2, 2011, 38 - 51
ABSTRAK
Populasi ikan ekor kuning (Caesio cuning) di perairan Kepulauan Seribu telah mengalami
penurunan. Penyebab utama menurunnya kelimpahan ikan Caesio cuning adalah karena terjadi
kerusakan ekosistem terumbu karang yang merupakan habitat hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji keterkaitan sumber daya ikan Caesio cuning dengan karakteristik habitat. Penelitian ini
dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan Seribu pada Bulan Mei 2009. Pengamatan tutupan substrat bentik,
lifeform dan jumlah genus karang menggunakan metode transek kuadrat, sedangkan untuk melihat
kelimpahan sumberdaya ikan Caesio cuning menggunakan Underwater Visual Cencus. Tutupan substrat
bentik didominasi oleh tutupan abiotik dengan nilai rata-rata 36,42%, rata-rata tutupan karang keras
sebesar 32,27% (kondisi sedang) didominasi oleh coral foliose, coral massive, acropora branching dan
coral encrusting. Rata-rata kelimpahan ikan Caesio cuning sebesar 67 individu/250 m2. Utara Pulau
Pramuka, Barat Pulau Panggang, dan Selatan Pulau Panggang hanya dijumpai ikan-ikan kecil. Usulan
pengelolaannya disamping melakukan penutupan, perlu dilakukan introducing induk. Sebaliknya Timur
Pulau Pramuka dan Timur Pulau Kayu Angin hanya ditemui ikan-ikan besar. Usulan pengelolaan
disamping melakukan penutupan, perlu diikuti dengan introducing juvenile ikan. Pada bagian Barat Pulau
Kayu Angin dapat dilakukan penutupan untuk memberikan kesempatan juvenile untuk tumbuh dan ikan
dewasa untuk memijah. Bagian Selatan Pulau Belanda memiliki seluruh selang ukuran dan juga
penutupan karang yang bagus. Kawasan ini dapat dijadikan Daerah Perlindungan laut dan pengembangan
ekowisata yang ramah lingkungan.
Kata Kunci: ekosistem terumbu karang, sumberdaya ikan,pengelolaan sumberdaya ikan ekor kuning,
keterkaitan habitat,Kepulauan Seribu.
ABSTRACT
Population of Yellow tail fusilier fish (Caesio cuning) in Seribu Islands at this time has
decreased. The main cause of decreasing in abundance of the fish is due to degradation of coral reef
ecosystem as a habitat of the fish. The purposes of the study is to examine the association of Yellow tail
fusilier fish resources with habitat characteristics. The study was conducted in the Seribu Islands waters
on May 2009, at the four islands, each consisting of two observation locations. Percentage benthic
substrate cover, and the number of coral lifeform using the Square Transect method, while to see the
abundance of the fish resources using Underwater Visual Cencus. Benthic substrate cover was dominated
by abiotic cover (36.42%), hard coral cover was in fair condition (32.27%), dominated by foliose coral,
massive coral, acropora branching and encrusting coral. The abundance of Yellow tail fusilier fish was
67 individu/250 m2. North Pramuka, West Panggang, and South Panggang was only observed some small
fishes. Closing area can be implemented for management purposes with the combination of introducing
brooder. In vise versa East Pramuka and East Kayu Angin have been observed only adult fishes. Closing
area can be implemented for management purposes with the combination of introducing juveniles. In
West Kayu Angin closing area can be implemented to give the opportunity juvenile for growing and adult
for breading. South Belanda have all range of size fishes as well as good condition of habitat. It is
therefore, this can be developed as marine protected area with eco-freienly marine tourism activities.
Keywords : coral reef ecosystem, fish resources, yellow tail fusilier fish, habitat linkages, Seribu
islands.
PENDAHULUAN penurunan, persentase penutupan karang keras
adalah 33,2% tahun 2005 (kondisi sedang).
Terumbu karang merupakan habitat bagi Porsi terbesar kerusakan terumbu karang adalah
beragam biota, sebagai berikut: (1) beraneka akibat ulah manusia, di antaranya penangkapan
ragam avertebrata (hewan tak bertulang ikan yang merusak dan berlebih. Jenis alat
belakang), terutama karang batu (stony coral), tangkap yang umum digunakan untuk
juga berbagai krustasea, siput dan kerang- menangkap ikan Caesio cuning di Kepulauan
kerangan, ekinodermata (bulu babi, anemon Seribu antara lain adalah bubu dan jaring
laut, teripang, bintang laut dan leli laut); (2) muroami (Dinas Peternakan, Perikanan dan
beraneka ragam ikan: 50% - 70% ikan kornivora Kelautan Provinsi DKI Jakarta 2007).
oportunik, 15% ikan herbivora, dan sisanya Penyebaran alat tangkap tersebut terutama pada
omnivora; (3) reptil, umumnya ular laut dan daerah-daerah yang mempunyai kekayaan
penyu laut; dan (4) ganggang dan rumput laut, terumbu karang yang tinggi, sehingga hal ini
yaitu: algae hijau berkapur, algae karolin dan akan mengancam keberadaan ekosistem
lamun (Bengen 2002). terumbu karang.
