Makalah MHN HALUSINASI
Makalah MHN HALUSINASI
“HALUSINASI”
Disusun oleh :
Faizatul Mudawwamah
Ifa Rahmawati
Novitasari Andriani
Rahmayani Latif
Ratih Kumalasari
Suryat Muhsan
Halusinasi, atau salah persepsi indrawi yang tidak berhubungan dengan stimulus
eksternal yang nyata, mungkin melibatkan salah satu dari lima indra. (Townsend,
2002).
Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari lima panca indra yaitu
pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, penghidu (Stuart dan Laria, 2005).
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan
yang menimbulkannya atau tidak ada obyek (Sunardi, 2005).
Halusinasi adalah persepsi sensoris palsu yang tidak disertai dengan stimuli
eksternal yang nyata. Halusinasi merupakan suatu pengalaman sensorik tanpa dasar
yang mencukupi dalam rangsangan luar, namun demikian pasien menentukan letak
asalnya di luar dirinya sendiri.
2. Klasifikasi
a. Halusinasi Hipnagogik: persepsi sensoris palsu yang terjadi saat akan tertidur;
biasanya dianggap sebagai fenoma yang non patologis.
b. Halusinasi Hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat terbangun dari tidur;
biasanya dianggap tidak patologis.
c. Halusinasi Dengar (Auditoris): persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara
tetapi juga bunyi-bunyi yang lain, seperti musik; merupakan halusinasi yang
paling sering pada gangguan psikiatri.
d. Halusinasi Visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang
berbentuk (contoh: orang) dan citra tidak berbentuk (contoh: kilatan cahaya)
paling sering pada gangguan organik.
e. Halusinasi Cium (olfaktorius): persepsi membau yang palsu; paling sering pada
gangguan organik.
f. Halusinasi Kecap (Gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu seperti
rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kejang; paling
sering pada gangguan organik.
g. Halusinasi Raba (Taktil; Haptik): persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi
permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom limb), sensasi
adanya gerakan pada atau dibawah kulit (kesemutan).
h. Halusinasi Somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di dalam
atau terhadap tubuh, paling sering berasal dari visceral (halusinasi kenestetik).
i. Halusinasi Liliput: persepsi yang palsu dimana benda-benda tampak lebih kecil
ukurannya (mikropsia).
j. Halusinasi yang sejalan dengan mood (Mood-Congruent Hallucination):
Halusinasi dimana isi halusinasi adalah konsisten dengan mood yang tertekan
atau manik (contoh: pasien yang mengalami depresi mendengar suara yang
mengatakan bahwa pasien adalah orang jahat; seorang pasien manik
mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien memiliki harga diri,
kekuatan dan pengetahuan yang tinggi).
k. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (Mood-Incongruent Hallucination):
halusinasi dimana isinya tidak konsisten dengan mood yang tertekan atau
manik (contoh: pada depresi, halusinasi tidak melibatkan tema-tema tersebut
seperti rasa bersalah, penghukuman yang layak diterima atau
ketidakmampuan; pada mania, halusinasi tidak mengandung tema-tema
tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang tinggi).
l. Halusinosis: halusinasi, paling sering adalah halusinasi dengar, yang
berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronis dan terjadi dalam
sensorium yang jernih, berbeda dengan delirium tremens (DTs), yaitu
halusinasi yang terjadi dalam konteksa sensorium yang berkabut.
m. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain (contoh;
suatu sensasi audiotoris yang disertai atau dicetuskan oleh suatu sensasi
visual; suatu bunyi dialami sebagai dilihat, atau suatu penglihatan dialami
sebagai di dengar).
n. Trailing Fenomenon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat
halusinogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang
terpisah dan tidak kontinu.
3. Faktor Prediposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi
otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi
(post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
4. Manifestasi klinis
1) Tahap 1
Memberikan rasa nyaman tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi merupakan
suatu kesenangan.
Karateristik (non verbal)
a) Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
b) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menyebabkan ansietas
c) Pikiran dan pengalamn sensori masih ada dalam kontrol kesadaran
Perilaku klien :
Perilaku klien :
3) Tahap III
Mengontrol tingkat kecemasan berat. Pengalamn sensori halusinasi tidak dapat ditolak.
