Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

Otitis Media Akut (OMA)

Disusun Oleh:
ANDINI ARDANI
(P.17120010003)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 1

JURUSAN KEPERAWATAN

2011
A. Konsep Dasar OMA ( Otitis Madia Akut)

1. Pengertian

Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama otitis media
akuta adalah masuknya bakteri patogenik kedalam telinga tengah yang normalnya steril.
( brunner & suddart, 2002: 2050)

Otitis media akut ( OMA ) adalah peradangan akut sebagaian atau seluruh
periosteum telinga tengah. (Mansjoer,arif. 2001 : 79)

2. Etiologi
Menurut Mansjoer, arif(2001) penyebabnya karena adanya bakteri piogenik seperti
Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, pnemokok, H. influenza, E. coli,
S. anhemolyticus, P. vulgaris, dan P. aeruginosa. Sedangkan menurut Hetharia, rospa
(2001), Penyebab utama OMA adanya Sterptococcus pneumonia, Hemophylus
Influenzae, masuknya bakteri patogenik kedalam telinga tengah , disfungsi tuba
eustachii ( obstruksi ), infeksi saluran pernapasan atasan, inflamasi jaringan sekitar
( sinusitis,hipertropi adenoid ), reaksi alergik ( renitis alergika ).

3. Manifestasi
Menurut Mansjoer (2001) manifestasi klinisnya sebagai berikut :
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Stadium
OMA berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
 Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan negative
didalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak
dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau
alergi.
 Stadium Hiperemis ( Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani akibat tekanan
negative didalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat.
Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat
virus atau alergi.
 Stadium hiperemis ( presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar dimembran timpani atau seluruh
membrane timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah
berbentuk mungkin msih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

Menurut Bets, Cecily lynn(2009), Manifestasi klinisnya sebagai berikut :


1. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa terlihat tonjolan tulang,
tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau
negative pada telinga tengah dengan insuflator balon yang disambungkan
ke otoskop).
2. Keluhan nyeri teliga ( otolgia), atau rewel dan menari-narik telinga pada
anak yang belum dapat bicara.
3. Demam, antara 37,70 C sampai 400 C ( pada kira-kira separuh dari jumlah
anak yang terkena)
4. Anoreksia ( sering)
5. Limfadenopati servikal anterior
6. Tuli konduktif sementara yang berakhir minimal 2 sampai 4 minggu
setelah infeksi akut.
4. Patofisiologi
Otitis media akut adalah keadaan terdapatnya cairan didalam telinga tengah
dengan tanda dan gejala infeksi telinga ( penonjolan gendang telinga yang biasanya
disertai dengan nyeri; atau perforasi gendang telinga, sering dengan drainase
purulen). Patogen yang paling sering berkaiatan dengan otitis media meliputi
Streptococcus pnemoniae( 25 % sampai 50%), Haemophilus influenzae ( 15 %
sampai 30 % kasus), Maoraxella catarrhalis ( 3% sampai 20 % kasus), virus, dan
anaerob tertentu. Pada neonatus, organisme enterik gramnegatif atau Streptococcus
grup A dan S. Aureus ( keduanya 2% sampai 3%) lebih jarang mengakibatkan otitis
media akut dalam populasi pedatrik selaama tahun 1990-an. Infeksi Chlamydia
pneumoniae dapat juga terliahat, lebih sering terjadi pada anak yang berusia 8 sampai
16 bulan.

5. Pemeriksaan Diagnostik
1) Otoskopi pneumatik-untuk melihat membrane timpani dan uji mobilitas
membrane timpani.
2) Timpanogram-untuk mengukur kelenturan dan kekakuan membrane
timpani.
3) Kultur dan sensitivitas- disiapkan hanya bila dilakukan timpanosentesis (
aspirasi jarum pada telinga tengah melalui membrane timpani).
4) Evaluasi pendengaran-direkomendasikan untuk anak yang mengalami
otitis media bilateral dengan efusi 3 bulan atu lebih.

6. Penatalaksaan
Keefektifan terapi steroid, dekongestan dan antihistamin ternyata tidak membantu
dalam mengatasi otitis media. Penggunaannya tidak dianjurkan. Tonsilektomi dan/
atu adenoidektomi tidak direkomendasikan untuk pengobatan otitis media dengan
efusi yang tidak memiliki patologi tonsil/adenoid spesifik.
Antibotik lini pertama yang sering diresepkan adalah amoksisilin/ampisilin, yang
diberikan dalam jangka 10 hari untuk anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Periode
yang lebih pendek dapat dipertimbangkan untuk anak yang lebih tua dan yang
berpenyakit ringan. Program pengobatan lini kedua ( digunakan bila diperkirakan
organismenya resisten terhadap amoksisilin) adalah amoksisilin dengan klavulanat (
augmentin, sefalosporin generasi kedua0, sefaklor, atau kotrimoksazol. Pada anak
yang alergi penisilin, dapat diberiakn azitromisin.
Miringotomi adalah prosedur bedah memasukkan slang penyeimbangan tekanan
kedalam membran timpani. Hal ini memungkinkan ventilasi dari telinga tengah,
mengurangi tekanan negative, dan memungkinkan drainase cairan. Slang ini biasanay
lepas sendiri setelah 6 sampai 12 bulan. Kemungkinan kompilaksinya adalah atrofi
membrane timpani, timpanosklerosis (parut pada membrane timpani), perforasi
kronis, kolesteatoma.
Penatalaksanaan awal :
1) Observasi atau terapi antibiotic (pilihan pada saat ini) : pada sebagian besar
kasus, otitis media dengan efusi teratasi secara spontan dalam 3 bulan.
2) Pengendalian faktor risiko lingkunan ( pilihan) orang tua harus dianjurkan
untuk menghinddari terpajajan anak mereka menjadi perokok pasif.
3) Miringotomi tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan awal otitis media
dengan efusi pada anak sehat lainnya.

