A. PENDAHULUAN
Umat Nabi Muhammad Saw. adalah umat yang paling beruntung
dibandingkan dengan umal-umat sebelumnya, karena banyak keistimewaan
yang diberikan oleh Allah Swt. kepada umat nabi terakhir ini. Di antara
banyak keistimewaan itu adalah terpeliharanya kitab suci mereka, yaitu al-
Qur‟an al-Karim.
Di antara fungsi hadith Rasulullah Saw. adalah sebagai penjelas bagi
ayal-ayat al-Qur‟ān. Oleh karena itu, ketika Allah Swt. memberikan janji
kepada umat Islam untuk memelihara al-Qur‟ān, maka sudah semestinya
Allah Swt. pun akan memelihara hadith. Hal ini terbukti dengan
terpeliharanya hadith-hadith Rasulullah Saw.
Mungkin ada orang yang ingin memberikan komentar, "Bila memang
benar Allah Swt. memelihara hadith-hadith Rasulullah Saw., mengapa ada
hadith da‟if atau hadith palsu (maudu„)? Bukankah adanya hadith da„if dan
hadith palsu menunjukkan Allah tidak memelihara hadith sebagaimana Allah
memelihara al-Qur‟ān?"
Komentar tersebut sangat bagus. Namun demikian, komentar itu juga
rancu, karena keberadaan hadith da„if dan hadith palsu itu justru menjadi bukti
terpenuhinya janji Allah. Adanya hadith da„if dan maudu„ menunjukkan
adanya usaha yang dilakukan secara serius untuk menyaring hadith-hadith
Rasulullah Saw. Kita bisa membandingkan hal ini dengan nasib "hadith-
hadith" para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw., di mana yang sahih, da‟if
dan maudu„ telah bercampur tidak karuan. Hal ini berbeda dengan hadith-
hadith Rasul Allah Saw. yang terpelihara. Hadith-hadith beliau telah
1
Makalah disampaikan dalam seminar Studi Hadith Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel
Surabaya, pada tanggal 6 Januari 2009, dibimbing oleh Prof. Dr. H. Burhan Djamaluddin, M.A.
2
B. KITAB SAHIH
Kitab Sahih yaitu kitab yang menghimpun hadith-hadith yang sahih saja,
dan mengesampingkan hadith-hadith yang tidak sahih. Ada orang yang
mengira bahwa kitab sahih merupakan himpunan semua hadith sahih. Dugaan
ini tidak tepat. Banyak hadith sahih yang tidak dicantumkan, dikarenakan
penghimpun khawatir kitabnya menjadi sangat tebal.2 Adapun pengertian
hadith sahih di sini adalah hadith yang memenuhi syarat sahih menurut
penyusun kitab hadith tersebut.
Dalam pembahasan ini, penulis akan memaparkan secara detail tentang
dua kitab sahih. Dua kitab sahih itu adalah Sahih al-Bukhari dan Sahih
Muslim.
1. Al-Jami‘ al-Sahih Karya Imam al-Bukhari
Kitab Al-Jami„ al-Sahih ini lebih dikenal dengan nama Sahih al-
Bukhari. Kitab ini merupakan karya Imam Abu „Abdillah Muhammad b.
Isma„il al-Bukhari yang wafat tahun 256 H. Imam al-Bukhari adalah orang
yang pertama kali menyusun dan membukukan hadith dengan hanya
mengambil hadith yang sahih saja, dan mengesampingkan hadith yang
da„if. Oleh karena itu, kitab ini memperoleh perhatian yang besar dari para
ulama. Ia bahkan dinyatakan sebagai himpunan berita paling valid di muka
2
Nur al-Din „Atar, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadith (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu„asir, 1997),
250.
3
bumi ini setelah al-Qur‟an. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh Achmad Sunarto dengan judul: Tarjamah Shahih Bukhari.
a. Riwayat Hidup Imam al-Bukhari
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam
al-Bukhari. Isi surat itu memintanya supaya menetap di negeri mereka.
Imam al-Bukhari pun memenuhi permohonan mereka. Ketika
perjalanannya sampai di Khartand, ia singgah di sana. Khartand adalah
sebuah desa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand. Di
desa itu terdapat beberapa familinya. Ia singgah untuk mengunjungi
mereka. Tetapi di desa itu Imam al-Bukhari jatuh sakit hingga
menemui ajalnya.3
Ia wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H. (bertepatan dengan
tanggal 31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun. Sebelum meninggal
dunia, ia berpesan. Isi pesan itu, bahwa jika meninggal nanti,
hendaknya jenazahnya dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan
tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh
masyarakat setempat. Jenazahnya dikebumikan selepas Zuhur, sesudah
ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai
amal yang mulia.
