................................................. 44

III.1. Kesimpulan......................................................................... 44
III.2. Saran .................................................................................. 44

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 45

LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara
miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan
masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju
cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000).

Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola
makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah
gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya
persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh
kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya
pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004).

Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam
menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya
peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan cara
penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi
dan perawatan yang baik. Dengan lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya
infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat dihindari. Di tingkat
masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis, ketahanan pangan
keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer sangat
menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk.

Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan


koordinasi lintas sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk menjamin
terlaksananya poin-poin penting seperti pemberdayaan masyarakat,

1
pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara tidak
langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah dalam hal
perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak.

Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan


masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia. Indikator
yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia
antara lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan Manusia
(IKM). Pada umumnya IPM dan IKM mempunyai komponen yang sama, yaitu
angka harapan hidup (tingkat kesehatan), penguasaan ilmu pengetahuan (tingkat
pendidikan) dan standar kehidupan yang layak (tingkat ekonomi). Pada IPM,
standar hidup layak dihitung dari pendapatan per kapita, sementara IKM diukur
dengan persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih, fasilitas kesehatan,
dan balita kurang gizi.

1.2.Rumusan Masalah
1. apa saja program kesehatan gizi di Indonesia?
2. Apa saja program kota sehat?
3. Bagaimana prevalensi gizi buruk dan anemia pada balita?
4. Apa saja karakteristik dan bagaimana proses tumbuh-kembang pada
balita?
5. Apa saja pengertian, etiologi, dan tanda gejala dari kasus?
6. Apa saja akibat dan komplikasi dari kasus?
7. Bagaimana cara pencegahan dalam kasus?
8. Apa saja penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus?
9. Bagaimana asuahan keperawatan pada kasus?

1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui program kesehatan gizi di Indonesia
2. Untuk mengetahui program kota sehat
3. Untuk mengetahui prevalensi gizi buruk dan anemia pada balita
4. Untuk mengetahui karakteristik dan proses tumbuh-kembang pada balita

2
5. Untuk mengetahui pengertian, etiologi, tanda dan gejala yang ada didalam
kasus
6. Untuk mengetahui akibat dan komplikasi yang ada di dalam kasus
7. Untuk mengetahui cara pencegahan yang ada di dalam kasus
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang ada didalam kasus

3
BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Program Kesehatan


1. Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk, dan
bersama masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan
dasar.
a. Kegiatan Posyandu
Terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/pilihan.
Kegiatan utama, mencakup;
1) Kesehatan ibu dan anak;
2) Keluarga berencana;
3) Imunisasi;
4) Gizi;
5) Pencegahan dan penanggulangan diare.
Kegiatan pengembangan/pilihan, masyarakat dapat menambah kegiatan baru
disamping lima kegiatan utama yang telah ditetapkan, dinamakan Posyandu
Terintegrasi. Kegiatan baru tersebut misalnya; - Bina Keluarga Balita (BKB); -
Tanaman Obat Keluarga (TOGA); - Bina Keluarga Lansia (BKL); - Pos
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); - berbagai program pembangunan
masyarakat desa lainnya.
Semua anggota masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan dasar
yang ada di Posyandu terutama; - bayi dan anak balita; - ibu hamil, ibu nifas dan
ibu menyusui; - pasangan usia subur; - pengasuh anak.

4
b. Manfaat Posyandu
1) Bagi Masyarakat
a) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi, dan anak balita.
b) Pertumbuhan anak balita terpantau sehingga tidak menderita
gizi kurang atau gizi buruk.
c) Bayi dan anak balita mendapatkan kapsul Vitamin A
d) Bayi memperoleh imunisasi lengkap.
e) Ibu hamil akan terpantau berat badannya dan memperoleh
tablet tambah darah (Fe) serta imunisasi Tetanus Toksoid
(TT).
f) Ibu nifas memperoleh kapsul Vitamin A dan tablet tambah
darah (Fe).
g) Memperoleh penyuluhan kesehatan terkait tentang kesehatan
ibu dan anak.
h) Apabila terdapat kelainan pada bayi, anak balita, ibu hamil,
ibu nifas dan ibu menyusui dapat segera diketahui dan
dirujuk ke puskesmas.
i) Dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang
kesehatan ibu, bayi, dan anak balita

2) Bagi Kader
a) Mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan
lebih lengkap.
b) Ikut berperan secara nyata dalam perkembangan tumbuh
kembang anak balita dan kesehatan ibu.
c) Citra diri meningkat di mata masyarakat sebagai orang yang
terpercaya dalam bidang kesehatan.
d) Menjadi panutan karena telah mengabdi demi pertumbuhan
anak dan kesehatan ibu.

5
c. Pemberian Asi
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI mudah dicerna oleh
bayi dan mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhan untuk
pertumbuhan kekebalan dan mencegah berbagai penyakit, serta untuk
kecerdasan.
1) Beri ASI saja sampai anak berumur 6 bulan.
2) Setelah 6 bulan, teruskan menyusui sampai anak berumur 2 tahun
dan berikan makanan pendamping ASI.
3) Makanan pendamping ASI berupa makanan lumat diberikan
secara bertahap, mula-mula 2 kali berangsur sampai 3 kali sehari,
dalam jumlah yang kecil sebagai makanan perkenalan. Kenalkan
buah/ sari buah 2 kali sehari sedikit demi sedikit.

d. Tumbuh kembang anak


1) Perhatikan tumbuh kembang anak secara teratur.
2) Bawa ke Posyandu untuk ditimbang, dapatkan kapsul vitamin A,
imunisasi, stimulasi tumbuh kembang dan periksa kesehatan.
3) Timbanglah berat badan untuk memantau pertumbuhan anak
sehingga dapat mencegah gizi kurang atau gizi buruk. Bila
ditimbang berat badan tidak naik 2 bulan berturut-turut atau turun
rujuk ke Puskesmas.
4) Beri makanan bergizi sesuai kelompok umur anak, agar tumbuh
dan berkembang menjadi anak yang sehat dan cerdas.
5) Gunakan garam beryodium setiap kali masak.
6) Bila ada gangguan perkembangan anak, rujuk ke Puskesmas.
7) Bila anak sakit, bawa ke Puskesmas.

6
e. Pemberian kapsul vitamin A
1. Vitamin A bersumber dari sayur-sayuran berwarna hijau (bayam,
daun katuk, serta buah-buahan segar berwarna cerah seperti
pepaya, tomat, wortel, mangga dan dari sumber hewani seperti
telur, hati, ikan).
2. Vitamin A membuat mata sehat, tubuh kuat dan mencegah
kebutaan.
3. Beri kapsul vitamin A pada bayi dan anak balita, kapsul biru
dengan dosis 100.000 SI untuk bayi dan kapsul merah dengan
dosis 200.000 SI untuk anak balita.
4. Dapatkan kapsul vitamin A secara gratis setiap bulan Februari
dan Agustus di Posyandu atau Puskesmas

2. Pedoman Gizi Seimbang


a. Tujuan Pedoman Gizi Seimbang
Tujuan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) bertujuan untuk menyediakan
pedoman makan dan berperilaku sehat bagi seluruh lapisan masyarakat
berdasarkan prinsip konsumsi anekaragam pangan, perilaku hidup bersih,
aktivitas fisik dan mempertahankan berat badan normal.
b. Sasaran
Sasaran PGS adalah penentu kebijakan, pengelola program, dan semua
pemangku kepentingan antara lain Lembaga Swadaya Masyarakat,
organisasi profesi, organisasi keagamaan, perguruan
c. Pengertian PGS
Gizi Seimbang Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku
hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah
masalah gizi.

