Anda di halaman 1dari 9

PEMBENTUKAN SENYAWA KARBONIL PADA ERITROSIT YANG

DIINDUKSI FOTOSENSITISER SEFTAZIDIM In Vitro

Fadillah Alma Putra

Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran,


Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

Fadilalma77@gmail.com

ABSTRAK

Seftazidim merupakan antibiotika sefalosporin generasi ketiga yang bersifat


sebagai fotosensitiser. Reaksi fotosensitivitas dapat melalui dua mekanisme, yaitu
dengan transfer energi dan transfer elektron. Senyawa-senyawa reaktif yang
dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan sel. Proses ini dapat menimbulkan
terbentuknya senyawa karbonil akibat proses oksidasi protein pada sel contohnya
eritrosit. Kadar senyawa karbonil menjadi salah satu parameter kerusakan membran
sel eritrosit. Kadar senyawa karbonil dapat diukur dengan menggunakan alat
spektrofotometer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh fotosensitiser seftazidim yang diinduksi UV secara in vitro terhadap
pembentukan senyawa karbonil sebagai parameter kerusakan sel eritrosit.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan satu kelompok
kontrol dan lima kelompok perlakuan. Pada kontrol (P0), kadar senyawa karbonil
diukur pada eritrosit + phosphate buffer pH 6,8%; perlakuan 1 (P1) kadar senyawa
karbonil diukur pada eritrosit + phosphate buffer pH 6,8% + UV; perlakuan 2 (P2)
= Eritrosit + seftazidim 10% + UV; perlakuan 3 (P3) = Eritrosit + seftazidim 20%
+ UV; perlakuan 4 (P4) = Eritrosit + seftazidim 30% + UV; dan perlakuan 5 (P5) =
Eritrosit + seftazidim 40% + UV. Hasil uji ANAVA pada penelitian ini diketahui
bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada berbagai perlakuan (P < 0,05).
Berdasarkan uji statistik ini dapat disimpulkan bahwa fotosensitiser seftazidim
dapat mempengaruhi pembentukan senyawa karbonil pada eritrosit yang diinduksi
UV.

Kata-kata kunci: Seftazidim, fotosensitiser, oksidasi protein, senyawa karbonil.

PENDAHULUAN

Fotosensitiser adalah zat-zat kimia yang dapat menimbulkan fotoreaksi.

Reaksi fotosensitivitas terbagi menjadi fototoksik dan fotoalergi. Fototoksik terjadi

jika menerima pajanan matahari yang berlebih. Reaksi fotoalergi berhubungan

dengan hipersensitivitas lambat tipe IV. Reaksi fotosensitivitas disebabkan oleh

sinar Ultraviolet A (UVA).1,2,3

Fotosensitiser akan mengabsorbsi energi foton cahaya yang menyebabkan

terjadinya transisi elektron, sehingga molekul sensitiser menjadi bentuk singlet.


Molekul ini dapat kembali ke bentuk dasar atau menjadi bentuk triplet dengan

melepaskan energinya. Pada bentuk triplet, molekul sensitiser dapat kembali ke

bentuk dasarnya, mengalami reaksi redoks dengan senyawa disekitarnya atau

memindahkan energinya kepada molekul oksigen sehingga menghasilkan oksigen

singlet (1O2) yang bersifat reaktif. Produk yang dihasilkan melalui proses ini sangat

berperan dalam memicu kerusakan lipid dan protein membran serta DNA.2

Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Ulin Banjarmasin khususnya

pada bagian anak beberapa antibiotika yang sering digunakan yaitu ampisilin,

amikasin, gentamisin, meropenem, metronidazole, dan seftazidim. Gill menyatakan

seftazidim merupakan antibiotika yang bersifat sebagai fotosensitiser.1 Standar

pemeriksaan efek fototoksik salah satunya dilakukan pada sel eritrosit.

Fotosensitiser yang di induksi UV akan mempengaruhi aktivitas oksidan dan

pembentukan radikal bebas. Oksidan yang mungkin terbentuk dalam eritrosit adalah

superoksida, radikal peroksil, dan radikal hidroksil yang merupakan senyawa

oksigen reaktif. Oksidasi protein oleh oksigen singlet akan menyebabkan rusaknya

rantai samping protein pada eritrosit seperti prolil, arginil, threonil dan lysin.2 Jika

sudah terjadi kerusakan protein pada eritrosit, maka hasil dari oksidasi protein akan

terbentuk senyawa karbonil yang merupakan penanda kerusakan sel akibat oksidasi

protein. Semakin banyak senyawa karbonil yang terbentuk, maka semakin banyak

kerusakan protein yang terjadi pada eritrosit.2

Masih sangat jarang penelitian apakah seftazidim yang dipapar dengan sinar

UV dapat menyebabkan kerusakan sel. Sejalan dengan itu calon peneliti akan
meneliti pembentukan senyawa karbonil yang diinduksi fotosensitiser seftazidim in

vitro sebagai parameter kerusakan membran eritrosit.

