Anda di halaman 1dari 11

Inilah Revisi Peraturan Pemerintah

Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang


Negara/Daerah
Oleh: Humas ; Diposkan pada: 20 Sep 2017 ; 29317 Views Kategori: Berita

Dengan pertimbangan bahwa penghapusan


Piutang Negara/Daerah sebagai bagian dari pengelolaan keuangan negara memerlukan
optimalisasi penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari penerusan pinjaman luar
negeri/rekening dana investasi/rekening pembangunan daerah dan penyelesaian Piutang
Negara/ Daerah yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang
Negara, pemerintah memandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Negara/Daerah.

Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 6 September 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi)
menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 35 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua
PP No. 14/2005 Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah
(tautan: PP_Nomor_35_Tahun_2017).

Dalam PP ini disebutkan, Piutang Negara/Daerah dapat dihapuskan secara bersyarat atau
mutlak dari pernbukuan Pemerintah Pusat/Daerah, kecuali mengenai Piutang Negara/ Daerah
yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam Undang-Undang.

Penghapusan secara bersyarat, menurut PP ini, dilakukan dengan menghapuskan Piutang


Negara/Daerah dari pembukuan Pemerintah Pusat/Daerah tanpa menghapuskan hak tagih
Negara/ Daerah. “Penghapusan secara mutlak diiakukan setelah penghapusan secara
bersyarat,” bunyi Pasal 2 ayat (2a) PP ini. Sementara di ayat berikutinya disebutkan,
penghapusan secara mutlak dilakukan dengan menghapuskan hak tagih Negara/ Daerah.

Dalam PP No. 14/2005 disebutkan, Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara
Mutlak, hanya dapat dilakukan setelah Piutang Negara/Daerah diurus secara optimal oleh
PUPN (Panitia Urusan Piutang negara) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pengurusan Piutang Negara, dan telah dinyatakan sebagai PSBDT (Piutang
Negara Sementara Belum Dapat Ditagih) namun masih terdapat sisa utang.
Menurut PP ini, penghapusan Piutang Negara/Daerah dikecualikan dari ketentuan, dalam hal:
a. Piutang Negara/ Daerah yang pengurusannya diatur dalam Undang-Undang tersendiri; atau
b. Piutang Negara/Daerah tidak memenuhi syarat untuk diserahkan pengurusannya kepada
PUPN sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang piutang negara.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan Piutang Negara yang tidak dapat
diserahkan pengurusannya kepada PUPN , menurut PP ini, diatur oleh Menteri Keuangan.
Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan Piutang Daerah yang tidak
dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN diatur oleh Menteri Keuangan setelah
berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

PP ini menegaskan, penghapusan secara mutlak atas Piutang Negara/Daerah dari pembukuan
harus memenuhi syarat: a. diajukan setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan
penghapusan secara bersyarat piutang dimaksud; dan b. melampirkan surat keterangan dari
aparat/ pejabat yang berwenang yang menyatakan Penanggung Utang tetap tidak mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan sisa kewajibannya atau tidak diketahui keberadaannya.

Dalam hal Piutang Negara/Daerah berasal dari pasien rumah sakit atau fasilitas kesehatan
tingkat pertama, menurut PP ini, surat keterangan sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh
penyerah piutang yang menyatakan Penanggung Utang tetap tidak mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan sisa kewajibannya atau tidak diketahui keberadaannya.

PP ini juga menegaskan, bahwa Piutang Negara yang bersumber dari penerusan Pinjaman Luar
Negeri/Rekening Dana Investasi/ Rekening Pembangunan Daerah, dapat dilakukan
penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak.

Penghapusan secara bersyarat atas Piutang Negara sebagaimana dimaksud, menurut PP ini,
dilaksanakan setelah terbitnya Surat Menteri Keuangan mengenai persetujuan pemberian
program optimalisasi penyelesaian Piutang Negara kepada Penanggung Utang.

Sedangkan penghapusan secara mutlak atas Piutang Negara sebagaimana dimaksud, menurut
PP ini, dilaksanakan setelah Penanggung Utang menyelesaikan program optimalisasi
penyelesaian Piutang Negara sebagaimana yang ditetapkan dalam Surat Menteri Keuangan
mengenai persetujuan pemberian program optimalisasi penyelesaian Piutang Negara kepada
Penanggung Utang.

