Anda di halaman 1dari 10

PENERAPAN HUKUM E-CONTRACT DALAM E-COMMERCE

Oleh :
Windi Andini Puspitasari
Email : ndypuspita82@gmail.com
Fakultas Ekonomi Universitas Bandar Lampung

Abstrak

Arus globalisasi yang saat ini membuat jarak antar negara bukanlah suatu problematika lagi.
Orang semakin mudah berhubungan dengan orang lain melalui perkembangan teknologi dan
komunikasi. Salah satu perkembangan yang signifikan sekarang adalah transaksi jual beli secara
online atau E-Commerce. Penjual dan pembeli tidak perlu bertatap muka (face to face) untuk
melakukan transaksi jual beli, melainkan hanya perlu memiliki koneksi internet yang akan
mempertemukan mereka di dunia virtual.
Proses transaksi dagang elektronik (e-commerce) dan transaksi dagang konvensional
memiliki kesamaan. Baik dalam transaksi dagang elektronik (e-commerce) maupun dalam
transaksi dagang konvensional terdapat proses penawaran, penerimaan penawaran (pembelian),
pembayaran, dan penyerahan barang. Yang membedakan kedua transaksi tersebut hanyalah bahwa
transaksi dagang elektronik (e-commerce) dilakukan tanpa tatap muka (bertemunya pedagang dan
pembeli) dan prosesnya terjadi lebih cepat serta lebih mudah.
Kegiatan bisnis perdagangan secara elektronik (e-commerce) seringkali dijumpai adanya
kontrak/perjanjian untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan
melalui website atau situs internet. Kontrak tersebut pada umumnya berbentuk kontrak elektronik
(e-contract) yaitu kontrak/perjanjian yang dibuat oleh para pihak melalui siwstem elektronik,
dimana para pihak tidak saling bertemu langsung. Hal ini berbeda dengan kontrak
biasa/konvensional di dunia nyata (offline) yang umumnya dibuat di atas kertas dan disepakati para
pihak secara langsung melalui tatap muka.
Eksistensi E-Commerce ini penting untuk dikaji aspek legalitasnya, agar tidak menjadi
sengketa hukum yang dapat merugikan berbagai pihak secara komersial. Agar kontrak yang terjadi
akibat transaksi dagang elektronik dapat dikatakan sah menurut hukum perdata Indonesia, maka
kontrak tersebut juga harus memenuhi persyaratan sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH
Perdata tersebut.

Kata kunci : transaksi dagang elektronik, e-contract, e-commerce, internet.

