Anda di halaman 1dari 20

1.

1 Latar Belakang

Distres respirasi atau gangguan pernafasan merupakan penyebab paling sering BBL
dirawat di ruang perawatan intensif. Distress respirasi ditandai dengan takipnea, napas cuping
hidung, retraksi interkostal, sianosis dan apneu yang menetap secara progresif dalam 48-96 jam
kehidupan, dengan karakteristik gambaran foto rontgen berupa gambaran retikulogranular dan
peripheral air bronchogram. (Garna, 2014). Sekitar 15% bayi cukup bulan dan 29% bayi kurang
bulan masuk ke ruang perawatan intensif karena mengalami gangguan pernafasan secara
signifikan. Resiko ini lebih besar terjadi pada bayi yang lahir kurang dari 34 minggu. Resiko lain
terjadinya distress respirasi mencakup prematuritas, sindrom aspirasi meconium, persalinan
saesar, kehamilan multipel, korioamnionitis, oligohidramnioan dan paru yang abnormal (reuter,
2014). Gangguan nafas yang paling sering ialah Gangguan napas yang paling sering ialah TTN
(Transient Tachypnea of the Newborn), dan RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau PMH
(Penyakit Membran Hialin) (Kosim, 2012).

Bayi dengan kelahiran preterm (<37 minggu) lebih sering mengalami RDS. Bayi dengan
kelahiran post term (>42 minggu) lebih sering mengalami Sindrom Aspirasi Mekonium (SAM).
Sedangkan TTN biasanya terjadi pada bayi cukup atau lebih bulan. Gagal nafas berat mencakup
RDS dan SAM, sedangkan TTN termasuk gagal nafas ringan (breathe, 2016).

Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau Penyakit Membran Hialin (PMH) merupakan
salah satu kasus penyebab gangguan pernafasan yang paling sering terjadi pada bayi prematur.
Pada bayi sehat, kematangan paru sudah sempurna dan memproduksi cukup surfaktan, namun
pada bayi premature dapat terjadi defisiensi surfaktan. Insiden PMH biasanya terjadi secara
proporsional berlawanan dengan usia gestasi dan berat lahir. Sekitar 60-80% terjadi pada bayi
dengan gestasi kurang dari 28 minggu, 15-30% terjadi pada gestasi antara 32-36 minggu, dan 5%
pada gestasi 37 minggu keatas (fajariyah, 2016). Paru-paru janin yang terisi oleh cairan
merupakan suatu hal yang krusial untuk perkembangan paru. Setelah lahir, cairan paru akan
keluar melewati epitelial, pembuluh dan limfe pulmonal. Keterlambatan pembersihan cairan paru
menghambat pertukaran gas dan menghasilkan distres pernafasan (hagen, 2017). Begitupun
Sindrom Aspirasi Mekonium, dapat terjadi 1 sampai 2 dari 1000 kelahiran. Tatalaksana perlu
cepat dilakukan untuk menghindari hipoksemia, asidosis serta menurunkan risiko kematian.
Intervensi yang dapat diberikan berupa pemberian oksigen, analisa gas darah, CPAP, dan
pemberian surfaktan (cloherty, 2012).

1.2 Tujuan

Penyajian laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan Respiratory Distress of


Neonatus untuk memenuhi sebagian syarat Program Pendidikan Profesi Kepanitraan Bagian
Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Arjawinangun.

Definisi

Epidemiologi

Etiologi

Klasifikasi

Patofisiologi

TTN

Keterlambatan pengeluaran cairan paru adalah mekanisme utama terjadinya TTN. Cairan
paru menghambat pertukaran gas, sehingga menimbulkan peningkatan kerja pernafasan.
Takipneu terjadi untuk mengkompensasi keadaan tersebut. Kurangnya ventilasi pada alveolus
menyebabkan terjadinya hipoksia.

Pada masa kehamilan, epitel pulmonal mensekresi cairan ke rongga-rongga alveolus yang
berfungsi untuk mendorong pertumbuhan paru. Cairan paru didapat dari transport aktif klorin
yang juga ikut membawa natrium dan air ke dalam lumen. Beberapa hari sebelum persalinan,
epitel pulmonar mengalami perubahan dari sekresi menjadi resorbsi. Enac (Epithelial Natrium
Channel) mengalami aktivasi sehingga meningkatkn transport natrium ke dalam dari lumen
interstitium. Pada saat persalinan terjadi pelonjakan katekolamin (adrenalin, glukokortikoid)
yang meningkatkan transport natrium secara aktif serta perubahan epitel alveloar dari sekresi
menjadi resorbsi. Setelah persalinan usai atau pada saat kelahiran terjadi distensi paru dan
peningkatan tekanan onkotik pada limfatik sehingga cairan paru dari alveolar berpindah ke
sistem limfatik dan pembuluh darah.