TINJAUAN PUSTAKA

Fotosensitivitas

Fotosensitivitas adalah reaktivitas abnormal suatu substrat biologi terhadap

sinar UV, baik yang berasal dari sinar matahari maupun buatan. Reaksi

fotosensitivitas obat pada kulit disebabkan oleh reaksi antara senyawa kimia

(fotosensitiser) dengan radiasi ultraviolet (320-400 nm). 3

Peroksidasi Lipid

Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang diawali oleh pelepasan

hidrogen dari lipid membran sel akibat reaksi inisiasi oleh radial hidroksil (●OH).

Radikal lipid yang terbentuk, selanjutnya bereaksi dengan radikal oksigen

membentuk radikal peroksil (ROO●). Apabila ROO● bereaksi dengan lipid, akan

terbentuk radikal lipid. Reaksi ini akan mengalami terminasi, apabila dua molekul

radikal saling bertemu atau adanya reaksi antara molekul radikal dengan

antioksidan.2, 5

Oksidasi Protein

Oksidasi protein merupakan modifikasi protein yang disebabkan oleh

senyawa oksigen reaktif (SOR) atau produksi stress oksidatif. Keadaan ini

menyebabkan perubahan biokimia yang berkaitan fungsi protein, agregasi protein,

dan modifikasi transkripsi gen. Terhadap enzim, SOR mengoksidasi asam amino

seperti lisin, serin, arginin, dan prolin. Modifikasi enzim tersebut dapat

menyebabkan enzim tidak aktif dan proses seluler terhenti. Lebih jauh lagi,
terjadinya modifikasi enzim akan menyebabkan reaksi imunitas sebagai respon

akibat aktivasi antibodi.2, 6

Fotosensitiser Seftazidim

Fotosensitiser adalah zat yang dapat mengabsorbsi spektrum tertentu, yang

diikuti oleh perubahan sifat dan struktur zat tersebut. Perubahan ini mengakibatkan

zat tersebut menjadi reaktif, sehingga dapat menginduksi perubahan senyawa

lainnya. Pada substrat biologis, induksi oleh bahan fotosensitiser menyebabkan

terjadinya fotosensitivitas. Salah satu molekul yang bertindak sebagai fotosensitiser

dan menyebabkan reaksi fotosensitivitas adalah seftazidim. Seftazidim termasuk

golongan antibiotik beta laktam sefalosporin generasi ketiga. Mekanisme kerjanya

dengan cara mengganggu biosintesis dinding sel bakteri. Gill menyatakan

seftazidim merupakan antibiotik yang bersifat sebagai fotosensitiser yang dapat

menginduksi reaksi fotosensitivitas.1, 7

LANDASAN TEORI

Fotosensitiser adalah zat-zat kimia yang dapat menimbulkan fotoreaksi.

Reaksi fotosensitifitas terbagi menjadi fototoksik dan fotoalergi. Fototoksik terjadi

akibat pajanan sinar UVA maupun sinar UVB yang berlebih dan tidak dimediasi

oleh sel imun. Sementara fotoalergi berhubungan dengan hipersensitivitas tipe IV.8

Agen fotosensitiser yang menyebabkan reaksi fototoksik termasuk antibiotik

seftazidim1,8

Mekanisme fototoksik terbagi menjadi transfer energi dan transfer elektron.

Fotosensitiser akan mengabsorbsi energi foton cahaya yang menyebabkan

terjadinya transisi elektron, sehingga molekul sensitiser menjadi bentuk singlet.


Molekul ini dapat kembali ke bentuk dasar atau menjadi bentuk triplet dengan

melepaskan energinya. Pada bentuk triplet, molekul sensitiser dapat kembali ke

bentuk dasarnya, mengalami reaksi redoks dengan senyawa di sekitarnya, atau

memindahkan energinya kepada molekul oksigen sehingga menghasilkan oksigen

singlet yang bersifat reaktif. Produk yang dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan

lipid dan protein membran serta DNA.2

Oksigen singlet yang reaktif dapat merusak protein karena dapat mengadakan

reaksi dengan asam amino yang menyusun protein. Kerusakan protein akan terjadi

pada rantai samping protein, terutama prolil, arginil, lysin dan threonil. Ketika

terjadi proses oksidasi, senyawa karbonil akan stabil sehingga bisa dideteksi

sebagai penanda kerusakan sel yang akan berubah menjadi senyawa karbonil.3 Jadi

fotosensitiser seftazidim dapat menyebabkan kerusakan sel membran eritrosit

dengan terbentuknya senyawa karbonil sebagai penanda kerusakan sel.