1
A. Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat membawa kemajuan pada
hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Salah satu perkembangan teknologi yang kita kenal
adalah internet, yaitu teknologi yang memberikan kemudahan komunikasi secara global dan
memungkinkan manusia dapat berkomunikasi memperoleh serta saling bertukar informasi dengan
cepat. Setelah internet terbuka bagi masyarakat luas, internet mulai digunakan juga untuk
kepentingan perdagangan. Setidaknya ada dua hal yang mendorong kegiatan perdagangan dalam
kaitannya dengan kemajuan teknologi yaitu meningkatnya permintaan atas produk-produk
teknologi itu sendiri dan kemudahan untuk melakukan transaksi perdagangan.
Perkembangan Teknologi yang berbasis internet telah mempengaruhi pula kegiatan
perdagangan di masyarakat, Dengan adanya internet maka kegiatan perdagangan dapat dilakukan
secara elektronik, atau yang lebih dikenal dengan istilah electronic-commerce dan disingkat e-
commerce. Demikian juga di Indonesia. Penggunaan internet di Indonesia sebenarnya baru dimulai
pada tahun 1993 dan pada awalnya hanya terbatas untuk hiburan, namun saat ini penggunaan
internet di Indonesia juga telah mencakup penggunaan untuk kepentingan perdagangan.
E-commerce merupakan bentuk perdagangan yang memiliki karakter tersendiri yaitu
perdagangan yang melintasi daerah bahkan batas negara, tidak bertemunya penjual dan pembeli
secara langsung, dilakukan dimana saja dan kapan saja, menggunakan media internet. Kondisi
tersebut di satu sisi sangat menguntungkan konsumen, karena mempunyai banyak pilihan untuk
mendapatkan barang dan tidak perlu beranjak dari tempat tinggalnya akan tetapi di sisi lain
pelanggaran akan hak-hak konsumen sangat riskan terjadi karena karakteristik e-commerce yang
khas.
Di dalam melakukan kegiatan transaksi e-commerce aktivitas transaksi sejak dilakukannya
penawaran oleh pihak penjual (produsen) kepada pembeli (konsumen) sampai dengan lahirnya
kesepakatan perjanjian jual-beli dan pelaksanaannya, semua menggunakan sarana berbentuk data
elektronik dengan memanfaatkan jaringan internet baik dengan sarana Komputer maupun alat
komunikasi lain seperti gadget dan telepon seluler, sehingga transaksi jual-beli tersebut dapat
dilakukan dimana saja, kapan saja dan dengan cara yang sangat fleksibel. Dengan karakteristiknya
yang unik tersebut, terkadang menimbulkan masalah kepastian hukum. Permasalahan yang lebih
luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan transaksi jual-beli
berbasis e-commerce telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional.
Dalam e-commerce seringkali dijumpai adanya kontrak/perjanjian untuk melakukan
transaksi jual beli produk yang ditawarkan melalui website atau situs internet. Kontrak tersebut
pada umumnya berbentuk kontrak elektronik (e-contract) yaitu kontrak/perjanjian yang dibuat
oleh para pihak melalui sistem elektronik, dimana para pihak tidak saling bertemu langsung.
Kontrak elektronik dibuat melalui sistem elektronik. “system elektronik” adalah serangkaian
perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, menyimpan, menampilkan,mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan
informasi elektronik.
“Informasi elektronik” adalah salah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange(EDI),
surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,angka,
kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapatdipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.

2
Kontrak elektronik, meskipun berbeda bentuk fisik dengan kontrak konvesional, namun
keduanya tunduk pada aturan hukum kontrak/hukum perjanjian/hukum perikatan. Kedua jenis
kontrak tersebut juga harus memenuhi “syarat-syarat sah perjanjian” dan “azas-azas perjanjian”.
Disamping itu, meskipun kontrak elektronik kebanyakan berbentuk kontrak standar
(kontrak baku) yang sudah ditentukan oleh pihak penjual, kontrak standar tersebut tidak boleh
melanggar Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

B. Pengertian Kontrak dan Kontrak Elektronik (e-contract)

1. Pengertian Kontrak

Pasal 1313 KUH Perdata mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan yang terjadi
antarasatu atau dua orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Definisi tersebut
dianggap tidak lengkap dan terlalu luas dengan berbagai alasan tersebut
di bawah ini. Dikatakan tidak lengkap, karena definisi tersebut hanya mengacu kepada perjanjian
sepihak saja. Hal ini terlihat dari rumusan kalimat “yang terjadi antara satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih.” Mengingat kelemahan tersebut, J. Satrio
mengusulkan agar rumusan dirubah menjadi atau di mana kedua belah pihak saling mengikatkan
diri.
Pada ketentuan umum mengenai perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata,
suatu perjanjian tidak diharuskan untuk dibuat secara tertulis, kecuali untuk perjanjian-perjanjian
tertentu yang secara khusus disyaratkan adanya formalitas ataupun perbuatan (fisik) tertentu.
Dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dikatakan bahwa perjanjian sah jika :

1. Dibuat berdasarkan kata sepakat dari para pihak, tanpa adanya paksaan, kekhilafan
maupun penipuan;
2. Dibuat oleh mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum;
3. Memiliki objek perjanjian yang jelas;
4. Didasarkan pada satu klausula yang halal.

Dikutip dari laman Wikipedia definisi Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara
dua orang atau lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka. Ketentuan umum mengenai
kontrak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

Menurut Salim H.S. di dalam Hukum Kontrak atau Hukum Perjanjian, dikenal adanya 4
(empat) azas penting yaitu :

a. Azas kebebasan berkontrak, merupakan refleksi dari sistem terbuka (open sistem)dari
hukum kontrak tersebut.
b. Azas konsensualisme, yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengandung
arti“kemauan” (will) para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan untuk saling
mengikatkandiri.
c. Azas kepastian hukum (azas pacta sunt servanda), mengajarkan bahwa suatu kontrak yang
dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUH Perdata juga mengatur prinsip
ini dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti Undang-Undang bagi para pihak.

