Anda di halaman 1dari 35

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Dosen Pengampu : Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom

“Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Dewasa Pria”

Disusun Oleh :

Hanifah Nur Jamilah 1610711084


Putri Ayniyah Sinta 1610711086
Agatta Surya Wijaya 1610711088
Miranti Nisrina 1610711092
Lisa Septiani 1610711103
Nida Auliya Rosyad 1610711104
Nabila Yuniar Putri 1610711105

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga akhirnya kami dapat membuat
makalah Keperawatan Komunitas II.

Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Dewasa


Pria” ditulis untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan
Komunitas II.

Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada kami dalam pembuatan makalah ini
terutama kepada :

1. Ibu Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku dosen pada
mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini
3. Rekan satu kelompok tutorial yang telah berperan dalam menyelesaikan
makalah ini

Jakarta, 16 Februari 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1

I.1. Latar Belakang ...................................................................... 1


I.2. Rumusan Masalah ................................................................. 2
I.3. Tujuan ................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN ......................................................................... 3

II.1. Program Kesehatan Terkait Kasus ........................................ 3


II.2. Prevalensi Populasi .................................................................... 7
II.3. Karakteristik & Tumbang Usia Dewasa ................................... 7
II.4. Pengertian & Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia ............ 14
II.5. Pengertian, Etiologi, Tanda dan Gejala
Benign Prostatic Hyperplasia ............................................... 15
II.6. Komplikasi Benign Prostatic Hyperplasia............................ 16
II.7. Cara pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia ................... 17
II.8. Penatalaksanaan ................................................................... 18
II.9. Pengkajian Kasus Dewasa Pria ............................................. 25

BAB III : PENUTUP ................................................................................. 30

III.1. Kesimpulan......................................................................... 30
III.2. Saran .................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 32

LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Hiperplasia prostat jinak atau pembesaran prostat jinak (bahasa Inggris:


Benign prostatic hyperplasia) adalah suatu kondisi ketika kelenjar prostat
mengalami pembengkakan yang bukan kankerGejala-gejalanya dapat berupa
sering ingin buang air kecil (khususnya pada malam hari), kesulitan untuk mulai
buang air kecil, aliran urin yang tersendat, ketidakmampuan untuk buang air kecil,
dan hilangnya kendali atas kandung kemih.

Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran prostat, kelenjaran prostat


membesar memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat
urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner & Suddart,
2013). Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara
pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat
pula dianggap undangan (counter part).

Menurut data WHO (2013), diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus


degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak
19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus.

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun


keluhan di luar saluran kemih. Dan tanda, gejala dari BPH yaitu : keluhan pada
saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih. Pembesaran prostat
jinak (BPH) kadang-kadang dapat mengarah pada komplikasi akibat
ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin.

1
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menjadi Program kesehatan terkait kasus ?
2. Bagaimana Prevalensi populasi ( Dunia, Indonesia, Jawa Barat) ?
3. Bagaimana Karakteristik & tumbang usia dewasa ?
4. Apa Pengertian & etiologi dari BPH ?
5. Apa saja tanda gejala aak BPH ?
6. Apa komplikasinya BPH ?
7. Bagaimana Cara pencegahan BPH ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan BPH ?
9. Apa saja Pengkajian yang dapat dilakukan?
10. Apa saja analisa data dan diagnosa keperawatan?
11. Apa Tujuan umum khusus dan intervensi yang dilakukan?

1.3.Tujuan
1. Mengetahui dan memahami Program kesehatan terkait kasus
2. Mengetahui dan memahami Prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan
Jawa Barat)
3. Mengetahui dan memahami Karakteristik & tumbang usia Dewasa
4. Mengetahui dan memahami Pengertian & etiologi BPH
5. Mengetahui dan memahami Tanda gejala BPH
6. Mengetahui komplikasi BPH
7. Mengetahui dan memahami Cara pencegahan BPH
8. Mengetahui dan memahami Penatalaksanaan BPH
9. Mengetahui dan memahami Pengkajian dengan kasus Dewasa Pria
10. Mengetahui dan memahami Analisa data dan diagnosa keperawatan
11. Mengetahui dan memahami Tujuan umum khusus & intervensi

2
BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Program Kesehatan Terkait Kasus

Program Kesehatan Kemenkes

Kanker prostat stadium awal hampir selalu tanpa gejala. Kecurigaan akan
meningkat dengan adanya gejala lain seperti: nyeri tulang, fraktur patologis
ataupun penekanan sumsum tulang. Untuk itu dianjurkan pemeriksaan PSA usia
50 tahun, sedangkan yang mempunyai riwayat keluarga dianjurkan untuk
pemeriksaan PSA lebih awal yaitu 40 tahun.

Pemeriksaan utama dalam menegakkan Kanker prostat adalah anamnesis


perjalanan penyakit, pemeriksaan colok dubur, PSA serum serta ultrasonografi
transrektal/ transabdominal.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil biopsi prostat atau spesimen operasi
berupa adenokarsinoma. Selain itu pemeriksaan histopatologis akan menentukan
derajat dan penyebaran tumor.

1. Pemeriksaan colok dubur

Kebanyakan Kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat dideteksi
dengan colok dubur jika volumenya sudah > 0.2 ml. Jika terdapat kecurigaan dari
colok dubur berupa: nodul keras, asimetrik, berbenjol-benjol, maka kecurigaan
tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat. Delapan belas persen dari seluruh
penderita Kanker prostat terdeteksi hanya dari colok dubur saja, dibandingkan
dengan kadar PSA. Penderita dengan kecurigaan pada colok dubur dengan
disertai kadar PSA > 2ng/ml mempunyai nilai prediksi 5-30%.19,20 .

3
2. Prostate-specific antigen (PSA)

Pemeriksaan kadar PSA telah mengubah kriteria diagnosis dari Kanker


prostat.PSA adalah serine-kalikrein protease yang hampir seluruhnya diproduksi
oleh sel epitel prostat. Pada prakteknya PSA adalah organ spesifik namun bukan
kanker spesifik. Maka itu peningkatan kadar PSA juga dijumpai pada BPH,
prostatitis, dan keadaan non-maligna lainnya. Kadar PSA secara tunggal adalah
variabel yang paling bermakna dibandingkan colok dubur atau TRUS.