Penatalaksanaan setelah 3 bulan.


Jika anak memiliki pendengaran dalam rentang normal, sperti yang
diindikasikan dengan tingkat ambang pendengaran yang lebih baik dari 20 Db
pada telinga yang mendengar lebih baik, direkomendasikan hal-hal berikut.
1) Observasi atau terapi antibiotik ( tetap merupakan pilahan pada saat ini):
pada sebagian besar kasus, ottis media dengan efusi sembuh secara
spontan.
2) Pengendalian faktor risiko lingkungan (pilhan): orang tua harus dianjurkan
untuk menghindari terpajannya anak mereka menjadi perokok pasif.\

Jika anak mengalami deficit pendengaran bilateral dengan tingkat ambang


pendengaran 20 Db atau lebih baruk, direkomendasikan hal-hal berikut:
a. Terapi antibiotic atau miringotomi bilateral dengan slang
timpanoplasti : baik satu atau keduanya dapat dipilih untuk
mengatasi otitis media bilateral dengan efusi yang berusia 1
sampai 3 tahun yang mengalami deficit pendengaran blateral.
b. Pengendalian faktor risiko lingkungan ( pilihan) : orang tua
harus dianjurkan untuk menghindari terpajannya anak mereka
menjadi perokok pasif.
Penatalaksaan setelah 4 sampai 6 bulan
1) Miringotomi bilateral dengan slang timpanostomi di
rekomendasikan untuk mengelola otitis media bilateral dengan
efusi yang telah bertahan selama 4 sampai 6 bulan pada anak sehat
lainnya yang berusia 1 sampai 3 tahun yang mengalami deficit
pendengaran bilateral.
2) Pengendalian faktor risiko lingkungan ( pilihan) : orag tua harus
dianjurkan untuk menghindari terpajannya anak mereka menjadi
perokok pasif.
7. Komplikasi
Sebelum ada antibiotic, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses
subperiosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak)
Sekarang setelah ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan
sebagai komplikasi dari OMSK.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Data yang muncul saat pengkajian:

a. Sakit telinga/nyeri
b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c. Tinitus
d. Perasaan penuh pada telinga
e. Suara bergema dari suara sendiri
f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
i. Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
j. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
k. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
l. Reflek kejut
m. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
n. Tipe warna 2 jumlah cairan
o. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
p. Alergi
q. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
r. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi

b. Diagnosa
a. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan
c. Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori
c. Intervensi

1) Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga


Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Intervensi:

(a) Beri posisi nyaman : dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
(b) Kompres panas di telinga bagian luar : untuk mengurangi nyeri.
(c) Kompres dingin : untuk mengurangi tekanan telinga (edema)
(d) Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan


Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Intervensi:

(a) Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk mengantisipasi


perluasan lebih lanjut.
(b) Jaga kebersihan pada daerah liang telinga : untuk mengurangi pertumbuhan
mikroorganisme
(c) Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk menghindari
transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.
(d) Kolaborasi pemberian antibiotik
Evaluasi: infeksi tidak terjadi

3) Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori


Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan
Intervensi:

(a) Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan anak
agar tidak jatuh
(b) Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.
(c) Jaga anak saat beraktivitas : meminimalkan agar anak tidak jatuh
(d) Tempatkan perabot teratur : meminimalkan agar anak tidak terluka
d. Evaluasi
a. Ansietas terhadap prosedur pembedahan berkurang
b. Bebas dari rasa nyeri
c. Tidak ada tanda tanda infeksi
d. Pendengaran stabil /membaik
e. Menunjukan tidak ada cedra akibat vertigo / trauma akibat vertigo
f. Telah menyesuaikan perubahan persepsi sensorik
g. Memperlihatkan integritas kulit yang baik
DAFTAR PUSTAKA

Bets, Cecily lynn.2009. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Brunner&Suddarth .2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta : EGC

Donna L. Wong, L.F. Whaley, Nursing Care of Infants and Children, Mosby Year Book.
Hetharia, rospa, mulyani, sri.2011. Askep Gangguan THT. Jakarta: TIM

Mansjoer, arif dkk.2001. Kapita selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1.Jakarta :


Media Aesculapius.

Marilyn E. Doengoes.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai