Anda di halaman 1dari 13

MALNUTRISI

WHO mendefinisikan malnutrisi sebagai ketidakseimbangan seluler antara


suplai nutrient dan energy terhadap kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan,
pemeliharaan dan fungsi-fungsi spesifik. Definisi lain dari malnutrisi adalah suatu
keadaan kekurangan gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energy dan protein
dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG)
(Depkes RI, 1998).

ETIOLOGI

Berdasarkan etiologi, KEP dibedakan menjadi KEP primer dan KEP sekunder.
KEP primer disebabkan oleh kurangnya konsumsi dan tidak tersedianya bahan
makanan, sedangkan KEP sekunder disebabkan oleh penyakit seperti ginjal, hati,
jantung, paru, dll. Selain itu, penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh
karena itu ada beberapa faktor lainnya selain yang telah disebutkan diatas yaitu:

1. Faktor sosial dan ekonomi


2. Faktor Biologis
3. Faktor Lingkungan
4. Umur Host

1. Klasifikasi KEP menurut WHO

Penilaian status gizi berdasarkan berat terhadap tinggi (atau panjang), tinggi
(atau panjang) terhadap umur, dan edema terdapat pada tabel 3.Juga ditunjukkan
criteria untuk klasifikasi malnutrisi berat sebagai edema, “severely wasted” atau
“severely stunted”.
Tabel1. Klasifikasi malnutrisi menurut WHO

2. Klasifikasi KEP menurut Gomez :

BB/U % standar baku


Derajat KEP
WHO-NCHS

Normal > 90 %

1 – ringan 75 – 89 %

2 – sedang 60 – 74 %

3 – berat < 60 %

Tabel2. Klasifikasi KEP menurut Gomez

3. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI

BB/U % standar baku


Derajat KEP
WHO-NCHS

0=Normal > 80 %

1 = gizikurang 60-79 %

2 = giziburuk < 60 %

Tabel3. Klasifikasi KEP ModifikasiDepkes


Klasifikasi menurut tipe (klasifikasi kualitatif)

1. Klasifikasi KEP menurutWellcomeTrust :

Wellcome Trust dapatdipraktekkandenganmudah,


tidakdiperlukanpenentuangejalaklinismaupunlaboratoris,
dandapatdilakukanolehtenagaparamedissetelahdiberikanpelatihanseperlunya.Kerugia
npenggunaanklasifikasiiniyaitubiladilakukanpadapasien yang
sudahbeberapaharidirawatdanmendapatkanterapi
dietmakan,adakalanyadapatdibuatdiagnosa yang salah.

Edema
BB % standar baku WHO-
NCHS
Tidakada Ada

> 60 % Gizikurang Kwashiorkor

< 60 % Marasmus Marasmuskwashiorkor

Tabel4. Klasifikasi KEP menurutWellcome Trust

2. Sistem skoring untuk KEP beratmenurut Mc. Laren :

Mclarenmengklasifikasikangolongan KEP beratdalam 3


kelompokmenuruttipenya.Gejalaklinis edema, dermatosis, edema dengandermatosis,
perubahanpadarambutdanpembesaranhatidiberiangkabersama-
samadenganmenurunnya albumin atau total protein serum. Caraseperti ini
harusdilakukanolehseorangdokterdenganbantuan laboratorium.

GejalaKlinis / Laboratoris Angka

Edema 3
Dermatosis 2
Edema + dermatosis 6
Perubahanpadarambut 1
Hepatomegali 1
Albumin Serum Protein Total Serum
< 1,00 < 3,25 7
1,00 – 1,49 3,25 – 3,99 6
1,50 – 1,99 4,00 – 4,74 5
2,00 – 2,49 4,75 – 5,49 4
2,50 – 2,99 5,50 – 6,24 3
3,00 – 3,49 6,25 – 6,99 2
3,50 – 3,99 7,00 – 7,74 1
> 4,00 > 7,75 0

Tabel5. Klasifikasi KEP menurut Mc. Laren

Skor : 0 – 3 = Marasmus

4–8 =Marasmus kwashiorkor

9 – 15 =Kwashiorkor

PATOFISIOLOGI

Respons Metabolik terhadap Asupan Energi yang tidak Adekuat

Kondisi puasa tanpa adanya infeksi menyebabkan deplesi dari cadangan


lemak, diikuti cadangan glikogen, karena terjadi perubahan metabolisme dan
hormon-hormon yang bertujuan untuk menjaga fungsi vital tubuh sehingga
penderita dapat bertahan hidup sampai diet normal kembali dan kebutuhan energi
dapat terpenuhi. Perubahan diawali dengan pengurangan aktivitas metabolisme
tubuh sehingga terjadi penghematan dalam pengeluaran energi. Pertumbuhan
diperlambat, sebagai akibat pengurangan energi yang diperlukan untuk memelihara
pertumbuhan dan perubahan juga terjadi pada komposisi tubuh. Laju metabolik
terhadap tinggi badan atau lean body mass berkurang. Otak dan protein viseralis
relatif dipertahankan, mengakibatkan komposisi tubuh yang tipikal untuk anak-anak
marasmus. Terdapat juga peningkatan dalam jumlah total air tubuh, terutama cairan
ekstraseluler namun dapat juga cairan intraseluler.

Adaptasi terhadap Penurunan Asupan Protein

Persediaan protein yang rendah akan menyebabkan otot-otot skeletal


mengalami perombakan untuk sintesis enzim-enzim yang esensial untuk proses
metabolisme yang penting bagi tubuh. Adaptasi menyebabkan penghematan dari
protein tubuh dalam pemeliharaan fungsi yang tergantung protein esensial. Pada
kondisi di bawah normal, hampir 75% dari asam amino bebas yang masuk tubuh
dari makanan dan protein jaringan didaur atau digunakan kembali untuk
pembentukan protein dan 25% dipecah untuk tujuan metabolik lainnya. Saat asupan
protein dikurangi, tidak cukup banyak penurunan pada total nitrogen atau turnover
asam amino. Ketika penurunan protein menjadi semakin berat, mekanisme adaptif
gagal dan konsentrasi serum protein, terutama albumin,akan menurun. Terjadi
penurunan pada tekanan onkotik intravaskular dan outflow cairan ke dalam ruang
ekstravaskular yang berhubungan pada perkembangan edema dari kwashiorkor.

Perubahan Endokrin

Hormon sangat penting pada proses metabolik adaptif. Namun level sirkulasi
dari hormon tidak selalu mencerminkan perubahan endokrin pada KEP, karena
respon seluler pada stimulasi endokrin juga berubah-ubah. Mereka berhubungan
pada pemeliharaan homeostasis energi melalui peningkatan glikolisis dan lipolisis;
peningkatan mobilisasi asam amino; pemeliharaan protein visceral melalui
peningkatan pemecahan protein otot; penurunan penyimpanan glikogen, lemak, dan
protein; serta penurunan metabolisme energi. Efek-efek ini dapat diringkas sebagai
berikut :