Pada persalinan normal, terjadi kompresi jalan lahir atau kompresi paru (transpulmonary
pressure) sehingga cairan dalam alveolus dan bronkus secara pasif berpindah dari membran ke
insterstitium. Ketika cairan sudah berada di interstitium lambat laun akan terserap oleh limfa dan
pembuluh darah. Ketika lahir, bayi mengalami rotasi atau fleksi tubuh yang dapat menekan
abdomen agar terjadi peningkatan kompresi paru sehingga cairan dapat keluar dari hidung
ataupun mulut.

Ketika ENaC mengalami inaktivasi atau inefektifitas, dimana transport natrium pada interstitium
itu dibutuhkan untuk menghambat kembalinya cairan ke dalam rongga alveolus, maka akan
terjadi penumpukan cairan paru saat bayi lahir sehingga menganggu fungsi respirasi bayi baru
lahir. Bayi dengan riwayat persalinan Caesar mengalami risiko TTN yang lebih tinggi karena
tidak mengalami penekanan jalan lahir (Gomella, 2013)

Patofisologi TTN (Kodi, 2019)


RDS

Paru berasal dari pengembangan “embryonic foregut” dimulai dengan perkembangan utama pada
usia 3 minggu kehamilan. Pertumbuhan paru kearah kaudal ke mesenkhim sekitar dan pembuluh
darah, otot halus, tulang rawan dan komponen fibroblast berasal dari jaringan ini. Secara
endodermal epitelium mulai membentuk alveoli dan saluran pernapasan. Diluar periode
embrionik ini ada 4 stadium perkembangan paru yang dikenal. Pada seluruh stadium ini,
perkembangan saluran pernapasan, pembuluh darah dan proses diferensiasi berlangsung secara
bersamaan (kosim, 2012) (Pickerd, 2008)

Stadium Waktu Perkembangan struktur


Pseudoglandular 5 - 17 minggu Differensiasi sel epitel,
perkembangan percabangan
bronkus dan tubulus asiner,
pembentukan arteri dan vena
pulmonalis
Kanalikuler 16 - 26 minggu Pembentukan bronkiolus,
ductus alveolus, differensiasi
pneumosit alveolar II,
proliferasi kapiler, penipisan
mesenkhim
Sakuler 24 - 38 minggu Perkembangan dan ekspansi
rongga udara, pembentukan
septum alveolar
Alveolar 36 minggu – lebih 2 tahun Penipisan dan multiplikasi
setelah lahir septum alveolar

Surfaktan dibentuk pada pneumosit alveolar tipe II dna disekresi kedalam rongga udara sekitar
usia kehamilan 22 minggu. Pembentukan tubulus asiner adalah awal mula dari differensiasi
pneumosit tipe II. Surfaktan disekresi oleh eksositosis dari lamellar bodies pneumosit tipe II dan
mielin tubuler.. Sel tipe II penting untuk mengontrol struktur integritas alveolus dengan cara
proliferasi setiap terjadi cedera paru dan bekerja sebagai prekursor pertukaran gas yang
dilakukan oleh sel tipe I. Pneumosit tipe I berbentuk datar dan memanjang serta melapisi
sebagian besar permukaan alveolus sehingga membantu pertukaran gas secara efektif (pickerd,
2008).

Komponen utama surfaktan adalah fosfolipid, sebagian besar terdiri dari


dipalmityphosphaditidylcholine (DPPC). Fungsi dari surfaktan adalah untuk mengurangi
tegangan permukaan dan menstabilkan saluran napas kecil sehingga ekspirasi yang
memungkinkan stabilisasi dan pemeliharaan sisa volume paru.

Ada 3 jenis protein utama lain yang dibentuk didalam pneumosit tipe II dan disekresi bersamaan
dengan komponen fosfolipid surfaktan SP-A mempunyai fungsi imuno-regulator, Bersama
dengan SP-B diperlukan untuk pembentukan myelin tubuler. SP-A, bersama dengan SP-B dan
SP-C mempertahankan mielin tubuler dan surfaktan lapis tunggal terhadap pengikisan akibat
kontaminasi dengan protein plasma.

Pada pematangan paru tidak sempurna dan mutasi genetik pada salah satu protein surfaktan
menimbulkan defisiensi surfaktan. Kekurangan surfaktan tidak mampu menurunkan tekanan
pada permukaan alveolus sehingga dapat menimbulkan kollaps.

