1
6
LAPORAN HASIL PRAKTIK PROFESI NERS
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA TN. S DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA DI RUANG CEMPAKA
RSUD PASAR REBO JAKARTA TIMUR
MINDI RAHAYU
185140050
1
6
LAPORAN PENDAHULUAN
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
A. Pengertian
Hyperplasia prostat atau BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak
disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan
penyumbatan uretra pars prostatika. (Arif Mutaqqin, 2011).
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang disebabkan oleh
bertambahnya sel-sel kelenjar prostat, terjadi pada pria di atas usia 60 tahun. (Brunner and
Suddarth, 2001).
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum
pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E. Doenges, 2000). Hiperplasia prostat jinak (BPH)
adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Price&Wilson (2005).
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar prostat
yang memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih, yang menghambat aliran urin, serta
menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare, 2003). Secara patologis, BPH dikarakteristikkan
dengan meningkatnya jumlah sel stroma dan epitelia pada bagian periuretra prostat.
Peningkatan jumlah sel stroma dan epitelia ini disebabkan adanya proliferasi atau gangguan
pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel (Roehrborn, 2011).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
B. Etiologi
Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan bahwa terdapat
banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti usia, adanya peradangan, diet,
serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis
protein growth factor, yang kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu, pembesaran
prostat juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses apoptosis. Roehrborn (2011)
1
6
menjelaskan bahwa suatu organ dapat membesar bukan hanya karena meningkatnya proliferasi
sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH dapat menimbulkan
ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala LUTS (lower urinary tract
symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun
iritasi (storage symptom) yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia,
pancaran berkemih lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas
sehabis berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI, 2003).
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab prostat
hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan
Menurut Nursalam (2006) penyebab pasti hipertropi prostat belum diketahui, tetapi diduga
disebabkan oleh :
1. Pengaruh usia. Dengan meningkatnya usia seseorang terjadi penurunan kadar hormon
androgen yang disertai naiknya kadar estrogen secara relatif. Estrogen dapat meningkatkan
sensitivitas jaringan prostat terhadap androgen. Kelenjar prostat bagian peri-uretra atau
sentral yang responsif terhadap hormon estrogen akan mengalami hiperplasia.
2. Faktor hormonal. Hormon yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan kelenjar prostat
adalah hormon androgen yang terjadi pada setiap usia disebut dehidrotestosteron (DHT).
Bertambahnya usia, produksi hormon androgen menurun, sehingga prostat menjadi sangat
sensitif pada DHT. Klien dengan BPH sering terjadi peningkatan estrogen, dan mungkin
estrogen merangsang DHT untuk terjadinya BPH.
Menurut Arif masjoer (2000) beberapa hipotesa menyebabkan etiologi hyperplasia prostat
yang disebabkan oleh:
1. Teori dehidrotestosteron (DHT). Reduksi testosterone menjadi dehidrotestosteron (DHT)
dalam sel prostat menjadi factor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang dapat
menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein.
Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5 reductase.
2. Teori hormone. Hal ini terjadi karena estrogen berperan pada inisiasi dan maintenance pada
prostat manusia.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel. Hal ini banyak dipengaruhi oleh growth faktor. Basic
Fibroblast Growth Factor (b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan
1
6
konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat. b-FGF dapat
dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20-25 gram dengan ukuran rata-rata :
panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu
lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah.
Prostat dikelilingi kapsul yang kurang lebih berdiameter 1 mm terdiri dan serabut
fibromuskular yang merupakan tempat perlekatan ligamentum pubovesikalis. Beberapa
ahli membagi prostat menjadi 5 lobus : lobus anterior, medial, posterior, dan 2 lobus lateral
yang mengelilingi uretra.
Kelenjar prostat merupakan organ yang kompleks yang terdiri dari jaringan glandular dan
non glandular, glandular terbagi menjaadi 3 zona besar: sentral (menempati 25 %), perifeal
(menempati 70 %), dan transisional (menempati 5%). Perbedaan zona-zona ini penting
secara klinis karena zona perifeal sangat sering sebagai tempat asal keganasan, dan zona
transisional sebagai tempat asal benigna prostat hiperplasia.