Pengembaraannya ke berbagai negeri telah mempertemukan Imam
al-Bukhari dengan guru-guru yang sangat banyak. Ia menyatakan,
“Aku menulis hadith yang aku terima dari 1.080 orang guru. Mereka
semua ahli hadith. Mereka berpendirian bahwa iman harus dibuktikan
dengan ucapan dan perbuatan.” Di antara guru-guru besar itu adalah
„Ali b. al-Madini, Ahmad b. Hanbal, Yahya b. Ma‟in, Muhammad b.
Yusuf al-Faryabi, Makki b. Ibrahim al-Bakhi, Muhammad b. Yusuf al-
Baykandi dan Ibn Rahawaih. Guru-guru yang hadithnya diriwayatkan
dalam kitab Sahih-nya sebanyak 289 orang guru.
3
Abu al-„Abbas Sihab al-Din Ahmad al-Qastalani, Irsad al-Sari li Sarh Sahih al-Bukhari (Beirut:
Dar al-Fikr, 1990), 56.
4
4
Ibn Hajar al-„Asqalani, Muqaddimah Fath al-Bari, jilid 22, hal. 204.
5
5
Syams al-Din al-Dhahabi, Siyar Min A’lam al-Nubala’, tahqiq Syu‟aib Al Arna‟ut (Beirut:
Mu‟assasah al-Risalah, 2001), vol 12, hal. 392.
8
dengan nama Sahih Muslim. Kitab ini merupakan karya Imam Abu al-
Husain Muslim b. Hajjaj al-Qusairi al-Naisaburi yang wafat tahun 261 H.
Kitab ini, sama dengan Sahih al-Bukhari, juga hanya memuat hadith yang
sahih saja berdasarkan syaral-syarat yang ditentukan oleh penyusunnya.
Menurut jumhur (mayoritas) ulama, Sahih Muslim menempati peringkat
kedua setelah Sahih al-Bukhari. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh KH. Adib Bisri Musthofa dengan judul Tarjamah
Shahih Muslim.
a. Riwayat Hidup Imam Muslim
Nama lengkapnya ialah Imam Abu al-Husain Muslim b. al-Hajjaj
b. Muslim b. Kausyaz al-Qushairi al-Naisaburi. Ia salah seorang ulama
terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga kini. Ia dilahirkan di
Naisabur pada tahun 206 H.
Ia belajar hadith sejak masih dalam usia dini, yaitu mulai tahun 218
H. Ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara negara lainnya.
Dalam lawatannya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama
kenamaan untuk berguru hadith. Di Khurasan ia berguru kepada Yahya
b. Yahya dan Ishaq b. Rahawaih. Di Ray ia berguru kepada
Muhammad b. Mahran dan Abu „Ansan. Di Iraq ia belajar hadith
kepada Ahmad b. Hambal dan „Abdullah b. Maslamah. Di Hijaz ia
belajar kepada Sa‟id b. Mansur. Di Mesir ia berguru kepada „Amr b.
Sawad dan Harmalah b. Yahya.
Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada
ulama-ulama ahli hadith. Kunjungannya yang terakhir pada 259 H. di
waktu Imam al-Bukhari datang ke Naisabur. Muslim sering datang
kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya.
Ketika terjadi perselisihan antara Al-Bukhari dan Al-Zihli, ia
bergabung kepada Al-Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab
terputusnya hubungan dengan Al-Zihli. Dalam Sahihnya maupun
dalam kitab lainnya, Muslim tidak memasukkan hadith-hadith yang
diterima dari Al-Zihli padahal ia adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan
12
8
Biografi singkat yang dimuat bersama kitab Shih Muslim, Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 6.
9
Imam Muslim, dalam: http://www.pmo.gov.my/ (19 Januari 2009).
14
C. KITAB-KITAB SUNAN
Kitab Sunan yaitu kitab himpunan hadith yang disusun berdasarkan
bab-bab tentang fiqih, dan hanya memuat hadits yang marfu‟ saja agar
dijadikan sebagai sumber hukum bagi fuqaha„ dalam mengambil kesimpulan
hukum.11 Dalam makalah ini penulis akan membahas empat kitab sunan, yaitu
10
Imam Muslim, dalam: http://mediabilhikmah.multiply.com/journal (19 Januari 2009).