MAS

Mekonium adalah material steril, tebal, tidak berbau dan berwarna hitam-kehijauan.
Mekonium merupakan sisa-sisa pencernaan janin pada saat 3 bulan pertama kehamilan.
Mekonium merupakan substansi yang terdiri dari air, lanugo, sel yang berdeskuamasi, verniks,
cairan amnion, enzim pankreas, dan pigmen empedu. Aspirasi mekonium pada jalan napas dapat
menyebabkan obstruksi, vasokonstriksi, pembuluh darah paru, hipertensi paru, disfungsi
surfaktan, infeksi dan pneumonitis (rohsiswatmo, 2018).
Patofisiologi MAS (cloherty, 2012).

Obstruksi mekanik

Mekonium yang kental dan liat dapat menyebabkan obstruksi mekanik total atau parsial. Pada
saat bayi mulai bernapas, mekonium bergerak dari saluran napas sentral ke perifer. Partikel
mekonium yang terhirup ke dalam saluran napas bagian distal menyebabkan obstruksi dan
atelektasis sehingga terjadi area yang tida terjadi ventilasi dan perfusi menyebabkan hipoksemia.
Obstruksi parsial menghasilkan dampak katup-bola atau ball-valve effect yaitu udara yang
dihirup dapat memasuki alveoli tetapi tidak dapat keluar dari alveoli. Hal ini akan
mengakibatkan air trapping di alveoli dengan gangguan ventilasi dan perfusi yang dapat
mengakibatkan sindrom kebocoran udara dan hiperkspansi. Risiko terjadinya sekitar 15-33%.

Pnemonitis

Mekonium diduga mempunyai dampak toksik secara langsung yang diperantarai oleh proses
infalamsi. Dalam beberapa jan neutrofil dan makrofag telah berada di dalam alveoli, saluran
napas besar dan parenkim paru. Dari makrofag akan dikeluarkan sitokin seperti TNFα, TNF-1β,
dan interleukin-8 yang dapat langsung menyebabkan gangguan pada parenkim paru atau
menyebabkan kebocoran vaskular yang mengakibatkan pneumonitis toksik dengan perdarahan
paru dan edema. Mekonium mengandung berbagai zat seperti asam empedu yang apabila
dijumpai dalam air ketuban akan menebabkan kerusakan langsung pembuluh darah tali pusat dan
kulit ketuban, serta mempunyai dampak langsung vasokonstriksi pada pembuluh darah umbilical
plasenta.

Vasokonstruksi pulmonal

Kejadian SAM berat dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pulmonal persisten. Pelepasan
mediator vasoaktif seperti eikosanoids, endotelin-1 dan prostaglandin E2 (PGE2), sebagai akibat
adanya mekoium dalam air ketuban diduga mempunyai peran dalam hipertensi pulmonal
persisten (kosim, 2009).

Manifestasi Klinis

TTN

Bayi cukup bulan atau lebih bulan

Mengalami takipnea dalam 6 jam pertama setelah lahir

Kecepatan pernafasan 60-120 kali per menit

Retraksi

Merintih

Pelebaran hidung

Sianosis ringan

Hiperinflasi anteroposterior (barrel shaped)

Terabanya hati dan limpa (cloherty, 2012).

Menurut buku Neonatalogy Management, Procedures, On Call Problems, Disease, and Drugs,
TTN terbagi menjadi beberapa klasifikasi

Keterlambatan transisi: takipneu sesaat setelah lahir biasanya kurang dari 6 jam setelah lahir
(namun dapat juga terjadi dalam 2-12 jam). Merintih dapat terjadi pada bayi dengan
keterlambatan transisi dan biasanya berkurang dalam 2 jam. Keterlambatan transisional biasanya
terjadi waktu 6 jam dan bayi dapat diberi makan secara oral.

Transient tachypneu of the Newborn (TTN): takipnea yang terjadi dalam kurang dari 72 jam.
Biasanya membaik dalam waktu 12-24 jam. Beberapa penelitian menunjukan 74% bayi
mengalami penyembuhan gejala klinis dalam waktu 48 jam.

Prolonged TTN: beberapa bayi mengalami perpanjangan TTN yang berlangsung lebih dari 72
jam (Gomella, 2013).

RDS

Bayi prematur

Takipneu

Sianosis

Pelebaran ala nasi

Retraksi dada

Merintih (Gomella, 2013).