3
d. Azas itikad baik, dan azas kepribadian, seseorang baru nyata diketahui pada tahap
pelaksanaan perjanjian. Bilamana orang itu menghormati komitmennya berarti beritikad
baik akan tetapi bilamana mencari-cari dalih untuk mengelak dari tanggung jawabnya maka
orang itu beritikad tidak baik.

2. Pengertian Kontrak Elektronik (e-contract )

Menurut penjelasan umum Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi


DanTransaksi Elektronik Pasal 1 Ketentuan Umum, angka 17 dinyatakan bahwa Kontrak
Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
Di dalam kontrak elektronik selain terkandung ciri-ciri kontrak baku juga terkandung ciri-
ciri kontrak elektronik sebagai berikut :
a. Kontrak elektronik dapat terjadi secara jarak jauh, bahkan melampaui batas-batas negara
melalui internet.
b. Para pihak dalam kontrak elektronik pada umumnya tidak pernah bertatap muka
(facelessnature), bahkan mungkin tidak akan pernah bertemu.

Dapat disimpulkan bahwa kontrak elektronik (e-contract ) adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih yang dilakukan dengan menggunakan media komputer, gadget atau alat komunikasi
lainnya melalui jaringan internet.

C. Jenis dan Bentuk Kontrak Bisnis Secara Elektronik (e-contract)

Jenis kontrak elektronik (e-contract) dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

1. Kontrak elektronik yang memiliki objek transaksi berupa barang/jasa yang bersifat fisik
atau bersifat nyata, contoh barang berupa buku, atau jasa les privat. Kontrak jenis ini, para
pihak (penjual dan pembeli) melakukan komunikasi pembuatan kontrak melalui jaringan
internet. Jika telah terjadi kesepakatan, pihak penjual akan mengirimkan barang/jasa yang
dijadikan objek kontrak secara langsung ke alamat pembeli (Physical delivery).
2. Kontrak elektronik yang memiliki objek transaksi berupa informasi/jasa non fisik. Pada
kontrak jenis ini, para pihak pada awalnya berkomunikasi melalui jaringan internet untuk
kemudian membuat kontrak secara elektronik. Jika kontrak telah disepakati, pihak penjual
akan mengirimkan informasi/jasa yang dijadikan objek kontrak melalui jaringan internet
(cyber delivery). Contohnya: kontrak pembelian buku elektronik (e-book ), surat kabar
elektronik (e-newspaper), majalah elektronik (e-magazine), atau kontrak untuk mengikuti
les privat bahasa Inggris melalui jaringan internet (e-school).

Beberapa bentuk kontrak elektronik yang umum dilakukan dalam transaksi perdagangan
secara online yaitu :

1. Kontrak melalui elektronik mail (e-mail);


2. Kontrak dapat juga dibentuk melalui websites dan jasa online lainnya;
3. Kontrak yang mencakup direct online transfer dari informasi dan jasa. Website digunakan
sebagai medium of communication dan sekaligus sebagai medium of exchange;

4
4. Kontrak yang berisi Electronic Data Interchange (EDI), suatu pertukaran informasi bisnis
melalui secara elektronik melalui computer milik para mitra dagang (trading partners);
5. Kontrak melalui internet yang disertai dengan lisensi click wrap dan shrink wrap.

Bentuk kontrak elektronik menurut Cita Yustisia Serfiani mencakup antara lain :

a. Kontrak melalui komunikasi e-mail;


b. Kontrak melalui web yang menawarkan penjualan barang dan jasa dimana konsumen dapat
menerima tawaran dengan cara mengisi formulir yang terpampang dihalaman website;
c. Kontrak melalui chatting dan video conference.