11
Manna„ al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu Hadits (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), 58.
15
Sunan Abu Dawud, Sunan al-Nasa„i, Sunan al-Tirmidhi, dan Sunan Ibn
Majah.
1. Sunan Abu Dawud
Sunan Abu Dawud merupakan karya Imam Abu Dawud Sulaiman
b. al-Ash‟ath al-Sijistani yang wafat tahun 275 H. Dalam kitab ini Abu
Dawud menghimpun hadith sahih, hasan dan da„if. Namun Abu Dawud
telah menjelaskan semua hadith yang da„if dan tidak bisa dijadikan dalil
untuk beramal.12 Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh H. Bey Arifin dan A. Syinqithy Djamaluddin dengan judul Tarjamah
Sunan Abi Daud.
a. Riwayat Hidup Abu Dawud
Nama lengkapnya Abu Dawud ialah Sulaiman b. al-Asy‟as b.
Ishaq b. Basyir b. Syidad b. „Amr al-Azdi al-Sijistani. Ia seorang imam
ahli hadith yang sangat teliti, tokoh terkemuka para ahli hadith setelah
dua imam hadith Al-Bukhari dan Muslim, serta pengarang kitab
Sunan. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan.
Sejak kecilnya Abu Dawud mencintai ilmu dan para ulama,
bergaul dengan mereka untuk dapat mereguk dan menimba ilmu.
Belum lagi mencapai usia dewasa, ia telah mempersiapkan dirinya
untuk mengadakan perlawatan mengelilingi berbagai negeri. Ia belajar
hadith dari para ulama yang tidak sedikit jumlahnya yang dijumpainya
di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-
negeri lain. Perlawatannya ke berbagai negeri ini membantunya untuk
memperoleh pengetahuan luas tentang hadith. Kemudian hadith-hadith
yang diperolehnya itu ia saring. Hasil penyaringannya ia tuangkan
dalam kitab Al-Sunan.
Abu Dawud mengunjungi Baghdad berkali-kali. Di sana ia
mengajarkan hadith dan fiqih kepada para penduduk dengan memakai
kitab Sunan sebagai pegangannya. Kitab Sunan karyanya itu
diperlihatkannya kepada tokoh ulama hadith, Ahmad b. Hambal.
12
Ibid, hal. 277.
16
Keempat: "Yang halal itu sudah jelas, dan yang harampun telah
jelas pula. Di antara keduanya terdapat hal-hal syubhat (atau samar)
yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menghindari
syubhat, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatan dirinya;
dan barang siapa terjerumus ke dalam syubhat, maka ia telah
terjerumus ke dalam perbuatan haram, ibarat penggembala yang
mengembalakan ternaknya di dekat tempat terlarang. Ketahuilah,
sesungguhnya setiap penguasa itu mempunyai larangan. Ketahuilah,
sesungguhnya larangan Allah adalah segala yang diharamkal-Nya.
Ingatlah, di dalam rumah ini terdapat sepotong daging, jika ia baik,
maka baik pulalah semua tubuh dan jika rusak maka rusak pula seluruh
tubuh. Ingatlah, ia itu hati."
Demikianlah penegasan Abu Dawud dalam suratnya. Perkataan
Abu Dawud itu dapat dijelaskan sebagai berikut: Hadith pertama
adalah ajaran tentang niat dan keikhlasan yang merupakan asas utama
bagi semua amal perbuatan diniah dan duniawiah. Hadith kedua
merupakan tuntunan dan dorongan bagi ummat Islam agar selalu
melakukan setiap yang bermanfaat bagi agama dan dunia. Hadith
ketiga, mengatur tentang hak-hak keluarga dan tetangga, berlaku baik
dalam pergaulan dengan orang lain, meninggalkan sifal-sifat egoistis,
dan membuang sifat iri, dengki dan benci. Hadith keempat merupakan
dasar utama bagi pengetahuan tentang halal haram, serta cara
memperoleh atau mencapai sifat wara‟, yaitu dengan cara menjauhi
hal-hal musykil yang samar dan masih dipertentangkan status
hukumnya oleh para ulama, karena untuk menganggap enteng
melakukan haram. Dengan hadith ini nyatalah bahwa keempat hadith
di atas, secara umum, telah cukup untuk membawa dan menciptakan
kebahagiaan.
Tidak sedikit ulama yang memuji kitab Sunan ini. Hujjah al Islam,
Imam Abu Hamid al-Ghazali berkata, “Sunan Abu Dawud sudah
cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadith-hadith ahkam."