Interaksi antara ikan karang dan Informasi mengenai karakteristik habitat
terumbu karang sebagai habitatnya dapat setiap sumberdaya sangat dibutuhkan untuk
dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: (1) menentukan arah pengelolaan bagi
interaksi langsung sebagai tempat berlindung keberlanjutan dari sumberdaya tersebut. Kajian
dari predator pemangsa terutama bagi ikan-ikan mengenai keterkaitan sumbedaya ikan Caesio
muda; (2) interaksi dalam mencari makanan cuning dengan karakteristik habitat pada
yang meliputi hubungan antara ikan karang dan ekosistem terumbu karang sangat diperlukan
biota yang hidup pada karang termasuk alga; untuk dijadikan sebagai salah satu dasar dalam
dan (3) interaksi tidak langsung sebagai akibat merekomendasikan alternatif pengelolaan
struktur karang dan kondisi hidrologis dan sumberdaya berbasis ekosistem di Kepulauan
sedimen (Coat dan Bellwood 1991, dalam Seribu. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1)
Bawole 1998). untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu
Perairan Indonesia memiliki kurang lebih karang, (2) kondisi sumber daya ikan Caesio
132 jenis ikan yang bernilai ekonomi, 32 jenis cuning, (3) mengkaji keterkaitan antara sumber
diantaranya hidup di terumbu karang. Jenis daya ikan Caesio cuning dengan karakteristik
ikan karang yang menjadi penyumbang habitat.
produksi perikanan antara lain dari famili
Caesionidae, Holocentridae, Serranidae, METODE PENELITIAN
Siganidae, Scaridae, Lethrinidae, Priachantidae, Waktu dan Lokasi Penelitian
Labridae, Lutjanidae dan Haemulidae. Diantara Penelitian dilaksanakan pada bulan
famili tersebut, Caesionidae seperti ikan Caesio April-Juni 2009 di perairan Kepulauan Seribu
cuning merupakan kelompok ikan karang yang yang terdiri dari 4 pulau dengan asumsi adanya
dapat dieksploitasi secara komersil. keterwakilan dari kondisi ekosistem terumbu
Ikan Caesio cuning merupakan salah satu karang yang tampa pengaruh aktifitas manusia
jenis ikan karang yang menjadi target (zona inti) yaitu Pulau Belanda dan Pulau Kayu
penangkapan di perairan Kepulauan Seribu. Angin Bira dan dekat dengan aktifitas manusia
Data BPS (2008) hasil tangkapan ikan Caesio (zona pemukiman) mencakup wilayah sekitar
cuning di Kepulauan Seribu pada tahun 2003 perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang.
sebanyak 411 ton dan pada tahun 2007 Lokasi pengamatan dari keempat pulau tersebut
sebanyak 673 ton. Berdasarkan data tersebut adalah (1) Pulau Pramuka terdiri dari Utara dan
hasil tangkapan ikan Caesio cuning di Timur; (2) Pulau Panggang terdiri dari Barat
Kepulauan Seribu mengalami peningkatan dan Selatan; (3) Pulau Belanda tediri dari Utara
sebesar 262 ton dari tahun 2003 sampai tahun dan Selatan; (4) Pulau Kayu Angin Bira terdiri
2007. Peningkatan hasil tangkapan tersebut dari Timur dan Barat. Lokasi-lokasi tersebut
didukung oleh peningkatan upaya penengkapan merupakan daerah penangkapan (fishing
yaitu 70 unit kapal tahun 2003 menjadi 77 unit ground).
kapal tahun 2007. Kegiatan penangkapan yang
tidak terkontrol dapat mengarah pada hasil Metode Survey
tangkap lebih (over fishing) sehingga berakibat Pengambilan data lingkungan (parameter
menurunnya populasi ikan dan mengancam fisika, kimia dan nutrien) dilakukan dengan cara
kelestarian sumberdaya itu sendiri. in-situ (suhu, kecepatan arus dan kecerahan) dan
Estradivari et al. (2007) menjelaskan pengambilan sampel air (salinitas, pH,
kondisi ekosistem terumbu karang mengalami kekeruhan, phosfat (PO4-P), nitrat (NO3-N),
sedangkan plankton menggunakan planktonet Kelimpahan plankton di perairan
yang berbentuk kerucut dengan diameter mulut dihitung mengunakan metode sapuan di atas
jaring 31 cm, panjang 80 cm dan ukuran mata gelas obyek Sedwigck Rafter (Basmi 2000)
jaring 60 µm. Plankton yang tersaring dengan satuan individu per meter kubik
dimasukan kedalam botol berukuran 100 ml (individu/m3):
selanjutnya diawetkan dengan lugol, selanjutnya
dianalisis di laboratorium. Selanjutnya data
tutupan substrat dasar diambil dengan metode
foto transek quadrat sepanjang 50 m mengikuti
garis pantai dengan pengulangan sebanyak 20
Mengkaji keterkaitan antara sumberdaya
kali masing-masing pada kedalaman < 5 m dan
ikan Caesio cuning dengan karakteristik habitat
>5 m.