“Peraturna Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan
Pemerintah Nomor: 35 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM
Yasonna H. Laoly pada 6 September 2017. (Pusdatin/ES)
Ini Aturan Penghapusan Piutang Negara
dan Daerah
Alwan Ridha Ramdani

Presiden Joko Widodo telah menandatangan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017
tentang Perubahan Kedua PP No. 14/2005 Tata Cara Penghapusan Piutang Negara atau
Daerah.

Piutang Negara atau Daerah dapat dihapuskan secara bersyarat atau mutlak dari pernbukuan
Pemerintah Pusat atau Daerah, kecuali mengenai Piutang Negara/ Daerah yang cara
penyelesaiannya diatur tersendiri dalam Undang-Undang.

Penghapusan secara bersyarat, dilakukan dengan menghapuskan Piutang Negara atau Daerah
dari pembukuan Pemerintah Pusat atau Daerah tanpa menghapuskan hak tagih.

Dalam PP No. 14/2005 disebutkan, Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara
Mutlak, hanya dapat dilakukan setelah Piutang Negara atau Daerah diurus Panitia Urusan
Piutang negara sesuai dengan aturan di bidang pengurusan Piutang Negara, dan telah
dinyatakan sebagai Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih namun masih terdapat
sisa utang.

Menurut PP ini, penghapusan Piutang Negara/Daerah dikecualikan dari ketentuan, dalam hal:
a. Piutang Negara/ Daerah yang pengurusannya diatur dalam Undang-Undang tersendiri; atau
b. Piutang Negara/Daerah tidak memenuhi syarat untuk diserahkan pengurusannya kepada
PUPN sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang piutang negara.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan Piutang Negara yang tidak dapat
diserahkan pengurusannya kepada PUPN , menurut PP ini, diatur oleh Menteri Keuangan.
Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan Piutang Daerah yang tidak
dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN diatur oleh Menteri Keuangan setelah
berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

Penghapusan secara mutlak atas Piutang Negara atau Daerah dari pembukuan harus
memenuhi syarat diajukan setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan
penghapusan secara bersyarat piutang dimaksud.

Selain itu, melampirkan surat keterangan dari aparat atau pejabat yang berwenang yang
menyatakan penanggung utang tetap tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan sisa
kewajibannya atau tidak diketahui keberadaannya.

Selain itu, dalam hal Piutang Negara atau Daerah berasal dari pasien rumah sakit atau
fasilitas kesehatan tingkat pertama, syaratnya surat keterangan sebagaimana dimaksud
ditetapkan oleh penyerah piutang yang menyatakan penanggung utang tetap tidak mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan sisa kewajibannya atau tidak diketahui keberadaannya.
PP ini juga menegaskan, bahwa Piutang Negara yang bersumber dari penerusan pinjaman
luar negeri, rekening dana investasi dan rekening pembangunan daerah, dapat dilakukan
penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak.

Penghapusan secara bersyarat atas Piutang Negara dilaksanakan setelah terbitnya Surat
Menteri Keuangan mengenai persetujuan pemberian program optimalisasi penyelesaian
Piutang Negara kepada Penanggung Utang.

"Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," tulis Menteri Hukum
dan HAM Yasonna H. Laoly pada 6 September 2017.
Penghapusbukuan dan/atau Penghapustagihan Piutang BUMD
Sama seperti kewenangan penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan piutang
BUMN, kewenangan penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan piutang BUMD hanya
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.07/2005 tentang Tata Cara
Pengajuan Usul, Penelitian, Dan Penetapan Penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah
Dan Piutang Negara/Daerah. Ketentuan pokok tentang kewenangan penghapusan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Kewenangan penghapusbukuan piutang BUMD ada pada BUMD yang bersangkutan. Dasar
pemikiran ketentuan ini sama dengan pemikiranyang mendasari ketentuan tentang kewenangan
penghapusbukuan piutang BUMN.
2. Kewenangan untuk menetapkan penghapustagihan piutang pokok BUMD ada pada
Gubernur/Bupati/Walikota dengan batasan nilai yang dapat dihapustagihkan adalah sampai
dengan Rp.10.000.000.000,00 per Penanggung Hutang. Ketentuan ini juga didasarkan pada
pemikiran yang analog dengan pemikiran yang mendasari ketentuan tentang kewenangan
penghapustagihan piutang BUMN.

http://sewank09.blogspot.com/2012/11/penghapusan-piutang-negaradaerahbumbumd.html

Persyaratan Penghapustagihan Piutang Perusahaan Daerah (BUMD)