MAS

Gejala umum:

Pada bayi biasanya menunjukan tanda-tanda postmatur. Gangguan napas terlihat jelas pada saat
lahir atau saat masa transisi. Bayi dengan asfiksia perinatal akan mengalami depresi pernafasan
dengan upaya pernafasan yang buruk dan penurunan tonus otot. Pewarnaan mekonium pada kulit
merupakan kunci untuk menentukan lama paparan dan konsenstrasi mekonium. 15 menit
paparan mekonium tebal dan gelap atau 1 jam paparan mekonium terang akan mulai mewarnai
talipusat. Pewarnaan kuning pada kuku bayi baru lahir memerlukan 4-6 jam, namun dibutuhkan
12 jam pada verniks kaseosa.
Mekonium muncul dalam bentuk cairan amnion dengan berbagai variasi bentuk, viskositas, dan
konsistensi. Walaupun SAM dapat muncul dalam bentuk cairan amnion yang tipis, namun
kebanyakan bayi yang mengalami mekonium tebal.

Obstruksi saluran napas: mekonium tebal dalam jumlah banyak, bila tidak disingkirkan, dapat
menyebabkan obstruksi saluran nafas akut. Pada bayi mungkin mengalami apneu atau megap-
megap, sianosis, dan susah melakukan pertukaran udara. Bila dibiarkan, mekonium dapat
berlanjut ke saluran pernafasat distal, mempengaruhi saluran nafas yang lebih kecil, sehingga
menyebabkan air-trapping dan atelektasis.

Gagal Napas: bayi dengan aspirasi mekonium dapat berlanjut ke saluran pernafasan distal namun
tidak mengalami obstruksi saluran nafas total menunjukan gejala gagal napas sekunder dalam
meningkatkan resistensi pernafasan, penurunan pemenuhan nafas, dan air-trapping. (contoh:
takipneu, pelebaran hidung, retraksi intercostal, peningkatan diameter anteroposterior dada, dan
sianoisis). Untuk beberapa bayi mungkin menunjukan keterlambatan gejala yang diawali gejala
gagal napas ringan namun memburuk dalam beberapa jam setelah lahir dengan atelectasis,
inaktivasi surfaktan, dan perkembangan pneumonitis kimiawi (Gomella, 2013).

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis gangguan napas dapat ditegakkan secara klinis maupun dengan analisa gas darah.
Perhitungan indeks oksigenasi akan menggambarkan beratnya hipoksemia. Bila mengevaluasi
bayi dengan gangguan napas harus hati-hati dan waspada karena dapat terjadi bayi dengan
gangguan pernapasan yang menonjol tetapi tidak mengalami gangguan napas (misalnya asidosis
metabolik, diabetik ketoasidosis) dan sebaliknya gangguan napas berat dapat juga terjadi pada
bayi tanpa gejala distres respirasi (hipoventilasi sentral akibat intoksikasi obat atau infeksi).

Anamnesis

Anamnesis tentang riwayat keluarga, maternal, prenatal dan intrapartum sangat diperlukan,
antara lain tentang hal-hal dibawah ini:

- Prematuritas, sindrom gangguan napas, sindrom aspirasi mekonium, infeksi, pneumonia,


displasia pulmoner, trauma persalinan sungsang, kongesti nasal, depresi susunan saraf
pusat, perdarahan susunan saraf pusat, paralisis nervus frenikus, takikardia atau
bradikardia pada janin, depresi neonatal, tali pusat menumbung, bayi lebih bulan, demam
atau suhu yang tidak stabil (pada pneumonia).
- Gangguan SSP: tangis melengking, hipertoni, flasiditas, atonia, trauma, miastenia
- Kelainan kongenital: arteri umbilikalis tunggal, anomali kongenital lain: anomali
kardiopulmonal, abdomen cekung pada hernia diafragmatika, paralisis erb (paralisis
nervus frenikus, atresia khoanae, kongesti nasal obstruktif, meningkatnya diameter
anterior posterior paru, hippoplasi paru, trakheoesofageal fistula).
- Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum pada persalinan kurang bulan, partus lama,
kulit ketuban pecah dini, oligohidramnion, penggunaan obat yang berlebihan.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan klinis ditemkan beberapa tanda dibawah ini:

- Merintih atau grunting tetapi warna kulit masih kemerahan, merupakan gejala yang
menonjol
- Sianosis
- Retraksi
- Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung: atresis koanae, ditandai dengan
kesulitan memasukkan pipa nasogastric melalui hidung
- Air ketuban bercampur meconium atau pewarnaan hijau-kekuningan pada tali pusat
- Abdomen mengempis (Scaphoid abdomen)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Analisis Gas darah

