Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MILITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

SINGOTRUNAN BANYUWANGI

Disusun oleh:

RIZQI AULIA KUSWI A ( 2016.010.26 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2019
1.1 Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu penyakit kronik yang dapat
menyebabkan berbagai komplikasi pada organ lain paling utama pada organ
mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah yang bersifat progresif.
Tanda dan gelaja yang ditimbulkan berupa poliuria, polidipsi, kadang
polifagia, kehilangan berat badan, dan pandangan yang kabur (ADA,
2010).(Kadar, Darah, Pasien, & Diabetikum, 2017).
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik yang kondisinya sangat
ditentukan oleh kadar glukosa darah. Seseorang dikatakan Diabetes Mellitus
jika memiliki kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL dan kadar glukosa
puasa >126 mg/dL. (Taylor, 1991 dalam jurnal Denny, 2014).(Subagiyo,
2018)
Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan suatu penyakit
yang disebabkan oleh jumlah hormon insulin yang tidak mencukupi atau
tidak dapat bekerja secara normal, padahal hormon ini memiliki peran utama
dalam mengatur kadar glukosa (gula) didalam darah (Fitria, 2009).

1.2 Etiologi

a. Pola Makan
Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal ini disebabkan
jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas
maksimum untuk disekresikan.
b. Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai
kecenderungan lebih besar untuk terserang DM dibandingkan dengan orang
yang tidak gemuk.
c. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua. Biasanya,
seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang terkena
juga.
d. Bahan - bahan kimia dan obat - obatan
Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas
tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan
untuk metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas
sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada
pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.

1.3 Manifestasi klinis

Penderita kencing manais umumnya menampakkan tanda dan gejala di


bawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita (Rudi & Sulis,2013)
1) Penyebab dari hiperglikemi sehingga muncul diuretik osmotik dan
akibatnya jumlah urin yang dikeluarkan lebih bannyak(polyuria).
2) Penyebab urin yang dikeluarkan lebih banyak, dehidrasi muncul dan
akibatnya sering atau cepat merasa haus/ dahaga (polydipsia).
3) Penyebab dari glukagon meningkat sehingga kehilangan kalori dan
mengakibatkan lapar yang berlebihan atau makan banyak(polyphagia).
4) Penyebab dari hiperglikemi frekuensi meningkat/ kencing terus
(glycosuria).
5) Penyebab glukosa tidak dapat di transport ke dalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat
dari itu maka sela akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot
mengalami atrofi dan mengalami penurunan secara drastis (penurunan
berat badan).

1.4 Klasifikasi
1) Diabetes tipe I: Insulin Depedent Diabetes Mellitus (IDDM)

IDDM yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans

yang berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen)


spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cenderung

ketosis dan terjadi pada usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan

sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel

langerhans di pankreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan

produksi insulin (Ii & Teori, 2014).

2) Diabetes Melitus tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM)

NIDDM yaitu Diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi

dapat terjadi pada semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat

badan, ada kecenderungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat

hiperglikemik selama stres (Ii & Teori, 2014).

3) Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)

Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4%


dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua,
etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes
gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai
hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa,
maka kehamilan adalah suatu keadaan genetik. (Ii & Teori, 2014).

1.5 Komplikasi

Menuru Widiastuti (2012) komplikasi dari diabetes mellitus ialah:


1) Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik akut pada penyakit diabetes mellitus
terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan
keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, diantaranya:
a) Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi
kadar glukosa turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3
mmol/1). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebih, konsumsi makan yang terlalu sedikit
atau karena aktivitas fisik yang berat, dengan tanda – tanda, seperti:
rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing.
b) Ketoasidosis Diabetik disebabkan karena kelebihan kadar glukosa
dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun.
Sehingga mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak yang dimanifestasikan dengan adanya dehidrasi,
asidosis, dan kehilanggan elektrolit.
c) Sindroma Hiperglikemik Hiperosmolaritas Nonketotik adalah
komplikasi yang ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar
glukosa serum lebih dari 600 mg/dl
2) Komplikasi Metabolik Kronik

Komplikasi metabolik kronik diabetes bisa menyerang sistem


organ tubuh antara lain:

a) Komplikasi Makrovaskuler
Membuat dampak aterosklerotik dalam pembuluh darah besar.Tipe
penyakit makrovaskuler ini tergantung pada lokasi aterosklerotik.
b) Komplikasi Mikrovaskuler
Dijuluki juga mikroangiopati ditandai dengan penebalan membran
basalis pembuluh kapiler.
c) Retinopati Diabetik
Dikarenakan karena perubahan dalam pembuluh – pembuluh darah
kecil pada rentina.
d) Ulkus/ gangren kaki

1.6 Patofisiologi

Adanya faktor genetik, infeksi, obat – obatan tertentu, obesitas,


serta diit yang salah menyebabkan terjadinya penghancuran sel beta pada
langerhan sehingga berkurangnya produk insulin yang dapat
menyebabkan sebagai berikut:
1. Transport glukosa yang melalui dinding sel berkurang.
2. Glikogenesis menurundan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam
darah
3. Glikolisis meningkat sehingga cadangan glikogen berkurang dan
glukosa hati dicurahkan ke darah.
4. Glukoneogenesis meningkat akibat peningkatan pemecahan protein
dan lemak
Keempat keadaan di atas kemudian menyebabkan terjadinya
hiperglikemia. Apabila konsentrasi dalam darah tinggi pada Diabetes
Mellitus sehingga tidak terkontrol, maka sel – sel akan menjadi sasaran
utamanya. Untuk mencukupi sel tersebut maka timbul mekanisme sel
tubuh untuk meningkatkan pemasukan makanan serta pemecahan glukosa
yang disimpan dalam otot dan hati. Proses ini jika berlangsung lama akan
terjadi penurunan masa otot dan penurunan berat badan.

Sedangkan pada kondisi hiperglikemia akan menyebabkan


penimbunan glukosa antar sel yang akan menyebabkan terjadinya penyakit
makrovaskuler dan penyakit mikrovaskuler. Penyakit makrovaskuler
berupa penyempitan lumen pembuluh darah besar yang dapat
menyebabkan pengiriman oksigen ke jaringan dan menyebabkan iskemia
jaringan.Akibat dari keadaan ini adalah munculnya penyakit – penyakit
yang berhubungan dengan serebrovaskuler, penyakit arteri renalis, dan
penyakit vaskuler periver.Sedangkan perubahan mikrovaskuler ditandai
dengan penebalan dan kerusakan membrane basalis dan pembuluh
kapiler.Lipolisis menyebabkan peningkatan asam lemak bebas, trigliseid,
dan glukogenesis.Terdapat hasil akhir berupa keton yangasam
(ketoasidosis) jika dalam keadaan berat dapat menimbulkan asidosis
metabolik (Price,2012).
1.7 Pemeriksaan penunjang

1) Glukosa darah sewaktu.

2) Kadar glukosa darah puasa.

3) Tes toleransi glukosa kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring diagnosis DM (mg/dl).

Table 2. 1 Kadar Glukosa Darah, bukan DM, dan DM

Kadar Glukosa Darah Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa darah < 100 100 – 200 > 200
sewaktu plasma vena
80 – 200 > 200
Darah kapiler <80
110 – 120 > 126
Kadar glukosa darah puasa
plasma vena <110 90 – 110 > 110

Darah kapiler <90


Sumber : (padila, 2012)

Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan:

a) Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/ L).


b) Glukosa plasma puasa > 140 mg/ dl (7,8 mmol/L).
c) Glukosa plasma dari sampel yang di ambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam pos prandial (PP) > 200 mg/
dl.
1.8 Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
2. Terapi obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan
dengan pengguaan obat – obatan asma dengan tujuan penyakit asma
dapat dikontrol dan dikendalikan.
3. Terapi alat hirup
Alat ukur dosis teratur atau metered dose inhaler ( MDI )
disebut juga inhalasi atau puffer adalah alat yang paling banyak
digunakan untuk menghantar obat – obatan ke saluran pernafasan
atau paru – paru pemakainya.
1.9 WOC Diabetes mellitus

Diabetes mellitus

Sel beta pangkreas terganggu perubahan status kesehatan

Produksi insulin menurun sumber informasi yang

sel hungry menurun Sekresi insulin menurun tidak adekuat

ulkus hiperglikemia
Kurang pengetahuan
nutrisi ke sel kurang
Gangguan integritas
janringan hipometabolik stresor meningkat

port de entry koping klien tidak


Nutrisi kurang dari
invasi mikroorganisasi kebutuhan efektif

Resiko infeksi ansietas

pelepasan mediator kimia


( bradikardi, histamin, prostaglandin )