1
6
Uretra dan verumontanium dapat dipakai sebagai patokan untuk prostat. Bagian proksimal
uretra membentang melalui 1/3 bagian depan prostat dan bersinggungan dengan kelenjar
periutheral dan sfingter preprostatik. Pada tingkat veromontanium, urethra membentuk
sudut anterior 350 dan urethra pars prostatika distal bersinggung dengan zona perifal.
Volume zona sentral adalah yang terbesar pada individu muda, tapi dengan bertambahnya
usia zona ini atrofi secara progresif. Sebaliknya zona transisional membesar dengan
membentuk benigna prostat hiperplasia.
Mc. Neal Melakukan analisa komparatif tentang zona prostat melalui potongan sagital,
koronal dan koronal obliq yaitu :
a. Stroma fibromuskular anterior
Merupakan lembaran tebal yang menutupi seluruh permukaan anterior prostat.
Lembaran ini merupakan kelanjutan dari lembaran otot polos disekitar urethra proksial
pada leher buli, dimana lembaran ini bergabung dengan spinkter interna dan otot
detrusor dari tempat dimana dia berasal. Dekat apeks otot polos ini bergabung dengan
striata yang mempunyai peranan sebagai spinkter eksterna.
b. Zona perifer
Merupakan bagian terbesar dari prostat. Zona ini terdiri atas 65-67 % dari seluruh
jaringan prostat. Hampir semua karsinoma berasal dari zona ini.
c. Zona Sentral
Zona sentral mengelingi ductus ejakularis secra penuh diatas dan dibelakang
verumontanium. Mc. Neal membedakan zona ini sentral dan zona perifer berdasarkan
arsitektur sel dan sitologinya.
d. Zona transisional
Merupakan sekelompok kecil ductus yang berasal dari suatu titik pertemuan urethra
proksimal dan distal. Besarnya 5 % dari seluruh massa prostat. Pada zona ini asiner
banyak mengalami proliferasi dibandingkan ductus periurethra lainnya.
2. Fisiologi
Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang kanak-kanak dan mulai tumbuh pada
masa pubertas dibawah stimulus testesteron. Kelenjar ini mencapai ukuran makasimal pada
usia 20 tahun dan tetap dalam kurang ini sampai usia mendekati 50 tahun. Pada waktu
tersebut pada beberapa pria kelenjar tersebut mulai berdegenerasi bersamaan dengan
penurunan pembentukan testosteron oleh testis.
1
6
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat alkalis.
Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulasi serta fibrinolin.
Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersama
dengan vas deferens dan cairan dari prostat keluar bercampur dengan segmen yang lainnya.
D. Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif tahun (2000) pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada
traktus urinarius. Factor yang sangat mempengaruhi penting pada perkembangan adalah proses
penuaan dan fungsional testis. Pertumbuhan prostat sangat tergantung pada hormone
testosterone yang di dalam prostat hormone ini akan diubah menjadi dehidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim alfa reductase.
Dehidrostestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar
prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan oleh pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh leher
vesika dan kekuatan kontraksi otot detrusor. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat
sehingga mengakibatkan resistensi yang bertambah pada leher vesika daerah prostat, kemudian
otot detrusor akan mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat, akibatnya serat
detrusor akan menjadi lebih tebal yang disebut trabekulasi dan membentuk tonjolan mukosa
(tonjolan mukosa apabila kecil dinamakan sakulasi dan apabila besar disebut diverkel). Fase
penebalan ini disebut fase kompensasi.
Bila fase kompensasi ini berlanjut akan menyebabkan otot detrusor menjadi lelah dan akhirnya
akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi maka terjadilah retensi
urin sehingga pada akhir miksi sering ditemukan sisa urin dalam vesika dan jika berlanjut akan
menyebabkan kemacetan total dan pasien tidak mampu untuk miksi lagi. Oleh karena produksi
urine yang terus menerus berlanjut, pada suatu saat vesika tidak mampu menampung urine
yang mengakibatkan tekanan vesika lebih tinggi dan tekanan sfingter sehingga terjadi
incontinensia paradox. Retensi kronik dapat menyebabkan reflux vesiko uretra dan
menyebabkan dilatasi uretra dan system pelvis kolik ginjal. Akibat tekanan intra vesika yang
diteruskan ke ureter dan ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat apabila disertai adanya infeksi. Oleh karena selalu
terdapat sisa urine dalam vesika maka akan terbentuk endapan pada vesika dan membentuk
batu. Hal ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Retensi kronik juga
dapat menyebabkan terjadinya cystitis yang akan berlanjut pada pyelonefritis.