- Dilakukan untuk mentukan adanya gagal napas akut yang ditandai dengan PaCO2 > 50
mm Hg. PaO2 < 60 mm Hg, atau saturasi oksigen arterial < 90 %.
- Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen lebih dari 20 menit.
- Diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil sampel darah dari arteri
umbilikalis atau pungsi arteri.
- Menggambarkan gambaran asidosis metabolik atau asidosis respiratorik dan keadaan
hipoksia.
- Asidosis respiratroik terjadi karena atelectasis alveolar dan/atau overdistensi saluran
napas bawah.
- Asidosis metabolik, biasanya diakibatkan asidosis laktat primer, yang merupakan hasil
dari perfusi jaringan yang buruk dan metabolism anaerobic.
- Hipoksia terjadi akibat pirau dari kanan ke kiri melalui pembuluh darah pulmonal, PDA
dan/atau persisten Foramen ovale
- Pulse oximeter digunakan sebagai cara non-invasif untuk memantau saturasi oksigen
yang dipertahankan 90-95%
- Pada SAM menunjukan hipoksemia dan asidosis respiratorik dengan obstruksi saluran
nafas, atelectasis, dan pneumonitis. Bila terjadi asfiksia perinatal, terdapat kombinasi
antara asidosis respiratorik dan metabolik.
- Pada TTN menunjukan hipoksemia ringan ke sedang. Dapat terjadi hipokarbia. Bila
terjadi hiperkarbia biasanya ringan (PCO2 > 55 mm Hg). Asidosis respiratorik ringan
yang dapat menyebabkan kelelahan dan gagal nafas biasanya karena komplikasi
pneumotoraks.

Elektrolit

- Kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena kompensasi metabolik untuk


hiperkapnea kronik
- Kadar glukosa darah untuk menentukan adanya keadaan hipoglikemia
- Kelainan elektrolit ini dapat juga diakibatkan oleh kondisi kelemahan tubuh:
hipokalemia, hipokalsemia, dan hipofosfatemia dapat mengakiatkan gangguan kontraksi
otot

Pemeriksaan jumlah sel darah: polisitemia mungkin karena hipoksemia kronik

Pemeriksaan radiologik atau pencitraan:

Pemeriksaan radiologi toraks pada bayi dengan RDS menunjukan gambaran retikulogranular
yang difus bilateral atau gambaran atau gambaran bronkhogram udara (air-bronchogram) dan
paru yang tidak berkembang. Gambaran air-bronchogram yang menonjol menunjukkan
bronkiolus yang menutup latar belakang alveoli yang kolaps. Gambaran jantung mungkin normal
atau membesar. Kardiomegali mungkin merupakan akibat asfiksia prenatal, maternal, diabetes,
PDA berhubungan dengan kelainan jantung bawaan atau pengembangan paru yang buruk.
Gambaran ini mungkin akan berubah dengan pemberian terapi surfaktan secara dini atau terapi
indometasin dengan ventilator mekanik.

Pemeriksaan transluminasi toraks dilakukan dengan cara memberi ilkuminasi atau sinar yang
terang menembus dinding dada untuk mendeteksi adanya penumpukan udara yang abnormal
misalnya pneumotoraks. Pemeriksaan radiologi toraks ini berguna untuk membantu konfirmasi
ada tidaknya pneumotoraks dan gangguan parenkimal seperti pneumonia atau SGN (RDS).

Bila terjadi hipoksemia tetapi pemeriksaan toraks normal, maka harus dipikirkan kemungkinan
penyakit jantung bawaan tipe sianotik, hipertensi pulmonal atau emboli paru (kosim, 2014).

Gambaran pemeriksaan radiologik pada toraks

Derajat Berat/Ringan Temuan pada pemeriksaan radiologic toraks


I Ringan Kadang normal atau gambaran granuler, homogen,
tidak ada air bronchograms
II Ringan-sedang Temuan derajat I namun terdapat gambaran air
bronchograms
III Sedang-Berat Temuan derajat II + batas jantung kabur
IV Berat “White Lung” : paru putih menyeluruh.

Pada SAM biasanya terlihat hiperinflasi paru dan diafragma pipih ditambah bercak ilfiltrat
irregular dan kasar. Dapat terjadi pneumotoraks dan pneumomediastium. Derajat keparahan
gambaran radiologi selalu berhubungan dengan gejala klinis. Gambaran jantung juga
menunjukan hipertensi pulmonal dan hipoksemia subsekuen dari kanan ke kiri jantung. Pada
TTN juga dapat terjadi hiperinflasi paru.perihilar streaking, kardiomegali ringan sampai sedang
(Gomella, 2013).
Penonjolan vaskular perihilar pulmonar yang membentuk “sunburst” pada TTN (Hagen, 2017).