23
Demikian juga dua imam besar, al-Nawawi dan Ibn al-Qayyim al-
Jauziyyah memberikan pujian terhadap kitab Sunan ini. Bahkan ia
menjadikan kitab ini sebagai pegangan utama di dalam pengambilan
hukum.
2. Al-Sunan al-Sughra
Kitab al-Sunan al-Sughra adalah karya „Abdurrahman b. Ahmad b.
Syu‟aib al-Nasa‟I yang wafat tahun 303 H. Keistimewaan kitab ini adalah
pada kejelian penyusun dalam membuat bab-bab pembahasan yang
merupakan gabungan antara ilmu fikih dan ilmu isnad. Kitab ini telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Bey Arifin, Yunus „Ali Al
Muhdhor dan Dra. Ummu Maslamah Rayes dengan judul Tarjamah Sunan
Al-Nasa‟i.
a. Riwayat Hidup al-Nasa’i
Imam al-Nasa‟i merupakan ulama kenamaan dan ahli hadith pada
masanya. Ia adalah seorang imam ahli hadith, Shayk al-Islam,
sebagaimana diungkapkan al-Dhahabi dalam Tadhkirah-nya. Nama
lengkapnya Abu „Abdurrahman Ahmad b. „Ali b. Syu‟aib „Ali b. Sinan
b. Bahr al-Khurasani al-Qadi.
Dilahirkan di sebuah tempat bernama Nasa‟13 pada tahun 215 H.
Ada yang mengatakan pada tahun 214 H. Ia lahir dan tumbuh
berkembang di Nasa‟, sebuah kota di Khurasan yang banyak
melahirkan ulama-ulama dan tokoh-tokoh besar. Di madrasah negeri
kelahirannya itulah ia menghafal Al-Qur‟an, dan dari guru-guru
negerinya ia menerima pelajaran ilmu-ilmu agama yang pokok.
Setelah remaja, ia senang mengembara untuk mendapatkan hadith.
Belum lagi berusia 15 tahun, ia berangkat mengembara menuju Hijaz,
Iraq, Syam, Mesir dan Jazirah. Kepada ulama-ulama negeri tersebut ia
belajar hadith, sehingga ia menjadi seorang yang sangat terkemuka
dalam bidang hadith yang mempunyai sanad yang „ali (sedikit susunan
perawi pada sanadnya) dan dalam bidang kekuatan periwayatan hadith.
13
Al-Suyuti, Sunan al-Nas‟i bi al-Syarh (Beirut: Dar al-Fikr, tt), ba‟.
25
b. Sunan al-Nasa‘i
Al-Nasa‟i menerima hadith dari sejumlah guru hadith terkemuka.
Di antaranya ialah Qutaibah. Ia mengunjungi Qutaibah ketika berusia
15 tahun, dan selama 14 bulan belajar di bawah asuhannya. Guru
lainnya adalah Ishaq b. Rahawaih, al-Haris b. Miskin, „Ali b.
Khashram dan Abu Dawud penulis al-Sunan, serta al-Tirmidhi, penulis
al-Jami„.
27
3. Al-Jami‘
Kitab hadits al-Jami„ lebih dikenal dengan nama al-Sunan al-
Tirmidhi. Ia merupakan karya Imam Abu „Isa Muhammad b. „Isa al-
Tirmidhi yang wafat tahun 279 H. Kitab ini menghimpun hadith sahih,
hasan dan da„if. Namun demikian, al-Tirmidhi telah menjelaskan sebagian
besar derajat hadithnya. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh Drs. H. Moh. Zuhri, Dipl, Tafl, dkk. dengan judul
Tarjamah Sunan Al-Tirmidhi.
a. Riwayat Hidup
Imam al-Hafidh Abu „Isa Muhammad b. „Isa b. Saurah b. Musa b.
al-Dahhak al-Sulami al-Tirmidhi adalah salah seorang ahli hadith
kenamaan. Ia lahir pada 279 H di kota Tirmidh.
Kakek Abu „Isa al-Tirmidhi berkebangsaan Mirwaz, kemudian
pindah ke Tirmidh dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya
bernama Abu „Isa dilahirkan. Semenjak kecilnya, Abu „Isa gemar
mempelajari ilmu dan mencari hadith. Untuk keperluan inilah ia
mengembara ke berbagai negeri, diantaranya: Hijaz, Iraq, Khurasan,
dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu ia banyak mengunjungi ulama-
ulama besar dan guru-guru hadith untuk mendengar hadith. Hadith-
hadith tersebut ia hafal dan catat dengan baik di perjalanan, atau ketika
tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa
menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan menuju Mekah.
Setelah melalui perjalanan panjang untuk belajar, mencatat,
berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, pada akhir kehidupannya
al-Tirmidhi mendapat musibah kebutaan. Beberapa tahun lamanya ia
hidup sebagai tuna netra. Dalam keadaan seperti inilah akhirnya al-
Tirmidhi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmidh pada malam Senin 13
Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.
Ia belajar dan meriwayatkan hadith dari ulama-ulama kenamaan.
Di antaranya adalah Imam al-Bukhari. Kepadanya ia mempelajari
29
hadith dan fiqih. Ia juga belajar kepada Imam Muslim dan Abu
Dawud. Bahkan al-Tirmidhi belajar pula hadith dari sebagian guru
mereka.
Guru lainnya ialah Qutaibah b. Saudi Arabia„id, Ishaq b. Musa,
Mahmud b. Gailan, Said b. „Abd al-Rahman, Muhammad b. Basysyar,
„Ali b. Hajar, Ahmad b. Muni‟, Muhammad b. al-Musanna dan lain-
lain.
Hadith-hadith dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh
banyak ulama. Di antaranya ialah Makhul ibn al-Fadl, Muhammad
binMahmud „Anbar, Hammad b. Syakir,‟Ai-bd b. Muhammad al-
Nasfiyyun, al-Haisam b. Kulaib al-Syasyi, Ahmad b. Yusuf al-Nasafi,
Abul-‟Abbas Muhammad b. Mahbud al-Mahbubi (yang meriwayatkan
kitab Al-Jami„ daripadanya), dan lain-lain.
Abu „Isa al-Tirmidhi diakui oleh para ulama akan keahliannya
dalam hadith, kesalehan dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai
seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti.
Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah berikut
yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib al-Tahzib-
nya, dari Ahmad b. „Abdullah b. Abu Dawud. Ia berkata: “Saya
mendengar Abu „Isa al-Tirmidhi berkata: Pada suatu waktu dalam
perjalanan menuju Mekah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid
berisi hadith-hadith yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut
berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia.
Mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu.
Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa "dua jilid kitab" itu
ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut,
melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah
bertemu dengannya, saya memohon kepadanya untuk mendengar
hadith, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia
membacakan hadith yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia
mencuri pandang. Ia melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih
30
bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini,
ia berkata: „Tidakkah engkau malu kepadaku?‟ Aku bercerita dan
menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal
semuanya. „Coba bacakan!‟ suruhnya. Aku pun membacakan
seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi: „Apakah telah engkau
hafalkan sebelum datang kepadaku?‟ „Tidak,‟ jawabku. Kemudian
saya meminta lagi agar ia meriwayatkan hadith yang lain. Ia pun
kemudian membacakan empat puluh hadith yang tergolong hadith-
hadith yang sulit atau garib, lalu berkata: „Coba ulangi apa yang
kubacakan tadi,‟ Aku membacakannya dari pertama sampai selesai;
dan ia berkomentar: „Aku belum pernah melihat orang sepertimu."
Para ulama besar memuji dan menyanjungnya. Mereka mengakui
akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad
ibn Hibban, kritikus hadith, menggolongkan Tirmidhi ke dalam
kelompok Thiqah atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh
hafalannya. Ia berkata, “Tirmidhi adalah salah seorang ulama yang
mengumpulkan hadith, menyusun kitab, menghafal hadith dan suka
bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama.”
Abu Ya‟la al-Khalili, dalam kitabnya „Ulumul Hadith
menerangkan, “Muhammad b. „Isa al-Tirmidhi adalah seorang
penghafal dan ahli hadith yang baik yang telah diakui oleh para ulama.
Ia memiliki kitab sunan dan kitab Al-Jarh wa al-Ta‟dil. Hadith-
hadithnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain. Ia
terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan
imam yang menjadi ikutan, dan berilmu luas. Kitabnya Al-Jami„ al-
Sahih sebagai bukti atas keagungan derajatnya, keluasan hafalannya.
Banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadith yang sangat
mendalam.
