Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), Tuberkulosis
(TB) masih merupakan salah satu penyakit pada anak dengan tingkat morbiditas
dan mortalitas yang masih tinggi. Diperkirakan, TB masih merupakan salah satu
dari tiga penyakit infeksi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas terbanyak
di seluruh dunia dan merupakan peringkat kedua penyebab kematian karena
infeksi setelah HIV/AIDS. 1

Meningkatnya kasus TB pada anak diperkirakan berkaiatan dengan


kesulitan dalam menegakkan diagnosis. Salah satu diantaranya adalah, kesulitan
mendapatkan M. Tuberculosis sebagai kuman penyebab. Berbagai kemajuan
teknologi telah memberi dukungan sebagai penunjang diagnosis. Namun, pada
sarana pelayanan kesehatan dengan fasilitas terbatas, penerapan teknologi sebagai
penunjang diagnosis TB pada anak tidak mungkin dilakukan. Karena itu, sistem
skoring sebagai alternatif untuk menegakkan diagnosis sangat mungkin untuk
diterapkan. 1

Tuberkulosis anak adalah suatu penyakit sistemik sehingga dapat


mengenai organ mana saja dalam tubuh, terutama akibat penyebaran secara
hematogen. Penyakit tuberkulosis pada anak berpotensi menimbulkan berbagai
persoalan, mulai dari kasus gagal tumbuh, kecacatan, bahkan kematian,
tergantung pada organ tubuh yang diserang serta beratnya kasus.2

Gambaran klinis tuberkulosis tidak selalu spesifik sehingga sering sukar


untuk mendiagnosis tuberkulosis secara klinis, terutama tuberkulosis dini.
Sebagian besar (65 %) kasus tuberkulosis ditemukan karena uji tuberkulin yang
dikerjakan secara rutin, 25 % datang dengan tuberkulosis berat atau secara klinis
jelas, misalnya meningitis tuberkulosa, spondilitis, limfadenitis superfisialis dan
skrofuloderma. Hanya 10 % ditemukan karena dicurigai secara klinis, misalnya
ada kontak dengan penderita tuberkulosis dewasa, sering demam, berat badan
menurun serta adanya infeksi saluran nafas akut yang berulang. Diagnosis dini

1
tuberkulosis anak sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
kematian. Diagnosis pasti tuberkulosis pada anak dilakukan dengan menemukan
mycobacterium (MTB) dari bahan seperti sputum, bilasan lambung, biopsi, dan
lain-lain. Akan tetapi, pemeriksaan ini sulit dan jarang didapat sehingga sebagian
besar diagnosis tuberkulosis anak berdasarkan pemeriksaan gambaran klinis,
gambaran radiologis, dan uji tuberkulin.2

Sumber penyebaran tuberkulosis umumnya adalah orang dewasa dengan


sputum basil tahan asam positif, faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama
sirkulasi udara yang tidak baik, sehingga penanggulangan tuberkulosis ditekankan
pada pengobatan tuberkulosis dewasa. Akibatnya penanganan tuberkulosis anak
kurang diperhatikan.2

Anak yang terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi
sakit TB. Faktor resiko yang pertama adalah usia. Anak berusia ≤5 tahun
mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB
karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Resiko sakit
TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan pertambahan usia. Anak
usia <5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB
millier dan meningitis TB), dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Resiko tertinggi terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB adalah
selama satu tahun pertama setelah infeksi, terutama selama 6 bulan pertama. Pada
bayi, rentang waktu antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (< 1
tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut.2

Pada tahun 2007, IDAI bekerja sama dengan Kemenkes RI dan di dukung
WHO, membentuk kelompok kerja TB anak (Pokja TB anak). Salah satu tugasnya
adalah mengembangkan sistem skoring yang baru untuk meningkatkan sensitifitas
dan spesifisitas diagnosis TB pada anak. Sistem skoring dikembangkan terutama
untuk penegakkan diagnosis TB anak pada sarana kesehatan dengan fasilitas yang
terbatas. Untuk mendiagnosis TB disarana yang memadai, sistem skoring hanya

2
digunakan sebagai uji tapis. Setelah itu dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang
lainnya, seperti bilas lambung (BTA dan kultur M.tuberkulosis), patologi anatomi,
pungsi pleura, pungsi lumbal, CT-scan, funduskopi, serta pemeriksaan radiologis
untuk tulang dan sendi.2

Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai Tuberculosis Ekstra Paru
pada pasien anak yang dirawat di ruangan nuri atas RSU Anutapura Palu.