Sampai saat ini belum ada persetujuan mengenai nilai standar secara
internasional. Kadar PSA adalah parameter berkelanjutan semakin tinggi
kadarnya, semakin tinggi pula kecurigaan adanya Kanker prostat. Nilai baku PSA
di Indonesia saat ini yang dipakai adalah 4ng/ml.

Skrinning Awal : Test PSA

Tes PSA adalah tes darah yang sering digunakan untuk skrining kanker
prostat. Tes ini mengukur jumlah Prostat Specific Antigen (PSA) dalam darah
Anda. PSA itu sendiri adalah protein yang khusus diproduksi oleh kelenjar
prostat.

Setelah Anda ambil darah di klinik atau rumah sakit, sampel darah dikirim
ke laboratorium untuk dianalisis. Hasil tes biasanya dilaporkan sebagai nanogram
per mililiter (ng/mL).

Kadar PSA tiap orang bisa berbeda-beda, tergantung pada usianya. Berikut
adalah gambaran umum kadar PSA normal per kelompok usia:

• Usia 40-49 kadar PSA normal 2,5 ng/mL

• Usia 50-59 kadar PSA norml 4,5 ng/mL

• Usia 60-69 kadar PSA normal 5,0 ng/mL

• Usia 70-75 kadar PSA normal 7,2 ng/mL

4
Metode lain ini dimaksudkan untuk meningkatkan akurasi tes PSA sebagai
alat skrining meliputi:

• Kecepatan PSA. Kecepatan PSA adalah perubahan tingkat PSA dari waktu
ke waktu. Kenaikan PSA yang cepat dapat mengindikasikan adanya kanker atau
bentuk kanker yang agresif. Namun, penelitian terbaru meragukan nilai kecepatan
PSA dalam memprediksi temuan kanker prostat dari biopsi.

• Persentase PSA terikat. PSA bersirkulasi dalam darah dengan dua bentuk,
yaitu menempel pada protein darah tertentu atau tidak terikat (bebas). Nah, jika
Anda memiliki tingkat PSA tinggi namun persentase PSA terikat yang rendah,
kemungkinan besar Anda terkena kanker prostat.

• Kepadatan PSA. Pengukuran kepadatan PSA menyesuaikan nilai PSA


untuk volume prostat. Mengukur kepadatan PSA umumnya membutuhkan MRI
atau USG transrectal.

3. Transrectal ultrasonography (TRUS) dan biopi prostat

Gambaran klasik hipoekhoik adanya zona peripheral prostat tidak akan selalu
terlihat. Gray-scale dari TRUS tidak dapat mendeteksi area Kanker prostat secara
adekuat. Maka itu biopsi sistematis tidak perlu digantikan dengan biopsi area yang
dicurigai. Namun biopsi daerah yang dicurigai sebagai tambahan dapat menjadi
informasi yang berguna.

a. Indikasi biopsi Tindakan biopsi prostat sebaiknya ditentukan


berdasarkan kadar PSA, kecurigaan pada pemeriksaan colok
dubur atau temuan metastasis yang diduga dari kanker prostat.
Sangat dianjurkan bila biopsi prostat dengan guided TRUS, bila
tidak mempunyai TRUS dapat dilakukan biopsi transrektal
menggunakan jarum trucut dengan bimbingan jari. Untuk melakukan
biopsi, lokasi untuk mengambil sampel harus diarahkan ke lateral.
Jumlah Core dianjurkan sebanyak 10-12. Core tambahan dapat
diambil dari daerah yang dicurigai pada colok dubur atau TRUS.

5
Tingkat komplikasi biopsi prostat rendah. Komplikasi minor
termasuk makrohematuria dan hematospermia. Infeksi berat setelah
prosedur dilaporkan <1 % kasus.

b. Biopsi Ulang Indikasi Biopsi Ulang :


1) PSA yang meningkat dan atau menetap pada pemeriksaan ulang
setelah 6 bulan.
2) Kecurigaan dari colok dubur
3) Proliferasi sel asinar kecil yang atipik (ASAP)
4) High Grade Prostatic intraepithelial (PIN) lebih dari satu core
5) Penentuan waktu yang optimal untuk biopsi ulang adalah 3-6
bulan
c. TURP Diagnostik Penggunaan TURP diagnostik untuk biopsi
adalah tidak dianjurkan. Tingkat deteksinya tidak lebih baik dari 8%
dan merupakan prosedur yang tidak adekuat untuk mendeteksi
kanker.
d. Antibiotik Penggunaan antibiotik oral atau intravena pra-biopsi
merupakan keharusan dengan menggunakkan golongan Kuinolon
atau Sefalosporin.
e. Anestesi Pemberian anestesi sangat dianjurkan. Pemilihan jenis
anestesi berupa obat oral, supposutoria, anestesi umum ataupun
anestesi blok peri-prostatik dengan guided TRUS tergantung dari
pilihan operator, fasilitas dan pilihan/kondisi penderita.36–39
Pemberian gel Lidokain 2% sebelum dimasukkannya probe akan
menurunkan rasa nyeri di daerah sfingter ani penderita.

6
II.2. Prevalensi Populasi

Prevalensi Penderita BPH


1. Di Dunia
Menurut data WHO (2013), diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju
sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus.
2. Di Indonesia
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi BPH yang bergejala
pada pria berusia 40–49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat
dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50–59 tahun prevalensinya
mencapai hampir 25% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%.
Angka kejadian BPH di Indonesia sebagai gambaran hospital prevalensi di
dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumber Waras terdapat
1040 kasus (Habsari, 2010)
3. Di Jawa Barat
Di Jawa Barat menurut hasil survey berdasarkan pola penyakit pasien
rawat jalan di rumah sakit umur >60 tahun pada tahun 2003 penyakit sistem
perkemihan terutama Benigna Prostat Hiperplasia menempati urutan ke 19
yaitu sebesar 1,37% (sebanyak 530 orang). (Profil Kesehatan Jawa Barat,
2003).