1. Penurunan asupan makanan cenderung mengurangi konsentrasi glukosa


plasma dan asam amino bebas, yang pada gilirannya mengurangi sekresi
insulin dan meningkatkan pelepasan glukagon dan epinefrin.
2. Rendahnya level asam amino plasma, terlihat terutama pada kwashiorkor
yang juga mestimulasi sekresi hormon pertumbuhan dan mengurangi aktifitas
somatomedin; produksi ini lebih jauh meningkatkan level hormon
pertumbuhan karena tidak ada “feedback inhibition”; peningkatan hormon
pertumbuhan dan epinefrin mempengaruhi reduksi sintesis urea, oleh karena
itu dipilih daur asam amino.
3. Stres ini disebabkan oleh asupan makanan yang rendah dan lebih jauh
diperkuat oleh demam, dehidrasi, dan manifestasi lain dari infeksi yang sering
menyertai KEP juga menstimulasi pelepasan epinefrin dan sekresi
kortokosteroid; ini terjadi lebih sering pada marasmus daripada kwashiorkor,
mungkin karena lebih besar defisit energi pada marasmus. Pada pertahanan
perifer dari peningkatan insulin, mungkin berasal dari peningkatan
konsentrasi plasma asam amino yang dihasilkan dari aktivitas lipolitik hormon
pertumbuhan, glukokortikoid dan epinefrin.
4. Level rendah dari insulin sirkulasi dan level tinggi dari kortisol sirkulasi lebih
jauh mengurangi sekresi somatomedin.
5. Penurunan aktivitas 5’-monodeidodinasi mengurangi produksi T3 dengan
peningkatan bersamaan pada T3 reverse inaktif; level tiroksin juga dikurangi,
mungkin oleh penurunan uptake iodium oleh thyroid. Pengurangan pada level
hormon thyroid aktif menurunkan termogenesis dan konsumsi oksigen,
sehingga menimbulkan konservasi energi.

MANIFESTASI KLINIS

1. KEP Ringan dan Sedang


Ciri-ciri klinis utama dari KEP ringan dan sedang adalah kehilangan berat
badan. Penurunan pada jaringan lemak subkutan menjadi jelas terlihat. Saat KEP
kronis, anak-anak menunjukkan keterlambatan pertumbuhan pada tinggi badan
(saat kelaparan). Aktivitas fisik dan penggunaan energi anak-anak menurun.
Indikator fungsional lain adalah imunokompeten, fungsi sistem pencernaan
(gastrointestinal), dan kebiasaan, namun penilaian ini belum praktis untuk tujuan
diagnosis. Manifestasi nonspesifik termasuk sering diare, apatis, kurang kegiatan dan
waktu perhatian menjadi lebih pendek.

Informasi biokimia berubah pada KEP ringan dan sedang. Data laboratorium
berhubungan dengan asupan protein yang rendah, termasuk ekskresi kreatinin urin
yang rendah, sehingga menimbulkan indeks kreatinin-tinggi badan yang rendah pada
anak-anak, urea nitrogen yang rendah pada urin dan ekskresi hidroksiprolin,
perubahan pola plasma dari asam amino bebas dengan penurunan BCAA (Branched
Chain Amino Acid), penurunan pada level transferrin dan albumin serum, dan
pengurangan limfosit dalam sirkulasi.

2. KEP Berat/Gizi Buruk


Diagnosis KEP berat prinsipnya didasari oleh riwayat makanan dan segi klinik.
Marasmus biasanya dihubungkan dengan kekurangan makanan berat, semistarvasi
jangka panjang, penyapihan dini, atau pemberian makanan yang tidak cukup pada
bayi, sedangkan kwashiorkor dihubungkan dengan penyapihan terlambat dan
asupan protein rendah. Diare kronik atau rekuren dan infeksi merupakan ciri-ciri
yang umum.

a. Marasmus (Infantil atrofi, Inanition, Athrepsia)


Gejala singkat dari marasmus :

- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit


- Wajah seperti orang tua ataupun monyet
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah
pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Perut cekung
- Iga menonjol
- Sering disertai : - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare
b. Kwashiorkor (Protein Malnutrition/Protein Calorie Malnutrition (PCM))
Gejala singkat dari kwashiorkor :

- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai : - penyakit infeksi (umumnya akut), anemia, diare

c. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan gabungan/campuran dari beberapa gejala klinik
marasmus dan kwashiorkor.
KEBUTUHAN GIZI MENURUT FASE PEMBERIAN MAKAN