3
BAB II

Laporan Kasus

IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. Wiwi Adisti Nama Orangtua:


Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan :
Tgl.Lahir/Usia: 1/3/2004 (14 tahun) Alamat : Ds. Loli
Tgl Masuk/Jam: 30 Agustus 2018
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sakit Perut
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien anak perempuan masuk rumah sakit dengan

keluhan sakit perut yang dirasakan sejak 3 bulan

yang lalu, dan memberat seminggu terakhir

SMRS. Nyeri perut di rasakan di bagian perut

sebelah kanan, nyeri dirasakan seperti tertekan,

nyeri hilang timbul, untuk faktor yang

mempengaruhi nyeri pasien tidak mengetahui secara

pasti namun ketika ada makanan atau minuman

yang masuk kedalam perutnya, beberapa menit

kemudian pasien akan merasakan nyeri perut

kembali, ketika pasien diberikan skala nyeri dari

nilai 1 sampai 10, pasien mengtakan nyerinya

sekitaran 7-8. Untuk mengurangi nyerinya pasien

hanya membiarkannya dan sempat melakukan

pengobatan tradisional berupa pemijatan pada

4
bagian perutnya namun tidak berlangsung lama

nyeri dirasakan kembali. Keluhan lain yang

menyertai berupa pasien tidak mengalami haid

selama 7 bulan, keluhan lain berupa pasien

merasakan tenggorokan seperti berlendir sejak

kurang lebih 6 bulan yang lalu mengaku sering

demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, sering

berkeringat malam namun tidak melakukan aktivitas

sama sekali, dan berat badan pasien dirasakan

menurun akibat nafsu makannya juga dirasakan

menurun. Untuk kelihan batuk pasien menyangkal.

Mual (- ), muntah (-), BAB (+) biasa, BAK (+)

Lancar.

Riwayat Penyakit Sebelumnya : pasien menyatakan sebelum pasien tidak

pernah mengalami hal serupa seperti yg di

alami sekarang ini.

Riwayat Penyakit Keluarga : pasien mengatakan bahwa kakak

perempuannya menderita penyakit TB paru

dan sedang dalam masa pengobatan.

Riwayat Sosial-ekonomi : Menengah kebawah

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan : Disekitaran rumahnya pasien mengatakaan

ayahnya adalah seorang perokok aktif, dan

5
diekitaran rumahnya tidak ada yang mengalami

batuk-batuk selain kakak dari pasien.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan : menurut pengakuan keluarga, pasien

dilahirkan dirumah tanpa bantuan seorang bidan,

untuk BBLnya tidak dikketahui.

Anamnesis Makanan : Asi :0-6 bulan


Sufor :6-9 bulan
Bubur :>1 tahun
Makanan Dewasa : > 1,5 tahun
Riwayat imunisasi :

Orang tua pasien mengatakan bahwa imunisasi

dasar anaknya lengkap atau tidak.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum :Sakit Sedang BB :27 Kg
Kesadaran :Composmentis PB :150 Cm
Status Gizi : BB/PB :27/40 % ( Gizi Buruk)
BB/U :27/51 % (BB Kurang)
TB/U :150/161% (Tinggi Normal)
Tanda Vital
0
Denyut Nadi : 140 kali/menit Suhu : 37,6 C
Tekanan Darah: 90/60 mmHg Respirasi : 24 kali/menit

Kulit : Turgor Kulit Kembali Cepat

6
Kepala :

Bentuk : Normocephal Mulut :Sianosis (-)


Mata : Ikterik ( +/+ ) Anemia (- /- ) Stomatitis (-)
Cekung ( - / - ) Lidah Kotor (-) &
Konjungtivitis ( +/+ ) Tremor(-)
pupil isokor ( + / +) ±2.5 /2.5 cm Pucat (-) Kering (-)
Hidung : Rhinorrea ( - ) Tonsil : T1 /T1 , Hiperemis (-)
Telinga : Otorrhea (-)

