Anda di halaman 1dari 2

Jujur brutal metode nakal

Satu diantara sekian banyak pertanyaan yang sering diajukan kepada kami adalah, “kok bisa!
Masyarakat mau berkumpul dan mengerjakan apa yang kalian (kami) inginkan. Bagaimana caranya, apa
metodenya?” jawaban yang kami sampaikan hampir selalu berbeda menyesuaikan konteks, situasi dan
siapa yang bertanya. Setelah kami jabarkan, yang bertanya langsung paham, kami total, tulus bergaul
bersama masyarakat tanpa trik-intrik, tanpa kepura-puraan.

Siapa pun hampir pasti membenci sikap kepura-puraan apapun bentuk ekspresinya. Sifat ini tidak akan
nampak di awal perjumpaan menjalin pertemanan. Biasanya, ia mulai terdeteksi di tengah perjalanan
yang penuh dengan dinamika kegiatan dan tantangan. Tidak salah jika akhirnya dalam pertemanan,
sebagian orang memilih bersikap pura-pura, berusaha keras menutupi rasa tidak suka dan kecewa
dengan mamasang muka bahagia.

Berteman dengan masyarakat adalah pekerjaan profesional kami untuk membantu organisasi dan
lembaga mitra pengusung program merealisasikan maksud dan tujuannya di masyarakat. Sekian banyak
pengalaman berteman dengan masyarakat dari ujung Aceh hingga ujung Papua, membuat kami mudah
cepat memahami cara pandang dan tradisi berbuat suatu masyarakat. Dengan begitu, sangatlah mudah
juga kami menyederhanakan rumusan kalimat tujuan besar yang ingin dicapai suatu program. Tinggal
memahami pesan utamanya, lalu disampaikan dengan bahasa (konteks) masyarakat setempat.

Jika tidak terbiasa memahami cara pandang dan tradisi berbuat masyarakat Indonesia, pastilah sukar
menggerakkan masyarakat aktif terlibat mengikuti program. Apalagi bila komunikasi hanya dibangun
satu arah, menempatkan masyarakat pada posisi tidak tahu, lemah dan sangat perlu dibantu. Perilaku
semacam ini betul-betul sangat kami hindari.

Sering kami mulai terlibat masuk di tengah proses program yang telah berjalan lama yang dianggap tidak
menghasilkan apa pun, terutama partisipasi aktif dari masyarakatnya. Efeknya, kami dicap sebagai orang
lama yang penuh kepentingan dan mendahulukan ego pribadi ketimbang kepentingan masyarakat.
Tanpa bertanya kepada masyarakat pun, bahasa tubuh mereka mengungkapkan kalimat, “mau apa lagi
ini, pasti bikin kami repot (susah) lagi?”. Aura kepura-puraan tampak nyata dirasakan hati, mata dan
telinga.

Salah satu upaya kami agar tidak dicap pura-pura oleh masyarakat adalah dengan cara mengadakan
kegiatan jujur brutal. Di setiap pertemuan, kami duduk melingkar bersama menyampaikan isi hati dan
pikiran sejujur apa adanya. Setiap orang dalam lingkaran (termasuk kami) wajib membuat pertanyaan
bebas terbuka untuk satu orang, yang wajib dijawab secara jujur. Namun, setiap orang juga diberi hak
untuk tidak menjawab (sebagai jawabannya), bila pertanyaan yang diajukan ternyata bersifat pribadi,
merendahkan atau mengintimidasi. Pada kenyataannya sejauh ini, belum ada kejadian semacam itu,
karena semua orang telah memahami makna kegiatan ini. Apalagi semua sepakat, segala apa yang
dibicarakan, selesai di pertemuan tidak boleh larut diteruskan ketika kegiatan selesai.

Semakin sering kegiatan jujur brutal kami laksanakan, semakin terbuka pintu rasa saling percaya.
Pertanyaan yang dilontarkan untuk dijawab semakin bervariasi, lalu biasanya mengerucut kepada
pertanyaan mengenai apa yang kami dan kalian dapatkan dari program yang sedang berjalan ini. Tanpa
disadari, pintu jalan masuk menggerakkan masyarakat terbuka dengan sendirinya. Ragam ide dan solusi
bermunculan tanpa diminta, tanpa dipaksa dan tanpa pura-pura. Paling utama adalah keinginan,
kebutuhan dan kepentingan masyarakat mulai jelas tergambar.
Jujur brutal jauh berbeda dengan focus group discussion (FGD), brainstorming atau metode-metode
pengumpulan data kualitatif yang umum dikenal dalam disiplin ilmu pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat. Kegiatan ini merangsang masyarakat untuk berpikir membuat pertanyaan dan tidak perlu
berpikir membuat jawaban, karena wajib dijawab langsung secara jujur. Dari sini, kami mendapatkan
tidak hanya sekedar data, melainkan kami mengetahui fakta dengan melihat realita sesungguhnya
hingga kami beroleh rasa mereka. Bila rasa sudah diperolah, menggerakkan masyarakat mudah
dilaksanakan.

Jujur brutal juga menjadi media bagi masyarakat untuk memiliki panggung ekspresi melontarkan
gagasan dan pikirannya melalui bertanya dan menjawab. Kepercayaan diri mengemukakan ide sekecil,
sekonyol, dan sesederhana apapun terbangun secara perlahan, karena mereka yakin ide (pertanyaan-
jawaban) yang disampaikan tidak akan dicerca dan ditertawakan siapa pun.

Biasanya komentar akhir dari penanya di awal paragraf di atas, “wah kalian banyak akalnya, ya!”. Singkat
mudah, padat kami menjawab, “tentu, jujur brutal itu metode nakal”.

Anda mungkin juga menyukai