Saraf aferen

hipotalamus

korteks serebri

saraf eferen

Nyeri
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Diabetes melitus
2.1.1 Pengkajian
1) Identitas
Pengkajian meliputi: Nama, umur, agama, suku, tingkatan
pendididkan, rawayat pekerjaan.
1) Riwayat kesehatan
a. Keluhan yang dirasakan klien yang berupa: pusing, mata rabun
sering buang air kecil, sering haus, sering lapar,
b. Keluhan yang dirasakan 3 bulan terakhir
Klien dengan DM mengeluhkan sering lapar, dan badanya lemas
c. Penyakit saat ini
Keluhan yang dirasakan klien pada saat pengkajian
d. Kejadian penyakit 3 bulan terakhir
Klien biasanya memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus
dikarenakan keturunan
2) Status fisiologi
a. Postur tulang belakang
Pada klien DM tidak terjadi gangguan pada bagian struktur
tulang belakan
b. Kecepatan berjalan lansia
Klien lansia dengan DM umumnya memiliki perubahan pada
proses bergerak/kecepatan berjalan dikarenakan oleh faktor usia/
penurunan kekuatan tulang dan otot.
c. Tanda – tanda vital
Tanda – tanda vital pada klien DM akan terjadi peningkatan
tekanan darah, respirasi rate yang meningkat, nadi yang
meningkat dan tidak terdapat peningkatan pada suhu.
3) Pengkajian head to toe
a. Kepala
Amati bentuk dan kesimetrisan kepala, kebersihan kepala
pasien. Pada pasien DM tidak ditemukan masalah pada saat
dilakukan pemeriksaan kepala.
b. Mata

Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil,


konjungtiva anemis, amati kelopak mata terhadap penetapan
yang tepat, periksa alis mata terhadap kesimetrisan dan
pertumbuhan rambutnya, amati distribusi dan kondisi bulu
matanya, bentuk serta amati ukuran iris apakah ada peradangan
atau tidak, kaji adanya oedema pada mata. Pada pasien DM
biasanya di tidak ditemukan masalah pada saat dilakukan
pemeriksaan mata.
c. Hidung

Amati pasien dalam penggunaan pernafasan cuping hidung.

d. Mulut

Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan, kelembaban,

pembengkakan, lesi, periksa gusi lidah, dan palatum terhadap

kelembaban, keutuhan dan perdarahan, amati adanya bau,

periksa lidah terhadap gerakan dan bentuk, periksa gigi terhadap

jumlah, jenis keadaan, inspeksi faring menggunakan spatel lidah.

Biasanya ditemukan pada mulut terdapat nafas barbau tidak

sedap, bibir kering, bibir pecah-pecah, lidah tertutup selaput

putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan.

e. Telinga

Periksa penempatan dan posisi telinga, amati penonjolan atau

pendataran telinga, periksa struktur telinga luar dan ciri-ciri yang


tidak normal, periksa saluran telinga luar terhadap hygiene, rabas

dan pengelupasan. Lakukan penarikan aurikel apakah ada nyeri

atau tidak lakukan palpasi pada tulang yang menonjol di

belakang telinga untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau tidak

f. Leher

Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM yang penuh,

periksa leher terhadap pembengkakan kelenjar getah bening,

lakukan palpasi pada trakea dan kelenjar tiroid

g. Dada

Terjadi retraksi atau tarikan dinding dada kedalam, amati jenis

pernafasan, biasanya pada saat inspirasi lebih lama

dibandingkan dengan waktu ekspirasi, pada tahap perkusi

ditemukan suara sonor diseluruh lapang paru, auskultasi adanya

suara wheezing.

h. Abdomen

Periksa kontur abdomen ketika sedang berbaring terlentang, kulit

abdomen sama dengan sekitar, turgor kulit < 2 detik, auskultasi

terhadap bising usus 18x/menit, perkusi tidak adanya

pembesaran hati dan asites, tidak terdapat nyeri abdomen.

i. Ekstremitas

Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas, kelengkapan jari,

terdapat sianosis pada ujung jari, adanya oedema, tidak terdapat

nyeri pada ekstremitas.

j. Genetalia dan anus


Kaji kebersihan sekitar anus dan genetalia, inspeksi ukuran

genetalia, posisi, uretra, inspeksi adanya tanda-tanda

pembangkakan, periksa anus adanya robekan, hemoroid, polip


B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi serta Rasional

1. Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus


berlebih
Intervensi Rasional
1. Posisikan pasien untuk 1. Posisikan pasien dengan Posisi
memaksimalkan ventilasi semi fowler untuk mengurangi
2. Lakukan fisioterapi dada sesak
3. Buang sekret dengan memotivasi 2. Fisioterapi dada dapat
pasien untuk melakukan batuk memperlancar atau mempermudah
atau menyedot lendir proses pengeluaran sekret
4. Auskultasi suara nafas, catat area 3. Untuk memperlancar ventilasi pada
yang ventilasinya menurun atau saluran nafas
tidak ada dan adanya suara 4. Untuk mengetahui perkembangan
tambahan status kesehatan pasien dan
mencegah komplkasi lanjutan
5. Kolaborasi dalam pemberian obat, 5. Merilekskan otot halus dan
misal menurunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan napas,
- Bronkodilator : Biagonis, mengi dan produksi mukosa. Obat-
epinefrin obatan mungkin per oral, injeksi,
inhalasi
- Xantin : aminofilin, oxtrifilin