pada ekosistem terumbu karang berdasarkan
Metode underwater visual cencus
pengelompokan substrat bentik (English at al.,
dengan transek garis sepanjang 50 m mengikuti
1997), menggunakan cluster analysis
garis pantai dan 2,5 m ke kiri dan 2,5 m ke
berdasrkan indeks kesamaan Bray-Curtis.
kanan digunakan untuk pengamatan persentase
Indeks yang diolah menggunakan program
kehadiran ikan Caesio cuning. Hasil
MVSP (Multi Variate Statistical Package).
pencacahan jenis ikan Caesio cuning tersebut
digunakan untuk mendapatkan data kelimpahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selain itu berdasarkan hasil tangkapan nelayan
sebanyak 50 sampel diambil dengan tujuan
Kondisi Ekosistem Terumbu Karang
untuk melihat kondisi biometri, TKG dan jenis
1. Komposisi Substrat Bentik
makanan ikan Caesio cuning.
Faktor-faktor pembatas bagi kehidupan
terumbu karang adalah suhu, kedalaman, cahaya
Analisa Data
matahari, salinitas, kejernihan air, gelombang
Persentase penutupan karang keras dan
dan substrat (Nybakken 1992). Parameter
persentase penutupan biota pengisi habitat
lingkungan seperti kecerahan, suhu, salinitas
bentik lainnya diolah dengan menggunakan
dan arus di perairan Kepulaun Seribu secara
program lunak Coral Point Count with Excell
umum mendukung bagi kehidupan biota laut
extension (CPCe) yang dikembangkan oleh
dengan kisaran nilai yang diperbolehkan
Kohler dan Gill (2006). Untuk mencari indeks
menurut KepMen LH No. 51 Tahun 2004
keanekaragaman karang maka menggunakan
tentang baku mutu air laut untuk biota laut.
indeks Shannon (Odum, 1997).
Rata-rata suhu perairan Kepulauan
Analisis kelimpahan ikan Caesio cuning
Seribu adalah 28,63oC dan salinitas 32‰.
(Caesio cuning) dihitung dengan menggunakan
Kondisi yang demikian merupakan kondisi yang
rumus sebagai berikut :
cukup ideal bagi pertumbuhan terumbu karang.
X
Xi Menurut Sukarno et al., (1983) suhu yang
n paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar
Hubungan panjang berat dianalisis antara 25 oC – 30 oC. Kecerahan perairan sangat
dengan model atau persamaan Hile (1936) terkait dengan kekeruhan. Kecerahan perairan
dalam Effendie (1997), sebagai berikut: dengan nilai rata-rata 6,14 meter dimana
menunjukkan tingkat kecerahan 100% artinya
W = aLb cahaya matahari mampu menembus perairan
hingga ke karang dan besar pengaruhnya
Untuk jumlah sampel kecil maka terhadap proses fotosintesis alga simbiotik
menggunakan teknik perhitungan menurut zooxanthellae. Kecepatan arus yang terukur
Rousefeell dan Everhart (1960) yaitu : pada saat pengambilan sampel rata-rata 0,05
m/detik yang berkisar antara 0,030-0,072
Log W = log a + b log L m/detik terhitung lemah. Kondisi ini berkaitan
erat dengan musim peralihan dari musim Barat
Data Tingkat Kematangan Gonad (TKG) menuju musim Timur sehingga perairan relatif
untuk ikan Caesio cuning diperoleh tenang.
berdasarkan analisa terhadap kondisi gonad Komposisi dan persen tutupan substrat
yang dilakukan di laboratorium, berpedoman bentik di lokasi pengamatan cukup beragam
pada lima tingkatan menurut klasifikasi antar stasiun pengamatan (Gambar 1), yang
kematangan gonad ikan laut (Romimohtarto dan secara umum didominasi oleh kelompok
Juwana, 2001) abiotik.
Persentase tutupan 60.00
di Selatan Pulau Belanda (42,19%) dan Barat
50.00 KARANG KERAS
Pulau Kayu Angin (35,68%), terendah di Utara
40.00 KARANG MATI
30.00 ALGA Pulau Belanda (16,11%) sedangkan kondisi di
20.00
10.00
FAUNA LAIN lima lokasi tidak terlalu berbeda (Gambar 4).