II.3. Karakteristik & Tumbang Usia Dewasa


1. Perkembangan fungsi aspek-aspek fisik orang dewasa terus berjalan
sesuai dengan jenis pekerjaan, pendidikan dan latihan serta hobi-hobi
aktivitas fisik. Usia dewasa merupakan usia yang secara fisik sangat
sehat, kuat, dan cekatan dengan tenaga yang cukup besar. Kekuatan dan
kesehatan ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi, kebiasaan
hidup, kebiasaan makan, dan pemeliharaan kesehatan.
2. Kualitas kemampuan berpikir kelompok dewasa muda terus berkembang
lebih meluas atau komprehensif dan mendalam. Perkembangan ini

7
tergantung pada pengetahuan dan informasi yang dikuasai. Semakin
tinggi dan luas ilmu pengetahuan, dan informasi yang dimiliki, semakin
tinggi kualitas kemampuan berpikir.
3. Pada masa dewasa, berlangsung pengalaman moral. Melalui pengalaman
moral, orang dewasa mengubah pemikiran-pemikiran moral menjadi
perbuatan moral.
4. Bekerja untuk pengembangan karier merupakan tuntutan dan karakteristik
utama dari masa dewasa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang


1. Faktor genetic
- Faktor keturunan — masa konsepsi,
- Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan,
- Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut,
warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan
psikologis seperti temperamen,dan
- Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan
lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.

2. Faktor eksternal / lingkungan


- Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir
hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi
bawaan,
- Faktor eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya
potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya.
a. Keluarga
- Nilai, kepercayaan, adat istiadat, dan pola interaksi dan
komunikasi.
- Fungsi : bertahan hidup, rasa aman, perkembangan emosi dan
sosial, penjelasan mengenai masyarakat dan dunia, dan membantu
mempelajari peran dan perilaku.

8
b. Kelompok teman sebaya
1. Lingkungan yang baru dan berbeda, memberi pola dan struktur
yang berbeda dalam interaksi dan komunikasi, dan memerlukan
gaya perilaku yang berbeda.
2. Fungsi: belajar kesuksesan dan kegagalan, memvalidasi dan
menantang pemikiran dan perasaan, mendapatkan penerimaan,
dukungan dan penolakan sebagai manusia unik yang merupakan
bagian dari keluarga; dan untuk mencapai tujuan kelompok
dengan memenuhi kebutuhan dan harapan.

c. Pengalaman hidup
Pengalaman hidup dan proses pembelajaran membiarkan individu
berkembang dengan mengaplikasikan apa yang telah dipelajari.
Tahapan proses pembelajaran :
1) Mengenali kebutuhan
2) Penguasaan ketrampilan
3) Menjalankan tugas
4) Integrasi ke dalam seluruh fungsi
5) Mengembangkan penampilan perilaku yang efektif.

d. Kesehatan
1) Tingkat kesehatan respon individu terhadap lingkungan dan
respon oranglain pada individu,
2) Kesehatan prenatal (sebelum bayi lahir) mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan dari fetal (janin),Nutrisi adekuat
3) Keseimbangan antara istirahat, tidur dan olahraga,
4) Kondisi sakit
- Ketidakmampuan untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangan
- Tumbuh kembang terganggu,

9
e. Lingkungan tempat tinggal : Musim, iklim, kehidupan sehari-hari dan
status sosial ekonomi

Perbedaan Individual Orang Dewasa


1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan individual orang dewasa
adalah faktor lingkungan, pembawaan dan pengalaman.
2. Unsur-unsur perbedaan individu yang disebabkan oleh perbedaan
lingkungan dan pembawaan adalah perbedaan dalam minat, kepribadian,
dan kecakapan (kecerdasan).
3. Penerimaan orang dewasa terhadap pengaruh lingkungan (pengalaman)
ditentukan oleh:
- Kekuatan daya pendukung The IQ dan daya kendali dari super ego
serta
- Besarnya dorongan kompleks terdesak (Freud);
- Cita-cita dan hasrat (Alfred Adler);
- Kadar rasa harga diri (Kunkel);
- Kesadaran pribadi dalam mempertahankan dan mengembangkan
dirinya (Stern);
- Pandangan subjektif terhadap partisipasinya dengan lingkungan
(Rullo May);
- Kemampuan membaca situasi atau kerangka berpikir (Lewin), serta
- Hubungan sosial di masa lalu (Rotter & Sullivan).
- Hubungan sosial di masa lalu (Rotter & Sullivan).

Prinsip-Prinsip Perkembangan
- proses yang teratur, berurutan, rapi dan kontinyu, maturbasi, lingkungan
dan faktor genetik,
- pola yang sama, konsisten dan kronologis, dapat diprediksi,
- variasi waktu muncul (onset), lama, dan efek dari tiap tahapan tumbuh
kembang,
- mempunyai ciri khas,

10
- seumur hidup dan meliputi seluruh aspek,
- hal yang unik, setiap individu cenderung mencapai potensi maksimum
perkembangannya,
- Tugas perkembangan,
- perkembangan suatu aspek dapat dipercepat atau diperlambatn
- perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi
dengan aspek lainnya,
- perkembangan terjadi dalam tempo yang berlainan.

Tahap-Tahap Perkembangan Pada Orang Dewasa Muda,Menengah Dan Tua


Dewasa muda (20-40 tahun)
- Gaya hidup personal berkembang.
- Membina hubungan dengan orang lain
- Ada komitmen dan kompetensi
- Membuat keputusan tentang karir, pernikahan dan peran sebagai orang
tua
- Individu berusaha mencapai dan menguasai dunia, kebiasaan berpikir
rasional meningkat
- Pengalaman pendidikan, pengalaman hidup dan kesempatan dalam
pekerjaan meningkat.
- Implikasi keperawatan: menerima gaya hidup yang mereka pilih,
membantu dalam penyesuaian diri, menerima komitmen dan kompetensi
mereka, dukung perubahan yang penting untuk kesehatan.
Dewasa menengah (40-65 tahun)
- Gaya hidup mulai berubah karena perubahan-perubahan yang lain, seperti
anak meninggalkan rumah anak-anaknya telah tumbuh dewasa dan mulai
meninggalkan rumah
- Dapat terjadi perubahan fisik seperti muncul rambut uban, garis lipatan
pada muka, dan lain-lain
- Waktu untuk bersama lebih banyak

11
- Istri menopause, pria ingin merasakan kehidupan seks dengan cara
menikah lagi (dangerous age).
- Implikasi keperawatan: bantu individu membuat perencanaan sebagai
antisipasi terhadap perubahan hidup, untuk menerima faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan kesehatan dan fokuskan perhatian individu
pada kekuatan, bukan pada kelemahan.