1
6
E. Pathway
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan
merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau
dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering
1
6
miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi
yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000).
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa Tanda dan gejala dari BPH adalah
peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen
tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar,
dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
1. Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
a. Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum.
b. Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum.
c. Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum.
d. Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum.
e. Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum.
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing dahulu
kemudian dipasang kateter.
a. Normal : Tidak ada sisa
b. Grade I : sisa 0-50 cc
c. Grade II : sisa 50-150 cc
d. Grade III : sisa > 150 cc
1
6
e. Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.
G. Pemeriksaan Penunjang : Jenis Pemeriksaan, Harga Normal, Penemuan dan Interpretasi Hasil
Menurut Suharyanto (2009) menyebutkan pemeriksaan penunjang untuk BPH diantaranya
adalah :
1. Pemeriksaan rectum
Melakukan palpasi pada prostat melalui rectum atau rectal toucher untuk mengetahui
pembesaran prostat hasilnya akan diketahui apabila prostat teraba melayang berarti prostat
tidak mengalami pembesaran, tetapi apabila saat palpasi teraba prostat berarti prostat
mengalami pembesaran.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan urine
Mendeteksi adanya protein atau darah dalam air kemih, berat jenis dan osmolalitas serta
pemeriksaan mikroskop air kemih.
Dapat memberikan keterangan adanya proteinuria yang dapat memberikan petunjuk
adanya gangguan ginjal.
Leukositoria diperkirakan adanya batu atau keganasan.
b. Pemeriksaan darah
Untuk mengetahui kadar ureum, kreatinin dan elektrolit dan mengetahui adanya
peningkatan kadar prostate spesifik antigen ( PSA ). Pemeriksaan PSA dilakukan
sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <
4 ng/ml tidak perlu biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah Prostate
Specific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila
PSAD ≥0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nilai PSA >
10 mg/ml.
3. Pemeriksaan radiology
a. Pemeriksaan blast nier overzith (BNO) untuk mengetahui adanya komplikasi dari
hipertropi prostat berupa atau pada kandung kemih.
b. Pemeriksaan USG dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai adanya hipertropi
prostat yang dilakukan secara trans abdominal dan trans rectal.
c. Cystouretroscopy adalah visualisasi langsung dinding kandung kemih dan uretra
dengan menggunakan sistoskop untuk melihat adanya obstruksi, pemeriksaan ini dapat
menggambarkan derajat pembesaran prostat dan kandung kemih.
1
6
H. Komplikasi
Menurut Arief mansjoer (2000), seiring dengan beratnya BPH dapat terjadi obstruksi saluran
kemih karena urine tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan :
1. Gagal ginjal terjadi karena retensi kronik yang menyebabkan reflux vesiko uretra dan
menyebabkan dilatasi uretra, akibat tekanan intra vesika yang diteruskan ke ureter dan
ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
2. Hematuria, sistitis, dan refluks terjadi akibat terbentuknya batu endapan dalam buli-buli.
3. Hernia atau hemoroid terjadi pada waktu miksi pasien dapat mengendap terlalu lama dan
apabila pasien terus menerus seperti itu akan terjadi hernia dan hemoroid.
1
6
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan
dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat
adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat
dilakukan dengan:
a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari
alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
b. Medikamentosa
1) Mengharnbat adrenoreseptor α
2) Obat anti androgen
3) Penghambat enzim α -2 reduktase
4) Fisioterapi
c. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter,
hidronefrosis jenis pembedahan:
1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi
atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
2) Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung
kemih.
3) Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah
melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum
dan rektum.
5) Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra
dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.
1
6
d. Terapi Invasif Minimal
1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar
prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
2. Keperawatan
a. Pre operasi
1) Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT, AL)
2) Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
3) Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
4) Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum pemeriksaan
IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan
mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara
b. Post operasi
1) Irigasi/Spoling dengan Nacl
a) Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
b) Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
c) Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
d) Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
e) Hari ke 4 post operasi diklem
f) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
g) Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
2) Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari, bila
pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa diganti
dengan obat oral.
3) Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
4) Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan betadin
5) Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
6) DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
7) Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
8) Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
1
6
9) Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan dari
uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat
membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu
menghilangkan spasme.
10) Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak
duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
11) Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol berkemih.
Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol berkemih.
12) Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian jernih
hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
13) Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah bekuan
biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih gelap dan kurang
kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga
balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan tekannan pada fossa
prostatik.
J. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan. Menurut
Doenges (1999) fokus pengkajian pasien dengan BPH adalah sebagai berikut :
1. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus preoperasi dapat
dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh karena efek pembesaran
ginjal. Penurunan tekanan darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada. kasus postoperasi
BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
2. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya karena
memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda
seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
3. Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh pasien dengan
preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin, aliran urin berkurang,
pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan
hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif serta
prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter untuk mengetahui
1
6
adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah
terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas,
warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada
kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut terjadi karena protrusi
prostat ke dalam rektum, sedangkan pada postoperasi BPH, karena perubahan pola makan
dan makanan.
4. Makanan dan cairan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek penekanan/nyeri
pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi pada postoperasi BPH, sehingga
terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji
adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
5. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan dasar yang utama.
Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada pasien
postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri
punggung bawah.
6. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan tidak luput dari
pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk menghindari segala jenis tuntutan
akibat kelalaian paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda
infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam (pada preoperasi), sedang pada
postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya tanda-tanda infeksi baik pada
luka bedah maupun pada saluran perkemihannya.
7. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah
tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut inkontinensia/menetes
selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau
nyeri tekan pada prostat.
8. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun postoperasi BPH.
Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur urin, urologi., urin,
BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih. Sedangkan pada postoperasinya
perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari perdarahan. Dan kadar
leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.
1
6
K. Diagnosa Keperawatan yang mungkin Timbul
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) adalah sebagai berikut :
1. Pre operasi
a. Nyeri akut
b. Cemas
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
d. Kerusakan eleminasi urin
2. Post operasi
a. Nyeri akut
b. Resiko infeksi
c. Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
d. Defisit perawatan diri
1
6
L. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
Definisi : Sensori dan pengalaman keperawatan selama ….x 24 jam, Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat kenyamanan
emosional yang tidak klien dapat: yang dapat diterima pasien
menyenangkan yang timbul dari Intervensi:
kerusakan jaringan aktual atau 1. Mengontol nyeri 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
potensial, muncul tiba-tiba atau Definisi : tindakan seseorang karakteristik, waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
lambat dengan intensitas ringan untuk mengontrol nyeri intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
sampai berat dengan akhir yang bisa Indikator: 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
diantisipasi atau diduga dan Mengenal faktor-faktor khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
berlangsung kurang dari 6 bulan. penyebab efektif
Mengenal onset/waktu 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
Faktor yang berhubungan : Agen kejadian nyeri 4. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan
injuri (biologi, kimia, fisik, tindakan pertolongan non- nyeri
psikologis) analgetik 5. Kaji latar belakang budaya klien
Menggunakan analgetik 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola
Batasan karakteristik : melaporkan gejala-gejala tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan,
Laporan secara verbal atau non kepada tim kesehatan (dokter, tanggungjawab peran
verbal adanya nyeri perawat) 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri
Fakta dari observasi nyeri terkontrol kronis
Posisi untuk menghindari nyeri Keterangan: 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang
Gerakan melindungi 1 = tidak pernah dilakukan telah digunakan
Tingkah laku berhati-hati 2 = jarang dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
Muka topeng 3 = kadang-kadang dilakukan 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama
terjadi, dan tindakan pencegahan
Gangguan tidur (mata sayu, 4 = sering dilakukan
5 = selalu dilakukan 11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
tampak capek, sulit atau gerakan
respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur
kacau, menyeringai)
ruangan, penyinaran, dll)
Terfokus pada diri sendiri
12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi 2. Menunjukkan tingkat nyeri 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi, (ex: relaksasi,
dengan orang dan lingkungan) Definisi : tingkat keparahan dari guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,
Tingkah laku distraksi, contoh : nyeri yang dilaporkan atau massase)
jalan-jalan, menemui orang lain ditunjukan 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
dan/atau aktivitas, aktivitas Indikator: 15. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon klien
berulang-ulang) Melaporkan nyeri 16. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
Respon autonom (seperti Frekuensi nyeri 17. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara
diaphoresis, perubahan tekanan Lamanya episode nyeri tepat
darah, perubahan nafas, nadi dan Ekspresi nyeri: wajah 18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
dilatasi pupil) Posisi melindungi tubuh 19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga saat
Perubahan autonomic dalam Kegelisahan tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan preventif
20. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
tonus otot (mungkin dalam Perubahan Respirasirate
rentang dari lemah ke kaku) Perubahan Heart Rate
Tingkah laku ekspresif (contoh : Perubahan tekanan Darah
2. Pemberian Analgetik
gelisah, merintih, menangis, Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau
Perubahan ukuran Pupil menghilangkan nyeri
waspada, iritabel, nafas
Perspirasi Intervensi:
panjang/berkeluh kesah)
Kehilangan nafsu makan 1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
Perubahan dalam nafsu makan Keterangan:
dan minum sebelum pengobatan
1 : berat 2. Berikan obat dengan prinsip 12 benar
2 : agak berat 3. Cek riwayat alergi obat
3 : sedang 4. Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan digunakan
4 : sedikit 5. Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu analgetik
5 : tidak ada jika telah diresepkan
6. Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri.
7. Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
analgetik
8. Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
9. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang tidak
diinginka.
10. Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)
3. Manajemen lingkungan : kenyamanan
Definisi : memanipulasi lingkungan untuk kepentingan terapeutik
Intervensi :
1. Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
2. Batasi pengunjung
3. Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan seperti
pakaian lembab
4. Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5. Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
6. Sediakan lingkungan yang tenang
7. Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
8. Atur posisi pasien yang membuat nyaman.
2 Cemas Setelah dilakukan asuhan 1. Menurunkan cemas
Definisi : Perasaan gelisah yang tak keperawatan selama......x24 jam Definisi : meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya atau
jelas dari ketidaknyamanan atau pasien menunjukan dapat : ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak diketahui
ketakutan yang disertai respon Intervernsi:
autonom (sumner tidak spesifik atau 1. Mengontrol cemas: 1. Tenangkan pasien
tidak diketahui oleh individu); Definisi : Tindakan seseorang 2. Jelaskan seluruh prosedurt tindakan kepada pasien dan perasaan
perasaan keprihatinan disebabkan untuk mengurangi perasaan yamng mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
dari antisipasi terhadap bahaya. tertekan/terbebani dan 3. Berusaha memahami keadaan pasien
Sinyal ini merupakan peringatan ketegangan dari sumber yang 4. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan
adanya ancaman yang akan datang tidak dapat diidentifikasi 5. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan dan
dan memungkinkan individu untuk Indikator : meningkatkan kenyamanan
mengambil langkah untuk Monitor intensitas cemas 6. Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi perasaannya
menyetujui terhadap tindakan. Meghilangkan penyebab 7. Kaji tingkat kecemasan
cemas 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
Faktor yang berhubungan : Menurunkan stimulus 9. Ciptakan hubungan saling percaya
terpapar racun, konflik yang tidak lingkungan ketika cemas 10. Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa menimbulkan
disadari tentang nilai-nilai Mencari informasi untuk kecemasan
utama/tujuan hidup, berhubungan menurunkan cemas 11. Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang membuat cemas
dengan keturunan/herediter, Gunakan strategi koping 12. Ajarkan pasien teknik relaksasi
kebutuhan tidak terpenuhi, transmisi efektif 13. Berikan obat obat yang mengurangi cemas
iterpersonal, krisis
situasional/maturasional, ancaman Melaporkan kepada perawat
kematian, ancaman terhadap konsep penurunan lama cemas
diri, stress, substans abuse, Menggunakan teknik
perubahan dalam: status peran, relaksasi untuk menurunkan
status kesehatan, pola interaksi, cemas
fungsi peran, lingkungan, status Mempertrahankan hubungan
ekonomi. sosial
Mempertahankan konsentrasi
Batasan karakteristik: Melaporkan kepada perawat
Perilaku : tidur cukup
Produktivitas berkurang Melaporkan kepada perawat
Scanning dan kewaspadaan bahwa cemas tidak
Kontak mata yang buruk mempengatruhi keadaan fisik
Gelisah Tidak adanya tingkahlaku
Pandangan sekilas yang menunjukan cemas
Pergerakan yang tidak
berhubungan, (misal : berjalan
dengan menyeret kaki, Keterangan
pergelangan tangan/lengan 1 :Tidak pernah menunjukkan
Menunjukkan perhatian 2 : Jarang menunjukkan
seharusnya dalam kejadian 3 : Kadang-kadang menunjukkan