Hiperinflasi paru pada TTN (Hagen, 2017)


Pembuluh darah pulmonar dan udem paru difus (Hagen, 2017)

Diagnosis banding

Kelainan sisten respirasi:

Obstruksi saluran napas atas atresia koanae, web laryngeal, hygroma, gondok,
laringo/trakheomalasia, sindroma piere robin

Respiratory distress syndrome = Penyakit membrana hialin

Transient tachypnea of the newborn

Pneumonia

Sindroma aspirasi meconium

PPHN = persistent pulmonary hypertension in newborn

Pneumotoraks, atelectasis, perdarahan paru, efusi pleura, palsi nervus frenikus

Malformasi kongenital (misalnya: fistula trakheoesofageal, hernia diafragmatika, emsfisema


lobaris, malformasi kistik adenomatoid)

Proses lambat: dysplasia bronkhopulmoner

Sepsis

Sistema kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal jantung kongestif, PDA (Patent Ductus
Arteriosus), Syok

Metabolic: keadaan yang dapat menyebabkan asidos, hipo/hipertermia, gangguan keseimbangan


elektrolit, hipoglikemia

Sistema hemopoetik: anemia (termasuk anemia akibat kehilangan darah secara akut, yang dapat
mengakibatkan syok hipovolemik atau kehilangan darah kronik yang dapat menyebabkan gagal
jantung kongestif dan polisitemia).

SSP = Sistem susunan syaraf pusat: perdarahan, depresi farmakologik, “drug withdrawal”
malformasi, asfiksia saat lahir/depresi pernapasan (kosim, 2014).
Tatalaksana

TTN

Oksigenasi: Pemberian oksigen yang adekuat lewat sungkup atau nasal kanul. Pemberian
oksigen dibutuhkan untuk menjaga saturasi arteri tetap normal. Bila ada peningkatan kerja
pernafasan dan kebutuhan oksigen >30%, maka perlu pengobatan alternatif yang efektif yakni
NCPAP (Nasal Contionuous Positive Airway Pressure). NCPAP memberikan jalan nafas
tekanan positif, membantu cairan masuk kembali dan mengatur fungsi kapasitas residu. Intubasi
diperlukan bila kebutuhan oksigen diatas 40%.

Pengaturan suhu lingkungan netral

Antibiotik: Biasanya bayi dengan TTN diberi antibiotic spektrum luas seperti ampisilin dan
gentamisin selama 48 jam sampai diagnosis sepsis dan pneumonia tereksklusi. Namun, hal ini
masih kontroversial.

Pemberian nutrisi: Karena adanya resiko aspirasi, maka pemberian makan dilarang pada bayi
dengan laju pernafasan >60x/menit. Namun, diperbolehkan bila laju pernafasan <60 x/menit.
Pemakaian NGT bila laju pernafasan 60-80 x/menit. Diperlukan nutrisi secara intravena bila laju
pernafasan >80 x/menit.

Monitor cairan dan elektrolitU

Pemberian epinefrin: pada penderita TTN mempunyai kadar epinefrin rendah sedangkan
epinefrin dibutuhkan untuk mediasi absorpsi cairan paru.

β2-Agonist salbutamol: stimulasi reseptor β2-adrenergik dengan salbutamol untuk meningkatkan


regulasi aktivitas chanel natrium.

RDS

Oksigenasi: untuk bayi prematur dengan usia kehamilan kurang dari 30 minggu diperlukan target
SPO2 88% - 92% (batas 85%-95%). Untuk bayi prematur dengan usia kehamilan 30 minggu
atau lebih mempunyai target SPO2 88%-95% (batas 88%-97%). Bila target tercapai, maka PO2
arteri akan meningkat sampai 90 mm Hg. Kelebihan kadar target konstrentrasi fraksi oksigen
(FiO2) dihindari karena dapat menyebabkan cedera perkembangan paru dan retinopati
prematuritas. Pada bayi dengan RDS konsentrasi oksigen diberikan lewat saluran nafas bayi,
bukan dialirkan, kemudian dimonitor tiap jam.

CPAP: diberikan secepatnya pada bayi RDS atau mempunyai usia kehamilan yang sangat rendah
untuk menghindari atelectasis, meminimalisir cedera paru dan menyediakan fungsi oksigen
surfaktan, dan membiarkan reduksi konsentrasi oksigen disaat PaO2 meningkat. Bayi yang
mengalami kegagalan dalam terapi CPAP dan intubasi adalah bayi yang sangat imatur atau
dengan RDS berat, dimana membutuhkan FiO2 lebih dari 0,4 atau 0,5 untuk mencapai target
saturasi oksigen, dan bayi tersebut memiliki PaCO2 lebih dari 50 sampai 60 mm Hg.