Dewasa Tua
a. Young-old (tua-muda), 65-74 tahun : beradaptasi dengan masa pension
(penurunan penghasilan), beradaptasi dengan perubahan fisik, dapat
berkembang penyakit kronik.Implikasi keperawatan: bantu individu untuk
menjaga aktivitas fisik dan sosialnya, mempertahankan interaksi dengan
kelompok sebayanya.
b. Middle-old (tua-menengah), 75-84 tahun : diperlukan adaptasi terhadap
penurunan kecepatan dalam pergerakan, kemampuan sensori dan peningkatan
ketergantungan terhadap orang lain. Implikasi keperawatan: bantu individu
untuk menghadapi kehilangan (pendengaran,penglihatan, kematian orang
tercinta).
c. Old-old (tua-tua), 85 tahun keatas : terjadi peningkatan gangguan kesehatan
fisik.

Implikasi keperawatan : bantu individu dalam perawatan diri dan


mempertahankan kemampuan mandirinya jika memungkinkan.

Teori-teori Tumbuh Kembang

Development task theory (Robert Havighurst)

1. Early Adulthood (dewasa muda)


- Memilih pasangan
- Belajar hidup bersama orang lain sebagai pasangan
- Mulai berkeluarga

12
- Membesarkan anak
- Mengatur rumah tangga
- Mulai bekerja
- Mendapat tanggungjawab sebagai warga Negara
- Menemukan kelompok sosial yang cocok

2. Middle-age (dewasa lanjut)


- Mendapat tanggungjawab sosial dan sebagai warga Negara
- Membangun dan mempertahankan standard ekonomi keluarga
- Membimbing anak dan remaja untuk menjadi dewasa yang bertanggung
jawab dan Menyenangkan
- Mengembangkan kegiatan-kegiatan di waktu luang
- Membina hubungan dengan pasangannya sebagai individu
- Mengalami dan menyesuaikan diri dengan beberapa perubahan fisik
- Menyesuaikan diri dengan kehidupan sebagai orang tua yang bertambah tua

Teori perkembangan Psikososial (Erik H Erickson )

1. Intimasi vs isolasi (intimacy vs isolation)


Dewasa muda (18-25 sampai 45 tahun)
- Indikator positif : berhubungan intim dengan orang lain. Mempunyai
komitmen dalam bekerja dan berhubungan dengan orang lain.
- Indikator negatif : menghindari suatu hubungan, komitmen gaya hidup
atau karir
- Individu mengembangkan kedekatan dan berbagi hubungan dengan orang
lain, yang mungkin termasuk pasangan seksual.
- Ketidakpastian individu mengenai diri sendiri akan mempunyai kesulitan
mengembangkan keintiman.
- Seseorang tidak bersedia atau tidak mampu berbagi mengenai diri sendiri,
akan merasa sendiri.

13
2. Generativitas vs stagnasi atau absorpsi diri
Dewasa tengah (45 – 65 tahun)
- Indikator positif : kreatifitas, produktivitas dan perhatian dengan orang
lain
- Indikator negatif : perhatian terhadap diri sendiri, kurang merasa nyaman
- Orang dewasa bimbingan untuk generasi selanjutnya, mengekspresikan
kepedulian pada dunia di masa yang akan dating
- Absorpsi diri orang dewasa akan direnungkan dengan kesejahteraan
pribadi dan peningkatan materi
- Perenungan diri sendiri mengarah pada stagnasi kehidupan.

II.4. Pengertian & Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia


Pengertian Benign Prostatic Hyperplasia
Hiperplasia prostat jinak atau pembesaran prostat jinak (bahasa Inggris:
Benign prostatic hyperplasia) adalah suatu kondisi ketika kelenjar prostat
mengalami pembengkakan yang bukan kankerGejala-gejalanya dapat berupa
sering ingin buang air kecil (khususnya pada malam hari), kesulitan untuk mulai
buang air kecil, aliran urin yang tersendat, ketidakmampuan untuk buang air kecil,
dan hilangnya kendali atas kandung kemih.
Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran prostat, kelenjaran prostat
membesar memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat
urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner & Suddart,
2013). Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran dari beberapa kelenjar ini
yang mengakibatkan obstruksi urine (Mary Buradero dkk, 2010).

Etilogi Benign Prostatic Hyperplasia


Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara
pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat
pula dianggap undangan (counter part). Oleh karena itu dianggap etiologi adalah

14
karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut syamsum Hidayat
dan Wim De Jong tahun 2011 etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
adalah :
- Adanya hyperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosterone dan estrogen. Dengan meningkatknya usia
pada pria terjadi peningkatan hormone estrogen dan penurunan
testosterone sedangkan estradiol tetap yang menyebabkan terjadinya
hyperplasia stroma.
- Ketidak seimbangan endokrin
- Factor umur/ usia lanjut biasanya terjadi pada usia 50 tahun
- Tidak diketahui secara pasti penyebab BPH tidak diketahui secara pasti
(idiopatik), tetapi biasanya disebabkan oleh keadaan testis dan usia lanjut.

II.5. Pengertian, Etiologi, Tanda dan Gejala Benign Prostatic Hyperplasia

Manifestasi Klinis Bph (Benigna Prostatic Hyperplasia)

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun


keluhan di luar saluran kemih. Dan tanda, gejala dari BPH yaitu : keluhan pada
saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.