7
d. Empat Pilar Gizi Seimbang
Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia
sejak tahun 1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konferensi Pangan
Sedunia di Roma tahun 1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4
Sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi.
Dengan mengimplementasikan pedoman tersebut diyakini bahwa masalah
gizi beban ganda dapat teratasi. Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4
(empat) Pilar yang pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk
menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk
dengan memonitor berat badan secara teratur.
Empat Pilar tersebut adalah:
1) Mengonsumsi makanan beragam. Tidak ada satupun jenis makanan
yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh
untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya,
kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6
bulan. Contoh: nasi merupakan sumber utama kalori, tetapi miskin
vitamin dan mineral; sayuran dan buah-buahan pada umumnya
kaya akan vitamin, mineral dan serat, tetapi miskin kalori dan
protein; ikan merupakan sumber utama protein tetapi sedikit kalori.
Khusus untuk bayi berusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan
tunggal yang sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI dapat
mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan
optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan dan
fungsi lainnya dalam tubuh.
2) Membiasakan perilaku hidup bersih Perilaku hidup bersih sangat
terkait dengan prinsip Gizi Seimbang : Penyakit infeksi merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi seseorang
secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita
penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga

8
jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang.
Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat gizi
yang lebih banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme pada
orang yang menderita infeksi terutama apabila disertai panas. Pada
orang yang menderita penyakit diare, berarti mengalami
kehilangan zat gizi dan cairan secara langsung akan memperburuk
kondisinya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang menderita
kurang gizi akan mempunyai risiko terkena penyakit infeksi karena
pada keadaan kurang gizi daya tahan tubuh seseorang menurun,
sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk dan berkembang.
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi dan
penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik.
3) Melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang meliputi segala
macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan salahsatu
upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan
zat gizi utamanyasumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik
memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga memperlancar
sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme zat gizi.
Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan
zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh.
4) Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal Bagi
orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah
terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya
Berat Badan yang normal, yaitu Berat Badan yang sesuai untuk
Tinggi Badannya. Indikator tersebut dikenal dengan Indeks Masa
Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal merupakan
hal yang harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi
Seimbang’, sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB
normal, dan apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan
langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Bagi bayi dan
balita indikator yang digunakan adalah perkembangan berat badan

9
sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya dilakukan
dengan menggunakan KMS.

e. Gizi Seimbang untuk Anak usia 2-5 tahun


Kebutuhan zat gizi anak pada usia 2-5 tahun meningkat karena masih
berada pada masa pertumbuhan cepat dan aktivitasnya tinggi. Demikian
juga anak sudah mempunyai pilihan terhadap makanan yang disukai
termasuk makanan jajanan. Oleh karena itu jumlah dan variasi makanan
harus mendapatkan perhatian secara khusus dari ibu atau pengasuh anak,
terutama dalam “memenangkan” pilihan anak agar memilih makanan yang
bergizi seimbang. Disamping itu anak pada usia ini sering keluar rumah
sehingga mudah terkena penyakit infeksi dan kecacingan, sehingga
perilaku hidup bersih perlu dibiasakan untuk mencegahnya.

II.2. Program Kota Sehat

1. Bulan Penimbangan Balita


Sebagai salah satu bentuk kegiatan peningkatan status gizi masyarakat, Dinas
Kesehatan (Dinkes) Kota Depok mencanangkan Bulan Penimbangan Balita (BPB)
Tahun 2016. Kegiatan ini memfasilitasi penyediaan informasi gizi balita secara
berkala untuk evaluasi perkembangan status gizi penduduk. “Di bulan Agustus ini
seluruh Posyandu di Kota Depok terdapat pencanangan bulan penimbangan balita
dan tentunya ditambah dengan pemberian Vitamin A secara cuma-cuma untuk
balita usia 6 sampai 60 bulan,” ujar Deasy Martini, Pelaksana Gizi, Seksi
Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok, Jumat
(5/8/2016).
Dirinya menambahkan perkembangan kondisi kesehatan gizi balita penting
untuk dipantau, salah satunya dengan menimbang balita secara rutin ke Posyandu
terdekat. Pemantauan status gizi juga bertujuan mengurangi jumlah anak yang
kurang gizi serta mencegah secara dini kematian seorang balita.

10
Selain itu, penimbangan balita yang dilakukan setiap bulan di Posyandu
berguna untuk melihat perkembangan berat badan balita yang dapat dilihat pada
KMS masing-masing balita. Serta mengapa BPB dilakukan pada Agustus karena
bersamaan dengan bulan pemberian Vitamin A pada balita, cakupan balita
biasanya lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya.
“Pencanangan BPB ini guna menaikkan angka D/S setiap bulan di tiap
Posyandu se-Kota Depok,” tandasnya. D/S berguna untuk menggambarkan berapa
besar jumlah partisipasi masyarakat di daerah tersebut yang telah tercapai.
Ia mengimbau kepada para orangtua di Kota Depok untuk membawa anak
balitanya ke Posyandu terdekat. Guna dilakukan penimbangan, pendataan, serta
diberikan Vitamin A secara gratis. Namun, bagi yang terlewat atau lupa membawa
balitanya ke Posyandu, para orangtua dapat memberikan data berat badan anaknya
ke Kader Posyandu yang berada di wilayahnya.
2. Pemberian makanan tambahan (PMT)
Merupakan salah satu komponen penting Usaha Perbaikan Gizi Keluarga
(UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah. PMT sebagai sarana
pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana untuk
penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa
makanan dari luar keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan
setiap hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan
perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan tidak
mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat ini
program PMT tampaknya masih perlu dilanjutkan mengingat masih banyak balita
dan anak-anak yang mengalami kurang gizi bahkan gizi buruk.
Tujuan Pemberian Makanan Tambahan:
Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi
pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan
kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta
yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah. Bahan makanan
yang digunakan dalam PMT hendaknya bahan-bahan yang ada atau dapat
dihasilkan setempat, sehingga kemungkinan kelestarian program lebih besar.

11
Diutamakan bahan makanan sumbar kalori dan protein tanpa mengesampingkan
sumber zat gizi lain seperti: padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, ikan,
sayuran hijau, kelapa dan hasil olahannya

II.3. Prevalensi Gizi Buruk Pada Balita

Berdasarkan grafik menurut Pantauan Status Gizi (PSG) 2017 yang dilakukan
Kementerian Kesehatan di atas, bayi usia di bawah lima tahun (Balita) yang
mengalami masalah gizi pada 2017 mencapai 17,8%, sama dengan tahun
sebelumnya. Jumlah tersebut terdiri dari Balita yang mengalami gizi buruk 3,8%
dan 14% gizi kurang. Menurut status gizi berdasarkan indeks Tinggi Badan
terhadap Usia (TB/U), Balita Indonesia yang mengalami stunting/kerdil pada
tahun lalu mencapai 29,6%. Angka ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Sedangkan menurut indeks Berat Badan terhadap Usia (BB/U) sebanyak 9,5%
Balita masuk kategori kurus dan turun dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan
Balita yang mengalami kegemukan (obesitas) mencapai 4,6%, juga lebih rendah

12
dari tahun sebelumnya. Menurut World Health organization (WHO) gizi buruk
mengakibatkan 54% kematian bayi dan anak. Hasil sensus WHO menunjukkan
bahwa 49% dari 10,4 juta kematian balita di negara berkembang berkaitan dengan
gizi buruk. Tercatat sekitar 50% balita Asia, 30% balita Afrika, 20% Amerika
Latin menderita gizi buruk (Depkes, 2010).