Terapi surfaktan: Pemberian surfaktan diberikan sebelum usia bayi mencapai 2 jam atau biasa
disebut “early rescue” untuk menghindari keterlambatan terapi. Pengobatan penyelamatan
terapeutik diindikasikan untuk bayi premature atau cukup bulan yang memerlukan intubasi
endotrakeal dan ventilasi mekanik yang disebabkan oleh:

- Peningkatan usaha napas yang ditandai dengan peningkatan frekuensi napas, rektraksi
substernal dan suprasternal, merintih atau napas cuping hidupng.
- Peningkatan kebutuhan oksigen yang ditandai dengan warna kulit pucat atau sianosis,
gelisah, dan penurunan PaO2, SaO2, atau SpO2 walaupun FiO2 meningkat
- Kedua kondisi diatas disertai adanya bukti klinis PMH yaitu: karakteristik PMH dari foto
torak dan mean airway pressure lebih tinggi dari 7 cm H2O untuk mempertahankan
PaO2, SaO2, atau SpO2

Sebagai terapi profilaksis untuk bayi dengan:

- Resiko tinggi mengalami RDS karena prematuritas (<32 minggu) atau BBLR (<1300
gram) diduga kuat mempunyai paru yang imatur
- Bayi dengan bukti laboratorium mengalami defisiensi surfaktan dengan rasio
lesitin/sfingomielin kurang dari 2;1
- Tes kocok menentukan imaturitas paru

Respon bayi terhadap terapi surfaktan berbeda-beda tergantung factor seperti penyakit lain yang
mempengaruhi dan derajat imaturitas paru. Keterlambatan resusitasi, inflasi paru yang tidak
terpenuhi, kesalahan strategi inflasi, penumpukan cairan dapat menghilangkan manfaat dari
terapi surfaktan. Pada bayi dengan RDS, pemberian ulang surfaktan memberi hasil yang baik
pada oksigenasi dan ventilasi serta menurunkan resiko pneumotoraks. Kombinasi kortikosteroid
dan surfaktan memberikan hasil yang lebih baik daripada pemberian surfaktan saja. Untuk
masing-masing dosis dan jenis surfaktan dapat dilihat dari tabel berikut (Cloherty 2012), (Kosim,
2014):

Ventilasi mekanik: dilakukan dalam keadaan:

- Gejala klinis: bayi apnu atau gagal napas berat yang tidak berhasil ditangani dengan
Ventilasi Tekanan Positif (VTP) atau bayi memerlukan bantuan VTP jangka panjang
(lebih 1 jam)
- Kebutuhan oksigen (FiO2) > 60%
- Bayi dengan usia kehamilan <25 minggu
- Hasil analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksia dan asidosis berat yang ditandai:
kadar PaO2 < 50 mmHg, PaCO2 meningkat > 60 mmHg, dengan pH < 7,25 dan secara
klinis mengalami perburukan.

Ventilasi yang adekuat sangat dipenaguri compliance dan resistensi. Compliance mengukur
elastisitas atau disenbilitas dari system respirasi (paru dan dinding dada) dan menggambarkan
perubahan volume oleh karena perubahan tekanan. Compliance pada bayi berkisar antara 3-5
ml/cmH2O/kg, sedangkan pada BKB dengan RDS antara 0,1-1 ml/cmH2O/kg. compliance yang
renda dijumpai pada pasien dengan paru yang kaku misalnya pada RDS, hypoplasia paru,
atelectasis paru, edema paru, dan pneumotoraks. Resistensi adalah tekanan yang dibutuhkan
untuk mengalirkan gas melalui saluran napas ke alveoli. Resistensi menggambarkan tekanan
dibagi dengan aliran gas. Resistensi ditentukan oleh sifat dari saluran napas (Panjang, diameter,
cabang dan karakteristik permukaan) dan tipe dari flow (laminar atau turbulen). Bayi dengan
paru normal, resistensi berkisar antara 25-50 cmH2O/L/detik. Bayi dengan RDS, resistensi tidak
terlalu berubah tetapi dapat mencapai 100 cmH2O/L/detik pada pemakaian pipa endotrakeal
(Pipa ET) yang kecil. Sedangkat Time Constant adalah waktu (dalam detik) yang dibutuhkan
oleh tekanan (volume( alveolar untuk mencapai 63% perubahan tekanan udara. Time constant
adalah compliance dikalikan resistensi. Waktu inspirasi dan ekspirasi komplit yang dibutuhkan
sebanyak 3-5 kali time constant. Bila time constant 0,080 detik maka waktu inspirasi dan
ekspirasi berkisar antara 0,24-0,4 detik. Time constant pendek pada RDS dan memanjang pada
compliance tinggi (bayi besar yang parunya normal) ayau pada resistensi misalnya pada chronic
lung disease. Bila waktu inspirasi terlalu pendek (kurang dari 3-5 kali time constan akan
mengakibatkan hiperkapnia dan hipoksemia. Bila waktu ekspirasi terlalu pendek (kurang dari 3-5
kali time constan) akan terjadi gas trapping sehingga mengakibatkan hiperkapnia dan
menurunnya cardiac output (kosim, 2014).