Leher : Kaku Kuduk (-)


Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), Struma (-)
Dada

Paru-paru
Inspeksi : Simetris Bilateral (+/+), Retraksi Dinding dada (-/-)
Palpasi : Vokal Fremitus Ka=KI (+/+),
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Bronkovesikular (-/-), Vesikular (+ /+), Rhonki (-/-), Wh (-/-)
Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis Terlihat di SIC V Pada Linea Midclavicularis Kiri


Palpasi : Ictus Cordis Teraba di SIC V Pada Linea Midclavicularis Kiri
Perkusi : Batas Jantung Normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II, Murni reguler
Abdomen
Inspeksi : Perut nampak Datar
Auskultasi : Peristaltik (+), Kesan Normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio abdomen dextra, perut keras seperti
papan

7
Pembesaran Hepar (-)
Pembesaran Limpa (-)
Punggung : Vertebrae Abnormal (-)

Genitalia : Tidak dilakukan Pemeriksaan

Anggota gerak Ekstremitas atas : Akral Hanga (+/+), Edema (-/- )

Ekstremitas bawah : Akral Hanga (+/+), Edema (-/-)

Otot-otot : Eutrofi

Refleks : Fisiologis : Patologis:

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium:

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi


Pemeriksaan
WBC 4.1 x 10 ^3/uL 4.8-10.8 Menurun
Darah Lengkap

RBC 3.6 x 10^6/uL 4.7-6.1 Menurun


HGB 8.2 g/dL 14-18 Menurun
HCT 27.2% 42-52 Menurun
PLT 388 150-450 Normal
MCV 76.6 fL 80-99 Menurun
MCH 23.1 pg 27-31 Menurun
SGOT 24 U/L 0-35 Normal
Kimia
Darah

SGPT 13 U/L 0-45 Normal

Urin HCG Negatif Negatif Normal


Radiologi:

8
9
10
Foto Thorax

Resume:Pasien Anak perempuan umur 14 tahun datang dengan keluhan kolic

abdomen yang dirasakan sejak 3 bulan yg lalu, nyeri seperti tertekan, nyeri hilang

timbul berlokasi di regio kuadran hipokondrium dextra, lumbal dextra, dan

inguinal dextra. BB turun, Nafsu makan turun, Night Sweat (+), Tenggorokan

terasa berlendir namun tidak batuk. Kakak pasien sedang dalam masa pengobatan

6 bulan untuk penyakit tuberculosis.

Pemeriksaan fisik

Ditemukan pada auskulati paru rhonki (+/+)

Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan regio dextra abdomen, dan perut

terasa mengeras seperti papan.

Pada pemeriksaan penunjang dari hasil USG kesan Peritonitis TB

Pada pemeriksaan foto thorax dengan kesan TB Paru Lama Aktif Lesi Luas

11
Diagnosis: Diagnosis Kerja : Tuberculosis Ekstra Paru – Peritonitis TB

Diagnosis Banding : Tuberculosis Paru

Obstruksi Usus

Terapi:

Asam Mefenamat 3 x 500mg

Paracetamol 3 x 250mg (K/P)

OAT FDC 2HRZE

RHZ(72/50/150) 1 x 5 Tab

Etambutol Pulv 1 x 550 mg

Anjuran :

Pemeriksaan Rapid Tes

12
BAB III

DISKUSI
Pada kasus ini didapati seorang pasien anak perempuan usia 14 tahun

datang dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan yang sudah dialami ± 3 bulan.

Nyeri biasanya hilang – timbul dan dirasakan seperti tertekan, keluhan ini disertai

dengan demam ± 3 bulan, Tenggorokan terasa berlendir ± 6 bulan yang lalu, BAK

lancar-normal. Riwayat BAB (+) Biasa, Pasien juga mengeluhkan nafsu makan

menurun semenjak mengalami keluhan ini disertai dengan berat badan yang turun

drastis dalam waktu 3 bulan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, nyeri tekan

abdomen (+) regio perut dextra, perut teraba seperti papan. Beberapa pemeriksaan

penunjang telah dilakukan diantaranya foto rontgen thoraks PA dan USG

abdomen untuk penyebab nyeri perut pada pasien dikarenakan apa

Hasil pemeriksaan foto rontgen thoraks PA memberi kesan TB paru lama

aktif lesi luas, sedangkan, pemeriksaan USG abdomen dengan kesan peritonitis

TB.