Prevalensi Anemia Pada Balita


Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka kejadian anemia
secara nasional adalah sebesar 21,7%, dimana 18,4% terjadi pada laki-laki dan
23,9% terjadi pada perempuan. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah
gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta
manusia.Prevalensi anemia secara global adalah sekitar 51%. Prevalensi untuk
balita sekitar 43%, anak usia sekolah 37%, pria dewasa hanya 18%, dan wanita
tidak hamil 35%.

13
II.4. Karakteristik Balita dan Konsep Tumbuh Kembang Balita
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2014) seorang anak
dikatakan balita apabila anak berusia 12 bulan sampai dengan 59 bulan. Price dan
Gwin (2014) mengatakan bahwa seorang anak dari usia 1 sampai 3 tahun disebut
batita atau toddler dan anak usia 3 sampai 5 tahun disebut dengan usia pra sekolah
atau preschool child.
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1–3
tahun (batita) dan anak usia prasekolah. Anak usia 1−3 tahun merupakan
konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan
ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra- sekolah
sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih
lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali
makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan
yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering pada usia pra-sekolah
anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang
disukainya.
Karakteristik balita Anak usia 1 sampai 3 tahun akan mengalami
pertumbuhan fisik yang relatif melambat, namun perkembangan motoriknya akan
meningkat cepat (Hatfield, 2008). Anak mulai mengeksplorasi lingkungan secara
intensif seperti anak akan mulai mencoba mencari tahu bagaimana suatu hal dapat
bekerja atau terjadi, mengenal arti kata “tidak”, peningkatan pada amarahnya,
sikap yang negatif dan keras kepala (Hockenberry, 2016). Pertumbuhan dan
perkembangan seorang anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda di setiap
tahapannya. Karakteristik perkembangan pada balita secara umum dibagi menjadi
4 yaitu :
1) Negativism, Negativism adalah anak cenderung memberikan respon
yang negatif dengan mengatakan kata “tidak”.
2) Ritualism, Ritualism adalah anak akan membuat tugas yang
sederhana untuk melindungi diri dan meningkatkan rasa aman. Balita
akan melakukan hal secara leluasa jika ada seseorang seperti anggota

14
keluarga berada disampingnya karena mereka merasa aman ada yang
melindungi ketika terdapat ancaman.
3) Temper tantrum, Temper tantrum adalah sikap dimana anak
memiliki emosi yang cepat sekali berubah. Anak akan menjadi cepat
marah jika dia tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dia
lakukan.
4) Egocentric, Erikson tahun 1963 menyatakan Egocentric merupakan
fase di perkembangan psikososial anak. Ego anak akan menjadi
bertambah pada masa balita. Berkembangnya ego ini akan membuat
anak menjadi lebih percaya diri, dapat membedakan dirinya dengan
orang lain, mulai mengembangkan kemauan dan mencapai dengan
cara yang tersendiri serta anak juga menyadari kegagalan dalam
mencapai sesuatu (Price dan Gwin, 2014; Hockenberry, 2016).
Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah
playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada
masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan
mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan.
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya
senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni (Hartono, 2008):
1) Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke
ujung kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu
dilanjutkan belajar menggunakan kakinya.
2) Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya
adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan
untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan
jemarinya.
3) Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar
mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar,
menendang, berlari dan lain-lain.

15
Konsep Tumbuh Kembang Balita
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur
tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh);
sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. (Soetjiningsih. 1998 )
Pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya sel seluruh bagian
tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur; sedangkan perkembangan adalah
bertambah sempurnanya fungsi dari alat tubuh. ( Depkes RI )
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu; perkembangan lebih
menitikberatkan aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ atau
individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional akibat pengaruh
lingkungan. (Markum,1991)
Perkembangan selanjutnya pada balita usia 3 tahun adalah anak mulai bisa
menggunakan sepeda beroda tiga, berdiri dengan satu kaki dalam beberapa detik,
melompat luas, dapat membangun atau menyusun menara dengan menggunakan 9
sampai 10 kubus, melepaskan pakaian dan mengenakan baju sendiri. Usia 4 tahun,
anak dapat melompat dengan satu kaki, dapat menyalin gambar persegi,
mengetahui lagu yang mudah, eksplorasi seksual dan rasa ingin tahu yang
ditunjukkan dengan bermain seperti menjadi dokter atau perawat. Anak usia 5
tahun dapat melempar dan menangkap bola dengan baik, menyebutkan empat atau
lebih warna, bicara mudah dimengerti, dan sebagainya (Hockenberry et.al., 2016;
KIA, 2016).
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun
prosesnyasenantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni:
a. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung

16
kaki,anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan
belajarmenggunakan kakinya.
b. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah
anakakan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk
menggenggam,sebelum ia mampu meraih benda dengan jari.
c. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar
mengeksplorasiketerampilan-keterampilan lain. Seperti melempar,
menendang, berlari danlain-lain.Menurut Sigmun Freud tahap
perkembangan manusia terdiri dari lima fase,yaitu fase oral, fase anal,
fase phallic, fase laten, dan fase genital. Dari kelima faseini, tiga fase
awal yaitu fase oral, anal dan laten dilalui saat masa balita. (Wong,2009)

Perkembangan Psikoseksual Freud Bagi Balita


1) Fase Oral ( 0 – 1 tahun )

Fase oral dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Padafase
ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan
terjadikelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu.
Beberapamengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan
pada fase iniakan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada
lambung sepertimaag atau gastritis.

2) Fase Anal (1 – 3 tahun)

Fase anal berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulansampai


dengan umur 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat
melakukanaktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal
pula sebagai periode "toilet training". Kegagalan pada fase ini akan
menciptakan orangdengan kepribadian agresif dan kompulsif, beberapa
mengatakan kelainan sado-masokis disebabkan oleh kegagalan pada fase
ini.

17
3) Fase Phallic ( 3 – 5 tahun )

Fase phallic disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang
padaanak umur 3 sampai 6 tahun. Yang paling menonjol adalah pada
anak laki-lakidimana anak ini suka memegangi penisnya, dan ini
seringkali membuat marahorangtuanya. Kegagalan pada fase ini akan
menciptakan kepribadian yangimoral dan tidak tahu aturan.Teori
perkembangan menurut Erick Erikson terdiri dari fase Kepercayaan
vsketidak-percayaan(0-1 tahun), Otonomi vs rasa malu dan ragu ragu (1-
3 tahun),Inisiatif vs rasa bersalah (3-5 tahun), Industri vs inferioritas (6-
11 tahun), Identitasvs difusi (12-18 tahun), Keintiman vs absorpsi diri
atau isolasi (19-25 tahun),Generativitas vs stagnasi, 25-45 tahun dan
Integritas vs keputus asaan danisolasi(45-meninggal). Dari beberapa fase
ini, fase yang dialami oleh balita adalahfase Kepercayaan vs ketidak-
percayaan, Otonomi vs rasa malu dan ragu ragu danInisiatif vs rasa
bersalah. (Wong, 2009)

Perkembangan Psikososial Erikson

Menurut Erik Erikson (1963) perkembangan psikososial terbagi menjadi


beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen, yaitu
komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak
diharapkan). Perkembangan pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan
masalah pada tahap masa sebelumnya.