Persyaratan agar suatu piutang Perusahaan Daerah (BUMD) dapat dihapustagihkan adalah
sebagaimana uraian berikut ini.
1. Piutang yang akan dihapustagihkan telah diserahkan pengurusannya kepada PUPN sesuai
ketentuan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN berikut aturan
pelaksanaannya.
2. Penghapustagihan piutang dilakukan sesuai dengan:
a. Anggaran Dasar masing-masing BUMD; dan
b. sistem akuntansi dan peraturan yang berlaku bagi BUMD yang bersangkutan.
3. Penghapustagihan piutang hanya dapat dilaksanakan bila:
a. piutang telah dihapusbukukan paling lambat pada tanggal 31 Desember 2011; dan
b. telah ada persetujuan dan/atau penetapan nilai limit piutang yang akan dihapustagihkan dari:
 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bila BUMD berbentuk Persero; atau

Pejabat yang ditunjuk atau diberi kuasa untuk mewakili Pemerintah Daerah selaku pemilik
modal Daerah, bila BUMD tidak berbentuk Persero.
4. Terdapat 2 (dua) skema penghapustagihan piutang BUMD, yaitu:
a. penghapustagihan piutang yang telah dinyatakan sebagai PSBDT oleh PUPN, dengan
ketentuan yang dapat dihapuskan oleh Gubernur/Bupati/Walikota adalah piutang pokok,
bunga, denda, dan/atau ongkos-ongkos; atau
b. penghapustagihan piutang yang pengurusannya telah ditarik kembali dari PUPN dan
Penanggung Hutang telah selesai melaksanakan program restrukturisasi/penyelesaian hutang
yang ditetapkan oleh BUMD yang bersangkutan, namun masih terdapat sisa hutang sebesar
jumlah yang akan diusulkan untuk dihapustagih. Program restrukturisasi tersebut harus
menghasilkan tingkat pengembalian (recovery rate) sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari
sisa piutang pokok, dalam hal pada saat pengurusan piutang ditarik kembali dari PUPN terdapat
jaminan kebendaan; atau 15% (lima belas per seratus) dari sisa piutang pokok, dalam hal pada
saat pengurusan piutang ditarik kembali dari PUPN tidak terdapat jaminan kebendaan.
Jaminan kebendaan tersebut di atas adalah jaminan dengan benda berwujud dan tidak berwujud
baik diikat secara sempurna maupun tidak diikat secara sempurna. Sedangkan sisa piutang
pokok sebagaimana dimaksud di atas adalah nilai piutang pokok pada saat pengurusan piutang
ditarik kembali dari PUPN. Penarikan kembali pengurusan piutang dari PUPN tersebut dapat
dilakukan paling cepat setelah:
1) dilakukan pemanggilan kepada Penanggung Hutang dan dibuat Berita Acara Tanya Jawab oleh
Kantor Pelayanan; atau
2) diterbitkan Penetapan Jumlah Piutang Negara oleh PUPN.
Dengan skema ini, yang berwenang menetapkan penghapustagihan piutang adalah:
1) Gubernur/Bupati/Walikota untuk penghapustagihan piutang pokok; dan
2) BUMD yang bersangkutan untuk penghapustagihan piutang bunga, denda, dan/atau ongkos-
ongkos.
5. Usul penghapustagihan piutang tersebut diajukan oleh BUMD atas piutang yang:
a. dibiayai dan resikonya ditanggung oleh Bank Indonesia, dan/atau oleh Instansi Pemerintah
Pusat/Daerah; dan/atau
b. dijamin oleh Penjamin Kredit dilakukan setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia, Instansi
Pemerintah Pusat/ Daerah, pihak-pihak yang menanggung risiko, dan/atau perusahaan
penjamin kredit.
Proses Penghapustagihan Piutang Perusahaan Negara (BUMD)
1. Direksi BUMD dapat mengusulkan penghapustagihan piutang dengan nilai penghapusan
sampai dengan Rp5.000.000.000,00 per Penanggung Hutang kepada Gubernur/Bupati/
Walikota, dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah DJPLN.
2. Usul penghapustagihan tersebut disampaikan secara tertulis dan dilampiri dengan dokumen
sekurang-kurangnya:
a. daftar nominatif Penanggung Hutang; dan
b. Surat Pertimbangan Penghapusan Secara Mutlak atas Piutang Perusahaan Daerah dari Kepala
Kantor Wilayah DJPLN.
3. Pertimbangan Penghapusan Secara Mutlak atas Piutang Perusahaan Daerah dapat diterbitkan
oleh Kepala Kantor Wilayah DJPLN dengan ketentuan sebagai berikut:
a. didasarkan pada permintaan tertulis dari Direksi BUMD, yang dilampiri dengan dokumen
sekurang-kurangnya:
daftar nominatif Penanggung Hutang;
surat keputusan/berita acara/surat pernyataan dari Pejabat yang berwenang dan/atau dokumen
lain yang membuktikan bahwa piutang telah dihapusbukukan paling lambat pada tanggal 31
Desember 2002;
bukti bahwa BUMD telah memperoleh persetujuan dan/atau penetapan limit piutang yang
akan dihapustagihkan dari:
 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bila BUMD berbentuk perseroan;atau