Suhu lingkungan: suhu lingkungan penting untuk bayi dengan RDS, tidak boleh terlalu tinggi
atau terlalu rendah karena dapat meningkatkan kebutuhan metabolik.

Cairan dan nutrisi (cloherty, 2012).

MAS

Observasi: foto toraks dada ditemukan bercak infiltrate, konsolidasi, dan hiperinflasi.
Konsolidasi biasanya ditemukan lebih banyak di sebelah kanan. Selain itu diperlukan
pemantauan saturasi oksigen

Suhu lingkungan netral

Koreksi gula darah dan kalsium untuk menghindari asidosis


Retriksi cairan secepatnya untuk menghindrari udem serebral dan udem paru

Terapi spesifik untuk bayi hipotensi dan perburukan curah jantung

Terapi oksigen: mengatasi hipoksemia dengan meningkatkan konsentrasi oksigen dan


monitoring gas darah dan pH.

CPAP bila dibutuhan peningkatan FiO2 sebanyak 0,4

Ventilasi mekanik bila PaCO2 > 60 mmHg atau hipoksemia persisten (PaO2 <40 mm Hg).

Antibiotik spektrum luas seperti ampisilin dan gentamisin. Antibiotik dibutuhkan karena susah
membedakan pneumonia dengan MAS lewat foto torak. Antibiotik biasanya diberikan bila
ditemukan infiltrat.

Terapi surfaktan

Kortikosterioid (cloherty,2012).

Pencegahan

Perhatian langsung harus diberikan untuk mengantisipasi dan mengurangi komplikasi dan juga
harus diupayakan strategi pencegahan persalinan kurang bulan semaksimal mungkin. Pentingnya
diagnosis dini dan pengelolaan yang tepat, terutama pemberian surfaktan bila memungkinkan.
Pemberian terapi steroid antenatal harus diberikan kepada ibu yang terancam persalinan kurang
bulan. Pada saat kelahiran, diharuskan melakukan resusitasi dengan baik dan benar. (kosim,
2014).

TTN

- Menjadwalkan seksio caesaria (SC) pada umur gestasi 39 minggu untuk mengurangi
frekuensi TTN.
- Pemberian betamethasone sebelum melakukan SC
- Menghindari nilai APGAR rendah (Gomella, 2013)

RDS
Pemberian steroid antenatal dianjurkan pada ibu dengan usia kehamilan 24-34 minggu dengan
resiko kelahiran prematur dalam waktu dekat yaitu 7 hari. Pemberian steroid antenatal juga dapat
diberikan pada ibu dengan ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 32 minggu. Hal ini dapat
menginduksi produksi surfaktan dan mempercepat kematangan paru sehingga mengurangi resiko
RDS, perdarahan intraventricular, nekrosis enterokolitis dan mortalitas perinatal. Untuk
menghindari kelahiran prematur dapat diberikan tokolitik. Pemantauan janin dengan USG juga
dianjurkan agar dapat menentukan terapi dan pencegahan yang tepat untuk menghindari fetal
distress. (Gomella, 2013) (Cloherty, 2012)

MAS

Pemantauan ibu dengan preeklampsia atau peningkatan tekanan darah, penyakit jantung atau
pernafasan kronik, kurangnya pertmbuhan intrauterin janin, kehamilan postterm, dan perokok
berat (cloherty, 2012).

Prognosis

Prognosis tergantung pada latar belakang etiologi gangguan napas. Prognosis baik bila gangguan
napas akut dan tidak berhubungan dengan hipoksemia yang lama. Biasanya TTN sembuh dengan
sendirinya dan hanya berlangsung selama 2-5 hari. (kosim, 2014).

Anda mungkin juga menyukai