Adapun tahap-tahap perkembangan psikososial anak adalah sebagai berikut:

1. Percaya Vs Tidak percaya ( 0-1 tahun )

Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa


percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan.
Begitu bayi lahir dan kontakl dengnan dunia luar maka ia mutlak terganting
dengan orang lain. Rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan merupakan
kebutuhan. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar

18
adalah mulut dan panca indera, sedangkan perantara yang tepat antara bayi
dengan lingkungan dalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu
melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan
pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak
tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka dapat timbul berbagai
masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untukmeningkatkan
rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekwat,
yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik., psikologis dan sosial yang
kurang misalnya: anak tidak mendapat minuman atau air susu yang edukat
ketika ia lapar, tidak mendapat respon ketika ia menggigit dot botol dan
sebagainya.

2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu ( 1-3 tahun )

Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya
terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi selama periode balita
berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya,
dirinya dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan
kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya
misalnya: kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak
menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil
keputusan. Rasa Otonomi diri ini perlu dikembangkan karena penting untuk
terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungan
dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri. Peran
lingkungan pada usia ini adalah memberikan support dan memberi
keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul
apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang di pilihnya serta
kurangnya support dari orangtua dan lingkungannya, misalnya orangtua
terlalu mengontrol anak.

19
3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah ( 3-6 tahun )

Pada tahap ini anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi


lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut
untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai diikut sertakan sebagai individu
misalnya turut serta merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di
dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya
menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat.
Hubungan dengan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang
sendiri. Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga
antara Ayah-Ibu-Anak sangat penting untuk membina kemantapan idantitas
diri. Orangtua dapat melatih anak untuk menguntegrasikan peran-peran
sosial dan tanggungjawab sosial. Pada tahap ini kadang-kadang anak tidak
dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi
bila tuntutan lingkungan misalnya dari orangtua atau orang lain terlalu tinggi
atau berlebihan maka dapat mengakibatkan anak merasa aktifitasnya atau
imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa bersalah.

II.5. Pengertian, Etiologi, dan Tanda Gejala


a. Pengertian anemia

Suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin danatau jumlah eritrosit lebih


rendah dari nilai normal. (Mansjoer,2001). Anemia adalah berkurangnya
jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau
berkurangnya volume sel yang didapatkan ( packed red cells volume)
dalam100 ml darah. (Ngastiyah,1997)

b. Etiologi anemia

Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan


pembentukan,kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta
penyebabnya. penyebab anemia antara lain sebagai berikut :

20
1. Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massiv seperti
kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau
perdarahan menahun: cacingan.
2. Anemia defisiensi : kekurangan bahan baku pembuat sel arah. Bisa
karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang,keperluan
yang bertambah.
3. Anemia hemolitik:terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan.
Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,dll.sedangkan
factor ekstrasel : intoksikasi, infeksii mmalaria, reaksi hemolitik
transfusi darah.
4. Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh
sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).

Berdasarkan penyebab tersebut diatas, anemi dapat dikelompokkan mnjadi


beberapa jenis, yaitu :
1. Anemia Defisiensi Zat Besi (Fe)

Merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi yang


merupakan bahan baku pembuat sel darah dan hemoglobin. Kekurangan
zat besi (Fe) dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu asupan yang
kurang mengandung zat besi terutama pada fase pertumbuhan cepat,
penurunan reabsorbsi karena kelainan pada usus atau karena anak
banyak mengkonsumsi the (menurut penelitian, ternyata teh dapat
menghambat rebsorbsi Fe), dan kebutuhan yang mengikat, misalnya
pada anak balita yang pertumbuhannya cepat sehingga memerlukan
nutrisi yang lebih banyak.

2. Anemia Megaloblastik

Merupakan anemi yang terhjadi karena kekurangan asam folat. Disebut


juga dengan anemia defisensi asam folat. Asam folat merupakan bahan
esensial untuk sintesis DNA dan RNA yang penting untuk metabolisme

21
inti sel. DNA diperlukan untuk sintesis, sedangkan RNA untuk
pematangan sel. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi megaloblastik
tergolong dalam anemi makrositik, seperti pada anemi pernisiosa.

Ada beberapa penyebab penurunan asam folat (FK UI, 1985:437),


yaitu:

1) Masukan yang kurang. Pemberian susu saja pada bayi di atas 6


bulan (terutama susu formula) tanpa pemberian makanan
tambahan yang cukup juga dapat menyebabkan defisiensi asam
folat.
2) Gangguan absorbsi. Adanya penyakit atau gangguan pada
gastrointestinal dapat menghambat absorbsi bahan makanan yang
diperlukan tubuh.
3) Pemberian obat yang antagonis terhadap asam folat. Anak yang
mendapat obat-obat tertentu, seperti metotreksat, pitrimetasin,
atau derivate barbiturate sering mengalami defisiensi asam folat.
Obat-obat tersebut dapat menghambat kerja asam folam dalam
tubuh, karena mempunyai sifat yang bertentangan.

3. Anemia Permisiosa

Merupakan anemi yang terjadi karena kekurangan vitamin B12. Anemi


pernisiosa ini tergolong anemi megaloblastik karena bentuk sel darah
yang hampir sama dengan anemi defisiensi asam folat. Bentuk sel
darahnya tergolong anemi makrositik normokromik, yaitu ukuran sel
darah merah yang besar dengan bentuk abnormal tetapi kadar Hb
normal. Vitamin B12 (kobalamin) berfungsi untuk pematangan
normoblas, metabolisma jaringan saraf, dan purin. Selain asupan yang
kurang, anemi pernisiosa dapat disebabkan karena adanya kerusakan
lambung, sehingga lambung tidak dapat mengeluarkan skeret yang
berfungsi untuk absrobsi B12 (Markum, 1991:125).

22
4. Anemia Pascapendarahan

Terjadi sebagai akibat dari pendarahan yang massif (perdarahan terus


menerus dan dalan jumlah banyak), sperti pada kecelakaan, operasi, dan
persalinan dengan perdarahan hebat yang dapat terjadi secara mendadak
maupun menahun. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi
pascapendarahan ini termasuk anemi normositik normokromik, yaitu sel
darah berbentuk normal tetapi rusak/habis. Akibat kehilangan darah
yang mendadak maka akan terjadi reflek cardiovascular yang fisiologis
berupa kontraksi arteriol, pengurangan aliran darah ke organ yang
kurang vital, dan penambahan aliran darah ke organ vital (otak dan
jantung). Kehilangan darah yang mendadak lebih berbahaya
dibandingkan dengan kehilangan darah dalam waktu yang lama.
Kehilangan darah 12-15% akan menyebabkan pucat dan takikardi, tetapi
kehilangan 15%-20% akan menimbulkan gejala syok (renjatan) yang
reversible. Bila lebih 20% maka dapat menimbulkan syok yang
irreversible (menetap).