D. Transaksi Dagang Elektronik (E-Commerce)

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik Pasal 1 Ketentuan Umum, angka 2 dinyatakan bahwa Transaksi Elektronik adalah
perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer dan/atau
media elektronik lainnya.
Transaksi komersial elektronik atau transaksi dagang elektronik (e-commerce) pada
dasarnya merupakan hubungan hukum berupa pertukaran barang dan jasa antara penjual dan
pembeli yangmemiliki persamaan dengan transaksi konvensional namun dilaksanakan dengan
pertukaran data melalui media yang tidak berwujud atau dunia maya (internet sehingga pihak
penjual dan pembeli tidak perlu bertatap muka secara fisik.Sebagai suatu jaringan public (public
network), internet memungkinkan untuk diakses oleh siapa saja dan dari berbagai kalangan.
Sehingga dengan demikian e-commerce yang beraktivitas menggunakan media internet pun dapat
dilakukan oleh siapa saja dan dengan tujuan apapun.

Panggih P. Dwi Atmojo mengklasifikasikan jenis-jenis transaksi e-commerce menjadi tiga


jenis, yaitu :

1. Bisnis ke bisnis (Busines to business)

Bisnis ke bisnis merupakan sistem komunikasi bisnis antar pelaku bisnis atau dengan kata
lain transaksi secara elektronik antar perusahaan (dalam hal ini pelaku bisnis) yang dilakukan
secara rutin dan dalam kapasitas atau volume produk yang besar. Pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian dalam hal ini adalah Internet Service Provider (ISP)
dengan website atau keybase (ruang elektronik), ISP itu sendiri adalah pengusaha yang
menawarkan akses kepada internet. Sedangkan internet merupakan suatu jalan bagi computer-
komputer untuk mengadakan komunikasi bukan merupakan tempat akan tetapi merupakan jalan
yang dilalui.

2. Bisnis ke konsumen (Business to consumer)

Business to consumer dalam e-commerce merupakan suatu transaksi bisnis secara elektronik
yang dilakukan pelaku usaha dan pihak konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan
pada saat tertentu. Dalam transaksi bisnis ini produk yang diperjualbelikan mulai produk barang

5
dan jasa baik dalam bentuk berwujud maupun dalam bentuk elektronik atau digital yang telah siap
untuk dikonsumsi.

3. Konsumen ke konsumen (Consumer to consumer)

Konsumen ke konsumen merupakan transaksi bisnis elektronik yang dilakukan antar


konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu pula, segmentasi
konsumen ke konsumen ini sifatnya lebih khusus karena transaksi dilakukan olehkonsumen ke
konsumen yang memerlukan transaksi. Internet telah dijadikan sebagai sarana tukar menukar
informasi tentang produk baik mengenai harga, kualitas dan pelayanannya.

Transaksi e-commerce pada dasarnya merupakan transaksi jual beli yang memiliki prinsip
dasar sama dengan transaksi jual beli konvensional. Seperti halnya transaksi jual beli
konvensional, maka transaksi jual beli melalui media elektronik (e-commerce) juga terdiri dari
tahapan penawaran dan penerimaan ;

1. Penawaran
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, penawaran merupakan suatu ajakan untuk masuk
kedalam suatu perjanjian yang mengikat (invitation toenter into a binding agreement). Dalam
transaksi e-commerce penawaran biasanya dilakukan olehmerchant /penjual dandapat ditujukan
kepada alamat e-mail(surat elektronik) calon pembeli atau dilakukan melalui website sehingga
siapa saja dapat melihat penawaran tersebut.

2. Penerimaan
Penerimaan dapat dinyatakan melalui website atau surat elektronik. Dalam transaksi melalui
Website biasanya terdapat tahapan-tahapan yang harus diikuti oleh calon pembeli, yaitu :
a. Mencari barang dan melihat deskripsi barang;
b. Memilih barang dan menyimpannya dalam kereta belanja;
c. Melakukan pembayaran setelah yakin akan barang yang akan dibelinya.