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan

Intervensi Rasional
Manajemen asma ( 3210 ) 1. Mengetahui kapan reaksi asma
itu terjadi dan lakukan antisipasi
1. Monitor reaksi asma 2. Untuk menghindari serangan
2. Ajarkan klien untuk asma terjadi
mengidentifikasi dan menghindari 3. Mengetahui tindakan yang sesuai
pemicu untuk dilakukan tindakan
3. Bantu untuk mengenl tanda dan pertolongan pada pasien asma
gejala sebelum terjadi reaksi asma 4. Untuk memantau dan mengetahui
dan implementasikan dari respon seberapa parah klien tersebut
tindakan yang tepat kesulitan saat bernafas
4. monitor kecepatan, irama 5. Bronkodilator adalah sebuah
kedalaman dan usaha pernafasan substansi yang dapat
5. Kolaborasi dengan tim medis memperlebar luas permukaan
pemberian kronkodilator bronkus dan bronkiolus pada
paru-paru, dan membuat
kapasitas serapan oksigen paru-
paru meningkat

3. kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi


ventilasi

Intervensi Rasional
Manajemen pernafasan ( 3140 ) 1. Posisi semi fowler sangat
membantu saat klien asma
mengalami sesak atau kesulitan
1) Posisikan pasien untuk
saat bernafas
mamaksimalkan ventilasi 2. Mengetahui adanya suara
2) Auskultasi suara nafas, catat area yang tambahan pada jalan nafas
seperti : wheezing dan ronchi
ventilasinya menurun atau tidak ada
3. Untuk membantu klien agar
dan adanya suara tambahan bernafas yang relaksasi
3) Motivasi pasien untuk bernafas pelan, 4. Mengetahui perkembangan
status pernafasan pasien dan
dalam, dan batuk
mencegah komplikasi lanjutan
4) Monitor status pernafasan dan
oksigenasi , sebagaimana mestinya

4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan asupan nutrisi tidak adekuat

Intervensi Rasional
Manajemen Nutrisi ( 1100 ) 1. Mengetahui perkembangan dari
1) Tentukan pencapaian berat badan harian nuitrisi yang masuk kedalam tubuh
sesuai keinginan 2. mengidentifikasi sejauh mana klien
2) Timbang BB klien secara rutin kehilangan cairan, sehingga dapat
3) Monitor intake/asupan dan asupan cairan menentukan langkah selanjutnya
secara tepat untuk memenuhi kebutuhan cairan
4) Monitor tanda - tanda fisiologis ( tanda tersebut.
– tanda vital, elektrolit ) jika diperlukan 3. informasiintake dan outputcairan
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diperlukan untuk mengontrol
pemenuhan kebutuhan nutrisi klien batasan atau penggantian cairan
tubuh sesuai kebutuhan.
4. Mengetahui perkembangan status
kesehatan klien
5. Meningkatkan status gizi klien dan
membantu peningkatan berat badan
klien
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas

Intervensi Rasional
Kontrol infeksi ( 6540 ) 1. Untuk menghilangkan bakteri atau
1) Bersihkan lingkungan dengan baik virus yang tertinggal oleh klien lama
dalam tempat tersebut
setelah digunakan untuk setiap klien
2. Pengunjung yang banyak akan
2) Batasi jumlah pengunjung menyebabkan kemungkinan terjadi
3) Pakai sarung tangan streil dengan tepat terbawanya pengunjung ke klien
3. Untuk mencegah kontak langsung
4) Ganti peralatan perawatan per pasien
terhadap klien yang kemungkinan
sesuai protokol institusi terdapat kuman atau bakteri berbahaya
Dorong batuk dan bernafas dalam yang 4. Untuk mencegah resiko infeksi antar
pasien dengan pasien lainnya
tepat
5. Untuk mengurangi andanya sumbatan
atau sekret dalam saluran nafas
DAFTAR PUSTAKA

Lyndon & Joan, M. 2010. Visual Nursing Medikal - Bedah. Semarang:


Binarupa aksara

Murlene. 2016. Belajar mudah Keperawatan Medikal - Bedah Vol 1. Jakarta:


EGC

Naga, sholeh. 2012. Buku panduan ilmu penyakit dalam.Yogyakarta: Diva


Press

Mansjoer, Arif. 2008 . Kapita selekta kedokteran . Jakarta: Media aesculapius

Sutardjo, Helmi. 2011. Asma Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Herdinsibuae, W dkk. 2012. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pt. Rineka cipta

Anda mungkin juga menyukai