Selain reflek kardiovascular, akan terjadi pergeseran cairan


ekstravaskular ke intravascular agar tekanan osmotic dapat
dipertahankan. Akibatnya, terjadi hemodilusi dengan gejala: (1)
rendahnya Hb, eritrosit, hematokrit, (2) leucositosis (15.000-
20.000/mm3), (3) kadang-kadang terdapat gagal jantung, (4) kelaina
cerebral akibat hipoksemia, dan (5) menurunnya aliran darah ke ginjal,
sehingga dapat menyebabkan oliguria/anuria.

Pada kehilangan darah yang terjadi secara menahun, pengaruhnya akan


terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi bila tidak diimbangi
masukan Fe yang cukup.

23
5. Anemia Aplastik

Merupakan anemi yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan jumlah


semua sel darah) darah tepi dan menurunnya selularitas sumsum tulang.
Dengan menurunnya selularitas, susmsum tulang tidak mampu
memproduksi sel darah. Berdasarkan bentuk sel darahnya, anemia ini
termasuk dalam anemia normositik normokromik seperti anemi
pascapendarahan.

Adapun beberapa penyebab terjadinya anemi aplastik diantaranya


adalah:

a. Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel


darah. Penurunan sel darah induk bisa terjadi karena bawaan,
dalam arti tidak jelas penyebabnya (idiopatik), yang dialami
sekitar 50% penderita. Selain karena bawaan, penurunan sel
induk juga bisa terjadi karena didapat, yaitu karena adanya
pemakaian obat-obatan seperti bisulfan, kloramfenikol, dan
klopromazina. Obat-obat tersebut menyebabkan penekanan
sumsum tulang.
b. Lingkungan mikro (micro environment) seperti radiasi dan
kemoterapi yang lama dapat mengakibatkan sembab yang
fibrinus dan infiltrasi sel.
c. Penurunan poitin, sehingga yang befungsi merangsang
tumbuhnya sel-sel darah dalam sumsum tulang tidak ada.
d. Adanya sel inhibitor (T. Limphosit) sehingga
menekan/menghambat maturasi sel-sel induk pada sumsum
tulang.

24
6. Anemia Hemolitik

Merupakan anemi yang terjadi karena umur eritrosit yang lebih


pendek/prematur. Secara normal, eritrosit berumur antara 100-120 hari.
Adanya penghancuran eritrosit yang berlebihan akan mempengaruhi
fungsi hepar, sehingga ada kemungkinan terjadinya peningkatan
bilirubin. Selain itu, sumsum tulang dapat membentuk 6-8 kali lebih
banyak sistem eritropoetik daripada biasanya, sehingga banyak dijumpai
eritrosit dan retikulosit pada darah tepi. Benrdasarkan bentuk sel
darahnya anemi hemolitik ini termasuk dalam anemi normositik
normokromik. Kekurangan bahan pembentuk sel darah, seperti vitamin,
protein, atau adanya infeksi dapat menyebabkan ketidakseimbangan
antara pengahancuran dan pembetukan sistem eritropoetik.

Penyebab anemi hemolitik diduga sebagai berikut:

a) Kongenital, misalnya kelainan rantai Hb dan defisiensi enzim G6PD.


b) Didapat, misalnya infeksi sepsis, penggunaan obat-obatan, dan
keganasan sel.

c. Tanda dan Gejala Anemia


1) Anak terlihat lemah, letih, lesu, hal ini karena oksigen yang dibawa
keseluruh tubuh berkurang karena media trasportnya berkurang (Hb)
kurang sehingga tentunya yang membuat energy berkurang dan
dampaknya adalah 3L, lemah, letih dan lesu
2) Mata berkunang-kunang. Hampir sama prosesnya dengan hal diatas,
karena darah yang membawa oksigen berkurang, aliran darah serta
oksigen ke otak berkurang pula dan berdampak pada indra
penglihatan dengan pandangan mata yang berkunang-kunang.
3) Menurunnya daya pikir, akibatnya adalah sulit untuk berkonsentrasi
4) Daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan mudah terserang
sakit

25
5) Pada tingkat lanjut atau anemia yang berat maka anak bisa
menunjukkan tanda-tanda detak jantung cepat dan bengkak pada
tangan dan kaki.
6) Sianosis pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan, dasar kuku
7) Konjungtiva okular berwarnaa kebiruan atau putih mutiara( pearly
white)
8) Takikardia

Pengertian Gizi

Gizi (nutrition) adalah proses organisme menggunakan makanan yang


dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi
(penyerapan),transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan
fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi (Pudiastuti, 2011).
Gizi kurang atau kurang gizi (sering kali tersebut malnutrisi) muncul akibat
asupan energi dan makronutrien yang tidak memadai. Pada beberapa orang kurang
gizi juga terkait dengan defisiensi mikronutrien
nyata ataupun subklinis (Webster-Gandy, 2014)
Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizitingkat berat yang disebabkan
olehrendahnya konsumsi energi protein darimakanan sehari-hari dan terjadi dalam
waktu yang cukup lama (Sodikin, 2013)
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibatkeseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yangdikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori
dan indikator yang digunakan.Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada
ukuran baku yang sering disebut reference.

26
Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health
Organization –National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan
baku WHO - NCHS statusgizi dibagi menjadi empat :
1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
2. Gizi baik untuk well nourished.
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM
(Protein Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi (
PEM ) atau (MEP) Malnutrisi Energi dan Protein
4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor
dan Marasmus yaitu keadaan kurang kalori.
5. Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien
lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak
prasekolah (balita)
6. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan
kwashiorkor.

Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat badan


terhadap umuranak sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).
3. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).
4. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP
berat).

Etiologi

1. Agen
a. Makanan tidak seimbang
b. Penyakit infeksi yang mungkin di derita anak
c. Tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga
d. Pola pengasuhan anak yang tidak memadai
e. Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih

27
f. Pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai
2. Host
a. Berat Badan Lahir Anak Balita

Status Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak balita yang
disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah
memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis
sudahmemiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang
masuk ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap
kuman tersebut.
a. Status ASI Eksklusif

ASI mengandung gizi yang cukup lengkap untuk kekebalan tubuh


bayi.Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi
sehinggazat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan
tambahanyang diberikan secara dini kepada bayi. Susu formula sangat susah
diserap ususbayi sehingga dapat menyebabkan susah buang air besar
pada bayi. Prosespembuatan susu formula yang tidak steril menyebabkan
bayi rentan terkena diare.Hal ini akan menjadi pemicu terjadinya kurnag gizi
pada anak.

b. Pemberian Kolostrum

Tingkat pendidikan Ibu

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting


yangdapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidkan yang
lebihtingggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki
menjadilebih baik.

28
a. Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah


yangtimbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai
orang yangbertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi
keluarga, ibu harusmemiliki pengetahuan tentang gizi baik melalui
pendidikan formal maupuninformal

b. Pekerjaan Ibu

Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk


tugas-tugas pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI.

c. Jumlah Anak dalam Keluarga

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata
padamasing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka
yang sangatmiskin, akan lebih mudah memenuhi makanannya jika yang
harus diberi makanjumlahnya sedikit. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu
keluarga miskin adalahpaling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh
anggota keluarga dan anakyang paling kecil biasanya paling terpengaruh
oleh kekurangan pangan.

d. Penyakit Infeksi

Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan


tingginyaprevalensi dan beratnya penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada
anak-anak yaituKwashiorkor atau Marasmus sering didapatkan pada taraf
yang sangat berat.Infeksi sendiri mengakibatkan penderita kehilangan
bahan makanan melaluimuntah-muntah dan diare.