Lokasi primer dari TB ialah paru-paru yang kemudian dapat menginfeksi

organ tubuh lain termasuk organ-organ pada abdomen yang dikenal sebagai

Tuberkulosis abdominal.3 Tuberkulosis abdominal melibatkan single atau multiple

area dari sistem gastrointestinal dengan lokasi yang paling sering ialah peritoneum

dan usus halus.4,5,6 Mesenterial serta lymph nodenya juga sering terkena

dampaknya tapi dengan ukuran yang lebih kecil. Tuberkulosis abdominal dapat

terjadi pada semua umur baik pria maupun wanita tapi yang paling sering yaitu

13
wanita muda dan dewasa.4,6 Peningkatan angka kejadian tuberkulosis abdominal

pada wanita sudah sering dilaporkan dalam berbagai jurnal.4,6,

Pada kasus ini, pasien anak perempuan berusia 14 tahun dengan kesan

pemeriksaan foto rontgen thorax PA ialah TB paru lama aktif dan temuan USG

limfadenopati disertai ascites dengan kesan peritonitis TB. Hal ini sesuai dengan

teori bahwa lokasi primer TB ialah paru-paru, Selain itu pasien juga tergolong

dalam kelompok wanita dengan usia muda yang berisiko menderita tuberkulosis

abdominal.

Patofisiologi TB usus dapat dijelaskan dalam empat mekanisme

diantaranya :1) penyebaran aktif secara hematogen atau TB paru milier; 2)

menelan dahak pasien TB paru aktif; 3) konsumsi makanan atau susu yang telah

terkontaminasi oleh dahak pasien TB paru aktif; 4) penyebaran melalui organ

yang bersebelahan atau berdekatan.4

Ada tiga bentuk tuberkulosis abdomen: tuberkulosis primer, skunder dan


tuberkulosis ileo-caecal hiperplastik. Secara klinis, bentuk-bentuk primer dan
skunder hampir serupa. 7

1. Fokus primer. Dahulu di Eropa disebabkan oleh tuberkulosa Bovinus


melalui infeksi dari susu sapi. Lesi primer mungkin terjadi pada dinding
usus besar tetapi lesi-lesi pada kelenjar limfe mesenterika dan
penyebarannya yang menyebabkan timbulnya gejal-gejala klinik. Pada
beberapa kasus, penyakit timbul dari penyebaran hematogen melalui
kelenjar limfe atau peritoneum. Hal ini mengkin sama dengan yang terjadi
di Asia Afrika, dimana penyakit bovines jarang dicurigai, meskipun di
banyak negara kita tidak mempunyai informasi yang cukup. Kelenjar limfe
membesar dan jika kelenjar ini pecah, infeksi akan menyebar ke kavum
peritoneum dan dapat terjadi asites. Perlekatan dari kelenjar-kelenjar
usus besar, menyebabkan terjadinya obstruksi. Fistula mungkin terjadi
antara usus dan kandung kencing atau usus dengan dinding perut.

14
2. Pada bentuk skunder, pasien dengan tuberkulosis paru menelan
sputumnya. Kuman tuberkulosis pada sputum menginfeksi dinding usus,
biasanya ileum dan menyebabkan ulserasi . Fistula dapat terjadi. Infeksi
dapat menyebar ke kavum abdomen dan menyebabkan asites.

3. Tuberkulosis ileo-caecal hiperplastik, merupakan bentuk yang jarang

terjadi pada penyakit ini. Terjadi pada daerah katup ileocaecal.7,8,9

Lapisan mukosa dari saluran gastrointestinal dapat terinfeksi oleh basil

tuberkel dalam bentuk tuberkel epitheliod di jaringan lhympoid dari submukosa.