1. Keluhan pada saluran kemih bawah


- Gejala obstruksi meliputi : restensi urin (urin tertahan dikandung
kemih sehingga urin tidak bisa keluar), pancaran miksi lemah,
intemiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes
setelah miksi)
- Gejala iritasi meliputi : frekuensi, nokturia, urgensi, dan dysuria

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas atau
berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan

15
pinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda infeksi atau europsis
3. Gejala di saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinas atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun
gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan
prostat di dapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, rasa tidaknyaman pada epigastrik dan gagal
ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang
besar.

II.6. Komplikasi Benign Prostatic Hyperplasia

Pembesaran prostat jinak (BPH) kadang-kadang dapat mengarah pada


komplikasi akibat ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin.
Beberapa komplikasi yang mungkin dapat timbul antara lain :

1. Infeksi saluran kemih


2. Penyakit batu kandung kemih
3. Retensi urin akut atau ketidakmampuan berkemih
4. Kerusakan kandung kemih dan ginjal
5. Refluks kandung kemih
6. involusi kontraksi kandung kemih
7. Hidroureter
8. Hidronefrosis
9. Gross hematuria (terlihat darah dalam urin)

Komplikasi-komplikasi tersebut dapat muncul apabila pembesaran prostat


jinak yang terjadi tidak diobati secara efektif.

16
II.7. Cara pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia
a. Perawat sebagai pendidik memberikan penyuluhan terhadap masyarakat
tentang gaya hidup, gejala, pencegahan, dan pegobatan yang
mempengaruhi Benign Prostate Hyperplasia (BPHyang dapat dilakukan
secara langsung melalui pihak rumah sakit maupun melalui puskesmas
yang ada di kota dan desa.
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat seperti melakukan
kebiasaan olahraga seperti jalan pagi, senam, bersepeda dan lainnya > 30
menit, 3-4 kali dalam seminggu, agar meningkatkan stamina dan
menjaga tubuh agar tetap sehat sehingga dapat mencegah berbagai resiko
penyakit salah satunya terjadinya penyakit pembesaran kelenjar prostat.
c. Peran pemerintah diperlukan dengan memberikan kebijakan
menghentikan kebiasaan merokok yang dapat meningkatkan resiko
kejadian pembesaran kelenjar prostat.
d. Meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang faktor
resiko yang berhubungan dengan kejadian pembesaran kelenjar prostat
melalui “Peyuluhan Kesehatan Melalui Rumah Sakit” (PKMRS) kepada
pasien tentang faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian
pembesaran kelenjar prostat yang dapat dilakukan secara langsung
seperti melakukan pola hidup sehat.
e. Perawat memberikan informasi tentang BPH kepada pengunjung rumah
sakit atau di lingkungan masyarakat dan berkolaborasi dengan petugas rs
atau puskesmas melalui media informasi seperti televisi yang ada di
ruang tunggu pasien dengan menyiarkan iklan tentang faktor, tanda,
gejala, pencegahan, dan pengobatan BPH.
f. Perawat sebagai pelaksana pelayanan kesehatanberupaya meningkatkan
pelayanan kesehatan dengan melakukan pemeriksanaan rutin/ deteksi
dini melalui tanda awal BPH yaitu
1. sulit buang air kecil, yang meliputi tidak bisa kencing sama sekali,
sulit saat memulai kencing dan sulit untuk berhenti kencing,

17
terutama pada malam hari dan merasakan sakit atau rasa panas pada
kemaluan saat kencing
2. ada kandungan darah dalam air kencing atau cairan sperma
3. sulit untuk ereksi dan mempertahankan ereksi
4. sering merasa sakit terutama di bagian perut, punggung bawah,
pinggul, atau panggul.
g. Perawat sebagai peneiliti memonitoring prevalensi pembesaran kelenjar
prostat secara berkesinambungan melalui kegiatan skrining atau survei
prevalensi pembesaran kelenjar prostat.

II.8. Penatalaksanaan

Terapi

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki kualitas hidup


pasien.Terapi yang didiskusikan dengan pasien tergantung pada derajat keluhan,
keadaan pasien, serta ketersediaan fasilitas setempat. Pilihannya adalah: (1)
konservatif (watchful waiting), (2) medikamentosa, (3) pembedahan, dan (4) lain-
¬‐lain (kondisi khusus).

a. Konservatif

Terapi konservatif pada BPH dapat berupa watchful waiting yaitu pasien tidak
mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya tetap diawasi oleh
dokter.Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-¬‐hari.

Pada watchful waiting ini, pasien diberi penjelasan mengenai segala sesuatu
hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya:

1. jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah


makan malam,
2. kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi
pada kandung kemih (kopi atau cokelat),

18
3. batasi penggunaan obat-¬obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin,
4. jangan menahan kencing terlalu lama.
5. penanganan konstipasi

Pasien diminta untuk datang kontrol berkala (3-¬‐6 bulan) untuk menilai
perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, uroflowmetry, maupun volume residu
urine.Jika keluhan berkemih bertambah buruk, perlu dipikirkan untuk memilih
terapi yang lain.

b. Medikamentosa

Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan skor IPSS >7. Jenis obat
yang digunakan adalah:

1. α1-¬‐blocker

Pengobatan dengan α1-¬‐blocker bertujuan menghambat kontraksi otot polos


prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih dan
uretra.Beberapa obat α1-¬‐blocker yang tersedia, yaitu terazosin, doksazosin,
alfuzosin, dan tamsulosin yang cukupdiberikan sekali sehari.

Obat golongan ini dapat mengurangi keluhan storage symptom dan voiding
symptom dan mampu memperbaiki skor gejala berkemih hingga 30-¬‐45% atau
penurunan 4-¬‐6 skorIPSS dan Qmax hingga 15-¬‐30%.Tetapi obat α1-¬‐blocker
tidak mengurangi volume prostat maupun risiko retensi urine dalam jangka
panjang.

Masing-¬‐masing α1-¬‐blocker mempunyai tolerabilitas dan efek terhadap


sistem kardiovaskuler yang berbeda (hipotensi postural, dizzines, dan asthenia)
yang seringkali menyebabkan pasien menghentikan pengobatan. Penyulit lain
yang dapat terjadi adalah ejakulasi retrograd. Salah satu komplikasi yang harus
diperhatikan adalah intraoperativefloppy iris syndrome (IFIS) pada operasi
katarak dan hal ini harus diinformasikan kepadapasien.