Pejabat yang ditunjuk atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemilik modal
negara, bila BUMD tidak berbentuk perseroan; dan
b. bila pengurusan piutang yang akan dihapustagihkan:
telah optimal diurus oleh PUPN, permintaan pertimbangan dilampiri dengan Surat Pernyataan
PSBDT dari PUPN; atau
 telah ditarik dari PUPN dan Penanggung Hutang telah selesai melaksanakan program
restrukturisasi/penyelesaian hutang yang diberikan oleh BUMD, permintaan pertimbangan
dilampiri:
bukti bahwa PUPN Cabang telah menyetujui usul penarikan dan menyatakan bahwa
pengurusan piutang oleh PUPN Cabang telah selesai;
informasi tentang program restrukturisasi/penyelesaian kredit yang ditetapkan oleh BUMD;
dan
data pembayaran yang membuktikan bahwa Penanggung Hutang telah menyelesaikan program
restrukturisasi/penyelesaian kredit yang ditetapkan oleh BUMD.
c. permintaan pertimbangan penghapustagihan piutang BUMD yang dibiayai dan resikonya
ditanggung oleh Bank Indonesia, dan/atau oleh Instansi Pemerintah Pusat/Daerah; dan/atau
dijamin oleh Penjamin Kredit, dilampiri dengan dokumen sekurang-kurangnya:
dokumen sebagaimana yang diuraikan pada angka 3 di atas; dan
surat persetujuan penghapusan dari Bank Indonesia, Instansi Pemerintah Pusat/ Daerah,
dan/atau perusahaan penjamin kredit; dan
d. Permintaan pertimbangan penghapustagihan piutang yang diajukan Direksi BUMD
ditindaklanjuti Kepala Kantor Wilayah DJPLN dengan melakukan penelitian atas kelengkapan
dan kebenaran persyaratan yang diajukan.
4. Bila dari hasil penelitian diketahui bahwa kelengkapan persyaratan tidak terpenuhi dan/atau
tidak dapat dibuktikan kebenarannya, permintaan pertimbangan tidak dapat diterima, dan
Kepala Kantor Wilayah DJPLNmengembalikan usul tersebut kepada Direksi BUMD yang
mengajukan permintaan petimbangan.
5. Bila dari hasil penelitian diketahui bahwa kelengkapan persyaratan telah terpenuhi dan dapat
dibuktikan kebenarannya, permintaan pertimbangan dapat diterima, dan Kepala Kantor
Wilayah DJPLN menyampaikan Penolakan Pemberian Pertimbangan Penghapusan Secara
Mutlak Atas Piutang Perusahaan Daerah kepada Direksi BUMD yang mengajukan permintaan
petimbangan.
6. Setelah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota, penetapan penghapustagihan piutang
BUMD diberitahukan Direksi BUMD yang mengajukan usul penghapustagihan kepada Kepala
Kantor Wilayah DJPLN, yang kemudian juga memberitahukan penetapan tersebut kepada
Kepala Kantor Pelayanan.
Rabu, 20 September 2017

Begini Perubahan PP Tata Cara


Penghapusan Piutang
Negara/Daerah
Penghapusan secara bersyarat dilakukan dengan menghapuskan Piutang Negara/Daerah dari
pembukuan Pemerintah Pusat/Daerah tanpa menghapuskan hak tagih Negara/ Daerah.

BERITA TERKAIT

 Pansus Angket KPK Versus Probabilitas Pemanggilan Paksa dan Penyanderaan


 Resmi Inisiatif DPR, Ini 7 Substansi RUU Larangan Praktik Monopoli
 Mencermati Langkah Kemenkeu-KPPU Lacak Kartel dan Dugaan Kemplang Pajak
 Sejumlah Persoalan Membayangi Korsup Minerba
 Sejumlah Aturan Perundang-Undangan yang 'Ditabrak' PP 72/2016

Pada 6 September 2017 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor: 35 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua PP No. 14 Tahun 2005
tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. PP ini mulai berlaku di tanggal yang
sama.

