Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Satu abad yang lampau batu bara merupakan sumber langsung atau tidak langsung
sebagian besar energi komersial dunia, bahkan batu bara telah memercikkan dan menggerakan
terjadinya apa yg dinamakan revolusi industri. Peranan batu bara sudah jauh menurun dan
hanya memenuhi seperempat pemakaian energi seluruh dunia. Namun demikian, volume
penggunaannya masih sangat besar dan dengan perkembangannya terakhir dunia di bidang
energi terutama setelah terjadinya apa yang dinamakan kemelut energi di tahun 1970-an, dapat
disimpulkan bahwa di masa yang akan datang , peranan batu bara akan meningkat dengan
pesat.
Batu bara terdiri atas berbagai campuran karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan
beberapa pengotoran lainnya. Sebagian karbon itu tetap padat bilamana dipanskan, dan
sebagian lagi akan berubah menjadi gas dan keluar bersama-sama unsur gas lainnya. Bagian
gas ini mudah terbakar dan menyala terus menerus serta agak lebih berasap dari pada karbon
padat yang membara.
Kadar air dan abu yang tidak dapat dibakar yang terkandung dalam batu bara tidak
bermanfaat. Kokas dibuat dengan memanaskan batu bara sehingga gas dan pengotoran
menguap, bagian karbon yang padat itu disebut kokas. Kokas terutama digunakan untuk
mencairkan bijih besi. Semula bagian gas dari batu bara itu dibuang akan tetapi kini gas
itudapat dimanfaatkan.
Batu bara dibagi dalam beberapa kategori dan sub kategori berdasarkan nilai panas
karbonnya, dimulai dengan lignit yang kadar karbon padatnya terendah, melalui dari berbagai
tingkatan batu bara muda, batu bara subbituminus, batu bara bitumminus, hingga kepada
antrasit. Batu bara yang tingkatannya terendah berwarna cokelat, mengandung banyak abu dan
lembab. Batu bara yang tingkatannya lebih tinggi, mengandung karbon lebih banyak. Bahan
organik yang tidak cukup terurai sehingga terbentuk karbon. Oleh karena itu, belum dapat
dikatakan sebagai batu bara, yang disebut dengan gambut ( peat ).
Batu bara adalah suatu batu endapan yang terutama berasal dari zat organik. Kebanyakan ahli
geologi berpegang pada teori, bahwa tumbuh-tumbuhan yang lebat, baik pohon besar maupun
tumbuh-tumbuhan lainnya, kemudian berturut-turut ditutup oleh endapan-endapan biasanya
nonorganik.Pengumpulan-pengumpulan ini mula-mula menjadi semacam lumpur organik,
lambat laut agak mengeras, kemudian berubah menjadi gambut. Setelah berlalu masa yang
lama sekali, lapisan endapan ini mengakibatkan penekanan, sehingga bahan gambut ini
menjadi lebih keras. Misalnya karena penekanan suatu lapisan yang semula tebalnya 10 meter
kemudian menjadi satu meter atau kurang. Bilamana tekanan itu disertai gerakan atau
perubahan lapisan atas kulit bumi, maka penekanan menjadi lebih besar lagi dan terjadi batu
baramelaluiprosespengkarangan.
Dalam proses pengkarangan yang memakan waktu jutaan tahun, kayu itu mula-mula
menjadi gambut, kemudian meningkat menjadi lignit, dan selanjutnya menjadi batu bara.
PEMBAHASAN
Dalam perkembangannya, pemanfaatan batubara untuk energi pembangkit listrik di
Indonesia masih menuai pro kontra. Beberapa pemerhati lingkungan meminta agar
pemanfaatan batu bara sebagai PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dihentikan.
Penggunaan Batubara yang digunakan untuk pembangkit listrik dinilai memberikan dampak
terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan lingkungan. Walaupun pemanfaatannya
masih terdapat pertentangan dari sejumlah pemerhati lingkungan & pertambangan batu bara
menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Untuk saat ini batu bara merupakan energi
primer pembangkit listrik paling murah dibanding dengan jenis energi fosil yang lain seperti
gas & minyak (BBM) serta sebagian besar kapasitas pembangkit listrik menggunakan batu
bara. Hal tersebut mempegaruhi Ekologi Manusia/ hubungan manusia dengan lingkungannya
(Ekosistem).
 EKOSISTEM
1. Terumbu Karang
LSM lingkungan hidup Greenpeace mengingkan pembangkit PLTU yang
menggunakan batubara sebagai sumber energinya dapat dihentikan karena berdampak
pada ekosistem terumbu karang akibat pelabuhan kapal sandar pembangkit dinilai telah
merusak terumbu karang tersebut , telah tertutupi oleh buangan pasir sehingga
kehidupan biota laut sekitar karang juga berubah.
2. Pantai
Ekosistem pada sekitar pantai telah rusak akibat pembangunan sandaran untuk
tongkang, yang tadinya nelayan mudah untuk mencari ikan sekarang susah karena ada
dermaga ( yang menjorok) ketengah laut. Pembangunan beton disekitar pantai juga
diprotes, karena membuat nelayan tidak bisa melaut
3. Ikan
Permukaan batubara mengandung besi sulfide jika berinteraksi dengan air
menghasilkan air asam sulfat yang tinggi sehingga terbunuhnya ikan ikan disungai. Bila
dibuang dalam jumlah esar maka emisi merkuri ke lingkungan terkonsentrasi karena
terus menerus berpindah melalui rantai makanan dan dikonversi menjadi metil merkuri,
yang merupaka senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama ketika
mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri.
4. Udara
Polusi/ pencemaran udara yang kronis sangat berbahaya bagi kesehatan.
Menurut logika udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut
andil dalam merangsang penyakit pernafasan.
5. Kerusakan hutan
Pada saat pemrosesan tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam
tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang. Kegiatan
penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan.
Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.