METODE PENELITIAN

Pengujian menggunakan metode eksperimental murni (true experimental)

yang dilakukan secara in vitro yaitu untuk mengetahui pembentukan senyawa

karbonil pada eritrosit yang diinduksi fotosensitiser seftazidim in vitro. Jumlah

pengulangan untuk setiap kelompok adalah empat kali.

Alat yang digunakan adalah tabung reaksi kecil, klinipet

(TRANSFERPETTE®), sentrifus (CENTURION®), waterbath, spektrofotometer

(GENESYS 20), rak tabung reaksi, neraca analitik (GIBERTINI®E425-B), lampu

UVC (Philips TUV 30 W/G30 T8 Made in Holland), kuvet, dan tip.


Variabel bebas penelitian ini adalah konsentrasi seftazidim. Variabel terikat

penelitian ini adalah kadar senyawa karbonil. Variabel pengganggu penelitian ini

adalah suhu, pH, tekanan, dan kualitas sampel.

PROSEDUR PENELITIAN

Pembuatan seftazidim

Larutan seftazidim dibuat dengan cara mengambil 10 g seftazidim, kemudian

dilarutkan dalam akuades 100 mL air. Dengan demikian akan diperoleh seftazidim

10%. Dengan cara yang sama juga akan dibuat seftazidim konsentrasi 20%, 30%

dan 40%.

Persiapan reaktor

Reaktor terbuat dari kayu atau papan yang berukuran panjang 106 cm, lebar

34 cm, tinggi 53 cm. Selanjutnya, lampu UVC merek Philips diletakkan di bagian

atas sebelah dalam dari reaktor. Sementara itu, sampel diletakkan dibawah lampu

UVC dengan jarak kurang lebih 40 cm dari lampu.

Pengukuran kadar senyawa karbonil

Senyawa karbonil diukur dengan menggunakan 2 tabung yang terdiri dari

tabung kontrol dan tabung sampel. Tabung sampel berisi seftazidim 1 mL yang

dicampur dengan DNPH 1 mL, sedangkan tabung kontrol berisi seftazidim 1 mL

yang dicampur dengan HCL 2,5 M 1 mL. Hasil supernatan dibaca pada

spektrofotometer dengan panjang gelombang 355 – 390 nm (405 nm)9

Analisis Data

Data kadar senyawa karbonil dalam mikromolar (µM) dievaluasi dengan

melakukan uji normalitas Saphiro-Wilk dan uji homogenitas Levene test karena
jumlah sampel kurang dari 50. Apabila data terdistribusi normal dan homogen,

dilanjutkan uji ANAVA dengan tingkat kepercayaan 95% (P=0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tentang tentang pembentukan senyawa karbonil pada eritrosit yang

diinduksi fotosensitiser seftazidim in vitro telah dilaksanakan pada bulan Mei -

September 2017. Hasil pembentukan kadar senyawa karbonil pada eritrosit dapat

dilihat pada diagram 1.

Diagram 1 Rerata Kadar Senyawa Karbonil pada Masing-Masing Perlakuan

8,000
7,000 25.67
25.2 22.03
6,000 26.2 22.1
5,000 25.6 22.2
30
4,000 21.8 7,989
7,243
Karbonil (µM)

20
3,000
4,466 4,602 Rerata (mm)
2,000 3,761 Pengulangan 3
10
1,000 Pengulangan 2
1,114
Pengulangan 1
0 0
P0
Antiseptik Hand P1 P2 P3 P4 P5
Column2 cuci tangan sanitizer
Column1
Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pengulangan 3 Rerata (mm)
Series 1 1,114 3,761 4,466 4,602 7,243 7,989

Data dianalisis secara statistik untuk mengetahui perbedaan data antar

kelompok menggunakan metode Analisis Varian (ANAVA). Syarat uji Anava

adalah data harus berdistribusi normal dan homogen. Analisis statistika dilakukan

dengan bantuan program SPSS for Windows versi 16. Data diuji terlebih dahulu

dengan uji normalitas menggunakan uji Saphiro-Wilk Test. Hasil uji normalitas

menunjukkan data berdistribusi normal (P > 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan

Homogenity of Variances Test (P > 0,05). Hasil uji ANAVA menunjukkan nilai

P=0,000 (P<0,05) yang berarti terdapat perbedaan bermakna tiap perlakuan.