Setelah 2 – 4 minggu, nekrosis caseosa dari tuberkel menunjukkan adanya ulserasi

dari permukaan mukosa sampai ke lapisan yang paling dalam, lhymponodus yang

berdekatan serta peritoneum. Sangat jarang, basil tuberkel dapat masuk kedalam

sirkulasi portal atau ke dalam arteri hepatik untuk menginfeksi organ-organ

seperti, liver, pancreas dan limpa.10

Pada kasus ini, pasien memiliki riwayat tenggorokan terasa berlendir

dalam waktu yang lama ± selama 6 bulan. Sesuai teori, penularan ke usus bisa

melalui hematogen, atau pasien menelan dahaknya sendiri.

Simptom dan gejala klinis dari TB usus tidak spesifik dan hampir mirip

dengan penyakit-penyakit intra-abdominal yang lain sehingga menyebabkan

penundaan diagnosis yang berakibat pada perkembangan komplikasi yang

cepat.10,11 Nyeri abdomen merupakan simptom yang paling sering ditemui saat

anamnesis. Simptom yang lain berupa anemia, hipoalbuminemia, kehilangan berat

badan dan nafsu makan menurun, demam, distensi abdomen, masa padat, keras,

nodul dan immobile pada regio iliaca kanan yang dimana mirip dengan carcinoma

15
caecal. Simptom-simptom ini sering ditemui pada berbagai penelitian yang

serupa.10,11,12

Pada kasus ini pasien memiliki simptom dan gejala sesuai dengan teori

yakni nyeri abdomen (+), nafsu makan menurun (+), kehilangan berat badan (+),

demam (selama ± 6bulan yang lalu), distensi abdomen (+) dan teraba seperti

papan, anemia (HB : 8,2 g/dl). Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa, Gejala klinis dari tuberkulosis usus yaitu:7

1. Kehilangan berat badan, kehilangan nafsu makan sering terjadi.


2. Nyeri samar abdomen, demam, keringat malam hari, diare,
memendeknya masa menstruasi

3. Massa abdomen sering terasa lunak, sering juga terdapat cairan


abdomen (asites), kadang-kadang banyak terdapt cairan, sehingga tidak
dapat dirasakan adanya suatu massa, sehingga asites merupakan satu-
satunya tanda. Pada Tuberkulosis ileocaecal hiperplastik terdapat nyeri
dan massa yang dirasakan di perut kanan bawah. Mungkin tidak
ditemukan tanda-tanda ditempat lain

4. Serangan obstruksi gastrointestinal dengan nyeri akut dan distensi


abdomen.

5. Batuk dengan sputum, jika kelainan usus besar ini disebabkan oleh
tertelannya sputum dari tuberkulosisi paru bentuk skunder.

Diagnosis ditentukan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium,

penemuan endoskopi dan radiologi. Pemeriksaan bakteriologi dan penemuan

hisopatologi bukan merupakan gold standar dalam mendiagnosis TB usus.

Diagnosis TB usus biasanya diperkuat oleh penemuan serta penelitian dari

radiologi dan histopatologi. Metode biopsi berupa endoskopi mukosa GI

(Gastrointestinal), endoscopic ultrasound guided biopsy, dan pembedahan

16
(terbuka atau laparoskopi) biopsi. Pada TB usus ditemukan multipel granuloma,

panjang (lebih dari 200 µm) dan bersatu pada mukosa dan submukosa. Penemuan

pemeriksaan hematologi tidak spesifik termasuk peningkatan kadar sedimen

eritrosit, anemia dan hipoalbuminemia. Cairan tubercular asites dengan protein

kurang dari 3 g/dl, dengan total cell count dari 150-4000/µL dan peningkatan

limfosit.12

Pada kasus ini, diagnosis didasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan

laboratorium (pemeriksaan darah lengkap), radiologi (foto thoraks PA) dan

pemeriksaan USG.

Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis TB abdominal diantaranya

ultrasonography (USG), CT, pemeriksaan barium dan magnetic resonance

imaging (MRI). USG ditemukan adanya lymphadenopati, asites tuberkular,

penebalan peritonel, penebalan omental dan penebalan dinding perut pada

beberapa kasus. Plain radiographs menunjukan enterolit, perforasi dan gambaran

obstruksi usus. Pemeriksaan barium merupakan gold standard dalam

mendiagnosis adanya striktur, fistula, erosi dan lain sebagainya.13,14

Pada kasus ini, pemeriksaan penunjang yang dilakukan ialah USG

abdomen namun hasil pemerikaan tidak begitu bermakna karena sebelum

dilakukan pemeriksaan pasien tidak dipersiapkan dengan baik sehingga hasil

pemeriksaan tidak begitu berkesan.