 SOCIAL SYSTEM
1. Ekonomi
Daya saing ekonomi akan relatif lebih baik. Hal itu karena biaya al itu karena
biaya penyediaan tenaga listrik yang menggunakan batubara relatif lebih murah jika
dibandingkan listrik yang diproduksikan dari gas atau BBM. Dengan harga jual tenaga
listrik yang lebih murah, daya saing ekonomi Indonesia berpotensi dapat lebih
ditingkatkan.
2. Kesehatan
Mengancam jiwa manusia terkena asma atau masalah pernafasan lain yang
ditimbulkan akibat polutan yang dilepaskan PLTU Batubara & banyak masyakarat
sekitar rentan terkana berbagai penyakit.
3. Petani & Nelayan
Mata pencaharian akibat PLTU Batubara dibangun didaerah tangkapan ikan dan
lahan pertanian mereka kurang produktif. Merusak ketahanan pangan dan ekonomi
masyarkat setempat.
4. Konservasi
Penyalahgunaan kawasan konservasi laut Derah menjadi lokasi pembangunan
PLTU Batu bara yang awalnya kawasan kaya ikan.
5. Pemerintahan
Pemerintah menilai tenaga listrik yang dihasilkan dari batu bara tidak hanya
besar, tapi jauh lebih besar daripada sumber energi lain. Sumber energi ini tidak
bergantung pada cuaca. Dengan menggunakan batubara akan mengurangi
ketergantungan pada energi minyak dan gas alam
6. Teknologi

UCG adalah konversi batubara menjadi produk gas langsung di bawah permukaan
(tanpa melakukan kegiatan penambangan batubara), dengan menggunakan pereaksi
berupa udara, campuran udara/uap air atau campuran oksigen/uap air.
Underground Coal Gasification (UCG) adalah proses gasifikasi batubara
secara insitu. Batubara dikonversi ke bentuk gas dibawah tanah dengan cara
menginjeksikan suatu oksidan (uap dan oksigen) yang bertekanan tinggi ke dalam
lapisan batubara pada suatu pipa yang disebut dengan pipa injeksi. Konsep dasar dari
proses UCG adalah menggunakan 2 sumur (well) kedalam lapisan batubara, sumur
pertama digunakan untuk menginjeksikan oksidan, sedangkan sumur kedua digunakan
untuk membawa produk berupa gas ke permukaan. Produk yang dihasilkan dikenal
sebagai ‘syngas’ dan dapat digunakan sebagai bahan bakar atau bahan baku untuk
berbagai produk kimia. UCG dapat digunakan untuk pemanfaatan batubara yang tidak
ekonomis dengan tambang open cut ataupun metode penambangan bawah tanah, atau
batubara yang tidak dapat diakses karena faktor kedalaman, geologi dan pertimbangan
keselamatan.
Pengembangan UCG di Indonesia terhambat oleh tiga hal, masih minimnya
pemahaman tentang teknologi UCG, regulasi yang belum jelas dan potensi penurunan-
kemungkinan kebocoran reservoir jika reservoir tidak cocok. Dasar regulasi
pengusahaan UCG saat ini masih mengacu pada UU Minerba dan PP 77 tahun 2014
tentang perubahan ketiga atas peraturan pemerintah No 23 tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyebutkan
salah satu kegiatan pengolahan batubara adalah gasifikasi batubara (coal gasification).
Sementara itu produk dari UCG adalah gas yang notabene masuk dalam kategori rezim
migas, sehingga perlu pemetaan dan penentuan regulasi lebih jelas terkait UCG.

Dengan gasifier pada permukaan. Jika dibandingkan dengan metode gasifikasi


pada umumnya, teknologi UCG tidak memberikan dampak pada lingkungan seburuk
metode umumnya. Selain itu UCG tidak meninggalkan tanah yang terpolusi, yang
tentunya akan membutuhkan harga yang mahal untuk membersihkannya. Creedy
(2001) dan Hattingh (2008) memaparkan beberapa keunggulan UCG:
1. Potensial bagi teknologi gasifikasi yang lebih bersih
2. Mengurangi dampak debu, polusi suara, dan dampak visual pada permukaan
tanah
3. Konsumsi air yang lebih sedikit
4. Resiko dari polusi air permukaan lebih kecil
5. Mengurangi emisi metana
6. Tidak ada penanganan yang kotor dan tidak ada pembuangan pada daerah
tambang.
7. Tidak ada pencucian batubara
8. Tidak ada penanganan abu (ash)
9. Tidak perlu terdapat stok batubara dan transportasi batubara
10. Daerah pekerjaan yang lebih kecil pada stasiun pembangkit listrik
11. Faktor kesehatan dan keselamatan lebih baik
12. Berpotensi mengurangi biaya kapital dan biaya operasi secara keseluruhan
(lebih ekonomis khususnya untuk skala yang lebih kecil)
13. Tingkat fleksibilitas untuk mengakses mineral tinggi
14. Sumber daya batubara yang dapat dimanfaatkan lebih besar
Namun Hattingh (2008) juga memaparkan beberapa kelemahan teknologi UCG, yaitu:
1. Berpotensi untuk terjadinya kontaminasi
2. Memiliki banyak variasi tekanan operasi dalam rongga reaktor bawah tanah
Beberapa aspek yang berhubungan dengan penentuan tingkat komersial dari
pengembangan teknologi UCG adalah (Creedy, 2001):
1. Variabel faktor geologi dan hubungan dengan kesulitan proses pengeboran
dan biaya
2. Daya keluaran dan waktu hidup reaktor gasifier
3. Operasi produksi yang aman
4. Perspektif komersialisasi dari industri
5. Nilai strategik UCG
6. Sensitivitas lingkungan
7. Peluang pasar yang potensial, untuk industri chemical dan pembangkit
energi.
Kajian untuk menyusun regulasi pengembangan UCG masih terus
dilakukan, Tekmira Bulan Mei lalu baru melakukan kajian akademis penerapan
teknologi UCG di Indonesia dan menyiapkan policy paper mengenai penerapan
teknologi UCG di Indonesia sebagai bahan rujukan/pedoman dalam penyusunan
regulasi/peraturan pengusahaan UCG. Sementara itu Dirjen Minerba dan PT Medco
Energy Mining sedang melakukan studi bersama terkait penyusunan regulasi gasifikasi
UCG di Indonesia dengan secara paralel Medco Mining sedang mengajukan ijin prinsip
pengembangan UCG di Limau Palembang dan ditargetkan tahun 2018 memasuki tahap
eksplorasi,
DAFTAR PUSTAKA
https://uwityangyoyo.wordpress.com/2016/02/06/dampak-penambangan-batu-bara-
terhadap-lingkungan/
https://id.beritasatu.com/home/manfaat-ekonomi-penggunaan-batubara-untuk-
listrik/177193
http://hasillitbang.tekmira.esdm.go.id/?p=1117
Brosur Gasifikasi Batubara dan UCG

Anda mungkin juga menyukai