hidup 4 : Sering menunjukkan
Insomnia 5 : Selalu menunjukkan
Resah
Affektive:
Penyesalan 2. Koping yang baik
Irritable Definisi : Tindakan untuk
Kesedihan yang mendalam mengelola stressor yang
Ketakutan menggunakan sumber individu
Gelisah, gugup Indikator :
Mengenal koping efektif
Mudah tersinggung
Mengenal koping tak efektif
Rasa nyeri hebat dan menetap
Ketidakberdayaan meningkat Memverbalkan kemampuan
Membingungkan kontrol
Ketidaktentuan Melaporkan menurunnya
Peningkatan kewaspadaan stress
Fokus pada diri Memverbalkan penerimaan
Perasaan tidak adekuat terhadap situasi
Ketakutan Mencari informasi yang
Distress berkaitan dengan penyakit
Kekhawatiran, prihatin dan pengobatannya
Cemas Modifikasi gaya hidup sesuai
Fisiologis : kebutuhan
Suara gemetar Beradaptasi dengan
Gemetar, tangan tremor perubahan perkembangan
Goyah Menggunakan support sosial
yang memungkinkan
Respirasi meningkat (simpatis)
Mengerjakan sesuatu yang
Keinginan kencing
menurunkan stress
(parasimpatis)
Mengenal strategi koping
Nadi meningkat (simpatis)
multipel
Berkeringat banyak
Menggunakan strategi koping
Wajah tegang
efektif
Anorexia (simpatis)
Menghindari situasi penuh
Jantung berdetak kuat (simpatis) stress
Diare (parasimpatis) Memverbalkan kebutuhan
Keragu-raguan dalam berkemih akan bantuan
(parasimpatis)
Mencari pertolongan
Kelelahan (Simpatis) professional yang sesuai
Mulut kering (simpatis) Melaporkan menurunnya
Kelemahan (simpatis) keluhan fisik
Wajah kemerahan (simpatis) Melaporkan menurunnya
perasaan negatif
Melaporkan kenyamanan
psikologis yang meningkat
Keterangan:
1 :Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
3 Ketidakseimbangan nutrisi: Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama …. X 24 Definisi : membantu dengan atau menyediakan masukan diet
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup jam klien dapat menunjukkan seimbang dari makanan dan cairan
untuk keperluan metabolisme tubuh 1. status nutrisi yang baik Intervensi :
Definisi : Nutrisi cukup untuk 1. Catat jika klien memiliki alergi makanan
Batasan karakteristik : memenuhi kebutuhan 2. Catat makanan kesukaan klien
Berat badan 20 % di bawah metabolisme tubuh 3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
ideal Indikator : 4. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
Dilaporkan adanya intake Masukan nutrisi 5. Dorong asupan zat besi
makanan yang kurang dari RDA - Masukan makanan dan 6. Tawarkan makanan ringan
(Recomended Daily Allowance) cairan 7. Berikan gula tambahan k/p
Membran mukosa dan Tingkat energi cukup 8. Tawarkan bumbu sebagai pengganti garam
konjungtiva pucat Berat badan stabil 9. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang mudah
Kelemahan otot yang digunakan Nilai laboratorium dikonsumsi
untuk menelan/mengunyah 10. Berikan pilihan makanan
Luka, peradangan pada rongga Keterangan: 11. Sesuaikan diet dengan gaya hidup klien
mulut 1 : Sangat bermasalah 12. Ajarkan klien cara membuat catatan makanan
Mudah merasa kenyang, sesaat 2 : Cukup bermasalah 13. Monitor asupan nutrisi dan kalori
setelah mengunyah makanan 3 : Masalah sedang 14. Timbang berat badan secara teratur
15. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
Dilaporkan atau fakta adanya 4 : Sedikit bermasalah
5 : Tidak ada masalah memenuhinya
kekurangan makanan
16. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan
Dilaporkan adanya perubahan
17. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
sensasi rasa
Perasaan ketidakmampuan untuk 2. Monitor nutrisi
mengunyah makanan Definisi : mengumpulkan dan menganalisa data dari pasien untuk
Miskonsepsi mencegahatau meminimalkan malnutrisi.