Imam Tirmidhi dikenal sebagai ahli dan penghafal hadith yang
mengetahui kelemahal-kelemahan dan perawi-perawinya. Selain itu, ia
juga dikenal sebagai ahli fiqih yang mewakili wawasan dan pandangan
31
b. Kitab Al-Jami‘
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmidhi terbesar dan
paling banyak manfaatnya. Ia tergolong salah satu Kutub al Sittah
(Enam Kitab Pokok Bidang Hadith). Al-Jami„ ini terkenal dengan
nama Jami„ al-Tirmidhi, dinisbatkan kepada penulisnya. Kitab ini juga
terkenal dengan nama Sunan al-Tirmidhi. Namun nama pertamalah
yang popular.
Sebagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar al-Sahih
kepadanya, sehingga mereka menamakannya dengan Sahih al-
Tirmidhi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat dan terlalu
gegabah.
Setelah selesai menyususn kitab ini, Tirmidhi memperlihatkan
kitabnya kepada para ulama. Mereka senang dan menerimanya dengan
baik. Ia menerangkan, “Setelah selesai menyusun kitab ini, aku
perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak dan
Khurasa, dan mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah
tersebut ada Nabi yang selalu berbicara."
33
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah terbesar
yang masih beredar hingga sekarang. Dengan kitab inilah, nama Ibn
Majah menjadi terkenal. Ia menyusun sunan ini menjadi beberapa
kitab dan beberapa bab. Sunan ini terdiri dari 32 kitab, 1.500 bab.
Sedang jumlah hadithnya sebanyak 4.000 hadith.
Kitab sunan ini disusun menurut sistematika fiqih, yang dikerjakan
secara baik dan indah. Ibn Majah memulai sunan-nya dengan sebuah
bab tentang mengikuti sunnah Rasulullah Saw. Dalam bab ini ia
menguraikan hadith-hadith yang menunjukkan kekuatan sunnah,
kewajiban mengikuti dan mengamalkannya.
Sebagian ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam
kelompok "Kitab Hadith Pokok" mengingat derajat sunan ini lebih
rendah dari kitab-kitab hadith yang lima. Sebagian ulama yang lain
menetapkan, bahwa kitab-kitab hadith yang pokok ada enam kitab,
yaitu:
Sahih Al-Bukhari, karya Imam al-Bukhari.
Sahih Muslim, karya Imam Muslim.
Sunan Abu Dawud, karya Imam Abu Dawud.
Sunan al-Nasa‟i, karya Imam Nasa‟i.
Sunan al-Tirmidhi, karya Imam Tirmidhi.
Sunan Ibn Majah , karya Imam Ibn Majah .
Ulama pertama yang memandang Sunan Ibn Majah sebagai kitab
keenam adalah al-Hafiz Ab al-Fadl Muhammad b. Tahir al-Maqdisi
(wafat pada 507 H) dalam kitabnya Atraf al-Kutub al-Sittah dan dalam
risalahnya Syurut al-„A‟immah al-Sittah.
Pendapat itu kemudian diikuti oleh al-Hafiz „Abd al-Ghani b. al-
Wahid al-Maqdisi (wafat 600 H) dalam kitabnya Al-Ikmal fi Asma‟ al-
Rijal. Selanjutnya pendapat mereka ini diikuti pula oleh sebagian besar
ulama. Mereka mendahulukan Sunan Ibn Majah dan memandangnya
sebagai kitab keenam, tetapi tidak mengkategorikan kitab Al-Muwatta‟
karya Imam Malik sebagai kitab keenam, padahal kitab ini lebih Sahih
37
daripada Sunan Ibn Majah . Hal ini mengingat bahwa Sunan Ibn Majah
banyak zawa’id-nya (tambahannya) atas Kutub al- Khamsah. Berbeda
dengan Al-Muwatta‟, yang hadith-hadith itu kecuali sedikit sekali,
hampir seluruhnya telah termuat dalam Kutub al Khamsah.
Di antara para ulama ada yang menjadikan Al-Muwatta‟ Imam
Malik sebagai salah satu Kutub al-Sittah (Enam Kitab Pokok), bukan
Sunan Ibn Majah . Ulama pertama yang berpendapat demikian adalah
Abu al-Hasan Ahmad b. Razin al-Abdari al-Sarqisti (wafat sekitar
tahun 535 H) dalam kitabnya al-Tajrid fi al-Jami„ Bain al-Sihah.
Pendapat ini diikuti oleh Abu al-Sa‟adat Majduddin Ibn al-Asir al-
Jazairi al-Syafi‟i (wafat 606 H). Demikian pula al-Zabidi al-Syafi‟i
(wafat 944 H) dalam kitabnya Taysir al-Wusul.
Daftar Pustaka