19
2. 5α-¬‐reductase inhibitor

5α-¬‐reductase inhibitor bekerja dengan menginduksi proses apoptosis sel


epitelprostat yang kemudian mengecilkan volume prostat hingga 20 – 30%. 5a-
¬‐reductase inhibitor juga dapat menurunkan kadar PSA sampai 50% dari nilai
yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat.
Saat ini, terdapat 2 jenis obat 5α--‐reductaseinhibitor yang dipakai untuk
mengobati BPH, yaitu finasteride dan dutasteride.Efek klinisfinasteride atau
dutasteride baru dapat terlihat setelah 6 bulan.

Finasteride digunakan bila volume prostat >40 ml dan dutasteride digunakan


bila volume prostat >30 ml. Efek samping yang terjadi pada pemberian finasteride
atau dutasteride ini minimal, di antaranya dapat terjadi disfungsi ereksi,
penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercak-¬‐bercak kemerahan di kulit.

3. Antagonis Reseptor Muskarinik

Pengobatan dengan menggunakan obat-¬‐obatan antagonis reseptor muskarinik


bertujuan untuk menghambat atau mengurangi stimulasi reseptor muskarinik
sehingga akan mengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih. Beberapa obat
antagonis reseptor muskarinik yang terdapat di Indonesia adalah fesoterodine
fumarate, propiverine HCL, solifenacin succinate, dan tolterodine l-¬‐tartrate.

Penggunaan antimuskarinik terutama untuk memperbaiki gejala storage


LUTS. Analisis pada kelompok pasien dengan nilai PSA <1,3 ng/ml (≈volume
prostat kecil) menunjukkan pemberian antimuskarinik bermanfaat. Sampai saat
ini, penggunaan antimuskarinik pada pasien dengan BOO masih terdapat
kontroversi, khususnya yang berhubungan dengan risiko terjadinya retensi urine
akut. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi rutin keluhan dengan IPSS dan sisa
urine pasca berkemih.Sebaiknya, penggunaan antimuskarinik dipertimbangkan
jika penggunaan α-¬‐blocker tidak mengurangi gejala storage.

Penggunaan antimuskarinik dapat menimbulkan efek samping, seperti mulut


kering (sampai dengan 16%), konstipasi (sampai dengan 4%), kesulitan berkemih

20
(sampai dengan 2%), nasopharyngitis (sampai dengan 3%), dan pusing (sampai
dengan 5%).

4. Phospodiesterase 5 inhibitor

Phospodiesterase 5 inhibitor (PDE 5 inhibitor) meningkatkan konsentrasi dan


memperpanjang aktivitas dari cyclic guanosine monophosphate (cGMP)
intraseluler, sehingga dapat mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat, dan
uretra. Di Indonesia, saat ini ada 3 jenis PDE5 Inhibitor yang tersedia, yaitu
sildenafil, vardenafil, dan tadalafil.

Sampai saat ini, hanya tadalafil dengan dosis 5 mg per hari yang
direkomendasikan untuk pengobatan LUTS. Tadalafil 5 mg per hari dapat
menurunkan nilai IPSS sebesar 22-¬‐37%.Penurunan yang bermakna ini
dirasakan setelah pemakaian 1 minggu. Pada penelitian uji klinis acak tanpa meta-
¬‐analisis, peningkatan Qmax dibandingkan plasebo adalah 2,4 ml/s dan tidak
didapatkan perbedaan yang bermakna pada residu urine. Data meta-¬‐analisis
menunjukkan PDE 5 inhibitor memberikan efek lebih baik pada pria usia lebih
muda dengan indeks massa tubuh yang rendah dengan keluhan LUTS berat.

5. Terapi Kombinasi
a) α1-¬‐blocker+5α-¬‐reductase inhibitor

Terapi kombinasi α1-¬‐blocker (alfuzosin, doksazosin, tamsulosin)


dan 5α--‐reductaseinhibitor (dutasteride atau finasteride) bertujuan
untuk mendapatkan efek sinergis denganmenggabungkan manfaat
yang berbeda dari kedua golongan obat tersebut, sehingga
meningkatkan efektivitas dalam memperbaiki gejala dan mencegah
perkembangan penyakit. Waktu yang diperlukan oleh α1-¬‐blocker
untuk memberikan efek klinis adalah beberapa hari, sedangkan 5α-
¬‐reductase inhibitor membutuhkan beberapa bulan untuk
menunjukkan perubahan klinis yang signifikan.Data saat ini
menunjukkan terapi kombinasi memberikan hasil yang lebih baik

21
dibandingkan monoterapi dalam risiko terjadinya retensi urine akut
dan kemungkinan diperlukan terapi bedah.Akan tetapi, terapi
kombinasi juga dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping.

Terapi kombinasi ini diberikan kepada orang dengan keluhan LUTS


sedang-¬‐berat dan mempunyai risiko progresi (volume prostat
besar, PSA yang tinggi (>1,3 ng/dL), dan usia lanjut). Kombinasi ini
hanya direkomendasikan apabila direncanakan pengobatan jangka
panjang (>1 tahun).

b) α1-¬‐blocker + antagonis reseptor muskarinik

Terapi kombinasi α1-¬‐blocker dengan antagonis reseptor


muskarinik bertujuan untuk memblok α1-¬‐adrenoceptor dan
cholinoreceptors muskarinik (M2 dan M3) pada saluran kemih
bawah.Terapi kombinasi ini dapat mengurangi frekuensi berkemih,
nokturia, urgensi, episode inkontinensia, skor IPSS dan memperbaiki
kualitas hidup dibandingkan dengan α1-¬‐blocker atau plasebo
saja.Pada pasien yang tetap mengalami LUTS setelah
pemberianmonoterapi α1--‐blockerakan mengalami penurunan
keluhan LUTS secara bermakna dengan pemberian anti muskarinik,
terutama bila ditemui overaktivitas detrusor (detrusoroveractivity).
Efek samping dari kedua golongan obat kombinasi, yaitu α1-
¬‐blocker dan antagonis reseptor muskarinik telah dilaporkan lebih
tinggi dibandingkan monoterapi.Pemeriksaan residu urine harus
dilakukan selama pemberian terapi ini.

c) Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-¬‐tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk


memperbaiki gejala, tetapi data farmakologik tentang kandungan zat
aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat
ini belum diketahui dengan pasti. Di antara fitoterapi yang banyak

22
dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis
rooperi, Radixurtica, dan masih banyak lainnya

Pembedahan

Indikasi tindakan pembedahan, yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan


komplikasi, seperti:

1. retensi urine akut;


2. gagal Trial Without Catheter (TwoC);
3. infeksi saluran kemih berulang;
4. hematuria makroskopik berulang;
5. batu kandung kemih;
6. penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh obstruksi akibat BPH;
7. dan perubahan patologis pada kandung kemih dan saluran kemih bagian
atas.

Indikasi relatif lain untuk terapi pembedahan adalah keluhan sedang hingga
berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non bedah, dan
pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa.

1. Invasif Minimal
a) Transurethral Resection of the Prostate (TURP)

TURP merupakan tindakan baku emas pembedahan pada pasien BPH


dengan volume prostat 30‐80 ml. Akan tetapi, tidak ada batas maksimal
volume prostat untuk tindakan ini di kepustakaan, hal ini tergantung dari
pengalaman spesialis urologi, kecepatan reseksi, dan alat yang
digunakan. Secara umum, TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga
90% dan meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%. Penyulit dini
yang dapat terjadi pada saat TURP bisa berupa perdarahan
yangmemerlukan transfusi ( 0-¬‐9%), sindrom TUR (0-¬‐5%), AUR (0-
¬‐13,3%), retensi bekuan darah (0-¬‐ 39%), dan infeksi saluran kemih
(0-¬‐22%).. Sementara itu, angka mortalitas perioperatif (30 hari

23
pertama) adalah 0,1. Selain itu, komplikasi jangka panjang yang dapat
terjadi meliputi inkontinensia urin (2,2%), stenosis leher kandung kemih
(4,7%), striktur urethra (3,8%), ejakulasi retrograde (65,4%), disfungsi
ereksi (6,5-¬‐14%), dan retensi urin dan UTI.

b) Lain-¬‐lain

Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) atau insisi leher kandung


kemih (bladder neck insicion) direkomendasikan pada prostat yang
ukurannya kecil (kurang dari 30 ml) dantidak terdapat pembesaran lobus
medius prostat.TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan
meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik TURP.

Thermoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan >45oC sehingga


menimbulkan nekrosis koagulasi jaringan prostat. Gelombang panas
dihasilkan dari berbagai cara, antara lain adalah Transurethral
Microwave Thermotherapy (TUMT), Transurethral Needle Ablation
(TUNA), dan High Intensity Focused Ultrasound (HIFU). Semakin
tinggi suhu di dalam jaringan prostat, semakin baik hasil klinik yang
didapatkan, tetapi semakin banyak juga efek samping yang
ditimbulkan.Teknik thermoterapi ini seringkali tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit, tetapi masih harus memakai kateter dalam
jangka waktu lama. Angka terapi ulang TUMT (84,4% dalam 5 tahun)
dan TUNA (20-¬‐50% dalam 20 bulan).

Stent dipasang intraluminal di antara leher kandung kemih dan di proksimal


verumontanum, sehingga urine dapat melewati lumen uretra prostatika.Stent dapat
dipasang secara temporer atau permanen.Stent yang telah terpasang bisa
mengalami enkrustasi, obstruksi, menyebabkan nyeri perineal, dan disuria.

24
2. Operasi Terbuka

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal (Hryntschack atau


Freyer) dan retropubik (Millin).Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat yang
volumenya lebih dari 80 ml.

Prostatektomi terbuka adalah cara operasi yang paling invasif dengan


morbiditas yang lebih besar. Penyulit dini yang terjadi pada saat operasi
dilaporkan sebanyak 7-¬‐14% berupa perdarahan yang memerlukan transfusi.
Sementara itu, angka mortalitas perioperatif (30 hari pertama) adalah di bawah
0,25%. Komplikasi jangka panjang dapat berupa kontraktur leher kandung kemih
dan striktur uretra (6%) dan inkontinensia urine (10%).

II.9. Pengkajian Kasus Dewasa Pria

Kasus Dewasa Pria

Pengkajian pada Desa X di Bekasi didapatkan warga dewasa laki-laki sekitar 35


orang dari 100 orang menderita Benign Prostate Hyperplasia/ BPH. Penderita
BPH sebanyak 5 orang menyatakan malu karena bertambahnya ukuran prostat,
sebanyak 15 orang mengeluhkan harus mengedan ketika buang air kecil, dan
sebanyak 10 orang mengatakan pancaran buang air kecilnya melemah. Hampir
57% dari penderita BPH mengeluhkan nyeri ketika buang air kecil dan sebanyak
33% sering berulang gejala infeksi pada kandung kemih.

Format Penulisan Hasil Pengkajian Komunitas

Variabel Sub Variabel Hasil Pengkajian


Core Sejarah Pada desa Xdi Bekasi di dapatkan data bahwa
warga dewasa laki-aki sekitar 35 orang dari
jumlah populasi 100 orang menderita Benign
Prostate Hyperplasia/BPH. 5 orang

25
menyatakan malu karena memiliki ukuran
prostat yang terus berta,bah besar, kemudian
sebanyak 15 orang mengatakan bahwa ketika
pipis harus mengedan dan 10 orang
mengatakan pancaran buang air kecilnya
melemah.kemudian sekitar 57% dari
penderita BPH mengeluhkan nyeri ketika
buang air kecil dan 33% sering berulang
gejala infeksi pada kantug kemih.
Demografi Pada kasus kali ini yang menjadi variable
pengkajian adalah laki-laki pada desa X di
Bekasi yang menderita Benign Prostate
Hyperplasia/BPH, data didapatkan dari
laporan kader didesa X.
Etnis Terdapat berbagai penduduk yang terdiri dari
beragam budaya seperti sunda, jawa, batak,
dan Betawi namun penduduk disini lebih
didominasi oleh 60% orang jawa
Nilai dan Nilai keyaninan yang dianut adalah agama
Keyankinan islam, katolik, hindu dan Kristen namun
sebagian didominasi oleh agama islam yaitu
sekitar 85% dari jumlah penduduk.
Subsystem Lingkungan a. Perumahan dan lingkungan: (data
Fisik tambahan)
Antar rumah berdekaatan, tipe rumah
semi permanen dan permanen, jalanan
di desa X rapi tetapi masih ada
sampah yang berserakan.
b. Kebiasaaan: perilaku warga (dewasa
pria) Desa X jarang berolahraga secara