Kehilangan BB dengan makanan Intervensi :
cukup 1. BB klien dalam interval spesifik
Keengganan untuk makan 2. Monitor adanya penurunan BB
Kram pada abdomen 3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
Tonus otot jelek 4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang
mengharuskan makan.
Nyeri abdominal dengan atau
5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
tanpa patologi
6. Monitor lingkungan selama makan.
Kurang berminat terhadap
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.
makanan
8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Pembuluh darah kapiler mulai 9. Monitor turgor kulit
rapuh
10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
Diare dan atau steatorrhea 11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan
Kehilangan rambut yang cukup perdarahan, dll.
banyak (rontok) 12. Monitor mual dan muntah
Suara usus hiperaktif 13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
Kurangnya informasi, 14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
misinformasi 15. Monitor makanan kesukaan.
16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
Faktor yang berhubungan : 17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
Ketidakmampuan pemasukan atau 18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan
mencerna makanan atau konjungtiva.
mengabsorpsi zat-zat gizi 19. Monitor kalori dan intake nutrisi.
berhubungan dengan faktor 20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan cavitas
biologis, psikologis atau ekonomi. oral.
21. Catat jika lidah berwarna merah keunguan.
Post Operasi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
Definisi : Sensori dan pengalaman keperawatan selama ….x 24 jam, Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat kenyamanan yang
emosional yang tidak klien dapat: dapat diterima pasien
menyenangkan yang timbul dari 1. Mengontol nyeri Intervensi:
kerusakan jaringan aktual atau Definisi : tindakan seseorang 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
potensial, muncul tiba-tiba atau untuk mengontrol nyeri. karakteristik,waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
lambat dengan intensitas ringan Indikator: intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
sampai berat dengan akhir yang bisa Mengenal faktor-faktor 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
diantisipasi atau diduga dan penyebab khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
berlangsung kurang dari 6 bulan. Mengenal onset/waktu 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
Batasan karakteristik : kejadian nyeri 4. Gunakan komunkasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan
Laporan secara verbal atau non Tindakan pertolongan non- nyeri
verbal adanya nyeri analgetik 5. Kaji latar belakang budaya klien
Fakta dari observasi Menggunakan analgetik 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola
Posisi untuk menghindari nyeri Melaporkan gejala-gejala tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan,
Gerakan melindungi kepada tim kesehatan (dokter, tanggungjawab peran
Tingkah laku berhati-hati perawat) 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri
Muka topeng Nyeri terkontrol kronis
8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang
Gangguan tidur (mata sayu,
Keterangan: telah digunakan
tampak capek, sulit atau gerakan
1 = tidak pernah dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
kacau, menyeringai)
10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama
Terfokus pada diri sendiri 2 = jarang dilakukan
terjadi, dan tindakan pencegahan
Fokus menyempit (penurunan 3 = kadang-kadang dilakukan
11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
persepsi waktu, kerusakan proses 4 = sering dilakukan
5 = selalu dilakukan klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan,
berpikir, penurunan interaksi penyinaran, dll)
dengan orang dan lingkungan) 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
Tingkah laku distraksi, contoh : 2. Menunjukkan tingkat nyeri
13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi, guided
jalan-jalan, menemui orang lain Definisi : tingkat keparahan dari
nyeri yang dilaporkan atau imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase)
dan/atau aktivitas, aktivitas 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah
berulang-ulang) ditunjukan
Indikator: digunakan
15. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
Respon autonom (seperti Melaporkan nyeri 16. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama
diaphoresis, perubahan tekanan Frekuensi nyeri terjadi, dan tindakan pencegahan
darah, perubahan nafas, nadi dan Lamanya episode nyeri 17. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
dilatasi pupil) Ekspresi nyeri: wajah klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan,
Perubahan autonomic dalam Posisi melindungi tubuh penyinaran, dll)
tonus otot (mungkin dalam Kegelisahan 18. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
rentang dari lemah ke kaku) 19. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi, guided
Perubahan Respirasirate
Tingkah laku ekspresif (contoh : Perubahan Heart Rate
imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase)
gelisah, merintih, menangis, 20. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
Perubahan tekanan Darah 21. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon klien
Perubahan ukuran Pupil 22. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
Perspirasi 23. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara
Kehilangan nafsu makan tepat
24. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
Keterangan: 25. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga saat
1 : berat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan preventif
2 : agak berat 26. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
3 : sedang
4 : sedikit 2.Pemberian Analgetik
5 : tidak ada Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri.
Intervensi:
1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
sebelum pengobatan
2. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
3. Cek riwayat alergi obat
4. Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan digunakan
5. Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu analgetik jika
telah diresepkan
6. Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
7. Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
analgetik
8. Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
9. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang tidak
diinginkan
10. Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)
Keterangan:
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang
menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
Keterangan:
1 : Sangat bermasalah
2 : Cukup bermasalah
3 : Masalah sedang
4 : Sedikit bermasalah
5 : Tidak ada masalah
3. Pengobatan, dengan
indikator:
Menggambarkan metode
pengobatan yang tepat
Menggambarkan tindakan-
tindakan dalam pengobatan
Menggambarkan efek
samping dalam pengobatan
Menyebutkan interakasi
obat dengan agen yang
lainnya
Menyebutkan rute
pemberian obat yang tepat
Keterangan :
1 : Tidak pernah
2 : Terbatas
3 : Sedang
4 : Luas
5 : Sangat luas
4 Defisit Perawatan Diri (kurang Setelah dilakukan asuhan 1. Bantu dalam perawatan diri (mandi, berpakaian, berhias,
perawatan diri : mandi, berpakaian, keperawatan selama … x 24 jam, makan, toileting)
makan, dan toileting) klien mampu melakukan Definisi : membantu pasien untuk memenuhi ADL
Definisi : Gangguan kemampuan perawatan diri: Activities of Intervensi :
untuk melakukan ADL pada diri Daily Living (ADL), dengan 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
indikator: 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
Batasan karakteristik : makan berpakaian, berhias, toileting dan makan.
ketidakmampuan untuk mandi, berpakaian 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan
ketidakmampuan untuk berpakaian, toileting self-care.
ketidakmampuan untuk makan, mandi 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
ketidakmampuan untuk toileting berhias sesuai kemampuan yang dimiliki.
hygiene 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
Faktor yang berhubungan : klien tidak mampu melakukannya.
oral hygiene
kelemahan, kerusakan kognitif atau 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
ambulasi: berjalan
perceptual, kerusakan memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
neuromuskular/ otot-otot saraf. ambulasi: wheelchair melakukannya.
transfer performance 7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
Keterangan: sehari-hari.
1: bergantung total
2 : dibantu orang dan alat
3 ; dibantu orang
4 : dibantu alat
5: mandiri
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J., (2000), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Chang, E., Daly, J., dan Elliott, D. (2010). Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.
Jakarta: EGC.
DeLaune & Ladner. (2002). Fundamental of nursing: Standards and practice. New York: Delmar.
Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., (1999), Rencana asuhan keperawatan:
Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. EGC:
Jakarta.
Gubernur Provinsi DKI Jakarta. 2018. Peraturan Gubernur Nomor 28 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). (2003). Pedoman penatalaksanaan BPH di Indonesia.
Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016. Jakarta: Kemenkes RI.
Mansjoer, A., dkk, (2000), Kapita selekta kedokteran, Edisi Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta.
Nies, M.A. & McEwen, M. (2007). Community / publuc helath nursing: Promoting the health of
populations. (4th edition). St Lois: Saunders Elsevier
Parsons, J.K. (2010). Benign prostatic hyperplasia and male lower urinary tract symptoms:
Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2005). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2). EGC. (Hal 782–786):
Jakarta
1
6
Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing.
(10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community and public health nursing. Missouri: Mosby
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
Wilkinson M. Judith & Ahern R. Nancy. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 9. EGC :
Jakarta
1
6
LAPORAN HASIL PRAKTIK PROFESI NERS
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA TN. M DENGAN ANEMIA ec. CKD DI RUANG FLAMBOYAN
RSUD PASAR REBO JAKARTA TIMUR
MINDI RAHAYU
185140050
1
6
LAPORAN HASIL PRAKTIK PROFESI NERS
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA TN. E.W DENGAN DIABETES MELITUS DI RUANG FLAMBOYAN
RSUD PASAR REBO JAKARTA TIMUR
MINDI RAHAYU
185140050
1
6