Sebagaimana dikutip dari laman resmi setkab.go.id, perubahan dilakukan untuk optimalisasi
penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri/rekening
dana investasi/rekening pembangunan daerah dan penyelesaian Piutang Negara/Daerah yang
tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

Dalam PP ini disebutkan, Piutang Negara/Daerah dapat dihapuskan secara bersyarat atau
mutlak dari perbukuan Pemerintah Pusat/Daerah, kecuali mengenai Piutang Negara/Daerah
yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam Undang-Undang.

Penghapusan secara bersyarat, menurut PP ini, dilakukan dengan menghapuskan Piutang


Negara/Daerah dari pembukuan pemerintah pusat/daerah tanpa menghapuskan hak tagih
negara/daerah. Sementara di ayat berikutinya disebutkan, penghapusan secara mutlak
dilakukan dengan menghapuskan hak tagih negara/daerah.

(Baca Juga: Nasib Tagihan Kreditor di Luar Daftar)


“Penghapusan secara mutlak diiakukan setelah penghapusan secara bersyarat,” bunyi Pasal 2
ayat (2a) PP ini.

Sementara dalam PP No. 14 Tahun 2005 disebutkan, Penghapusan Secara Bersyarat dan
Penghapusan Secara Mutlak, hanya dapat dilakukan setelah Piutang Negara/Daerah diurus
secara optimal oleh PUPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengurusan piutang negara, dan telah dinyatakan sebagai PSBDT (Piutang Negara Sementara
Belum Dapat Ditagih) namun masih terdapat sisa utang.

Menurut PP ini, penghapusan Piutang Negara/Daerah dapat dikecualikan dari ketentuan


dengan memenuhi sejumlah hal. Pertama, Piutang Negara/Daerah yang pengurusannya diatur
dalam Undang-Undang tersendiri. Kedua, Piutang Negara/Daerah tidak memenuhi syarat
untuk diserahkan pengurusannya kepada PUPN sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan di bidang piutang negara.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan piutang negara yang tidak dapat
diserahkan pengurusannya kepada PUPN, menurut PP ini, diatur oleh Menteri Keuangan.
Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan piutang daerah yang tidak
dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN diatur oleh Menteri Keuangan setelah
berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

(Baca Juga: Masukan Berharga untuk Revisi UU Perbankan)

Selain itu, dalam PP ini ditegaskan, penghapusan secara mutlak atas Piutang Negara/Daerah
dari pembukuan harus memenuhi sejumlah syarat. Pertama, diajukan setelah lewat waktu dua
tahun sejak tanggal penetapan penghapusan secara bersyarat piutang dimaksud. Kedua,
melampirkan surat keterangan dari aparat/pejabat yang berwenang yang menyatakan
Penanggung Utang tetap tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan sisa
kewajibannya atau tidak diketahui keberadaannya.

Dalam hal Piutang Negara/Daerah berasal dari pasien rumah sakit atau fasilitas kesehatan
tingkat pertama, menurut PP ini, surat keterangan sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh
penyerah piutang yang menyatakan Penanggung Utang tetap tidak mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan sisa kewajibannya atau tidak diketahui keberadaannya.

Dalam PP ini juga ditegaskan, bahwa Piutang Negara yang bersumber dari penerusan Pinjaman
Luar Negeri/Rekening Dana Investasi/Rekening Pembangunan Daerah, dapat dilakukan
penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak. Penghapusan secara bersyarat
atas Piutang Negara sebagaimana dimaksud dilaksanakan setelah terbitnya Surat Menteri
Keuangan mengenai persetujuan pemberian program optimalisasi penyelesaian Piutang Negara
kepada Penanggung Utang.

(Baca Juga: Kini, Penyertaan Modal Negara dari BUMN ke BUMN Bisa Dilakukan
Tanpa Melalui APBN)

Sedangkan penghapusan secara mutlak atas Piutang Negara sebagaimana dimaksud, menurut
PP ini, dilaksanakan setelah Penanggung Utang menyelesaikan program optimalisasi
penyelesaian Piutang Negara sebagaimana yang ditetapkan dalam Surat Menteri Keuangan
mengenai persetujuan pemberian program optimalisasi penyelesaian Piutang Negara kepada
Penanggung Utang.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II PP Nomor:
35 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly
pada 6 September 2017 itu.

Anda mungkin juga menyukai