FASE
ZAT
GIZI
STABILISASI TRANSISI REHABILITASI

Energi 100 Kkal/KgBB/hr 150 Kkal/KgBB/hr 150-200 Kkal/KgBB/hr


Protein 1-1,5 g/KgBB/hr 2-3 g/KgBB/hr 4-6 g/KgBB/hr
Vitamin A Vitamin A oral pada hari I : Vitamin A oral pada hari I : Vitamin A oral pada hari I :
umur > 1 tahun : 200.000 umur > 1 tahun : 200.000 umur > 1 tahun : 200.000
SI, SI, SI, 6-12 bulan : 100.000 SI,
6-12 bulan : 100.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI,
kecuali bila dapat
< 6 bulan : 50.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI,
dipastikan anak sudah
kecuali bila dapat kecuali bila dapat
mendapat suplementasi
dipastikan anak sudah dipastikan anak sudah
mendapat suplementasi mendapat suplementasi vit.A pada 1 bulan terakhir.
Bila ada tanda/gejala
vit.A pada 1 bulan terakhir. vit.A pada 1 bulan terakhir.
Bila ada tanda/gejala Bila ada tanda/gejala defisiensi vit.A, berikan
vitamin dosis terapi.
defisiensi vit.A, berikan defisiensi vit.A, berikan
vitamin dosis terapi. vitamin dosis terapi.
Asam 1 mg/hari (5 mg pada hari 1 mg/hari (5 mg pada hari 1 mg/hari (5 mg pada hari
Folat pertama) pertama) pertama)
Zinc 2 mg/kgBB/hari 2 mg/kgBB/hari 2 mg/kgBB/hari
Cuprum 0,2 mg/kgBB/hari 0,2 mg/kgBB/hari 0,2 mg/kgBB/hari
Fe 3 mg/kgBB/hari atau 3 mg/kgBB/hari atau 3 mg/kgBB/hari atau
sulfas ferrosus 10 sulfas ferrosus 10 sulfas ferrosus 10
mg/kgBB/hari mg/kgBB/hari mg/kgBB/hari
(Bila BB mulai naik) (Bila BB mulai naik) (Bila BB mulai naik)
Cairan 130 ml/KgBB/hr atau 150 ml/KgBB/hr 150-200 ml/KgBB/hr
100 ml/KgBB/hr (jika
edema)

JADWAL, JENIS, DAN JUMLAH MAKANAN YANG DIBERIKAN

JUMLAH CAIRAN (ml)


SETIAP MINUM MENURUT
BB ANAK
FASE WAKTU JENIS FREKUENSI
PEMBERIA MAKANAN 4 Kg 6 Kg 8 Kg 10 Kg
N
Stabilisasi Hari 1-2 F75/modifikasi 12 x (dg ASI) 45 65 - -
F75/Modisco ½ 12 x (tanpa ASI) 45 65 90 110
Hari 3-4 F75/modifikasi 8 x (dg ASI) 65 100 - -
F75/Modisco ½ 8 x (tanpa ASI) 65 100 130 160
Hari 3-7 F75/modifikasi 6 x (dg ASI) 90 130 - -
F75/Modisco½ 6 x (tanpa ASI) 90 130 175 220
Transisi Minggu 2-3 F100/modifikasi 4 x (dg ASI ) 130 195 - -
F100/Modisco I 6 x (tanpa ASI) 90 130 175 220
/modisco II

Rehabilitasi Minggu 3-6 F135/modifikasi 3 x(dg/tanpa 90 100 150 175


ASI )
F135/Modisco III,
ditambah
BB < 7 Kg Makanan lumat/ 3 x 1 porsi - - - -
makan lembek
Sari buah 1x 100 100 100 100
BB > 7 Kg Makanan lunak/ 3 x 1 porsi - - - -
makan biasa
Buah 1 –2 x 1 buah - - - -
*) 200 ml = 1 gelas
Contoh :
Kebutuhan anak dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi : Energi = 1200 Kkal
400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan lumat/
makanan lembek dan 1 kali 100 cc sari buah.