Karakteristik (non verbal) :
a) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)
b) Sulit untuk berhubungan dengan orang lain
c) Kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir
Perilaku klien :
a) Perilaku panik
b) Sulit untuk berhubungan dengan orang lain
c) Berkeringat, tremor
d) Tidak mmapu memenuhi perintah dari orang lain dan dalam kondisi sangat
menegangkan
e) Perhatian dengan lingkungan kurang
4) Tahap IV
Menguasai tingkat kecerdasan, panik secara umum diatur dan dipengaruhi oleh
halusinasinya
Karakteristik (non verbal)
a) Pengalamn sensori jadi mengancam
b) Halusinasi dapat terjadi beberapa jam atau beberapa hari
Perilaku klien :
a) Perilaku panik
b) Potensial untuk bunuh diri atau membunuh
c) Tindakan kekerasan agitasi, menarik atau katasonik
d) Tidak mampu merespon terhadap lingkungan
Adaptif Maladaptif
a. Respon adaptif
1) Pikiran logis
Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima oleh akal.
2) Respon akurat
Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat.
3) Perilaku sesuai
Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut diwujudkan
dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
4) Hubungan sosial
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan ditengah – tengah
masyarakat (Stuart, 2009).
b. Respon transisi
1) Distorsi fikiran
Kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil keputusan.
2) Ilusi
Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulasi sensori.
3) Reaksi emosi berlebihan atau berkurang
Emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
4) Perilaku aneh dan atau tidak sesuai
Perilaku aneh yang tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah
dan tidak kenal orang lain.
5) Menarik Diri
Perilaku menghindar dari orang lain (Stuart, 2009).
c. Respon maladaptif
1) Gangguan pikiran atau delusi
Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh
orang lain dan bertentangan dengan realita sosial
2) Halusinasi
Persepsi yang salah terhadap ranngsangan.
3) Sulit berespon emosi
Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,
kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.
4) Perilaku disorganisasi
Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang dirimbulkan.
5) Isolasi sosial
Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang
negatif dan mengancam (Stuart, 2009).
6. Pohon masalah
Menurut Rasmun (2001) pohon masalah klien dengan halusinasi :
8. Penatalaksanaan Medis :
1) Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah therapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong dalam pengobatan
psikofarmaka adalah :
a. Clopromazine (CPZ)
Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat normal, sosial dan titik
terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu
bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mekanisme kerjanya
adalah memblokade dopamine pada reseptor sinap diotak khususnya system
ekstra pyramida. Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering,
kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung. Kontra indikasinya penyakit hati,
kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit sistem syaraf pusat,
gangguan kesadaran.
b. Thrihexyfenidil (THP)
Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca ensefalitis dan
idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserfina dan senoliazyne.
Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan anti
kolinergik lainnya.
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma sudut sempit,
psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan obstruksi saluran cerna.
c. Halloperidol (HLP)
Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada
reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya system limbic dan system
ekstra pyramidal
Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan otonomik yaitu mulut
kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan kesadaran.
2) Therapy Somatik
Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan langsung
mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatik adalah :
a. Elektro Convulsif Therapy
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt. Cara kerja ini belum diketahui secara jelas, namun dapat
dikatakan bahwa therapy ini dapat memperpendek lamanya serangan
Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain.
b. Pengekangan atau pengikatan
Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti manset
untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei pengekangan
dimana klien dapat di imobilisasi dengan membalutnya. Cara ini dilakukan pada
klien halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya :
marah-marah, mengamuk
c. Isolasi
Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak
dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Cara ini dilakukan
pada klien halusinasi yang telah melakukan perilaku kekerasan seperti
memukul orang lain/ teman, merusak lingkungan dan memecahkan barang-
barang yang ada didekatnya.
3) Therapy Okupasi
Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mencurahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja
dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga
diri seseorang. Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai
media pelaksana.
Prinsip Tindakan
Baihaqi dkk. Gangguan dalam Persepsi yang Umum. Psikiatri (Konsep Dasar dan
Gangguan-gangguan). Bandung: PT Refika Aditama.2007. 70–72
Kaplan, Sadock. Gangguan Persepsi. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.2010. 476-477.
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Keliat, B.A, Panjaitan, R.U., & Helena, N.(2006). Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Leff dan Isaacs. Halusinasi. Pemeriksaan Psikiatri dalam Praktek Klinis Edisi 3.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran PD Publika. 68-76