29
Tanda Dan Gejala Washiorkor Marasmus
1. Marasmus
- Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai
tidak ada
- Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air, serta
penyakit kronik
- Tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang.

2. Kwashiorkor
- Oedem umumnya di seluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum
medis)
- Wajah membulat dan sembab
- Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri
dan duduk, anak berbaring terus-menerus
- Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
- Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
- Pembesaran hati
- Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret
- Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
- Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah
menjadi hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Pandangan mata anak nampak sayu Marasmus-Kwashiorkor- Tanda-
tanda marasmus-kwashiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda yang
ada pada marasmus dan kwashiorkor yang ada.

30
II.6. Cara Pencegahan Teori Dan Kasus

Praktik kesehatan masyarakat dapat dipahami dengan memeriksa dua


komponen dasar — promosi kesehatan dan pencegahan masalah kesehatan.
Tingkat pencegahannya adalah kunci untuk praktik kesehatan masyarakat.

A. MENURUT TEORI

1. Promosi Kesehatan

Promosi Kesehatan diakui sebagai salah satu yang paling penting komponen
kesehatan masyarakat dan kesehatan masyarakat latihan (USDHHS, 2000).
Promosi kesehatan mencakup semua upaya yang berusaha untuk memindahkan
orang lebih dekat ke kesejahteraan optimal atau tingkat kesehatan yang lebih
tinggi. Perawatan, khususnya, memiliki mandat sosial untuk terlibat dalam
promosi kesehatan (Pender, Murdaugh & Parsons, 2006). Program promosi
kesehatan dan kegiatan mencakup banyak bentuk pendidikan kesehatan.
Misalnya, mengajarkan bahaya penggunaan narkoba, berdemonstrasi praktik sehat
seperti olahraga teratur, dan memberikan lebih banyak pilihan promosi kesehatan
seperti menu yang sehat untuk jantung pilihan. Promosi kesehatan masyarakat,
kemudian, mencakup pengembangan dan manajemen pencegahan layanan
perawatan kesehatan yang responsif terhadap kesehatan masyarakat kebutuhan.
Program kesehatan di sekolah dan industri adalah contoh. Demonstrasi praktik
sehat seperti makan makanan bergizi dan berolahraga lebih sering dilakukan dan
dipromosikan oleh petugas kesehatan perorangan. Sebagai tambahan, kelompok
dan lembaga kesehatan yang mendukung bebas rokok lingkungan, mendorong
program kebugaran fisik untuk semua usia, atau menuntut agar produk makanan
diberi label dengan benar menggaris bawahi pentingnya praktik-praktik ini dan
menciptakan kesadaran publik.

Tujuan promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan tingkat kesehatan


untuk individu, keluarga, populasi, dan komunitas.

31
Upaya kesehatan masyarakat mencapai tujuan ini upaya tiga cabang untuk:

a. Meningkatkan rentang hidup sehat untuk semua warga Negara


b. Mengurangi kesenjangan kesehatan di antara kelompok populasi
c. Mencapai akses ke layanan pencegahan untuk semua orang secara
khusus, pada 1980-an, Kesehatan Masyarakat AS

2. Pencegahan Masalah Kesehatan

Pencegahan masalah kesehatan merupakan bagian utama dari praktik


kesehatan masyarakat. Pencegahan berarti mengantisipasi dan menghindari
masalah atau menemukan mereka sedini mungkin untuk meminimalkan
potensi kecacatan dan gangguan. Hal ini dipraktekkan pada tiga tingkat
dalam kesehatan masyarakat: primer pencegahan, pencegahan sekunder, dan
pencegahan tersier (Neuman, 2001 dan/ Leavell & Clark).

a. Pencegahan Primer ( Pre – Pathogenesis )

Meniadakan terjadinya masalah kesehatan dengan tujuan untuk menjaga


penyakit atau cedera terjadi. Ini diterapkan pada umumnya pada populasi
sehat dan mendahului penyakit atau disfungsi. Pencegahan primer
melibatkan perencanaan antisipatif dan tindakan pada bagian dari
profesional kesehatan masyarakat, siapa harus memproyeksikan diri ke masa
depan, membayangkan potensi kebutuhan dan masalah, dan kemudian
merancang program untuk meniadakan masalah, sehingga masalah tidak
pernah terjadi. Seorang perawat kesehatan masyarakat yang
menginstruksikan sekelompok individu yang kelebihan berat tentang
bagaimana caranya ikuti diet seimbang sambil menurunkan berat badan
kemungkinan defisiensi nutrisi. Program pendidikan yang mengajarkan
praktik seks aman atau bahaya merokok dan penyalahgunaan zat adalah
contoh lain dari pencegahan primer. Selain itu, kapan perawat kesehatan
masyarakat melayani di komite pencari fakta mengeksplorasi efek dari
pembuangan limbah beracun yang diusulkan di pinggiran kota, perawat

32
prihatin tentang primer pencegahan. Konsep pencegahan dan perencanaan
primer untuk masa depan adalah asing bagi banyak kelompok sosial, siapa
dapat menolak atas dasar nilai-nilai yang saling bertentangan.

1) Health Promotion atau peningkatan kesehatan

Peningkatan status kesehatan masyarakat, dengan melalui beberapa


kegiatan, sebagi berikut:

a. Pendidikan kesehatan atau health education


b. Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) seperti:
penyuluhan tentang masalah gizi
c. Pengamatan tumbuh kembang anak atau growth and development
monitoring
d. Pengadaan rumah yang sehat
e. Pengendalian lingkungan masyarakat
f. Program P2M (pemberantasan penyakit tidak menular)
g. Simulasi dini dalam kesehatan keluarga dan asuhan pada anak atau
balita penyuluhan tentang pencegahan penyakit

2) General and spesific protection (perlindungan umum dan khusus


Merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara
khusus dan umum terhadap seseorang atau masyarakat, antara lain :
a. Imunisasi untuk balita
b. Hygine perseorangan
c. Perlindungan diri dari terjadinya kecelakaan
d. Perlindungan diri dari lingkungan kesehatan dalam kerja
e. Perlindungan diri dari carsinogen, toxic dan allergen

33
3. Pencegahan Sekunder ( Pathogenesis : Asimtomatik – Simtomatik )

Melibatkan upaya untuk mendeteksi dan mengobati masalah kesehatan yang


ada pada tahap sedini mungkin, ketika penyakit atau gangguan sudah ada.
Hipertensi dan program skrining kolesterol di banyak komunitas membantu
mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi dan mendorong sejak dini
pengobatan untuk mencegah serangan jantung atau stroke. Contoh lainnya
mendorong pemeriksaan payudara dan testis secara teratur menggunakan
mammogram dan Pap smear untuk deteksi dini kemungkinan kanker, dan
menyediakan tes kulit untuk tuberkulosis (pada bayi pada usia 1 tahun dan
secara periodik sepanjang hidup, dengan meningkatnya frekuensi untuk
kelompok berisiko tinggi). Upaya pencegahan sekunder bertujuan untuk
menemukan masalah kesehatan pada suatu titik ketika intervensi dapat
mengarah pada kontrol atau pemberantasannya. Ini adalah tujuan di balik
pengujian sampel air dan tanah untuk kontaminan dan bahan kimia
berbahaya di bidang masyarakat kesehatan lingkungan. Ini juga mendorong
komunitas perawat kesehatan untuk mengawasi tanda-tanda awal pelecehan
anak di keluarga, gangguan emosional di antara para janda, atau alkohol dan
penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja.

1) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis awal dan pengobatan


segera atau adekuat), antara lain melalui:
a. Pemeriksaan kasus dini (early case finding)
b. Pemeriksaan umum lengkap (general check up)
c. Pemeriksaan missal (mass screening)
d. Survey terhadap kontak, sekolah dan rumah (contactsurvey, school
survey, household survey),
e. Kasus (case holding)
f. Pengobatan adekuat (adekuat tretment)

34
2) Disability limitation (pambatasan kecacatan)

Penyempurnaan dan intensifikasi terhadap terapi lanjutan,


pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban
sosial penderita, dan lain- lain.

Pada pencegahan level ini menekankan pada upaya penemuan kasus secara
dini atau awal dan pengobatan tepat atau “early diagnosis and prompt
treatment”. Pencegahan sekunder ini dilakukan mulai saat fase patogenesis
(masa inkubasi) yang dimulai saat bibit penyakit masuk kedalam tubuh
manusia sampai saat timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan.
Diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk menghambat
prosespatologik (proses perjalanan penyakit) sehingga akan dapat
memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan atau keseriusan
penyakit.

4. Pencegahan Tersier ( Pasca Pathogenesis )

Bertujuan untuk mengurangi jangkauan dan keparahan masalah kesehatan ke


tingkat terendah yang mungkin, sehingga untuk meminimalkan cacat dan
memulihkan atau mempertahankan fungsi. Contohnya termasuk perawatan dan
rehabilitasi orang setelah stroke untuk mengurangi gangguan, latihan
postmastectomy program untuk memulihkan fungsi, dan perawatan dini dan
manajemen diabetes untuk mengurangi masalah atau memperlambat masalah
mereka. Orang-orang yang terlibat memiliki penyakit yang sudah ada atau
kecacatan yang dampaknya pada kehidupan mereka berkurang pencegahan tersier.

Masalah kesehatan paling efektif dicegah oleh pemeliharaan gaya hidup


sehat dan lingkungan yang sehat. Untuk tujuan ini, praktik kesehatan masyarakat
mengarahkan banyak dari itu upaya untuk menyediakan kehidupan dan kerja yang
aman dan memuaskan kondisi, makanan bergizi, dan udara dan air bersih. Ini
bidang praktik termasuk bidang pengobatan pencegahan, yang berfokus pada

35
populasi, atau berorientasi komunitas, cabang praktik medis yang menggabungkan
kesehatan masyarakat sains dan prinsip (Kriebel & Tickner, 2001).

Pencegahan tersier adalah usaha pencegahan terhadap masyarakat yang


setelah sembuh dari sakit serta mengalami kecacatan antara lain :

1) Pendidikan kesehatan lanjutan

2) Terapi kerja (work therapy)

3) Perkampungan rehabilitsi social

4) Penyadaran terhadap masyarakat

5) Lembaga rehabilitasi dan partisipasi masyarakat

Perawatan penderita pada stadium terminal (pasian yang tidak mampu


diatasi penyakitnya) jarang dikategorikan sebagai pencegahan tersier tetapi
bersifat paliatif, prinsip upaya pencegahan adalah mencegah agar individu atau
kelompok masyarakat tidak jatuh sakit, diringankan gejala penyakitnya atau
akibat komplikasi sakitnya, dan ditingkatkan fungsi tubuh penderita setelah
perawatan dilakukan. Rehabilitas sebagai tujuan pencegahan tersier lebih dari
upaya untuk menghambat proses penyakitnya sendiri yaitu mengembalikan
individu kepada tingkat yang optimal dari ketidakmampuannya.

B. MENURUT KASUS

1. Masalah Kesehatan

Masalah kesehatan baik dari segi lingkungan maupun individu yang


terjadi menurut kasus adalah :

1) Menurut data survei Desa L : balita memiliki berat badan yang


kurang dari usia normalnya
2) Menurut data Posyandu : ada 100 balita yang menderita anemia

36
3) Menurut hasil pengkajian Kader : 30 balita memiliki tubuh kurus, 56
balita tampak lemah, 25 balita memiliki rmbut seperti jagung, 38
balita memiliki konjungtiva mata anemis
4) Keluarga balita dengan gizi kurang belum memeriksakan anaknya ke
pelayanan kesehatan
5) Perilaku keluarga balita dengan kebiasaan tidak makan dengan gizi
seimbang

2. Cara Pencegahan
1. Pencegahan Primer ( Pre – Pathogenesis )
- Health Promotion
- Melakukan pendidikan kesehatan : pentingnya makanan bergizi
untuk balita, gizi buruk, gizi seimbang
- General a Spesific Protection
- Menggalakkan program gizi seimbang dari posyandu atau kader
– kader kesehatan setempat : poster, banner, iklan, dll
2. Pencegahan Sekunder ( Pathogenesis )
- Early Diagnosis dan Prompt Treatment
- Pemeriksaan Kasus Dini : tempat tinggal balita
- Pemeriksaan gizi dan MTBS di posyandu
- Meminum asam folat atau suplemen zat besi
- Meningkatkan konsumsi berbagai vitamin (sayur – sayuran, buah
– buahan, dlll)
- Segera melakukan pemeriksaan di puskesmas atau rumah sakit
agar mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan usianya
- Disability Limitation Melakukan pencegahan komplikasi gizi
buruk : menjalankan pengobatan yang diberikan

37
3. Pencegahan Tersier
- Melakukan pendidikan kesehatan lanjutan
- Melanjutkan dan meningkatkan program gizi seimbang : 4 sehat,
5 sempurna

II.7. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan berat badan dan tinggi badan untuk Body Massa Indeks
secara teratur
2. Pemeriksaan MTBS dan gizi di Posyandu secara rutin
3. Pemeriksaan kadar darah : hemoglobin. Batas normal hemoglobin
menurut WHO : 6 bulan – 6 tahun 11gr/dl
4. Konsumsi suplemen zat besi atau asam folat sesuai dengan kebutuhan.
Kebutuhan zat besi menurut WHO :
- 0 – 6 bulan 3mg
- 7 – 12 bulan 5mg
- 1 – 3 tahun 8mg
- 4 – 6 tahun 9mg
5. Pengaturan pola makan dan vitamin (sayur – sayuran hijau, kacang –
kacangan, buah – buahan, daging, ikan, dll)
6. Pemeriksaan Xray. Untuk melihat adanya kerusakan pada organ lain atau
tidak

38
II.8. Kasus dan Asuhan Keperawatan

Kasus

Kasus Balita Data survei di Desa L (Makmur Sejahtera), balitanya memiliki berat
badan yang kurang dari normal usianya. Kondisi balita saat ini dari data
posyandu, bahwa 100 balita menderita anemia. Data hasil pengkajian kader
didapatkan sebanyak 30 balita memiliki tubuh kurus, sebanyak 56 balita tampak
lemah, sebanyak 25 balita memiliki rambut seperti jagung dan sebanyak 38 balita
memiliki konjungtiva mata anemis. Keluarga balita yang gizi kurang umumnya
belum memeriksakan anaknya ke pelayanan kesehatan. Perilaku keluarga balita
kebanyakan tidak memiliki kebiasaan makan dengan gizi seimbang.