FORMULA WHO

Bahan Per 100 ml F 75 F 100 F 135


FORMULA WHO
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
Larutan elektrolit ml 20 20 27
Tambahan air s/d ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI
Energi kalori 750 1000 1350
Protein g 9 29 33
Laktosa g 13 42 48
Potasium mmol 36 59 63
Sodium mmol 6 19 22
Magnesium mmol 4,3 7,3 8
Seng mg 20 23 30
Copper mg 2,5 2,5 3,4
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolalitas Mosm/l 413 419 508
Keterangan :

F75 : Setiap 100 ml mengandung 75 kalori


F100 : Setiap 100 ml mengandung 100 kalori
F135 : Setiap 100 ml mengandung 135 kalori

TABEL MODIFIKASI FORMULA WHO

FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI


Bahan Makanan F75 F75 F75 M½ F100 MI M II F135 M III
I II III
Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 - -
Susu full cream (g) - 35 - - 110 - - 25 120
Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - - -
Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75 75
Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - 50 -
Tempe (g) - - - - - - - 150 -
Minyak sayur (g) 27 17 17 25 30 50 - 60 -
Margarine (g) - - - - - - 50 - 50
Lar. Elektrolit (ml) 20 20 20 - 20 - - 27 -
Tambahan air (L) 1 1 1 1 1 1 1 1 1
*) M : Modisco

Keterangan :

 Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.


 Larutan Formula WHO 75 mempunyai osmolaritas tinggi sehingga kemungkinan tidak
dapat diterima oleh semua anak, terutama yang mengalami diare, dengan demikian
pada kasus diare lebih baik digunakan modifikasi Formula WHO 75 yang
menggunakan tepung.
 Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau modifikasi.
 Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO 135
sampai makanan biasa.
CARA MEMBUAT

1. Larutan Formula WHO 75 dan modifikasi Formula WHO 75


Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan elektrolit, diencerkan
dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan
volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum.

Larutan modifikasi :

Campurkan susu skim/full cream/susu segar, gula, tepung, minyak. Tambahkan


air sehingga mencapai 1 L (liter) dan didihkan hingga 5-7 menit.

2. Larutan Formula WHO 100 dan modifikasi Formula WHO 100


Cara seperti membuat larutan Formula WHO 75

Larutan modifikasi :

Tempe dikukus hingga matang kemudian dihaluskan dengan ulekan (blender,


dengan ditambah air). Selanjutnya tempe yang sudah halus disaring dengan air
secukupnya. Tambahkan susu, gula, tepung beras, minyak, dan larutan elektrolit.
Tambahkan air sampai 1000 ml, masak hingga mendidih selama 5-7 menit.

3. Larutan elektrolit
Bahan untuk membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri atas :

 KCl 224 g
 Tripotassium Citrat 81 g
 MgCl2.6H2O 76 g
 Zn Asetat 2H2O 8,2 g
 Cu SO4.5H2O 1,4 g
 Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)

Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula WHO 75,


Formula WHO 100, atau Formula WHO 135.

Bila bahan-bahan tersebut tidak tersedia, 1000 mg Kalium yang terkandung


dalam 20 ml larutan elektrolit tersebut bisa didapat dari 2 gr KCl atau sumber
buah-buahan antara lain sari buah tomat (400cc) / jeruk (500cc) / pisang (250
gr) / alpukat (175 gr) / melon (400 gr).
Referensi:

Ashworth, Ann. Guidelines for the inpatient treatment of severely malnourished children /
Ann Ashworth … [et al.] WHO Publication; 2003.

Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16th ed. Pennsylvania :
W. B. Saunders Company.

Braunwald, Eugene, M.D., et al. Harrison’s Principles Of Internal Medicine 15th ed. Volume 1.
McGraw Hill Medical Publishing Division.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Pedoman Tata Laksana Kekurangan Energi
Protein pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya, edisi revisi. Jakarta :
Departemen Kesehatan.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2000. Pedoman Kekurangan Energi Protein (KEP) . Jakarta.

Pudjiadi, Solihin. 2003. Ilmu Gizi Klinis pada Anak, edisi keempat. Hal 95-137. Jakarta : FK
UI.

Pedoman Diagnostik dan Terapi. “Kurang Energi Protein (KEP)”. Edisi Ke-3. Bandung,
Indonesia, 2005.

Anda mungkin juga menyukai