26
rutin yang berakibat kurangnya
aktivitas fisik.
c. Transportasi: warga bertransportasi
menggunakan kendaraan umun dan
kendaraan pribadi yaitu sepeda motor
dan mobil.
d. Pusat belanja: di pasar tradisional dan
pasar modern
e. Tempat ibadah: satu masjid dan satu
gereja

Layanan Pelayanan kesehatan terdapat satu puskesmas,


Kesehatan dan satu posyandu dan satu posbindu (data
Sosial tambahan)

Ekonomi Penghasilan rata – rata warga Desa X


perkeluarga antara 2.000.000 – 7.000.000
perbulan (data tambahan)
Transportasi dan Warga menggunakan kendaraan umum dan
Keamanan beberapa warga ada yang menggunakan
sepeda motor untuk aktivitas sehari – hari,
warga Desa X biasanya ke puskesmas
menggunaakan kendaraan umum atau
menggunakan sepeda motor.
Politik dan Struktur organisasi pemimpin Desa X di
Pemerintahan Bekasi terdapat bapak lurah dan bawahannya.
Kelompok layanan kepada masyarakat
terdapat kader, pkk, karang taruna)
Komunikasi Warga desa X berkomunikasi menggunakan
telepon/handphone, TV, Radio dan

27
majalah/koran. Jika ada rapat desa biasanya
diberitahu melalui surat. Fasilitas komunikasi
yang menunjang untuk kelompok BPH belum
ada.
Pendidikan Tingkat pendidikan warga yang kategori
dewasa pria di Desa X yaitu 5 orang luluan
SD, 40 orang lulusan SMP,30 orang lulusan
SMA, dan 25 orang sarjana.
Rekreasi Dari hasil wawancara, warga desa X
mengadakan rekreasi setahun sekali. Tetapi
yang banyak ikut adalah perempuan
sementara laki – laki (dewasa pria) jarang
untuk rekreasi.
Persepsi Persepsi masyarakat tentang Benign Prostate
Hyperplasia/BPH masih kurang baik karena
mereka menganggap bahwa penyakit ini
adalah penyakit kutukan, kemudian dilihat
dari cara masyarakat menindak lanjuti
penyakit ini mereka memilih pergi ke
pengobatan tradisional dibandingkan pergi ke
rumah sakit atau dokter setempat.

Analisa data

NO DATA MASALAH
1. DATA SUBJEKTIF : Gangguan Eliminasi Urin
 Klien mengatakan bertambahnya pada warga dewasa laki-
ukuran prostat laki desa X di Bekasi
 Klien mnegatakan jika ingin buang air
kecil harus mengedan

28
 Klien mengatakan bahwa pancaran
buang air kecilnya melemah.

DATA OBJEKTIF
 57% dari penderita Benign Prostate
Hyperplasia/BPH mengalami
nyeriketika buang air kecil
 37% penderita Benign Prostate
Hyperplasia/BPH, mengalami infeksi
berulang pada kantung kemih

29
BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Hiperplasia prostat jinak atau pembesaran prostat jinak (bahasa Inggris:
Benign prostatic hyperplasia) adalah suatu kondisi ketika kelenjar prostat
mengalami pembengkakan yang bukan kankerGejala-gejalanya dapat berupa
sering ingin buang air kecil (khususnya pada malam hari), kesulitan untuk mulai
buang air kecil, aliran urin yang tersendat, ketidakmampuan untuk buang air kecil,
dan hilangnya kendali atas kandung kemih.
Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran prostat, kelenjaran prostat
membesar memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat
urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner & Suddart,
2013). Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara
pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat
pula dianggap undangan (counter part).
Menurut data WHO (2013), diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak
19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus.
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih. Dan tanda, gejala dari BPH yaitu : keluhan pada
saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih. Pembesaran prostat
jinak (BPH) kadang-kadang dapat mengarah pada komplikasi akibat
ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin.

30
III.2. Saran
Dengan hasil yang didapat dari penelitian ini, maka disarankan kepada:
A. Bagi Dinas Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian bahwa adanya gambaran faktor-faktor yang
mendukung terhadap kejadian BPH (Benign prostatic hyperplasia), maka
diharapkan dinas kesehatan setempat dapat mengadakan program penanggulangan
kejadian BPH.
B. Bagi Perawat Komunitas
Diharapkan dengan hasil tersebut perawat dapat memberikan pendidikan
kesehatan mengenai cara untuk mencegah terjadinya BPH dan memberikan
contoh perilaku menjaga hidup sehat.
C. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dengan adanya gambaran dari hasil penelitian ini, maka diharapkan akan
ada penelitian mengenai metode penyuluhan yang baik dan efektif untuk
mengatasi kejadian BPH pada dewasa muda.

31
DAFTAR PUSTAKA

Elizabhet B. Hurlock,1993,Psikologi Perkembangan,Jakarta,Erlangga.

Mulya Sumantri, Nana Syodih,2006,Perkembangan Peserta


Didik,Jakarta,Universitas Terbuka.

Source: Materi kuliah Perkembangan Peserta Didik ,Pengampu: Sri


Hartini.Publish By Heins.14

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

PPNI. (2017). STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA.


JAKARTA SELATAN: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Nuha Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). DiagnosaKeperawatan :DIAGNOSIS NANDA-


1,INTERVENSI NIC,HASIL NOC,Ed.10. jakarta: EGC MEDUCAL
PUBLISHER.

32

Anda mungkin juga menyukai