E. Pembahasan

Salah satu bidang hukum yang banyak tersentuh dari adanya transaksi via e-commerce
adalah bidang hukum kontrak. Hal ini adalah wajar mengingat kebanyakan dari
deal bisnis,termasuk bisnis lewat e-commerce didasari atas suatu kontrak bisnis. Banyak kegiatan
dari hukum kontrak yang mesti mendapat kajian yang seksama, manakala dihadapkan dengan
transaksi e-commerce ini.
Bidang-bidang dari hukum kontrak yang bersentuhan dengan bisnis e-commerce ini antara
lain sebagai berikut :
1. Ada atau tidaknya penawaran (offer);
2. Ada atau tidaknya penerimaan (acceptance);
3. Ada atau tidaknya kata sepakat;
4. Jika ada kata sepakat, sejak kapan mulai ada;
5. Keharusan kontrak tertulis dan tanda tangan tertulis;
6. Masalah pembuktian perdata;
7. Bagaimana mengetahui para pihak dan kecakapan berbuat para pihak;

6
8. Perumusan kembali masalah wanprestasi;
9. Perumusan kembali masalah force majeure;
10. Ganti rugi yang bagaimana yang paling cocok untuk kontrak e-commerce;
11. Masalah kontrak berat sebelah dan kontrak baku.

Pengakuan kontrak elektronik sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) Indonesia masih merupakan permasalahan yang pelik. Pasal 1313
KUH Perdata mengenai definisi perjanjian memang tidak menentukan bahwa suatu perjanjian
harus dibuat secara tertulis. Pasal 1313 KUH Perdata hanya menyebutkan bahwa suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih Pengaturan tentang Kontrak Elektronik (e-contract)
dituangkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik Pasal 47 dan Pasal 48.
Di dalam Pasal 47 ayat (1) dinyatakan bahwa Transaksi Elektronik dapat dilakukan
berdasarkan Kontrak Elektronik atau bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang
dilakukan oleh para pihak.
Kemudian di dalam ayat (2) dijelaskan bahwa Kontrak Elektronik dianggap sah apabila :
a. terdapat kesepakatan para pihak;
b. dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. terdapat hal tertentu;
d. objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan,
dan ketertiban umum.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik Pasal 48 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan bahwa Kontrak Elektronik dan bentuk
kontraktual lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) yang ditujukan kepada
penduduk Indonesia harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Kontrak Elektronik yang dibuat dengan
klausula baku harus sesuai dengan ketentuan mengenai klausula baku sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Kontrak Elektronik paling sedikit memuat :
a. data identitas para pihak;
b. objek dan spesifikasi;
c. persyaratan Transaksi Elektronik;
d. harga dan biaya;
e. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
f. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat
mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat
tersembunyi;
g. pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.

Kontrak elektronik sebagaimana kontrak konvensional, juga memiliki kekuatan hukum


layaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1338KUH Perdata).
Kontrak Elektronik merupakan elemen penting dalam perdagangan elektronik.
Perjanjian perdagangan elektronik adalah bentuk perjanjian jual beli yang memiliki
kekuatan hukum yang sama dengan perjanjian konvensional, dimana bukti transaksi elektronik
diakui ekuivalen dengan bukti dokumen yang ditulis.

7
Mengingat konseptual hukum atas kontrak elektronik masih relatif baru, maka diperlukan
sebuah ketentuan-ketentuan baru yang terkait perdagangan secara elektronik dalam koridor hukum
positif di Indonesia dengan penekanan pada :

a. Hubungan yang sejajar antara pelaku usaha dan konsumen, khususnya pemberian ruang
tawar lebih luas bagi konsumen dalam format kontrak baku yang ditawarkan pelaku usaha;
b. Pemberlakuan sistem “3 klik” dalam kesepakatan kontrak transaksi perdagangan elektronik,
yaitu :
(1) Setelah calon pembeli melihat dilayar komputer adanya penawaran dari calon penjual
(klik 1);
(2) Calon pembeli memberikan penerimaan terhadap penawaran tersebut (klik 2);
(3) Persyaratan adanya peneguhan dan persetujuan dari calon penjual kepada pembeli
perihal diterimanya penerimaan dari calon pembeli (klik 3).
c. Pengakuan tanda tangan elektronik dan data message. Keaslian data message dan
tandatangan elektronik merupakan hal yang sangat vital dalam transaksi perdagangan
elektronik, mengingat data message menjadi dasar utama terciptanya suatu perjanjian
elektronik;
d. Akseptabilitas penggunaan media online lain sebagai alat pembuktian kesepakatan kontrak
elektronik, seperti video conference.