Format Penulisan Hasil Pengkajian Komunitas

Variabel Sub Variabel Hasil Pengkajian

Core Sejarah Sebagian balita di desa makmur sejahtera,


didapatkan hasil pengkajian puskesmas bahwa
100 balita mengalami anemia, selain itu
didapatkan hasil pengkajian dari kader
setempat bahwa 30 balita memiliki tubuh yang
kurus, 56 balita tampak lemah sebanyak 25
balita memiliki rambut seperti kulit jagung dan
38 balita memiliki konjungtiva mata yang
anemis. Kemudian selain itu dari data
dikelurahan sebagian orang tua memiliki
Pendidikan terakhir SD selain itu sebanyak
60% mereka memiliki penghasilan rendah.

39
Demografi Variable yang dikaji adalah jumlah balita laki-
laki dan perempuan. Data diperoleh melalui
Puskesmas dan juga laporan dari Kader dari
Desa.

Etnis Terdapat berbagai penduduk yang terdiri dari


beragam budaya seperti sunda, jawa, batak,
dan Betawi namun penduduk disini lebih
didominasi oleh warga Betawi yaitu sekitar
45%

Nilai dan Nilai keyaninan yang dianut adalah agama


Keyankinan islam, katolik, hindu dan Kristen namun
sebagian didominasi oleh agama islam yaitu
sekitar 85% dari jumlah penduduk.

Subsystem Lingkungan a. Perumahan dan lingkungan: (data


Fisik tambahan)
Antar rumah berdekaatan, tipe rumah
semi permanen, selokan didepan
rumah warga tersumbat oleh sampah.
Jalanan banyak sampah yang
berserakan.
b. Kebiasaaan: perilaku keluarga balita
kebanyakan tidak memiliki kebiasaan
makan dengan gizi seimbang, keluarga
balita yang gizi kurang umumnya
belum memeriksakan anaknya ke
pelayanan kesehatan.
c. Transportasi:ibu biasanya ke posyandu
jalan kaki dan untuk aktivitas sehari –
hari menggunakan kendaraan umum

40
dan beberapa warga ada yang
menggunakan sepeda motor
d. Pusat pelayanan: posyandu dan
puskesmas
e. Pusat belanja: di pasar tradisional
f. Tempat ibadah: satu masjid dan satu
gereja

Layanan Pelayanan kesehatan terdapat satu posyandu


Kesehatan dan dan satu puskesmas (data tambahan)
Sosial

Ekonomi Penghasilan rata – rata keluarga perbulan


antara 500.000 – 2.000.000 (data tambahan)

Transportasi dan Warga menggunakan kendaraan umum dan


Keamanan beberapa warga ada yang menggunakan
sepeda motor untuk aktivitas sehari – hari, ibu
biasanya ke posyandu jalan kaki dan ke
puskesmas menggunaakan kendraan umum

Politik dan Pemerintah sudah memberikan pelatihan


Pemerintahan kepada kader untuk memberitahu kepada ibu
balita dengan kondisi anemia untuk dibawa ke
pelayanan kesehatan contohnya di puskesmas.

Komunikasi Komunikasi antara ibu dan anak balitanya


dengan komunikasi verbal maupun nonverbal.
Informasi jika ada posyandu melalui kader
atau pengurus RT yang memberitahu warga
yang mempunyai balita agar ke posyandu.

41
Pendidikan Tingkat pendidikan orang tua balita 30 orang
luluan SD, 40 orang lulusan SMP, dan 30
orang lulusan SMA. Terdapat satu TK (Taman
Kanak - Kanak) dan PAUD.

Rekreasi Dari hasil wawancara, ibu jarang mengajak


balitanya untuk pergi ketempat rekreasi karena
keterbatasan ekonomi. Ibu hanya membawa
anaknya yang balita ke taman bermain di desa
Makmur sejahtera.

Persepsi Persepsi masyarakat tentang nutrisi masih


kurang acuh dilihat dari tingkat Pendidikan
orang tua yang memiliki balita gizi buruk
mereka tidak memiliki kebiasaan makan gizi
seimbang, selain faktor Pendidikan itu juga
disebabkan oleh factor ekonomi yang
berpenhasilan rendah

Analisa Data

No. Data Masalah

1. Data subjektif : Ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh
 Kebiasaaan: perilaku keluarga
pada anak usia balita di desa L
balita kebanyakan tidak
(Makmur Sejahtera)
memiliki kebiasaan makan
dengan gizi seimbang,
 keluarga balita yang gizi
kurang umumnya belum
memeriksakan anaknya ke

42
pelayanan kesehatan.
Data objektif :
 Hasil pengkajian puskesmas
bahwa 100 balita mengalami
anemia, selain itu didapatkan
hasil pengkajian dari kader
setempat bahwa 30 balita
memiliki tubuh yang kurus, 56
balita tampak lemah sebanyak
25 balita memiliki rambut
seperti kulit jagung dan 38
balita memiliki konjungtiva
mata yang anemis.
 Kemudian selain itu dari data
dikelurahan sebagian orang tua
memiliki Pendidikan terakhir
SD selain itu sebanyak 60%
mereka memiliki penghasilan
rendah.

43
BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Gizi kurang atau kurang gizi (sering kali tersebut malnutrisi) muncul akibat
asupan energi dan makronutrien yang tidak memadai. Pada beberapa orang kurang
gizi juga terkait dengan defisiensi mikronutrien nyata ataupun subklinis (Webster-
Gandy, 2014).
Dari kasus yang tersedia bisa disimpulkan bahwa kasus tersebut
bertemakan balita dengan gizi buruk. Diagnosa pada kasus terdiri dari: Gizi buruk
yang dialami balita sehubungan dengan masalah rendahnya pendapatan orangtua,
kurangnya pengetahuan orang tua dengan kebiasaan memberi makan balita tidak
sesuai dengan gizi seimbang dan Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada
balta dengan masalah rendahnya pendidikan orang tua dengan kebiasaan tidak
memperhatikan kondis rumah kotor dan tidak mengikutsertakan anak kedalam
program perbaikan gizi.

III.2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung
jawabkan.

44
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI Buku Panduan Kader Posyandu. Jakarta. 2012

Kemenkes.RI. (2014). Pendoman Gizi Deimbang. Direktorat Jendral Bina Gizi


dan KIA. Jakarta.

Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC

Suriadi, Yuliani R, (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, CV


sagung seto

Allender, J. A., Rector C., & Warner, K.D . 2010. Community Health Nursing:
Promoting

& Protecting the Public's Health (7 ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins

Budi S, Bagus. 2017. Artikel Ikatan Dokter Anak Indonesia : Artikel ini dibuat
berdasarkan

wawancara dengan Dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K) M.Sc di Dept. Ilmu

Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada taanggal 24 Januari 2017.

Sari W, Arlinda. 2004. Anemia Defisiensi Pada Balita. Sumatera Utara : USU
Digital LibraryUniversity. Dalam Research Journal of Medical Sciences 6
(3) 148-153. ISSN : 1815-9346

45

Anda mungkin juga menyukai