ABIOTIK
0.00
Be a
ng
ng
a
a
a
ra
nd
nd
uk
uk
r
Bi
ga
ga
Bi
la
am
am
la
n
ng
ng
n
Be
gi
gi
Pr
Pr
Pa
Pa
An
An
U
S
T
yu
yu
Ka
Ka
T
B
Lokasi penelitian
45
40
35
30
25 Karang mati ber-alga
20 Karang mati
15
10
5
-
Be g
ra
a
a
ra
d
nd
n
uk
uk
Bi
n
ga
ga
Bi
la
am
am
la
n
ng
ng
n
gi
gi
Pr
Pr
abiotik.
Pa
Pa
An
An
U
S
T
yu
yu
Ka
Ka
Lokasi Penelitian
kelompok Abiotik yang mendominasi di semua
lokasi (Gambar 3) dengan persentase antara Gambar 5 Grafik persentase tutupan kelompok
6,63 % - 4,40%. Kelompok patahan karang karang mati beralga dan karang
tertinggi dijumpai di lokasi Timur Pulau Kayu mati
Angin dan Utara Pulau Belanda dan yang paling
rendah di Barat Pulau Kayu Angin, untuk Persentase karang mati beralga (DCA)
endapan lumpur hanya terlihat di lokasi Selatan tertinggi di Selatan Pulau Belanda dan terendah
Pulau Panggang sedangkan untuk kelompok di Utara Pulau Pramuka, sedangkan persentase
batu hanya terlihat di Utara dan Timur Pulau karang mati baru berkisar antara 0,75% -
Pramuka. 15,17%, tertinggi ditemukan di Utara Pulau
Pramuka (15,17%) dan terendah di Timur Pulau
Pramuka (0,75%) sedangkan kondisi karang
Persentase tutupan (%)
45.00
40.00 mati baru cukup tinggi terdapat di Barat Pulau
35.00 Batu
30.00 Kayu Angin, Selatan Pulau Belanda dan Timur
25.00 Pasir
20.00
Pulau Kayu Angin.
Endapan lumpur
15.00 Kelompok fauna lain dan alga
10.00 Patahan karang
5.00 merupakan komponen substrat bentik yang
0.00 memiliki persentase terendah hampir di semua
lokasi penelitian. Persentase tertinggi untuk
da
ng
ng
a
a
a
a
d
uk
uk
Bir
Bir
lan
ga
ga
lan
am
am
ng
gin
Be
Be
Pr
Pr
Pa
Pa
An
An
U
S
U
T
yu
yu
Ka
Ka
Indeks genus/lifeform
2.50
2.00
1.50 H' (SW Index lifeform)
1.00 H' (SW Index Genus)
0.50
0.00
da
Pa an g
ng
An n da
An Bir a
ka
a
ra
uk
lan
ga
u
Bi
g
am
am
la
gin
ng
ng
gin
Be
Be
Pr
Pr
Pa
Gambar 7 Garafik rata-rata persentase tutupan
S
U
T
yu
yu
Ka
Ka
lifeform
B
Lokasi penelitian
Bentuk pertumbuhan massive tertinggi di
Selatan Pulau Panggang yang memliki
Gambar 8 Indeks keanekaragaman genus dan
kekeruhan yang cukup tinggi. Hal ini sesuai
lifeform karang
dengan Chappel (1980), dalam Supriharyono
(2000) yang menyatakan bahwa karang yang Jumlah genus karang tertinggi ditemukan
tumbuh di perairan dengan sedimentasi tinggi di Utara Pulau Pramuka (23 genus) dan terendah
mengarah ke bentuk massive, sedangkan di di Barat Pulau Panggang (7 genus). Sementara,
perairan yang jernih atau sedimentasi rendah, jumlah lifeform tertinggi (10 jenis) ditemukan di
lebih banyak ditemukan dalam bentuk Utara Pulau Pramuka, sedangkan jumlah
bercabang dan tabulate. terendah (7 jenis) ditemukan di Selatan Pulau
Pada dasarnya jenis karang yang Panggang (Gambar 9).
dominan di suatu habitat tergantung pada
Jumlah Genus/Lifeform
ng
ra
a
a
ra
d
uk
uk
ga
Bi
lan
am
am
in
ng
ng
gin
Be
Be
ng
Pr
Pr
Pa
Pa
An
A
U
T
yu
yu
Ka
Ka
Royce WF. 1984. Introduction to the Practice of Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan
Fishery Science. Academic Press. New sumberdaya perikanan laut. Gajah Mada
York, San Francisco, London. xi, 428 pp. University Press. Yogyakarta. 252 hlm.