Dalam kontrak elektronik, kesepakatan merupakan hal yang sangat penting karena
para pihak tidak bertemu langsung sehingga diperlukan pengaturan tentang kapan kesepakatan
tersebut dianggap telah terjadi. Di Indonesia, untuk menentukan adanya kesepakatan dapat
digunakan beberapa teori sebagai berikut :

a. Teori kehendak yang mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak
pihak penerima dinyatakan;
b. Teori pengiriman yang menyatakan kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang
dinyatakanitu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran;
c. Teori pengetahuan yang menyatakan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah
mengetahui bahwa tawarannya sudah diterima;
d. Teori kepercayaan mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat pernyataan
kehendakdianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

Kontrak elektronik (e-contract) pada umumnya dibuat dalam bentuk kontrak baku
(standard contract) oleh pihak penjual sehingga pihak pembeli tidak berhak mengubah isi kontrak
baku tersebut. Pihak pembeli hanya tinggal membaca isi kontrak baku tersebut dan jika tidak setuju
tidak perlu membubuhkan tanda tangan. Kontrak baku (kontrak standar) sudah biasa dilakukan di
dunia bisnis karena pertimbangan kebutuhan dan kepraktisan. Namun demikian, kontrak baku
tersebut tetap tidak boleh bertentangan dengan KUH Perdata dan UU Perlindungan Konsumen.
Pembuatan kontrak standar atau perjanjian baku tidak dilarang namun tidak boleh bertentangan
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausul baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat
atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Setiap klausul
baku yang melanggar larangan tersebut dinyatakan batal demi hukum dan pelaku usaha wajib

8
menyesuaikan klausul baku tesebut dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Berakhirnya kontrak/perjanjian/perikatan dapat digolongkan menjadi 12 (dua belas) macam
sebab yaitu :
a. Pembayaran;
b. Novasi atau pembaharuan utang;
c. Kompensasi atau perjumpaan utang;
d. Konfusio atau percampuran utang;
e. Pembebasan utang;
f. Kebatalan atau pembatalan;
g. Berlaku syarat batal;
h. Jangka waktu kontrak telah berakhir;
i. Dilaksanakannya objek perjanjian;
j. Kesepakatan kedua belah pihak;
k. Pemutusan kontrak secara sepihak;
l. Adanya putusan pengadilan.

F. KESIMPULAN

Kontrak elektronik (e-contract), walaupun memiliki perbedaan secara fisik dengan kontrak
konvensional, keduanya sama-sama harus tunduk pada aturan hukum perjanjian terutama yang
berkaitan dengan syarat-syarat sahnya perjanjian dan azas-azas perjanjian.
Proses transaksi dagang elektronik (e-commerce) dan transaksi dagang konvensional
memiliki kesamaan. Baik dalam transaksi dagang elektronik (e-commerce) maupun dalam
transaksi dagang konvensional terdapat proses penawaran, penerimaan penawaran (pembelian),
pembayaran dan penyerahan barang. Yang membedakan kedua transaksi tersebut hanyalah bahwa
transaksi dagang elektronik (e-commerce) dilakukan tanpa tatap muka (bertemunya pedagang dan
pembeli) dan prosesnya terjadi lebih cepat serta lebih mudah. Karena tidak ada perbedaan konsep
antara kedua jenis transaksi tersebut maka suatu kontrak yang terjadi dalam transaksi dagang
elektronik (e-commerce) pada dasarnya adalah sama dengan kontrak yang terjadi dalam transaksi
dagang konvensional dan dengan demikian hal-hal yang berlaku mengenai kontrak konvensional
dapat diberlakukan pula untuk kontrak elektronik (e-contract).
Agar kontrak yang terjadi akibat transaksi dagang elektronik dapat dikatakan sah menurut
hukum perdata Indonesia, maka kontrak tersebut juga harus memenuhi persyaratan sahnya
perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

Cita Yustisia Serfiani dkk., Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektronik, Gramedia
Pustaka Utama Jakarta, 2013.
1955. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1955.
Salim HS, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,
2006.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buana Press, 2014.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kontrak.

10

Anda mungkin juga menyukai