Pada penelitian ini, reaksi fotosensitivitas terhadap eritrosit diinduksi oleh

fotosensitiser seftazidim yang dinilai dari kadar senyawa karbonil. Kadar senyawa

karbonil menjadi salah satu parameter kerusakan membran sel eritrosit akibat reaksi

fotosensitivitas. Kadar senyawa karbonil menggambarkan rusaknya membran sel

eritrosit akibat reaksi fotosensitivitas pada masing-masing perlakuan. Akibat reaksi

tersebut terjadi proses oksidasi protein. Oksidasi protein oleh oksigen singlet akan

menyebabkan rusaknya rantai samping protein pada eritrosit seperti prolil, arginil,

threonil dan lysin. Hasil parameter yang terbentuk akibat oksidasi protein adalah

senyawa karbonil. Semakin besar kadar senyawa karbonil, menunjukkan semakin

besar pula kerusakan yang terjadi pada membran sel eritrosit.

Pada penelitian Fuoco menyebutkan bahwa protein yang diinduksi oleh

fotosensitiser tetrasiklin dengan pajanan UV akan menyebabkan terjadinya proses

oksidasi protein. Penanda kerusakan akibat oksidasi protein yang digunakan adalah

senyawa karbonil. Proses ini menyebabkan reaksi fototoksik dan sitotoksik pada sel

keratinosit manusia10.

Penelitian Goetze menyebutkan bahwa fotosensitiser doksisiklin yang

merupakan antibiotik dapat menyebabkan reaksi fotosensitivitas. Manifestasi yang

ditimbulkan tergantung pada kadar doksisiklin yang diberikan. Pada penelitian ini

menyebutkan dosis doksisiklin 2x100 mg dapat menyebabkan reaksi

fotosensitivitas pada kulit sebesar 8,3%, sedangkan menyebabkan reaksi fototoksik

sebesar 22%. Pada penelitian ini juga menyebutkan dari 135 pasien yang diberi

doksisiklin dengan dosis 100mg/hari didapatkan 22 pasien mengalami reaksi

fototoksik sebesar 16% 11.


Dalam melaksanakan penelitian ini, terdapat keterbatasan yaitu pengambilan

sampel eritrosit yang jauh dari lokasi penelitian sehingga kesegaran dan kualitas

sampel tidak bisa dijaga secara optimal.

SIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa

fotosensitiser seftazidim dapat menyebabkan terbentuknya senyawa karbonil akibat

oksidasi protein sehingga dapat mempengaruhi membran eritrosit in vitro

DAFTAR PUSTAKA

1. Gill L, Lim WH. Drug-induced photosensitivity. Cutaneous Drug Eruptions:


Diagnosis, Histopathology and Therapy 2015; (10):107-121.
2. Suhartono E. Toksisitas oksigen reaktif dan antioksidan di bidang kedokteran
dan kesehatan. Ed ke 1. Banjarbaru: Gosyen Publishing, 2016.
3. Dalle-Donne I, Rossi R, Giustarini D, Milzani A, Colombo R. Protein carbonyl
groups as biomarkers of oxidative stress. Clinica Chimica Acta. 2003; (329):
23-38
4. Guidi GD, Bracchitta G, Catalfo A. Photosensitization reactions of
fluoroquinolones and their biological consequences. Photochem. Photobiol.
2011; 87: 1214–1229.
5. Bhattacharjee S. Membrane lipid peroxidation and its conflict of interest: the
two faces of oxidative stress. Curr Sci. 2014; 107(11): 1811-1824.
6. Gueranger Q, Li F, Peacock M, et al. Protein oxidation and DNA repair
inhibition by 6-thioguanine and UVA radiation. J Invest Dermatol. 2014; 134:
1408-1418.
7. Soleha T. Uji kepekaan terhadap antibiotik. Juke Unila. 2015; 5(9): 119-123.
8. Monteiro A, Rato M, Martins C, Drug-induced photosensitivity: Photoallergic
and phototoxic reactions. Clinics In Dermatology. 2016; (10): 1-34.
9. Kumar J, Kumari S. Evaluation and management of photosensitivity in
children. J Indian Ped. 2008; (45): 829-837
10. Fuoco D. Cytotoxicity induced by tetracyclines via protein photooxidation.
Hindawi Publishing Corporation. 2015; 1-10

11. Goetze S, Hiernickel C, Elsner P. Phototoxicity of doxycycline: a systematic


review on clinical manifestations, frequency, cofactors, and prevention. Skin
Pharmacol Physiol. 2017;30: 76-80

Anda mungkin juga menyukai