Dalam beberapa tahun terakhir teknik pemeriksaan molekular dan

immunulogi sering digunakan sebagai pendekatan baru yang secara langsung

dapat mendiagnosis TB abdominal. Contoh klinis seperti cairan asites,

17
lymphnode, penebalan omentum dan mesenterial. Memasukan urutan rangkaian

IS6110 merupakan target untuk polymerase chain reaction (PRC) yang

diimplikasikn untuk contoh klinis tersebut.14

TB abdominal umumnya responsif terhadap pengobatan medis saja,

penentuan diagnosis yang cepat dapat mencegah dilakukannya intervensi bedah

yang tidak perlu.13 Dengan tersedianya terapi antituberkulosis, tindakan operatif

biasanya dicadangkan untuk kasus-kasus dengan indikasi tindakan operatif bila

pengobatan medis saja tidak adekuat seperti ileus obstruksi, perforasi, abses dan

pembentukan fistula. Bahkan pada kasus striktur TB manajemen medis dengan

obat antituberkulosis akan menghasilkan resolusi simptom yang signifikan pada

sebagian besar pasien.14 Endoscopic Balloon Dilation merupakan alternatif untuk

manajemen tindakan pembedahan untuk striktur GI.

18
Gambar 4. Algoritma Manajemen untuk TB Abdominal 25

Semua kasus yang didiagnosis sebagai TB gastrointestinal harus menerima

setidaknya 6 bulan terapi antituberkulosis yang mencakup dua bulan awal dengan

isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol tiga kali seminggu. 15 Meskipun 6

bulan rejimen pengobatan dianjurkan sesuai pedoman program TB nasional yang

telah direvisi, tetapi banyak dokter yang memperpanjang rejimen pengobatan

selama 9 atau 12 bulan. Namun tidak ada perbedaan yang terlihat dalam

efektivitas antara 6 bulan pengobatan rejimen antituberkulosis dengan rifampisin,

isoniazid untuk 2 bulan diikuti oleh rifampisin dengan isoniazid untuk 4 bulan

(seri 6R) dan 12 bulan rejimen standar etambutol yang dilengkapi dengan

streptomisin untuk 2 minggu.15

19
Tindakan operatif pada TB gastrointestinal terdiri dari tiga jenis.16 Tipe

pertama adalah operasi yang dilakukan untuk memotong segmen usus yang

terlibat seperti pada kasus enteroenterostomi atau kolostomi ileotransversa.

Operasi ini biasanya dipersulit oleh adanya sindrom blind loop, pembentukan

fistula dan munculnya infeksi yang berulang pada segmen usus yang tersisa oleh

sebab itu tindakan pembedahan ini tidak sering dilakukan. Tipe kedua adalah

tindakan pembedahan yang melibatkan reseksi radikal seperti hemikolektomi dan

dapat dilakukan pengobatan bersamaan dengan pemberian obat antituberkulosis

sehingga dapat sepenuhnya mengobati penyakit ini. Operasi ini juga dipersulit

oleh status kurang gizi pasien dari sebagian besar pasien dengan tuberkulosis

gastrointestinal. Selain itu dapat terjadi lesi secara luas pada tempat pembedahan

dan reseksi radikal tidak dapat dilakukan pada semua kasus. Tipe ketiga biasanya

bersifat konservatif seperti strikturplasti pada kasus-kasus striktur yang

menyebabkan lebih dari 50% luminal compromise. Jenis-jenis operasi konservatif

yang biasanya dilakukan saat ini. Perforasi yang diakibatkan oleh TB usus

biasanya diterapi dengan reseksi segmen usus yang teribat dengan anastomosis

primer.16

Pada kasus ini pasien diterapi dengan Asam Mefenamat 3 x 500mg, Paracetamol 3

x 250mg (K/P), OAT FDC 2HRZE =RHZ(72/50/150) 1 x 5 Tab, Etambutol Pulv 1

x 550 mg .

20
21

Anda mungkin juga menyukai